Jumat, 10 Mei 2019


ISRAEL DAN PROSELITISME
I.                   PENDAHULUAN
Pada dasarnya pemahaman Gereja mengenai Misi, ialah merupakan suatu usaha-usaha didalam untuk menobatkan orang lain, serta mengajaknya untuk masuk serta menganut agama Kristen. Kekristenan dianggap sebagai satu-satunya kebenaran yg mutlak dan hanya melalui Yesuslah orang dapat selamat dan mendapat keselamatan yg seutuhnya. Bagaimana bangsa Israel mengajak orang lain agar mau percaya kepada Allah yg mereka sembah dan kepada hukum taurat tersebut. Sikap memaksa dan juga menganganggap satu-satunya kebenaran merupakan sikap proselitisme. Hal Proselitisme juga berkaitan dengan bangsa Israel, para proselit juga hadir di Israel dalam upaya untuk menjadikan Yahudi menurut ajaran Proselitisme. Semoga  sajian kami ini dapat menambah ilmu dan memperluas wawasan kita bersama dalam menggali tentang Israel dan Proselitisme. Tuhan Yesus Memberkati.
II.                PEMBAHASAN
2.1.Bangsa Israel
2.1.1.      Status & Kepribadian hidup Bangsa Israel
Bangsa Israel satu-satunya bangsa yg telah mempunyai status yg berbeda dari antara bangsa-bangsa dibumi. Status itu adalah pertama-tama mereka adalah keturunan Abraham (Rom 9:4-5), dari anak perjanjian dan bukan dalam pengertian biasa, tetapi ada keistimewaannya. Istimewanya adalah anak yg dilahirkan karena Tuhan sejak semulanya mengikatkan diri-Nya kepada apa yg dijanjikannya. Keistimewaan bangsa Israelyg lain adalah bahwa karena Tuhan berkenan mengangkat mereka sebagai umat-Nya. Status keistimewaan bangsa Israel diteguhkan kembali setelah bangsa itu keluar dari Mesir. Status yg diberikan Tuhan kepada bangsa Israel bukan semata-mata karena mereka lebih baik dari bangsa yg lain, akan tetapi Tuhan konsisten dengan apa yg menjadi janji sumpah-Nya. Dan itu semata-mata adalah karena anugrah. Karena itu dalam status itu ada keistimewaan sekaligus tanggung jawab yg harus diperankan oleh bangsa itu.[1]
Bangsa Israel menyatakan pembebasan mereka dan pembentukan komunitas baru sebagai tindakan pemilihan Yahwe terhadap mereka. Kesadaran akan ikatan ini digambarkan dengan jelas dalam bentuk perjanjian antara Yahwe dengan Israel bahwa mereka menjadi umat dan Yahwe menjadi Allah mereka, juga kalau kelemahan mereka sebagai manusia – mereka melanggar janji, Yahwe selain menghukum mereka juga membuat perjanjian baru, dan menghadiahkan hati yg baru kepada mereka (bangsa Israel) menggantikan hati yg membantu. Yahwe tidak melupakan mereka, ketika mereka mengalami krisis persatuan dan kesatuan sebagai komunitas umat Allah, sarana ampuh yg mereka pakai untuk memperbaiki eksistensi dan mengangkat kembali jati diri mereka ialah memberikan tekanan (dorongan) baru sebagai tindakan parenetis-pada warisan keberadaan (posisi dan privilese) mereka sebagai bangsa yg terpilih. Israel membangun kembali kesadaran nasional mereka dan melihat diri mereka sebagai milik istimewa Yahwe. Akan tetapi dipihak lain upaya tersebut membawa akibat bangsa Israel menjadi bangsa yg ekslusif, rigoritis, dan seperatis terhadap bangsa-bangsa tetangga dan karenanya tidak tertutup kemungkinan bagi mereka untuk menjalankan karya missioner secara langsung, yakni untuk mewartakan Yahwe yg mereka Imani kepada bangsa-bangsa lain.[2]
2.1.2.       Sikap Bangsa Israel Terhadap Agama-Agama lain.[3]
Menurut Goldigay & Wright dalam PL terdapat dua sikap bangsa Israel terhadap agama-agama lain:
·          Kadang-kadang diakui, bahwa agama-agama itu mencerminkan apa yg benar tentang Allah dan Israel dipanggil untuk belajar dari mereka tentang kebenaran tersebut.
