Kisah Sebenarnya tentang Penciptaan
MILIARAN orang pernah membaca atau
mendengar kisah Alkitab tentang awal mula alam semesta. Kisah yang ditulis
3.500 tahun lalu itu dimulai dengan kalimat yang terkenal, ”Pada mulanya
Allah menciptakan langit dan bumi.”
Namun, banyak orang tidak tahu bahwa para pemimpin
gereja, juga para penganut kreasionisme dan fundamentalisme, telah mengubah
kisah Alkitab tentang penciptaan ini menjadi berbagai cerita yang tidak sesuai
dengan kisah yang sebenarnya. Apa yang mereka sampaikan juga bertentangan
dengan fakta ilmiah. Akibatnya, banyak orang akhirnya menganggap kisah
penciptaan dalam Alkitab sebagai dongeng belaka.
Banyak orang tidak mengetahui kisah Alkitab yang
sebenarnya tentang penciptaan. Ini sungguh disayangkan, karena Alkitab justru
memberikan penjelasan yang sangat logis dan bisa dipercaya mengenai awal mula
alam semesta. Selain itu, penjelasannya juga selaras dengan temuan ilmiah. Ya,
kisah Alkitab yang sebenarnya tentang penciptaan mungkin benar-benar di luar
dugaan Anda!
PENCIPTA
YANG ABADI
Inti dari kisah Alkitab tentang
penciptaan adalah: Ada Pribadi yang Mahatinggi, Allah Yang Mahakuasa, yang
menciptakan segala sesuatu. Siapakah Dia, dan seperti apakah Dia? Alkitab
mengatakan bahwa Ia berbeda dari allah atau dewa-dewi yang dipercayai dalam
kebanyakan kebudayaan atau agama utama. Ia adalah Pencipta segala sesuatu, tapi
pada umumnya orang tidak tahu banyak tentang-Nya.
- Allah adalah pribadi yang nyata. Ia bukan
kekuatan abstrak yang tidak punya kepribadian, yang mengembara di seluruh
alam semesta. Ia punya perasaan, pikiran, dan tujuan.
- Kuasa dan hikmat Allah tak terbatas. Ini terlihat
jelas pada rancangan yang luar biasa dari ciptaan-Nya, terutama makhluk
hidup.
- Allah menciptakan semua unsur fisik. Jadi, Ia
tidak mungkin terbuat dari unsur-unsur yang Ia ciptakan itu. Sebaliknya,
Allah adalah pribadi roh.
- Allah tidak dibatasi oleh waktu. Dari dulu Ia
sudah ada dan akan selalu ada. Jadi, tidak ada yang menciptakan Dia.
- Allah punya nama, yang disebutkan ribuan kali
dalam Alkitab. Nama-Nya adalah Yehuwa.
- Allah Yehuwa menyayangi dan memperhatikan
manusia.
BERAPA
LAMA ALLAH MENCIPTAKAN ALAM SEMESTA?
Alkitab menyatakan bahwa Allah
menciptakan ”langit dan bumi”. Namun, pernyataan ini tidak menyebutkan berapa
lama atau bagaimana Allah menciptakan alam semesta. Lalu, bagaimana dengan
kepercayaan kreasionisme bahwa Allah menciptakan alam semesta hanya dalam enam
kali 24 jam? Gagasan ini, yang ditolak oleh para ilmuwan, muncul karena
pemahaman yang salah tentang kisah penciptaan dalam Alkitab. Perhatikan apa
yang sebenarnya Alkitab katakan.
Alkitab tidak mendukung ajaran fundamentalisme dan
kreasionisme bahwa satu hari penciptaan lamanya 24 jam harfiah
- Alkitab tidak mendukung ajaran fundamentalisme
dan kreasionisme bahwa satu hari penciptaan lamanya 24 jam harfiah.
- Kata ”hari” dalam Alkitab sering memaksudkan
berbagai periode waktu. Dan, ada beberapa periode waktu yang tidak
diketahui berapa lamanya. Salah satu contohnya adalah kisah penciptaan di
buku Kejadian.
- Dalam Alkitab, setiap hari penciptaan mungkin
lamanya ribuan tahun.
- Allah sudah menciptakan alam semesta, termasuk
planet Bumi yang masih kosong, sebelum Ia memulai enam hari penciptaan.
- Enam hari penciptaan tampaknya adalah jangka
waktu yang panjang sewaktu Allah Yehuwa mempersiapkan bumi untuk dihuni
manusia.
- Kisah penciptaan dalam Alkitab tidak bertentangan
dengan fakta ilmiah mengenai usia alam semesta.
APAKAH ALLAH
MENGGUNAKAN EVOLUSI?
Banyak orang yang tidak percaya
Alkitab menganut teori bahwa makhluk hidup muncul dari bahan kimia tak
bernyawa, melalui proses yang misterius dan acak. Menurut teori itu, sebuah
organisme yang seperti bakteri menggandakan diri dan berkembang menjadi semua
spesies makhluk hidup yang ada sekarang. Jadi, teori itu menyiratkan bahwa tubuh
manusia yang sangat luar biasa sebenarnya adalah hasil evolusi dari sebuah
bakteri.
Teori evolusi juga dipercayai oleh
banyak orang yang mengakui Alkitab sebagai firman Allah. Mereka percaya bahwa
Allah menciptakan beragam bentuk awal kehidupan, lalu memantau, dan mungkin
mengendalikan proses evolusi. Namun, bukan itu yang Alkitab katakan.
Kisah penciptaan dalam Alkitab didukung oleh fakta
ilmiah bahwa dalam satu jenis makhluk hidup ada berbagai variasi
- Menurut Alkitab, Allah Yehuwa menciptakan jenis utama
dari tumbuhan dan binatang. Ia juga menciptakan pria dan wanita yang
sempurna yang bisa mengenal dirinya sendiri, mengasihi, berpikir, dan
bersikap adil.
- Jenis binatang dan tumbuhan yang Allah ciptakan
telah mengalami perubahan dan menghasilkan variasi dalam tiap jenis
utamanya. Sering kali, bentuk fisik yang dihasilkan dalam satu jenis bisa
sangat beragam.
- Kisah penciptaan dalam Alkitab didukung oleh
fakta ilmiah bahwa dalam satu jenis makhluk hidup ada berbagai variasi.
