Penerapan Metode Kristologi
Fungsional (MKF) dalam berbagai Konteks Pergumulan di Benua Eropa dan Amerika
I.
Pendahuluan
Banyak
persoalan yang kita jumpai dalam kehidupan ini, dan persoalan tersebut bertumpu
pada pribadi masing-masing. Namun jika kita berbicara tentang pergumulan atau
persoalan teologi terkhusus Kristen, hal itu merupakan akar dari persoalan
Kristologi. Persoalan ini mengacu pada Kristus sebagai objek utamanya. Maka
dalam hal ini saya sebagai penyaji akan memaparkan tentang kristologi,
pergumulan tentang kristologi, dan penghayatan mengenai fungsi Kristus berdasarkan
konteks yang sudah ditentukan, yaitu berupa pergumulan di benua Eropa dan juga
Amerika. Semoga bermanfaat.
II.
Pembahasan
2.1.
Metode Kristologi Fungsional
Dalam
KBBI, Metode adalah suatu cara yang teratur dan berpikir baik-baik untuk
mencapai maksud, atau cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu guna untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan.[1] Kristologi
(Christology) yaitu studi teologis
atas Yesus Kristus, yang secara sistematis menyelidiki siapakah Dia dalam
diri-Nya sendiri dan artinya bagi orang-orang yang percaya kepada-Nya. PB
memuat berbagai pendekatan kristologis terhadap diri Yesus, meskipun tidak
sangat sistematis. Kristologi Fungsional yaitu Kristologi yang memusatkan
perhatian pada karya penyelamatan Kristus; dengan demikian sangat dekat dengan
Soteriologi. Kristologi ini dengan sendirinya mengandaikan Kristologi
ontologis, yang memusatkan perhatian pada telaah mengenai siapakah Kristus itu
pada diri-Nya sendiri.[2] Kristologi fungsional tampak dalam Paul
Tillich yang menegaskan bahwa “kristologi adalah suatu fungsi soteorologi.
Persoalan soteorologi menciptakan pertanyaan kristologi dan memberikan arah
bagi jawaban kristologi”. Dan yang paling berantusias dengan kristologi
fungsional ialah kaum Pluralis, yang menekankan karya Yesus bagi manusia, bukan
dalam arti penebusan tetapi dalam arti pembaharuan sosial.[3]
2.2.
Konteks Pergumulan di Benua Eropa
Gereja-gereja di Eropa
merupakan Gereja-mayoritas di negaranya masing-masing. Akan tetapi dalam abad
ke-19 juga bangkitlah tantangan-tantangan yang hebat untuk gereja dari pihak
masyarakat umum. Tantangan pertama ialah perkembangan pemikiran modern yang
dengan cara makin terbuka menjauhi iman Kristen. Banyak orang Eropa, yang
tergoda oleh filsafat itu, meninggalkan agama Kristen, mula-mula kaum
cendikiawan, kemudian juga golongan-golongan lain. Tantangan yang kedua
bertolak dari keadaan sosial. Pada abad ke 19 di Eropa terjadilah urbanisasi
dan industrialisasi. Kaum buruh merasa tertindas oleh golongan yang menguasai
kehidupan ekonomis dan politis. Dan karena Gereja di Eropa, berhubungan erat
dengan penguasa-penguasa itu, maka kaum buruh sudah tidak lagi begitu
mempedulikan gereja dan iman Kristen.[4]
Terutama kaum buruh di
Eropa kaum buruh terasing dari gereja oleh karena sudah memiliki persekutuan
yang baru, yaitu partai, etika yang baru, yaitu pergumulan kelas, dan sorga
yang baru yaitu masyarakat yang baru menurut Marx, akan diwujudkan sesudah
revolusi yang besar.[5]
Keadaan krisis dan meleset berkembang di Eropah, kebudayaan Eropah telah
melepaskan dirinya dari kuasa Firman Allah, lalu mendasarkan kepercayaannya
kepada Dunia, kepada manusia dan akalnya, kepada Roh dan zat-benda.[6]
Di salah
satu bagian wilayah di benua Eropa yang menggambarkan keadaan sosial adalah
kota London. Banyak orang hidup melarat, ada banyak pemabuk dan pelacur. Di