·         Agama-agama asing itu senantiasa membutuhkan penerangan lebih lanjut yg hanya dapat diperoleh jika mereka mengenal dan mengetahui apa yg telah dilakukan Allah terhadap bangsa Israel.
2.2. Proselitisme
2.2.1.      Pengertian Proselitisme
Proselitisme berasal dari bahasa Yunani, yaitu Prosely (mereka yg datang), yakni bangsa-bangsa lain yg kemudian menjadi penganut Yudaisme (Mat.23:15). Proselytes dalam pengertian yg sesungguhnya “orang yg tidak dikenal”, “orang luar”, khususnya yg tinggal ditengah-tengah orang Yahudi serta menikmati sikap ramah dan kemudian keuntungan. Salah satunya dengan menerima ajaran Yahudi, tanpa melakukan penggabungan yg resmi (pintu gerbang pemeluk agama baru) atau dengan menerima keistimewaan sakramen yg tetap dari tradisi sunat (khinatan). Pada masa itu, orang yg masuk agama Yahudi menerima keuntungan, yakni hubungan kelompok keagamaan. Hal ini berarti orang yg bukan suku bangsa Israel, dimana sudah lama tinggal ditengah-tengah mereka , yg mengeyam hak tamu dan berada dibawah perlindungan undang-undang Israel.[4] Istilah ini pada umumnya menjelaskan upaya-upaya untuk mengonversi atau memindahkan seseorang dari satu sudut pandang ke sudut pandang lainnya. Biasanya istilah ini digunakan dalam konteks keagamaan. Politeisme mencakup dua hal dalam bidang keagamaan ke aliran lainnya. Yang pertama menyangkut perubahan keimanan dan kepercayaan sedangkan yang terakhir terkait dengan perubahan paham/aliran keagamaan.[5]
Proselitisme menjadi sebutan bagi orang yg bertobat dari kekafiran dan mau masuk agama Yahudi.[6] Di Yunani, Proselitisme dianggap sebagai gangguan terhadap agama lain yg tidak diperbolehkan (impermissible interfence) dan dianggap tindak pidana. Hukum Yunani mendefenisikan proselitisme adalah setiap usaha-usaha langsung maupun tidak langsung untuk mengganggu keyakinan agama seseorang dari persuasi keagamaan yg berbeda, dengan tujuan merusak keyakinan itu, baik melalui setiap jenis bujukan, dan lain-lain.[7] Proselitisme dalam konteks gereja seringkali disamakan dengan evangelisasi. Konsili Vatikan II menegaskan hak gereja untuk berevangelisasi dan membawa orang pada iman katolik. Pada masa sekarang ini proselitisme hamper mempunyai arti negative yakni memaksa atau memanipulasi orang sampai mau menerima iman tertentu.[8]
2.2.2.      Latar Belakang Proselitisme
Orang-orang Yahudi membangun sinagoge-sinagoge yg merupakan tempat untuk berdoa , belajar dan mengajarkan Firman Allah.[9] Sinagoge juga terbuka untuk non-Yahudi yg ingin mendengar dan belajar FirmanTuhan serta taurat Musa. Hal itu terjadi karena banyak orang-orang non-Yahudi yg beralih memeluk agama Yahudi. Pada masa Tuhan Yesus, ia juga kerap menggunakan sinagoge dalam pelayanan-Nya (Matius 4:23). Rasul Paulus juga memakai sinagoge untuk mengajar dan memberitakan Injil (Kis. 17:2). Dapat dikatakan bahwa sinagoge sendiri telah menjadi jembatan misi, baik untuk orang Yahudi maupun orang Yunani. Sinagoge telah menjadi alat misi yg efektif pada masa intertestamental. Misi pada masa intertestamental ini dapat menjadi contoh bagi kegiatan misi yg akan datang.[10]
Kegiatan Proselitisme mulai kira-kira pada zaman Makabi (abad ke -2 sebelum Kristus). Tidak dapat disangkal bahwa hasil proselitisme Yahudi sangat mengesankan dan merupakan persiapan bagi pekabaran Injil.[11] Usaha-usaha proselitisme Yahudi itu kelihatan berkembang di abad-abad terakhir sebelum zaman Kristen dan abad-abad pertama tarikh Masehi.[12]