CIPTAAN
MEMPERLIHATKAN PENCIPTANYA
Biolog Inggris Alfred Russel
Wallace, yang hidup pada pertengahan 1800-an, menyetujui teori Charles Darwin
tentang evolusi melalui seleksi alam. Tapi, evolusionis yang terkemuka ini
konon berkata, ”Bagi mereka yang punya mata untuk melihat dan pikiran untuk
merenung, jelas bahwa dalam sel yang terkecil, dalam darah, di seluruh bumi,
dan di seluruh alam semesta . . . , ada arahan yang sangat
terencana; dengan kata lain, ada Pribadi yang cerdas.”
Hampir dua ribu tahun sebelum Wallace, Alkitab sudah
memberi tahu, ”Sebab sifat-sifat [Allah] yang tidak kelihatan, yaitu kuasanya
yang kekal dan Keilahiannya, jelas terlihat sejak penciptaan dunia, karena
sifat-sifat tersebut dipahami melalui perkara-perkara yang diciptakan.” (Roma 1:20) Cobalah luangkan waktu untuk
merenungkan rancangan yang menakjubkan di alam, mulai dari rumput sampai benda
langit yang tak terhitung banyaknya. Dengan mengamati ciptaan, Anda bisa
menyadari bahwa Pencipta itu ada.
Anda mungkin bertanya, ’Kalau memang
ada Allah pengasih yang menciptakan segala sesuatu, kenapa Ia membiarkan
penderitaan? Apakah Ia menelantarkan ciptaan-Nya? Seperti apa masa depan kita?’
Alkitab berisi banyak kisah lain yang terkubur oleh gagasan manusia dan ajaran
agama. Akibatnya, kebenaran tersembunyi dari banyak orang. Penerbit majalah
ini, Saksi-Saksi Yehuwa, akan dengan senang hati membantu Anda memeriksa
kebenaran Alkitab yang murni dan belajar lebih banyak tentang Sang Pencipta
serta masa depan umat manusia.
GARIS WAKTU
PENCIPTAAN
- AWAL MULA
Sedikit cahaya mulai menembus
atmosfer bumi. Sumber cahaya belum bisa terlihat dari permukaan bumi. Namun,
perbedaan antara siang dan malam mulai kelihatan.—Kejadian 1:3-5.
Bumi tertutup air dan uap yang
padat. Dua elemen ini dipisahkan sehingga ada ruang antara air di permukaan
bumi dan lapisan uap di atasnya. Alkitab menggambarkan ruang itu sebagai
”angkasa di tengah-tengah air”, dan menyebutnya ”Langit”.—Kejadian 1:6-8.
Air di permukaan bumi surut dan
tanah kering muncul. Atmosfer menjadi lebih jernih sehingga sinar matahari bisa
mencapai permukaan tanah. Beberapa tumbuhan muncul, dan spesies-spesies baru
mulai bertunas selama hari ketiga dan setelahnya.—Kejadian 1:9-13.
Allah menciptakan banyak makhluk
laut dan makhluk yang terbang di udara dengan kemampuan untuk berkembang biak
sesuai jenisnya.—Kejadian 1: 20-23.
Binatang darat diciptakan, besar maupun
kecil. Puncak dari hari keenam adalah diciptakannya mahakarya Allah: pasangan
manusia pertama.—Kejadian 1:24-31
Mengapa Tuhan Memerlukan 6 Hari ?
Ketika seseorang membuka Alkitab, membaca kitab Kejadian pasal 1 dan menafsirkannya secara harafiah, nampaknya dapat dikatakan bahwa Tuhan menciptakan dunia, alam semesta dan semua yang ada di dalamnya dalam waktu 6 hari (tepatnya 24 jam). Tetapi ada pandangan-pandangan dalam gereja yang telah menjadi diterima akhir-akhir ini yaitu bahwa hari-hari tersebut dapat berarti ribuan, jutaan tahun, atau milyaran tahun. Sebenarnya apakah pentingnya bagi kita untuk mengetahui seberapa panjangnya hari-hari tersebut ? Apakah mungkin untuk menentukan hari-hari tersebut benar-benar hari dalam arti biasa (24 jam) atau periode waktu yang panjang ?
Mengapa "Hari/periode waktu yang panjang"?
Alasan terutama yang membuat banyak orang mencoba membuat hari dalam Kejadian pasal 1 menjadi periode yang panjang adalah untuk mengharmonisasikan kisah penciptaan dengan teori tahun geologis (salah satu bagian teori evolusi yang membagi usia bumi beserta makhluk hidupnya berdasarkan susunan lapisan-lapisan tanah). Jika seseorang menerima teori tahun geologis berarti ia menolak (1) Banjir jaman Nuh yang meliputi seluruh dunia karena banjir seperti ini pasti mengacaukan susunan lapisan tanah berdasarkan teori tahun geologis, dan (2) bersikeras menyatakan ada banyak mahluk yang hidup, berjuang mempertahankan hidup, dan mati sebelum manusia ada. Hal ini tentu saja melemahkan seluruh penekanan Perjanjian Baru/Injil terhadap dosa, kematian, pertumpahan darah, penebusan dan kutukan.
Segala usaha untuk mengharmonisasikan tahun-tahun geologis yang panjang dengan kitab Kejadian (yang berupa gap theory, day-age theory, progressive creation, dll.) berarti menerima adanya kematian sebelum manusia ada sedangkan Perjanjian Baru menekankan bahwa perjuangan, penderitaan, dan pertumpahan darah yang ada di dunia saat ini muncul sesudah Adam berbuat dosa. Usaha-usaha untuk kompromi tersebut adalah buatan belaka, tidak sesuai teks kitab Kejadian, seperti yang dinyatakan Dr. James Barr (Professor bahasa Ibrani di Oxford University) :
Sepanjang pengetahuan saya tidak ada professor bahasa Ibrani atau Perjanjian Lama dari universitas kelas dunia, yang tidak percaya bahwa penulis Kejadian pasal 1-11 bermaksud menyampaikan kepada pembacanya tentang (a) Penciptaan memakan waktu 6 hari berturut-turut, dimana 1 hari tersebut sama dengan 1 hari (24 jam) yang kita alami sekarang; (b) Silsilah tokoh-tokoh yang ada dalam kitab Kejadian dinyatakan dalam bentuk kronologi yang sederhana dari permulaan dunia sampai seterusnya; (c) Banjir pada jaman Nuh meliputi seluruh dunia dan membinasakan seluruh manusia dan binatang kecuali yang terdapat di dalam bahtera.