kota London dalam waktu satu tahun terdapat 2.157 orang mati begitu saja
dijalanan, 2.297 yang bunuh diri, 30.000 wanita pelacur, 160.000 orang dihukum
karena mabuk di jalan umum, dan 900.000 orang yang melarat[7]; anak-anak gelandangan,
orang-orang yang kelaparan. Di Eropa krisis peradaban yang diisyaratkan oleh
kemunduran kekristenan menawarkan kepada mereka yang tetap di dalam gereja,
serentetan tantangan dan kesempatan, seperti: tantangan intelektual dan
Kultural yang paling serius sekarang ini adalah Sekularisme[8]. Namun selama
modernisasi ditandai oleh penyempitan rasional yang sebenarnya bersifat
meragukan dan kurang menghargai orang dan pandangan yang menganggap Yesus
sebagai manusia belaka, yang mencirikan teologi Inggris belakangan ini tidak
banyak menolong.[9]
Berdasarkan hal ini, kita dapat mengetahui bahwa
pada abad ke 19 sampai abad ke 20 di Eropa terjadi kemerosotan iman Kristen
yang dipengaruhi filsafat dan sekularisme yang mengakibatkan terjadinya
ketertindasan dan kemelaratan dalam arti yang miskin selalu ditindas oleh
penguasa atau orang kaya yang berotoritas. Hal ini terjadi karna perkembangan
ilmu pengetahuan, yang mengakibatkan mereka mendewakan pikiran. Melalui hal
tersebut pandangan tentang Kristus dan fungsi-Nya sudah salah arah dan tidak
lagi satu pandangan sehingga permasalahan tentang Kristologi di Eropa
berkembang sampai saat ini dan banyak memunculkan ide atau pandangan
tokoh-tokoh di Eropa.
2.3.
Tokoh dan Ide Kristologi Fungsional di Benua Eropa
2.3.1.
Karl
Bath
Karl
Barth adalah seorang teolog besar dalam kalangan gereja reformatories pada abad
ke-20. Dilahirkan pada tahun pada tahun 1886 di Basel, Swis. Pada abad ke 20,
yang ditandai dengan kemajuan teknologi yang luar biasa (sekularisasi) serta di
bawah bayang-bayang Perang Dunia I, Barth memikirkan bagaimana ia dapat membawa firman Allah agar
manusia Kristen abad ini dapat disapa
oleh Firman itu. Persoalan yang merisaukan Barth juga adalah mungkinkah
manusia dapat berbicara tentang Allah. Mungkinkah Firman Allah itu dapat
diucapkan oleh seorang manusia. Pada tahun 1919, ia mengarang tafsiran Surat
Roma (Romerbrief). Barth membiarkan
Paulus berbicara seakan-akan Paulus hidup pada abad ini di Eropa. Di sini Barth
sangat menekankan sifat eskatologis pemberitaan Injil. Jikalau teologi abad
ke-19 meniadakan jarak antara Allah dan manusia, maka Teologi Karl Barth
mempertahankan dengan gigih adanya jarak yang tak terjangkau oleh manusia
dengan Tuhan Allah. Teologi Barth mengungkapkan bagaimana manusia terus-menerus
berusaha menguasai Tuhan Allah demi kepentingan diri sendiri. Namun segala
usaha itu akan diadili, dihukum dan datang kepada krisis. Ia sangat menekankan
kristus dalam penguraian pandangan teologinya sehingga dapat dikatakan teologi
adalah kristologi.[10]
Barth bermaksud untuk berseru kepada Gereja supaya kembali kepada pengakuan
yang sungguh-sungguh atas kuasa mutlak firman Tuhan.[11]
2.3.2.
Rudolf
Bultman
Bultman
adalah seorang ahli Perjanjian Baru, ahli bahasa, seorang filsuf yang
bersama-sama dengan Karl Barth dan Paul Thillich merupakan teolog besar dalam
abad ke-20. Ia dilahirkan pada tahun 1884 di Jerman. Dalam sejarah teologi
Bultman dikenal dengan demythologizing-nya.
Menurut Bultman, manusia modern menemukan kesulitan untuk mengerti pemberitaan
Perjanjian Baru.[12]
Apa yang ia ajarkan adalah pembenaran hanya oleh iman (pribadi dan
eksistensial) dan bukan oleh sejarah. Yesus kristus yang kita jumpai dewasa ini
adalah kristus yang diberitakan, bukan kristus yang sejarah.[13]
2.3.3.