      Sekaligus perlu juga diajukan perkataan Yesus yg sangat tajam seperti yg terdapat dalam Matius 23:15. Mengapa penilaian Yesus terhadap usaha-usaha Yahudi demikian sangat pedas? Hal itu semata-mata karena propaganda atau penyebaran agama Yahudi yg bertentangan dengan kesaksian Perjanjian Lama yg memberitakan datangnya bangsa-bangsa dengan sendirinya menuju Sion. Tidak dapat disangkal lagi bahwa disini Israellah yg menjadi pusat dunia. Alat keselamatan dalam tangan Tuhan berubah menjadi tujuan keselamatan, yg berakibat kalangan Yahudi bersifat sangat partikularis. Itulah memang sifatnya disatu pihak, tetapi dipihak lain, sebagian umat Yahudi di zaman sebelum Kristus memperlihatkan kegiatan yg bukan main besarnya untuk mencari proselit. Umat Israel pada zaman PL mengenal dua macam orang asing, Pertama, orang asing yg berasal dari luar negeri, dan hanya untuk sementara waktu berada di tanah Palestina sebagai tamu. Kedua, Orang asing yg menetap ditengah-tengah orang Israel, yg tinggal tetap bersama mereka, dialah yg dimaksudkan dengan orang asing. Golongan yg kedua ini terutama terdiri dari penduduk Kanaan asli yg tidak dimusnahkan, dapat diterima dalam persekutuan bangsa Israel. Penerimaan itu menjadi jaminan dalam perlindungan hak mereka dan juga membawa bagi mereka beberapa kewajiban dibidang social dan keagamaan. Para Gerim wajib turut merayakan hari sabat (Kel. 20:10); mereka boleh mempersembahkan kurban, bahkan mereka berhak merayakan paskah bersama – sama dengan orang Israel, asal saja disunat lebih dahulu (Kel. 12:48). Sunat memang merupakan konsekuensi terakhir dari peralihan masuk ke dalam bangsa dan persekutuan umat Israel. Mereka memasuki bangsa dan agama Israel yg memang tak terpisahkan satu sama lain. Garis inilah yg merupakan latar belakang untuk proselitisme Yahudi[13]
2.2.3.      Proselitisme Yahudi
Keaktifan orang Yahudi terhadap orang Kafir (orang yang bukan Yahudi) tidaklah merupakan cerminan dari misi yg sesungguhnya, melainkan memperlihatkan ciri-ciri khas dari proselitisme atau propaganda keagamaan. Oleh sebab itu, Yesus menentang cara usaha proselitisme itu. Pemberitaan dan tindakan Yesus terhadap orang-orang kafir merupakan kebalikan mutlak dari poriselitisme Yahudi. Kehadiran Yesus tidak lagi terikat kepada batas-batas kebangsaan , keagamaan atau tradisi, melainkan Yesus itu menentang ibadah lahiriah sebagai sumber kebenaran manusia. Maksudnya disini,bahwa kebenaran tidak lagi ditentukan atas sunat yg menjadi syarat yg sangat penting dan menentukan dalam tradisi agama Yahudi.[14] Telah kita lihat bahwa usaha proselitisme itu kurang berdasarkan eskatologi tetapi merupakan antisipasi dari janji-janji Allah, didalam ketidaksabarannya. Tetapi dalam PB titik tolak adalah pengharapan eskatologis mengenai pertobatan bangsa-bangsa dan penyembahan bangsa-bangsa dan penyembahan mereka kepada Allah yg benar dan tunggal.[15]
2.3.Faktor Penyebab Kesuksesan Proselitisme[16]
Dalam hal ini dapat dikatakan serta dipaparkan alasan mengapa gerakan proselitisme berhasil didalam dunia Helenisme-Romawi, kendati ada sesuatu sentiment anti-Yahudi yg cukup kuat.