Perhatikan bahwa ahli-ahli tersebut tidak mengatakan bahwa mereka beriman tentang hal di atas; mereka hanya secara jujur menyatakan kenyataan yang terdapat di dalam bahasa Ibraninya.
Ketika seseorang membuka Alkitab, membaca kitab Kejadian pasal 1 dan menafsirkannya secara harafiah, nampaknya dapat dikatakan bahwa Tuhan menciptakan dunia, alam semesta dan semua yang ada di dalamnya dalam waktu 6 hari (tepatnya 24 jam). Tetapi ada pandangan-pandangan dalam gereja yang telah menjadi diterima akhir-akhir ini yaitu bahwa hari-hari tersebut dapat berarti ribuan, jutaan tahun, atau milyaran tahun. Sebenarnya apakah pentingnya bagi kita untuk mengetahui seberapa panjangnya hari-hari tersebut ? Apakah mungkin untuk menentukan hari-hari tersebut benar-benar hari dalam arti biasa (24 jam) atau periode waktu yang panjang ?
Mengapa "Hari/periode waktu yang panjang"?
Alasan terutama yang membuat banyak orang mencoba membuat hari dalam Kejadian pasal 1 menjadi periode yang panjang adalah untuk mengharmonisasikan kisah penciptaan dengan teori tahun geologis (salah satu bagian teori evolusi yang membagi usia bumi beserta makhluk hidupnya berdasarkan susunan lapisan-lapisan tanah). Jika seseorang menerima teori tahun geologis berarti ia menolak (1) Banjir jaman Nuh yang meliputi seluruh dunia karena banjir seperti ini pasti mengacaukan susunan lapisan tanah berdasarkan teori tahun geologis, dan (2) bersikeras menyatakan ada banyak mahluk yang hidup, berjuang mempertahankan hidup, dan mati sebelum manusia ada. Hal ini tentu saja melemahkan seluruh penekanan Perjanjian Baru/Injil terhadap dosa, kematian, pertumpahan darah, penebusan dan kutukan.
Segala usaha untuk mengharmonisasikan tahun-tahun geologis yang panjang dengan kitab Kejadian (yang berupa gap theory, day-age theory, progressive creation, dll.) berarti menerima adanya kematian sebelum manusia ada sedangkan Perjanjian Baru menekankan bahwa perjuangan, penderitaan, dan pertumpahan darah yang ada di dunia saat ini muncul sesudah Adam berbuat dosa. Usaha-usaha untuk kompromi tersebut adalah buatan belaka, tidak sesuai teks kitab Kejadian, seperti yang dinyatakan Dr. James Barr (Professor bahasa Ibrani di Oxford University) :
Sepanjang pengetahuan saya tidak ada professor bahasa Ibrani atau Perjanjian Lama dari universitas kelas dunia, yang tidak percaya bahwa penulis Kejadian pasal 1-11 bermaksud menyampaikan kepada pembacanya tentang (a) Penciptaan memakan waktu 6 hari berturut-turut, dimana 1 hari tersebut sama dengan 1 hari (24 jam) yang kita alami sekarang; (b) Silsilah tokoh-tokoh yang ada dalam kitab Kejadian dinyatakan dalam bentuk kronologi yang sederhana dari permulaan dunia sampai seterusnya; (c) Banjir pada jaman Nuh meliputi seluruh dunia dan membinasakan seluruh manusia dan binatang kecuali yang terdapat di dalam bahtera.
Perhatikan bahwa ahli-ahli tersebut tidak mengatakan bahwa mereka beriman tentang hal di atas; mereka hanya secara jujur menyatakan kenyataan yang terdapat di dalam bahasa Ibraninya.
Apakah "hari"
itu ?
Kata "hari" dalam Kejadian 1 berasal dari kata Ibrani yom. Kata ini dapat berarti 1 hari (dengan pengertian biasa 1 hari = 24 jam), ½ hari ( 12 jam) dari 24 jam (maksudnya siang, bukan malam), atau biasanya suatu periode waktu yang tidak terbatas (contoh "pada jaman hakim-hakim" atau "pada harinya Tuhan"). Tanpa pengecualian, pada Perjanjian Lama kata yom dalam bahasa Ibrani tidak pernah digunakan untuk menunjukkan periode waktu yang panjang dan terbatas dengan permulaan yang spesifik sampai titik akhirnya. Lebih jauh lagi kita harus mengingat bahwa ketika kata yom digunakan dalam arti periode waktu yang tidak terbatas, hal itu sangat jelas terlihat dalam konteksnya. Jadi kita dapat dengan mudah membedakan yom yang berarti 24 jam atau siang hari dengan periode waktu yang tidak terbatas.
(keterangan : study kata YOM bisa dibaca di : hari-study-kata-ibrani-yunani-vt198.html#p384 )
Beberapa orang mengatakan bahwa kata hari dalam Kejadian mungkin digunakan secara simbolis sehingga kita tidak harus menerimanya secara harafiah. Tetapi ada satu hal yang sering tidak disadari yaitu sebuah kata tidak pernah dapat digunakan secara simbolis pada waktu kata itu pertama kalinya digunakan ! Kenyataannya adalah sebuah kata bisa digunakan secara simbolis hanya ketika ia pertama kalinya mempunyai arti harafiah.