William
Booth
Booth
dilahirkan dalam sebuah keluarga miskin di Nottingham, Inggris pada tanggal 10
April 1829. Booth melihat bahwa gereja terpanggil untuk mengangkat manusia yang
miskin, terdindas dan diperlakuan secara tidak adil. Injil adalah berita
kesukaan bagi setiap orang, termasuk juga untuk orang yang miskin secara
kebendaan. Ia melihat adanya segi sosial dari injil Yesus Kristus.[14]
2.3.4.
Dietrich
Boenhoeffer
Boenhoeffer dilahirkan pada tanggal 4 Februari
1906 di Breslau, Jerman. Pada usia 17 tahun dia telah memasuki Universitas
Tubingen dan studi teologinya dilanjutkannya di Berlin. Ia adalah seorang yang
mengamati perkembangan politik di Jerman.[15] Karya Boenhoeffer yang terkenal adalah
“mengikut Yesus” atau Noachfolge. Kasih karunia yang murah
bertolak dari kenyataan bahwa orang Kristen sejati pun tetap berdosa lalu
menggunakan fakta ini membenarkan kehidupan orang berdosa. Setiap usaha untuk
hidup sebagai murid dicap sebagai legalisme atau kegairahan. Boenhoeffer
mengusulkan “kekristenan tanpa agama” artinya kita harus melihat bahwa Yesus
Kristus sebagai “Tuhan orang yang tidak beragama”. Ia ingin membersihkan orang
Kristen dari segi-segi tertentu dari keragaman yang bersifat borjuis dan picik.
Baginya gereja harus mengikuti teladan Yesus “manusia bagi orang lain”.[16]
2.4.Konteks
Pergumulan di Benua Amerika
Amerika
Serikat merupakan negara yang pertama, di mana gereja dan negara dipisahkan.
Gereja-gereja tidak mendapat dukungan apapun dari negara, dan negara tidak
mencampuri urusan negara-negara. Anggota-anggota gereja sendirilah yang
mengurus dan membiayai gerejanya. Semangat dan kegiatan anggota gereja (“awam”)
merupakan salah satu sumbangan gereja-gereja Amerika Serikat kepada Gereja
sedunia.[17]
Amerika Selatan adalah benua penuh sumber alam, namun mayoritas penduduknya
terperangkap dalam kehidupan yang melarat. Kesulitan disebabkan oleh struktur
yang tidak adil, baik di dalam masing-masing negara itu sendiri (rezim yang
menindas), maupun antara wilayah itu dan dunia “maju” (kapitalisme yang
menindas).[18] Dan salah satu ciri khas
Kekristenan di Amerika adalah banyaknya kelompok yang sangat menekankan satu
pokok ajaran sambil menolak sesama orang Kristen yang tidak menerima
ajaran itu.[19]
Amerika
Latin merupakan daerah yang kaya dengan sumber daya alam, namun penduduknya
dikepung oleh kemelaratan. Kekayaan Negara-negara Amerika Latin hanya dinikmati
oleh sekelompok orang yang menerapkan sistim maciavelly, yaitu
mencapai tujuan dengan menghalalkan segala cara. Hal ini sama artinya dengan
memperkaya diri dengan cara mengorbankan orang lain, kaum lemah. Upaya untuk
mengatasi kemelaratan di Amerika Latin telah diupayakan oleh banyak pihak,
namun tidak membuahkan hasil. Di negara-negara Amerika Latin mengalami
kemelaratan disebabkan oleh kemiskinan, terbelakang, juga karna penindasan
(regim-pemerintahan menindas rakyat).[20] Di Amerika Serikat pada
tahun 60-an mulai berkembang dengan apa yang disebut teologi hitam. Yang
dititik beratkan teologi ini adalah melepaskan diri dari teologi kulit putih
yang telah menciptakan seorang Allah sesuai gambar seorang bangsa Barat yang
kulit putih. Hal ini merupakan berlawanan dengan agama Kristen yang telah
menjadikan Tuhan sama dengan kebudayaan dipenjajahan bangsa kulit putih, maka
teologi hitam yang mengaku Tuhan yang setia kawan dengan sertiap insan yang
tertindas dari ras dan bangsa apapun, dan yang berada ditengah-tengah
penderitaan, penghinaan dan kematian mereka. Para teolog kulit hitam berbicara
tentang Mesias kulit hitam, Allah yang tertindas di bumi ini, yang bangkit
untuk memberi kehidupan dan harapan kepada semua yang tertindas. Mesias yang
berkulit hitam ini yang adalah orang yang tertindas dari Allah. Kelihatan pada
wajah-wajah orang miskin dan tertindas yang berkulit hitam.[21]
Pergumuan yang ada di Amerika, disebabkan karna
munculnya Kapitalisme dan rezim yang menindas. Dan salah satu ciri khas Kekristenan di Amerika
adalah banyaknya kelompok yang sangat menekankan satu pokok ajaran sambil
menolak sesama orang Kristen yang tidak menerima ajaran itu. Dalam
hal ini sudah terjadi saling menindas antara umat Kristen. Yang juga memunculkan
teologi yang mencirikan Yesus menurut pandangan mereka sendiri.