·         Dapat disebutkan disini usaha para cendikiawan Yahudi untuk menyajikan agama mereka seposif dan semenarik mungkin. Yang aneh atau sulit bagi dan alam pikiran umum pada waktu itu dibiarkan dibelakang sebagai hal yg tidak hakiki dan penting, sedangkan unsur yg cocok untuk diterima dengan simpati ditonjolkan. Demikianlah misalnya monoteisme bisa digambarkan sebagai agama yg luhur dan lebih tinggi daripada kebaktian kepada dewa-dewi. Kepercayaan akan pencipta dan Tuhan yg tunggal, mahakuasa dan Hakim yg dengan adil menilai tiap-tiap orang sesuai dengan tingkah lakunya, itu lebih agung daripada suatu surgawi dimana dewa dan dewi bersaing dan berkelahi dan begitu kerap dibayangkan menurut ukuran manusiawi dengan segala unsur positif dan negative. Juga musa diperkenalkan sebagai seorang yg memberikan suatu sumbangan besar kepada umat manusia dengan Hukum Taurat.
·         Daya tarik dari way of life Yahudi yg dialami oleh banyak orang yg melihat cara hidup orang Yahudi. Tentu saja setiap agama memberi pegangan untuk hidup sehari-hari, tetapi agama Yahudi dengan hukum taurat tertulis dan lisan menggariskan dan mengatur tingkah laku orang dengan lebih menyeluruh daripada dalam agama-agama kafir yg dikenal waktu itu.
·         Walaupun dalam dunia helenisme romawi unsur-unsur tradisional tetap kuat, secara khusus dalam bidang agama, namun kita dapat menyaksikan suatu trend yg kuat juga untuk menerima bentuk agama yg baru. Begitulah ada suatu keterbukaan yg mengherankan bagi agama-agama yg berasal dari Timur tengah, seperti pada kebaktian kepada Dynosinius, magna Mater dari Phrigya, serapis, dan Isis dari Mesir, agama kesuburan dari wilayah semit, dan agama rahasia Mitras dari Persia.
2.4. Hambatan Dalam Proselitisme[17]
Kalau kita melihat perkembangan proselitisme, yakni daya tarik dari agama Yahudi dan keberhasilan dalam usaha propaganda bagi agama Yahudi. Tetapi ada hal yg menjadi hambatan dalam proselitisme ini. Amat banyak penilaian yg sangat negative terhadap bangsa dan agama Yahudi dapat dipetik dari karya-karya sastra yg dikarang pada periode-periode perkembangan proselitisme. Dalam hal cemohon para pengarang mesir menduduki tempat usaha utama dengan sederetan serangan tertulis terhadap bangsa Yahudi dan agama yg aneh-aneh itu. Terus datang dongeng-dongeng yg amat menghina bangsa Yahudi tentang asal-usul bangsa Yahudi dan tentang kekhususan dari agama Yahudi, seperti hari-hari puasa yg cukup sering, larang untuk makan daging babi dan lain sebagainya. Dalam olok-olokan dari cendikiawan muncul paling tiga hal yg kerap, larangan untuk makan daging babi, perhatian ketat bagi sabat dan larangan untuk membuat patung. Pada cendikiawan tidak membenci tetapi lebih kepada tidak menyukai agama Yahudi.