Dalam perjanjian baru kita diberitahu bahwa Yesus adalah "pintu". Kita tahu apa artinya karena kita tahu kata pintu berarti sebuah jalan masuk. Karena kita tahu arti harafiahnya maka kata itu bisa diaplikasikan sebagai simbol dari Yesus Kristus. Kata pintu tidak bisa digunakan sebagai simbol kecuali ia punya arti harafiah untuk pertama kalinya. Oleh karena itu kata hari tidak bisa digunakan secara simbolis waktu pertama kali muncul di kitab Kejadian. Memang inilah sebabnya mengapa penulis Kejadian sangat berhati-hati mendefinisikan kata hari ketika muncul untuk pertama kalinya. Pada Kejadian 1:4 kita membaca bahwa Allah memisahkan "terang itu dari gelap". Kemudian pada Kejadian 1:5 kita membaca Allah menamai terang itu siang, dan gelap itu malam. Ketika kata hari digunakan untuk pertama kalinya, ia didefinisikan sebagai terang untuk membedakannya dengan gelap yang dinamai malam. Kejadian 1:5 diakhiri dengan "Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari pertama." Kalimat ini adalah kalimat yang sama yang digunakan untuk setiap 5 hari lainnya, dan menunjukkan bahwa ada siklus yang jelas yang sudah ditetapkan tentang siang dan malam (periode terang dan periode gelap). Pada periode terang, selama 6 hari berturut-turut, Allah melakukan pekerjaanNya dan pada periode gelap Allah tidak bekerja secara kreatif (God did no creative work bukan God did not work).
Satu hari dan matahari
Tetapi bagaimana bisa terdapat siang dan malam jika matahari belum ada/diciptakan ? Kejadian 1 sangat jelas menyatakan bahwa matahari belum diciptakan hingga hari ke-4. Kejadian 1:3 memberitahu kita bahwa Allah menciptakan terang pada hari pertama, dan ungkapan "petang dan pagi" menunjukkan adanya periode terang dan gelap yang berselang-seling. Pada hari pertama Allah menciptakan eksistensi terang yang diarahkan dari satu sumber yang tetap terhadap bumi yang berotasi sehingga bumi menghasilkan siklus siang dan malam. Terang itu berasal dari satu sumber yang permanen dan tidak bergeser dari tempatnya sedangkan bumi berputar pada porosnya. Tetapi kita tidak diberitahu dari mana terang tersebut datang. Kata terang dalam Kejadian 1:3 berarti inti terang itu diciptakan kemudian pada Kejadian 1:14-19 kita diberitahu bahwa penciptaan matahari di hari ke-4 adalah untuk menjadi sumber terang sejak saat itu. Eksistensi/inti terang kemudian digantikan oleh matahari.
Matahari diciptakan untuk menguasai siang yang sudah diciptakan. Siang tetaplah siang, hanya saja sekarang ia memiliki sumber terang yang baru. Tiga hari pertama penciptaan (sebelum matahari ada) adalah sama dengan 3 hari dengan adanya matahari.
Satu dari alasan-alasan yang mungkin bahwa Tuhan dengan sengaja tidak menciptakan matahari sampai hari ke-4 karena Dia tahu bahwa, selama berabad-abad, kebudayaan-kebudayaan dunia akan berusaha menyembah matahari sebagai sumber hidup. Tidak hanya itu, teori-teori pada jaman modern memberitahukan kita matahari ada sebelum bumi. Tuhan sedang menunjukkan kepada kita bahwa Dia memulainya dengan bumi dan terang, bahwa Dia bisa mempertahankannya dengan siklus siang dan malam, bahwa matahari diciptakan pada hari ke-4 sebagai alatNya untuk pembawa terang sejak saat itu.
Mungkin satu dari alasan-alasan pokok mengapa orang-orang cenderung untuk tidak menganggap hari-hari dalam Kejadian sebagai hari-hari biasa, karena mereka telah percaya bahwa ilmuwan-ilmuwan telah membuktikan bumi berumur milyaran tahun. Tetapi hal itu tidak benar. Tidak ada metode penanggalan tahun (age dating) yang mutlak yang dapat menentukan dengan tepat berapa umur bumi. Lagipula, ada banyak bukti yang konsisten dengan kepercayaan bahwa bumi berusia muda dan mungkin hanya berumur beberapa ribu tahun saja.
Mengapa 6 hari ?
Keberadaan Tuhan adalah tanpa batas. Ini berarti Dia mempunyai kekuatan yang tak terbatas, pengetahuan yang tak terbatas, kebijaksanaan yang tak terbatas, dll. Jelasnya, Tuhan dapat membuat apa saja yang Dia inginkan dalam waktu sekejap. Dia dapat menciptakan seluruh alam semesta, bumi dan semua isinya dalam waktu sekejap. Mungkin pertanyaannya adalah mengapa Tuhan memakai waktu selama 6 hari ? Bukankah 6 hari adalah waktu yang panjang untuk Tuhan yang tak terbatas untuk membuat apapun juga ? Jawabannya dapat ditemukan di kitab Keluaran 20:11.
Keluaran 20 berisi 10 hukum Taurat. Haruslah diingat bahwa hukum-hukum ini ditulis di atas batu oleh "jari Allah", seperti yang kita baca dalam Keluaran 31:18 "Dan TUHAN memberikan kepada Musa, setelah Ia selesai berbicara dengan dia di gunung Sinai, kedua loh hukum Allah, loh batu, yang ditulis oleh jari Allah." Hukum ke-4 di pasal 20 ayat 9 memberitahukan kepada kita bahwa kita bekerja selama 6 hari dan beristirahat 1 hari. Hal ini lebih diperkuat dalam ayat 11 , "Sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya, dan Ia berhenti pada hari ketujuh; itulah sebabnya TUHAN memberkati hari Sabat dan menguduskannya." Ayat ini adalah referensi langsung untuk minggu penciptaaan yang dilakukan Allah dalam Kejadian 1. Agar konsisten (dan kita seharusnya juga), apapun arti yang dipakai untuk kata hari dalam kejadian 1 harus juga dipakai di dalam ayat ini. Jika anda ingin mengatakan kata hari dalam Kejadian berarti periode waktu yang panjang, tentulah artinya hari tersebut adalah periode waktu yang tidak terbatas atau tidak pasti - bukan periode waktu yang terbatas (lihat paragraf pertama subheadline Apakah "hari" itu ?). Dengan demikian arti dari Keluaran 20:9-11 haruslah "enam periode waktu yang tidak terbatas lamanya engkau harus bekerja dan beristirahat pada satu periode waktu yang tak terbatas.! Hal ini sangat tidak masuk akal. Dengan menerima hari-hari tersebut sebagai hari-hari yang biasa, kita dapat mengerti bahwa Tuhan sedang memberitahukan kita bahwa Dia bekerja selama enam hari biasa dan beristirahat selama 1 hari biasa untuk memberikan pola kepada manusia - pola (pattern) 7 hari dalam seminggu yang masih berlaku sampai sekarang ! Dengan kata lain, dari Keluaran 20, kita belajar alasan Tuhan memerlukan waktu yang lama, yaitu 6 hari untuk membuat segalanya, adalah bahwa Dia membuat pola untuk kita ikuti, pola kerja yang masih kita ikuti sampai sekarang !