2.5.
Tokoh dan Ide Kristologi Fungsional di Benua Amerika
2.5.1.
Jame
Come
Ia adalah seorang teolog yang berkulit hitam dan
merupakan orang pertama yang memperkenalkan dan menyebarluaskan apa yang
disebut “Teologi Hitam”. James Cone menuliskan bahwa “Kristus
Amerika itu tidak memiliki ciri rasial, Ia berkulit berkulit langsat, berambut
ikal warna coklat dan kadang-kadang sungguh ajaib memiliki mata biru.
Orang-orang berkulit putih keberatan jika, Ia berbibir tebal, sama seperti
orang Farisi keberatan, jika mereka melihat Dia di suatu pesta bersama oang
pemungut cukai. Namun orang berkulit putih setuju atau tidak Kristus berkulit
hitam dengan raut muka yang menjijikkan bagi masyarakat kulit putih” James
Cone mempertanyakan kembali apa artinya keputusan konsili nicea pada tahun 325
yang menyatakan bahwa Kristus adalah sehakikat dengan Bapa dan keputusan
Chalcedon pada tahun 451, yang menyatakan bahwa kedua kodrat yang ilahi dan
manusiawi, tidak terbagi dan terpisah dan tidak bercampur, dan tidak berubah.
Apa artinya bagi mereka yang melihat Yesus bukan sebagai suatu gagasan dalam
pemikiran, tetapi Yesus yang mereka kenal sebagai juruselamat dan sahabat.
Dalam bukunya The Spirituals and
Blues ia menguraikan bahwa Yesus bukanlah pokok-pokok permasalahan
teologis. Ia dilihat dalam kenyataan pengalaman kaum kulit hitam. Berbicara
mengenai Allah Bapa dan Anak adalah dua cara untuk berbicara tentang kenyataan
kehadiran ilahi dalam masyarakat budak. Yang menjadi pusat keberadaan mereka
adalah lambang dari penderitaan mereka. Yesus berada ditengahnya, sehingga Ia
adalah sahabat dan teman penderitaan dalam perbudakan “Spiritual” itu tidak
hanya berbicara tentang apa yang telah dilakukan oleh Yesus dan sedang
dilakukan bagi orang kulit hitam dalam perbudakan. Ia dianggap sebagai orang
yang memegang kunci penghakiman. Yesus dianggap sebagai Raja yang membebaskan
manusia dari penderitaan. Cone menegaskan bahwa Yesus Kristus harus diakui
berdasarkan keberadaan-Nya kini, dalam masa lampau dan dalam waktu yang akan
datang.[22]
2.5.2.
Leonardo
Boff
Boff adalah seorang teolog Amerika Latin yang
sangat terbuka menggumuli “Kristologi”. Boff berasal dari Brazil. Pada tahun
1972 ia menulis tentang Kristologi Amerika Latin yang berjudul Yesus Kristus sang
pembebas, suatu Kristologi untuk masa kini. Menurut Boff, merenungkan dan
menghayati kepercayaan kita kepada Yesus Kristus dalam konteks sosio-historis
yang ditandai dengan penguasaan dan penindasan, berarti menyembah Yesus Kristus
dan memproklamasikan Dia sebagai pembebas. Kristologi pembebasan berpihak
kepada orang yang tertindas.[23]
2.5.3.