III.             KESIMPULAN
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa :
1.      Proselitisme menjadi sebutan bagi orang yg bertobat dari kekafiran dan mau masuk agama Yahudi.
2.      Proselitisme merupakan suatu bentuk-bentuk pemaksaan terhadap orang lain untuk menganut agama atau kelompok tertentu.
3.      Bagi Kekristenan usaha proselitisme ini merupakan tindakan yg salah.Tuhan Yesus menentang cara itu : ketidaksabaran yg tidak mau menunggu kedatangan bangsa-bangsa (kamu mengarungi lautan dan menjelajah lautan; Matius 23:15).
4.      Misi penginjilan bukan upaya untuk membawa agama kepada orang lain, tetapi misi seharusnya membawa Yesus Kristus kepada orang lain. Misi seharusnya mengenalkan Yesus kepada orang lain, bukan untuk upaya peng-Kristenan.
IV.             DAFTAR PUSTAKA
Woga Edmund, Dasar-Dasar Misiologi, Yogyakarta: KANISIUS, 2002
Wright John E. Goldigay & Christopher J.H., Keesaan Allah Dalam Perjanjian Lama, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995
Lueker Erwin L., Lutheran, Cyclopedia, Miisouri Condordia, New York, Harper & Brothers Publishers, 1869
Baidlawi Zakiyudin, Kredo Kebebasan Agama, Jakarta: PSAP BAPEDA, 2005
Heuken A., Ensiklopedia Gereja IV (Ph-To), Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, 1994
Djafar Alamsyah M., (In)toleransi-Memahami Kebencian & Kekerasan Atas Nama Agama, Jakarta: Pt Elex Media Komputindo, 2018
Farrugia Gerald O.Collin & Edward G., Kamus Teologia, Jakarta: KANISIUS, 1996
Enos I Nyoman, Penuntun Praktis Misiologi Modern: Sebuah Telaah Terhadap Perjalanan Misi dari Masa ke Masa, Bandung: Kalam Hidup, 2012
Kulper Arie de, Missiologia, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015






[1] Edmund Woga, Dasar-Dasar Misiologi, (Yogyakarta: KANISIUS, 2002), 29-30
[2] Edmund Woga, Dasar-Dasar Misiologi…,63-64
[3] John E. Goldigay & Christopher J.H. Wright, Keesaan Allah Dalam Perjanjian Lama, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995), 32
[4] Erwin L.Lueker, Lutheran, Cyclopedia, Miisouri Condordia, (New York, Harper & Brothers Publishers, 1869), 629
[5] Zakiyudin Baidlawi, Kredo Kebebasan Agama, (Jakarta: PSAP BAPEDA, 2005), 113
[6] A.Heuken, Ensiklopedia Gereja IV (Ph-To), (Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, 1994), 49
[7] Alamsyah M.Djafar, (In)toleransi-Memahami Kebencian & Kekerasan Atas Nama Agama, (Jakarta: Pt Elex Media Komputindo, 2018), 278
[8] Gerald O.Collin & Edward G. Farrugia, Kamus Teologia, (Jakarta: KANISIUS, 1996), 266
[9] I Nyoman Enos, Penuntun Praktis Misiologi Modern: Sebuah Telaah Terhadap Perjalanan Misi dari Masa ke Masa, (Bandung: Kalam Hidup, 2012), 29
[10] I Nyoman Enos, Penuntun Praktis Misiologi Modern: Sebuah Telaah Terhadap Perjalanan Misi dari Masa ke Masa, 29
[11] Arie de Kulper, Missiologia, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015), 35
[12] Ibid., 27
[13] Ibid.,28-30
[14] Gerald O.Collins & Edward G.Farrugia, Kamus Teologi, (Yogyakarta: KANISIUS, 1996), 265
[15] Arie de Kulper, Missiologia…,37
[16] Wim Van Der Weiden, Gerakan Misioner Dalam Kalangan Yahudi, 65-66
[17] Wim Van Der Weiden, Gerakan Misioner Dalam Kalangan Yahudi, …. 64-65

Tidak ada komentar:

Posting Komentar