Ketidakkonsistenan Day-Age Theory
Ada banyak ketidakkonsistenan bagi mereka yang menerima bahwa hari-hari dalam Kejadian adalah periode waktu yang panjang (day age theory). Contoh, kita diberitahu oleh Kejadian 1:26-28 bahwa Tuhan membuat manusia pertama (Adam) pada hari keenam. Adam hidup sepanjang hari keenam, hari ketujuh, dan kita diberitahu oleh Kejadian 5:5 bahwa dia meninggal pada umur 930 tahun. (Kita tidak sedang berada pada hari ketujuh sekarang, sebagaimana orang-orang salah menafsirkannya, karena Kejadian 2:2 memberitahu kita bahwa Tuhan beristirahat dari pekerjaan penciptaanNya, bukan sedang beristirahat sampai sekarang dari pekerjaan penciptaanNya). Jika satu hari, misalnya, sama dengan satu juta tahun, maka akan timbul masalah-masalah besar. Kenyataannya, jika satu hari hanya seribu tahun, juga masih tetap tidak masuk akal berkenaan dengan umur kematian Adam.
Walaupun day-age theory berusaha agar usia bumi bisa menjadi berjuta-juta tahun sesuai dengan teori evolusi (dengan menyatakan satu hari di dalam Kejadian 1 adalah sama dengan jutaan tahun), namun hal tersebut ternyata tetap bertentangan dengan teori evolusi.
Kontradiksi antara Day-Age Theory dengan Teori Evolusi :
Day-Age Theory : Tuhan menciptakan materi pada awal mulanya. Kejadian 1:1
Evolution : Materi sudah ada sejak dari awal mulanya.
-----
Day-Age Theory : Bumi telah diciptakan sebelum matahari, bulan dan bintang-bintang. Kej 1:1;1:14
Evolution : Matahari dan bintang-bintang sudah ada sebelum bumi ada.
-----
Day-Age Theory : Lautan lebih dahulu sebelum daratan. Kej 1:2;1:9
Evolution : Daratan lebih dahulu daripada lautan
-----
Day-Age Theory : Terang sudah ada di bumi sebelum adanya matahari. Kej 1:3;1:14-16
Evolution : Matahari merupakan cahaya terang yang pertama bagi bumi
-----
Day-Age Theory : Bentuk kehidupan pertama adalah tumbuh-tumbuhan di daratan. Kej 1:11
Evolution : Bentuk kehidupan pertama adalah organisme di lautan.
-----
Day-Age Theory : Pohon buah-buahan sebelum ikan-ikan. Kej 1:12;1:20
Evolution : Ikan-ikan sebelum pohon buah-buahan.
-----
Day-Age Theory : Burung-burung sebelum serangga. Kej 1:20;1:24
Evolution : Serangga sebelum burung-burung.
-----
Day-Age Theory : Tumbuh-tumbuhan di daratan sebelum ada matahari. Kej 1:11;1:14
Evolution : Matahari sudah ada sebelum tumbuh-tumbuhan di darat.
-----
Day-Age Theory : Laki-laki sebelum perempuan (by creation)
Evolution : Perempuan sebelum laki-laki (by genetics)
-----
Day-Age Theory : Manusia yang berdosa, menyebabkan adanya perjuangan hidup dan kematian (The cause of struggle and death). Kej 2:17;3:4; Rom 5:12.
Evolution : Perjuangan hidup dan kematian adalah merupakan proses alamiah dalam rangka seleksi alamiah yang diperlukan untuk menghasilkan manusia.
Satu hari adalah seribu tahun
Ada pendapat yang mengacu bahwa II Petrus 3:8 memberitahu kita, "bahwa di hadapan Tuhan satu hari sama seperti seribu tahun dan seribu tahun sama seperti satu hari."
Ayat ini digunakan oleh banyak orang yang mengajarkan, atau paling tidak menarik kesimpulan, bahwa hari-hari dalam Kejadian pastilah masing-masing sama dengan seribu tahun. Hal ini juga salah. Bila kita melihat pada Mazmur 90:4, kita membaca sebuah ayat yang sangat jelas, "Sebab dimataMu seribu tahun sama seperti hari kemarin, apabila berlalu, atau seperti suatu giliran jaga di waktu malam."
Pada kedua ayat tersebut seluruh konteknya mempunyai maksud bahwa Tuhan tidak dibatasi oleh waktu maupun proses-proses alamiah. Tuhan itu melampaui waktu karena Dialah yang menciptakan waktu. Dalam ayat-ayat tersebut tidak ada satu petunjuk pun yang mengacu pada hari-hari penciptaan yang terdapat dalam Kejadian, karena kedua ayat tersebut bermaksud memberitahu bahwa Tuhan tidak terikat oleh waktu. Dalam II Petrus 3, konteksnya berhubungan dengan kedatangan Kristus yang kedua kali, menunjukkan fakta bahwa bagi Tuhan satu hari serasa seribu tahun atau seribu tahun serasa satu hari berarti Tuhan tidak dipengaruhi oleh waktu. Hal ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan hari-hari penciptaan dalam Kejadian.
Lebih jauh lagi dalam II Petrus 3:8, kata hari dibandingkan dengan seribu tahun. Kata hari mempunyai arti harafiah hingga dapat dibandingkan dengan "seribu tahun". Ia tidak bisa dibandingkan dengan seribu tahun jika tidak mempunyai arti harafiahnya. Maka, kata hari di ayat ini bukan didefinisikan sama dengan "seribu tahun" tetapi hanya dibandingkan dengan ungkapan "seribu tahun". Dengan demikian tujuan dasar dari pesan Rasul Petrus adalah Tuhan mampu melakukan, dengan waktu. yang sangat pendek, apa yang dapat manusia/alam lakukan dalam waktu yang sangat panjang. Para evolusionis berusaha membuktikan bahwa proses-proses berurutan dari alam untuk menghasilkan manusia memerlukan waktu jutaan tahun. Banyak orang Kristen telah menerima konsep jutaan tahun ini, menambahkannya ke dalam Alkitab, kemudian berkata bahwa Tuhan memerlukan jutaan tahun untuk membuat semuanya itu. Tetapi, inti dari II Petrus 3:8 adalah bahwa Allah tidak dibatasi oleh waktu sementara evolusi memerlukan banyak sekali waktu.