Jon Subrino
Dalam Kristologinya, yaitu segi kehidupan dari
Yesus yang historis. Ia mengembangkannya bertolak dari situasi Amerika Latin,
yakni penindasan, ketidakadilan, dan
penindasan. Kristologi tersebut mempunyai landasan dalam Kehidupan Yesus yang
historis dan dalam sejarah bangsa yang menderita. Satu-satunya jalan untuk mengenal Yesus ialah
mengikuti-Nya dalam kenyataan hidup-Nya, dan menghayati apa yang Ia pertaruhkan
dalam masa hidupnya. Mengikut Yesus adalah syarat untuk mengenal Allah. Maksud
pengkajian tentang Yesus adalah meluruskan jalan untuk secara efektif bekerja
sama dengan Dia.[24]
III.
Kesimpulan
Dalam
pembahasan ini yang menjadi pokok penting dari metode kristologi fungsional
yaitu bagaimana kita menghayati karya Yesus dalam kehidupan ini. Dalam hal ini
pergumulan hidup yang tertera di atas , meliputi Eropa dan Amerika; suatu
cerminan bagi kita bagaimana pergumulan
mereka tentang pandangan dan penghayatan mereka terhadap Yesus. Banyak pendapat
para tokoh yang mengutarakan kesiapaan Yesus dan apa fungsi Yesus dalam setiap
pergumulan yang dihadapi manusia di setiap negara. Sebagian mengatakan bahwa
Yesus sebagai Tuhan
orang yang tidak beragama, manusia bagi orang lain, Yesus sebagai Pembebas,
Tuhan yang setia kawan dengan setiap insan yang tertindas dari ras dan bangsa,
dan sebagainya. Pendapat tersebut hadir karna adanya pengaruh paham-paham, yang
berdasarkan perkembangan zaman. Di Eropa, perkembangan teologi (iman Kristen)
menjadi merosot karna ilmu pengetahuan yang berkembang, penindasan,
urbanisasi,industralisasi, di mana mereka mengandalkan rasio atau
mendewa-dewakan pikiran, bahkan pemikiran filsafat yang makin lama semakin
memasuki pemikiran Kristen. Di Amerika, kemelaratan disebabkan oleh kemiskinan,
terbelakang, juga karna penindasan (regim-pemerintahan menindas rakyat), yang
memunculkan teologi baru tentang Yesus yaitu teologi kulit Hitam dan
penderitaannya.
IV.
Tambahan
Dosen
Metode
adalah suatu cara untuk menghadirkan Kristus dalam konteks pergumulan. Dalam hal
ini kita ingin mempelajari beberapa tokoh-tokoh yang menerapkan metode,
mewartakan Kristus supaya umat yang hidup dalam konteks tertentu bisa mengakui
dan meyakini Kristus dalam kehidupannya.
Ada beberapa tujuan kita
mempelajari topik ini, yaitu:
1. Untuk
mengetahui/supaya mahasiswa (calon pelayan) mengetahui berbagai varia metode.
2. Supaya
mahasiswa setelah menjadi pelayan memiliki kreativitas untuk menciptakan metode
pelayanan di tengah-tengah pergumulan umat supaya umat dalam pergumulan itu
tidak menghindar dari Kristus tetapi menjadikan Kristus kekuatannya atau dalam
pergumulannya tetap mengimani Kristus.
3. Supaya
mahasiswa setelah dalam pelayanannya memiliki informasi tentang varia
metodologi yang dapat memberikan inspirasi/landasan berpikir dalam rangka
membangun metodologi pelayanan.
4. Tentu
saja informasi yang dikumpulkan tidak saja dari berbagai belahan dunia tetapi
juga berbagai daerah yang ada di Indonesia dan Sumatera Utara khususnya dan
semua metode-metode itu diharapkan dapat membantu mahasiswa (pelayan)
menciptakan atau menemukan metodologi pelayanan.
Beberapa Metode
·
Benua
Afrika
Konteks
pergumulan yang terjadi dari Afrika yang menarik yaitu konteks keberagaman.
Orang Afrika menganggap selalu ada hubungan mereka dengan leluhurnya. Walau
sudah mati tapi hubungannya dengan orang hidup tetap ada. Mereka meyakini
bahkan kehidupan mereka dituntun oleh leluhur.
Paling
tidak ada tiga keyakinan mereka kepada leluhurnya:
1. Pemimpin/Kepala Setiap suku
Yaitu
bukan hanya orang hidup yang jadi pemimpin mereka, tapi juga orang yang sudah
mati juga bahkan termasuk leluhur mereka. Mereka menyebutnya chif. Pemimpin ini
merupakan petunjuk bagi mereka untuk menunjukkan jalan atau pilihan yang benar.
Kalau mereka ada dalam suatu pilihan hidup atau permasalan yang diperhadapkan
pada mereka biasanya mereka minta petunjuk pada chif.
2. Datu disebut sebagai Nganga
Fungsinya perantara
dengan ila-ilah atau dewa-dewa tertinggi yang mereka sembah kalau mereka ingin
menjalin hubungan dengan dewa tertinggi maka hanya Ngangalah perantaranya.
Supaya doa atau permohonan bisa sampai.
3. Orang Afrika percaya bahwa selalu
ada pertengkaran antara leluhur dengan roh jahat atau penghulu-penghulu Setan
Dan mereka yakin bahwa hanya leluhur merekalah yang dapat menolong
mereka. Oleh jarna itu ketika mereka meminta pertolongan leluhur maka leluhur
akan berperang melawan roh jahat. Peminpin leluhur akan datang menolong mereka yang disebut “Nana”.
Ketika penginjil datang, maka mereka berpikir supaya
mereka menjadi junjungan tertinggi. Ada beberapa tokoh mencoba satu metode yang
sangat berhasil yang menyatukan Nana
dari yang mereka puja itu. Nama Nganga
(Chif) diartikan sebagai Yesus
dan dan Nana juga diartikan sebagai Yesus. Dukun tertinggi itu adalah Yesus Kristus. Ternyata metode itu berhasil memenangkan hati orang
Afrika.
Contoh
Siapa
nama Tuhan orang Karo sebelum Kristen datang?
Dibata
Kaci-kaci
Padahal dalam Hukum ke 3, “jangan menyebut nama
Tuhan Allah dengan sembarangan”, tapi kenapa nama Tuhan disebut dengan
sembarangan seperti itu?
Sebelum penginjil datang orang karo, toba,
simalungun, pakpak, dll sudah memiliki sebutan untuk Allah yang tertinggi yaitu
Debata.
Untuk menggeser nama itu, kalau berdoa kepada Allah
tertinggi harus diikutkan nama Debata dan disambu g dengan kata Yesus atau
Allah. Jadi penggunaan nama Yahwe, Yahowa bukan tujuan melanggar hukum ke 3
tapi metode penginjilan.
Adakalanya keindahan Tuhan yang tidak bisa dikatakan
dengan kata-kata maka bisa mengungkapkannya dengan seni: tenunan, bataik dan
lain-lain. Dari banyak karya ada satu karya yang menarik, yakni gembala
dikerumuni domba. Yoh. 10:14. Dalam konteks Jawa, gembala yang baik itu
mengayomi domba-domba, harus melingkupi. Lukisan itu mengungkapkapkan. Konsep
Gembala di Alkitab. Mazmur 23, Yohanes 34, dan dari ungkapan itulah
disampaikan. Beginilah gembala yang baik. Maka orang jawa menyatakan gembala
yang baik.
Rombongan
Missi
Suku Asmat, ada kata “kamu adalah domba-domba Allah”
bagi orang itu diganti dengan kata “Kamu adalah babi-babi Allah”. Induk babi
dipotong maka anaknya digendong-gendong oleh perempuan dikasih susu, dan
setelah besar, dipotong, dan dimakan.
Hal itu tidak manusiawi lagi
perlakuan kita kepada domba, susunya diambil, bulunya dagingnya dimakan. Tuhan
akan menjaga sampai besar setelah besar maka dipersembahkan atau menjdai
korban. Terserah kepada Tuhan mau jadi apa itu.
·
Benua
Amerika
Suku
aslinya adalah suku Indian, mereka garang-garang, berani, koboi, dia bertindak
dalam keadaan sempit.tapi yang membangun amerika bukan India tapi Inggris, yang
masuk orang-orang pintar.maka mulailah dibangun industri di Amerika oleh pemodal-pemodal Kapital
mereka membutuhkan buruh, lalu mereka memperkerjakan orang India menjadi buruh.