Juga ada satu catatan penting untuk diperhatikan yaitu di bagian II Petrus sebelum kalimat "satu hari sama seperti seribu tahun," kita diberitahu bahwa "... akan tampil pengejek-pengejek dengan ejekan-ejekannya, yaitu orang-orang yang hidup menurut hawa nafsunya. Kata mereka : ‘Dimanakah janji tentang kedatanganNya itu? Sebab sejak bapa-bapa leluhur kita meninggal, segala sesuatu berjalan tetap seperti semula pada waktu dunia diciptakan.’ " (II Petrus 3:3,4).
Dengan demikian, pada hari-hari akhir orang-orang akan mengatakan bahwa segala sesuatu terus berjalan - sama seperti yang dikatakan para evolusionis bahwa segala sesuatu telah berjalan selama jutaan tahun. Orang-orang ini tidak percaya bahwa Tuhan campur tangan dalam sejarah. Pernyataan "segala sesuatu berjalan tetap seperti semula pada waktu dunia diciptakan" dapat didefinisikan sebagai konsep modern tentang uniformitarianism. Ini adalah pandangan yang lazim dalam ilmu geologi sekarang ini : bahwa "masa kini adalah kunci dari masa lalu" (bahwa dunia sudah berjalan jutaan tahun dengan cara yang sama seperti yang kita lihat terjadi sekarang ini). Hal ini benar-benar dasar dari geologi evolusi modern. Kebanyakan geologis modern tidak percaya bahwa Tuhanlah yang menciptakan dunia ribuan tahun yang lalu, tetapi bahwa dunia ini adalah sebuah produk dari proses selama jutaan tahun. Tuhan memberitahu kita dengan cukup jelas bahwa Dia menciptakan segalanya dalam 6 hari, dan Dia mengunakan waktu selama itu karena alasan khusus seperti yang dijelaskan dalam Keluaran 20.
Hari dan Tahun-tahun
Dalam Kejadian 1:14 kita membaca bahwa Tuhan berkata, "Jadilah benda-benda penerang pada cakrawala untuk memisahkan siang dari malam. Biarlah benda-benda penerang itu menjadi tanda yang menunjukkan masa-masa yang tetap dan hari-hari dan tahun-tahun."
Jika kata "hari" di sini bukan berarti hari secara harafiah, maka kata "tahun-tahun" yang digunakan pada ayat yang sama akan menjadi tidak mempunyai arti.
Hari dan Perjanjian Tuhan
Melihat Yeremia 33:25-26, kita membaca, "Beginilah firman TUHAN: Jika Aku tidak menetapkan perjanjianKu dengan siang dan malam dan aturan langit dan bumi, maka juga Aku pasti akan menolak keturunan Yakub dan hambaKu Daud, sehingga berhenti mengangkat dari keturunannya orang-orang yang memerintah atas keturunan Abraham, Ishak dan Yakub. Sebab Aku akan memulihkan keadaan mereka dan menyayangi mereka."
Di sini Tuhan memberitahu Yeremia bahwa Dia mempunyai perjanjian dengan siang dan malam yang tidak bisa dilanggar, karena berhubungan dengan janji kepada keturunan Daud - termasuk seseorang yang telah dijanjikan menerima mahkota (Kristus). Perjanjian antara Tuhan dengan siang dan malam ini bermula dari Kejadian 1, karena Tuhan pertama kali mendefinisikan siang dan malam ketika Ia menciptakan mereka. Jadi jika perjanjian antara siang dan malam ini tidak ada walaupun Tuhan dengan jelas berkata ada (jika anda tidak menerima Kejadian 1 secara harafiah), maka janji yang diberikan melalui Yeremia menjadi tidak berlaku.
Apakah hari berpengaruh ?
Akhirnya, apakah jadi soal jika kita menerima hari-hari itu secara harafiah atau tidak ? Jawabannya secara pasti adalah "Ya"! Hal ini menjadi suatu prinsip pendekatan seseorang terhadap Alkitab. Sebagai contoh, jika kita tidak menerima mereka sebagai hari-hari biasa, maka kita harus bertanya, "Apakah mereka?" Jawabannya "Kita tidak tahu". Jika pendekatan kita seperti itu, maka secara logis kita harus melakukan pendekatan terhadap bagian lain dalam kitab Kejadian dengan cara yang sama (harus konsisten). Sebagai contoh, ketika dikatakan bahwa Tuhan mengambil debu tanah dan membuat Adam - apa maksudnya ? Jika artinya tidak secara harafiah, maka kita tidak tahu apa artinya! Maka sangat penting menerima kitab Kejadian secara harafiah. Lebih jauh lagi, perlu diingat bahwa anda tidak dapat menafsirkan secara harafiah karena penafsiran harafiah berkontradiksi. Anda harus menerimanya secara harafiah atau menafsirkannya! Sangatlah penting untuk menyadari bahwa kita harus menerimanya secara harafiah kecuali kata itu secara jelas berupa simbol, dan jika memang demikian, konteksnya akan membuat arti kata itu menjadi jelas atau kita diberitahu demikian oleh teksnya.
Jika seseorang menerima bahwa kita tidak tahu arti dari kata hari dalam Kejadian, maka dapatkah orang lain yang berkata bahwa kata itu berarti hari biasa dituduh salah ? Jawabannya adalah "tidak", karena orang yang menerima kata itu sebagai hari biasa tidak tahu apa artinya. Terlebih lagi, orang yang pertama tadi, yang tidak tahu apa arti hari, tidak bisa menuduh orang lain salah !
Ketika orang menerima apa yang diajarkan dalam kitab Kejadian apa adanya, dan menerima hari sebagai hari biasa, mereka tidak akan menemui kesulitan dalam mengerti apa yang ingin disampaikan dalam sisa kitab Kejadian (Kej 2-50).
"Sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya, dan Ia berhenti pada hari ketujuh; itulah sebabnya TUHAN memberkati hari Sabat dan menguduskannya" (Keluaran 20:11)
Artikel ini diterjemahkan dari buku The Answers Book, hal. 89-101, karangan : Ken Ham, Andrew Snelling, and Carl Wieland, Penerbit : Master Books, 1992.
Kata "hari" dalam Kejadian 1 berasal dari kata Ibrani yom. Kata ini dapat berarti 1 hari (dengan pengertian biasa 1 hari = 24 jam), ½ hari ( 12 jam) dari 24 jam (maksudnya siang, bukan malam), atau biasanya suatu periode waktu yang tidak terbatas (contoh "pada jaman hakim-hakim" atau "pada harinya Tuhan"). Tanpa pengecualian, pada Perjanjian Lama kata yom dalam bahasa Ibrani tidak pernah digunakan untuk menunjukkan periode waktu yang panjang dan terbatas dengan permulaan yang spesifik sampai titik akhirnya. Lebih jauh lagi kita harus mengingat bahwa ketika kata yom digunakan dalam arti periode waktu yang tidak terbatas, hal itu sangat jelas terlihat dalam konteksnya. Jadi kita dapat dengan mudah membedakan yom yang berarti 24 jam atau siang hari dengan periode waktu yang tidak terbatas.
(keterangan : study kata YOM bisa dibaca di : hari-study-kata-ibrani-yunani-vt198.html#p384 )
Beberapa orang mengatakan bahwa kata hari dalam Kejadian mungkin digunakan secara simbolis sehingga kita tidak harus menerimanya secara harafiah. Tetapi ada satu hal yang sering tidak disadari yaitu sebuah kata tidak pernah dapat digunakan secara simbolis pada waktu kata itu pertama kalinya digunakan ! Kenyataannya adalah sebuah kata bisa digunakan secara simbolis hanya ketika ia pertama kalinya mempunyai arti harafiah.
Dalam perjanjian baru kita diberitahu bahwa Yesus adalah "pintu". Kita tahu apa artinya karena kita tahu kata pintu berarti sebuah jalan masuk. Karena kita tahu arti harafiahnya maka kata itu bisa diaplikasikan sebagai simbol dari Yesus Kristus. Kata pintu tidak bisa digunakan sebagai simbol kecuali ia punya arti harafiah untuk pertama kalinya. Oleh karena itu kata hari tidak bisa digunakan secara simbolis waktu pertama kali muncul di kitab Kejadian. Memang inilah sebabnya mengapa penulis Kejadian sangat berhati-hati mendefinisikan kata hari ketika muncul untuk pertama kalinya. Pada Kejadian 1:4 kita membaca bahwa Allah memisahkan "terang itu dari gelap". Kemudian pada Kejadian 1:5 kita membaca Allah menamai terang itu siang, dan gelap itu malam. Ketika kata hari digunakan untuk pertama kalinya, ia didefinisikan sebagai terang untuk membedakannya dengan gelap yang dinamai malam. Kejadian 1:5 diakhiri dengan "Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari pertama." Kalimat ini adalah kalimat yang sama yang digunakan untuk setiap 5 hari lainnya, dan menunjukkan bahwa ada siklus yang jelas yang sudah ditetapkan tentang siang dan malam (periode terang dan periode gelap). Pada periode terang, selama 6 hari berturut-turut, Allah melakukan pekerjaanNya dan pada periode gelap Allah tidak bekerja secara kreatif (God did no creative work bukan God did not work).
Satu hari dan matahari
Tetapi bagaimana bisa terdapat siang dan malam jika matahari belum ada/diciptakan ? Kejadian 1 sangat jelas menyatakan bahwa matahari belum diciptakan hingga hari ke-4. Kejadian 1:3 memberitahu kita bahwa Allah menciptakan terang pada hari pertama, dan ungkapan "petang dan pagi" menunjukkan adanya periode terang dan gelap yang berselang-seling. Pada hari pertama Allah menciptakan eksistensi terang yang diarahkan dari satu sumber yang tetap terhadap bumi yang berotasi sehingga bumi menghasilkan siklus siang dan malam. Terang itu berasal dari satu sumber yang permanen dan tidak bergeser dari tempatnya sedangkan bumi berputar pada porosnya. Tetapi kita tidak diberitahu dari mana terang tersebut datang. Kata terang dalam Kejadian 1:3 berarti inti terang itu diciptakan kemudian pada Kejadian 1:14-19 kita diberitahu bahwa penciptaan matahari di hari ke-4 adalah untuk menjadi sumber terang sejak saat itu. Eksistensi/inti terang kemudian digantikan oleh matahari.
Matahari diciptakan untuk menguasai siang yang sudah diciptakan. Siang tetaplah siang, hanya saja sekarang ia memiliki sumber terang yang baru. Tiga hari pertama penciptaan (sebelum matahari ada) adalah sama dengan 3 hari dengan adanya matahari.
Satu dari alasan-alasan yang mungkin bahwa Tuhan dengan sengaja tidak menciptakan matahari sampai hari ke-4 karena Dia tahu bahwa, selama berabad-abad, kebudayaan-kebudayaan dunia akan berusaha menyembah matahari sebagai sumber hidup. Tidak hanya itu, teori-teori pada jaman modern memberitahukan kita matahari ada sebelum bumi. Tuhan sedang menunjukkan kepada kita bahwa Dia memulainya dengan bumi dan terang, bahwa Dia bisa mempertahankannya dengan siklus siang dan malam, bahwa matahari diciptakan pada hari ke-4 sebagai alatNya untuk pembawa terang sejak saat itu.
Mungkin satu dari alasan-alasan pokok mengapa orang-orang cenderung untuk tidak menganggap hari-hari dalam Kejadian sebagai hari-hari biasa, karena mereka telah percaya bahwa ilmuwan-ilmuwan telah membuktikan bumi berumur milyaran tahun. Tetapi hal itu tidak benar. Tidak ada metode penanggalan tahun (age dating) yang mutlak yang dapat menentukan dengan tepat berapa umur bumi. Lagipula, ada banyak bukti yang konsisten dengan kepercayaan bahwa bumi berusia muda dan mungkin hanya berumur beberapa ribu tahun saja.
Mengapa 6 hari ?