. kalau ada tuntutan mereka tidak dipenuhi, maka:
1. Orang
India tidak bisa dijadikan buruh dan mengmabil buruh orangAFrika maka diberikan
angin Surga, barangsiapa yang ingin menjadi buruh, akan diberikan rumah, makanan, dan paikaian
bagus. Dalam pertahun 10/12 juta buruh
yang diangkut. Mereka diangkut 1 angkutan dengan dengan kepala bermerk
Yesus dan mereka dimasukkan ke dalam Camp
yang bermerek “Yesus” dan mulai
diberikan penderitaan. Dari pengusaha memberikan lebel Yesus dengan tujuan
untuk mengatakan bahwa Yrsus lah yang berkuasa atas segala-galanya. Tapi orang
Afrika yang menerima penderitaan itu bahwa Yesus penyengsara, pembuat derita,
jahat, penindas, kekerasan dank eras. Ada seorang Zending ini mengambil anak
kecil dari Afrika di sekolah kan ke sekolah Teologia, zending ini berkata, “kau
sudah diutus untuk memberitakan injil, tentukanlah kemana kau pergi” dan anak
kecil itu menjawab “kalau aku berbicara pada kulit putih maka mereka tidak akan
menerimaku karna bagi orang Kulit Putih, orang Afrika itu lebih rendah dari
pada binatang. Jiak aku pergi ke kulit hitam aku akan dibunuh karna mereka
menganggap bahwa Yesus itu pembunuh. Maka dibacanyalah Yoh: 1+14, ada kata
“kita””artinya adalah Allah menjadi kita. Siapa kita? “Kulit Hitam”. Kita :
kulit hitam. Mereka : Kulit putih. Yesus itu kulit hitam, bukan mereka. Yohanes
53: “Mesias itu tidak tampan” , kesimpulannya ternyata Yesus itu bukan yang
digambarkan oleh kulit tapi muka jelek dan rambut kriting. YESUS itu kekuatan
dan penderitaan kita. Mula-mula dia ditolak, tapi saat dijelaskannya bahwa Yesus
itu adalah kita bukan mereka maka mereka bisa meenerima.
Dan bagaimana supaya umat mengakui
Yesus sebagai Tuhan dan kekutannya.
V.
Daftar
Pustaka
….KBBI., Jakarta: Balai Pustaka, 1996
Avis,
Paul., Ambang Pintu Teologi, Jakarta:
BPK GM, 2001
Collins,
Gerald O’ & Edward G. Farrugia., Kamus
Teologi, Yogyakarta: Kanisius, 1998
End,
Thomas Van Den., Harta dalam Bejana, Jakarta:
Bpk – Gunung Mulia, 2012
End,
Thomas Van Den., Harta dalam Bejana, Jakarta:
Bpk – Gunung Mulia, 2014
H.
Berkhof & I. H. Inklaar., Sejarah
Gereja, Jakarta: BPK GM, 1993
H.
Berkhof & I. H. Inklaar., Sejarah
Gereja, Jakarta: BPK GM, 2014
Lane,
Tony., Runtut Pijar, Jakarta: BPK GM,
2016
Lumintang, Stevri I. Lumban., Theologia Abu-abu Pluralisme Agama, Malang:
Gandum Mas,2004
Wellem,
F.D., Riwayat Hidup Singkat, Jakarta:
BPK GM, 2011
Wessels, Anton., Memandang
Yesus, Jakarta: BPK-GM, 1999
[1] ….KBBI , (Jakarta: Balai Pustaka, 1996),
581
[2] Gerald O’Collins & Edward G.
Farrugia, Kamus Teologi, (Yogyakarta:
KAnisius, 1998),170
[3] Stevri I. Lumban Lumintang, Theologia Abu-abu Pluralisme Agama, (Malang:
Gandum Mas,2004), 189
[4] Thomas Van Den End, Harta dalam Bejana, (Jakarta: Bpk –
Gunung Mulia, 2012), 363-364
[5] Thomas Van Den End, Harta dalam Bejana, 364
[6] H. Berkhof & I. H. Inklaar, Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK GM, 2014), 332-333
[8] Paham
atau pandangan yang berpendirian bahwa moralitas tidak perlu didasarkan pada
ajararan agama.
[9] Paul
Avis, Ambang Pintu Teologi, (Jakarta:
BPK GM, 2001), 78
[10] FD. Wellem, Riwayat Hidup Singkat, (Jakarta: BPK GM, 2011), 28-29
[12] FD. Wellem, Riwayat Hidup Singkat, (Jakarta: BPK GM, 2011), 46
[13] Tony Lane, Runtut Pijar,(Jakarta: BPK GM, 2016), 239
[14] FD. Wellem, Riwayat Hidup Singkat, 44
[17] Thomas Van Den End, Harta dalam Bejana,349
[18] Tony Lane, Runtut Pijar, 281
Tidak ada komentar:
Posting Komentar