Keberadaan Tuhan adalah tanpa batas. Ini berarti Dia mempunyai kekuatan yang tak terbatas, pengetahuan yang tak terbatas, kebijaksanaan yang tak terbatas, dll. Jelasnya, Tuhan dapat membuat apa saja yang Dia inginkan dalam waktu sekejap. Dia dapat menciptakan seluruh alam semesta, bumi dan semua isinya dalam waktu sekejap. Mungkin pertanyaannya adalah mengapa Tuhan memakai waktu selama 6 hari ? Bukankah 6 hari adalah waktu yang panjang untuk Tuhan yang tak terbatas untuk membuat apapun juga ? Jawabannya dapat ditemukan di kitab Keluaran 20:11.
Keluaran 20 berisi 10 hukum Taurat. Haruslah diingat bahwa hukum-hukum ini ditulis di atas batu oleh "jari Allah", seperti yang kita baca dalam Keluaran 31:18 "Dan TUHAN memberikan kepada Musa, setelah Ia selesai berbicara dengan dia di gunung Sinai, kedua loh hukum Allah, loh batu, yang ditulis oleh jari Allah." Hukum ke-4 di pasal 20 ayat 9 memberitahukan kepada kita bahwa kita bekerja selama 6 hari dan beristirahat 1 hari. Hal ini lebih diperkuat dalam ayat 11 , "Sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya, dan Ia berhenti pada hari ketujuh; itulah sebabnya TUHAN memberkati hari Sabat dan menguduskannya." Ayat ini adalah referensi langsung untuk minggu penciptaaan yang dilakukan Allah dalam Kejadian 1. Agar konsisten (dan kita seharusnya juga), apapun arti yang dipakai untuk kata hari dalam kejadian 1 harus juga dipakai di dalam ayat ini. Jika anda ingin mengatakan kata hari dalam Kejadian berarti periode waktu yang panjang, tentulah artinya hari tersebut adalah periode waktu yang tidak terbatas atau tidak pasti - bukan periode waktu yang terbatas (lihat paragraf pertama subheadline Apakah "hari" itu ?). Dengan demikian arti dari Keluaran 20:9-11 haruslah "enam periode waktu yang tidak terbatas lamanya engkau harus bekerja dan beristirahat pada satu periode waktu yang tak terbatas.! Hal ini sangat tidak masuk akal. Dengan menerima hari-hari tersebut sebagai hari-hari yang biasa, kita dapat mengerti bahwa Tuhan sedang memberitahukan kita bahwa Dia bekerja selama enam hari biasa dan beristirahat selama 1 hari biasa untuk memberikan pola kepada manusia - pola (pattern) 7 hari dalam seminggu yang masih berlaku sampai sekarang ! Dengan kata lain, dari Keluaran 20, kita belajar alasan Tuhan memerlukan waktu yang lama, yaitu 6 hari untuk membuat segalanya, adalah bahwa Dia membuat pola untuk kita ikuti, pola kerja yang masih kita ikuti sampai sekarang !
Ketidakkonsistenan Day-Age Theory
Ada banyak ketidakkonsistenan bagi mereka yang menerima bahwa hari-hari dalam Kejadian adalah periode waktu yang panjang (day age theory). Contoh, kita diberitahu oleh Kejadian 1:26-28 bahwa Tuhan membuat manusia pertama (Adam) pada hari keenam. Adam hidup sepanjang hari keenam, hari ketujuh, dan kita diberitahu oleh Kejadian 5:5 bahwa dia meninggal pada umur 930 tahun. (Kita tidak sedang berada pada hari ketujuh sekarang, sebagaimana orang-orang salah menafsirkannya, karena Kejadian 2:2 memberitahu kita bahwa Tuhan beristirahat dari pekerjaan penciptaanNya, bukan sedang beristirahat sampai sekarang dari pekerjaan penciptaanNya). Jika satu hari, misalnya, sama dengan satu juta tahun, maka akan timbul masalah-masalah besar. Kenyataannya, jika satu hari hanya seribu tahun, juga masih tetap tidak masuk akal berkenaan dengan umur kematian Adam.
Walaupun day-age theory berusaha agar usia bumi bisa menjadi berjuta-juta tahun sesuai dengan teori evolusi (dengan menyatakan satu hari di dalam Kejadian 1 adalah sama dengan jutaan tahun), namun hal tersebut ternyata tetap bertentangan dengan teori evolusi.
Kontradiksi antara Day-Age Theory dengan Teori Evolusi :
Day-Age Theory : Tuhan menciptakan materi pada awal mulanya. Kejadian 1:1
Evolution : Materi sudah ada sejak dari awal mulanya.
-----
Day-Age Theory : Bumi telah diciptakan sebelum matahari, bulan dan bintang-bintang. Kej 1:1;1:14
Evolution : Matahari dan bintang-bintang sudah ada sebelum bumi ada.
-----
Day-Age Theory : Lautan lebih dahulu sebelum daratan. Kej 1:2;1:9
Evolution : Daratan lebih dahulu daripada lautan
-----
Day-Age Theory : Terang sudah ada di bumi sebelum adanya matahari. Kej 1:3;1:14-16
Evolution : Matahari merupakan cahaya terang yang pertama bagi bumi
-----
Day-Age Theory : Bentuk kehidupan pertama adalah tumbuh-tumbuhan di daratan. Kej 1:11
Evolution : Bentuk kehidupan pertama adalah organisme di lautan.
-----
Day-Age Theory : Pohon buah-buahan sebelum ikan-ikan. Kej 1:12;1:20
Evolution : Ikan-ikan sebelum pohon buah-buahan.
-----
Day-Age Theory : Burung-burung sebelum serangga. Kej 1:20;1:24
Evolution : Serangga sebelum burung-burung.
-----
Day-Age Theory : Tumbuh-tumbuhan di daratan sebelum ada matahari. Kej 1:11;1:14
Evolution : Matahari sudah ada sebelum tumbuh-tumbuhan di darat.
-----
Day-Age Theory : Laki-laki sebelum perempuan (by creation)
Evolution : Perempuan sebelum laki-laki (by genetics)
-----
Day-Age Theory : Manusia yang berdosa, menyebabkan adanya perjuangan hidup dan kematian (The cause of struggle and death). Kej 2:17;3:4; Rom 5:12.
Evolution : Perjuangan hidup dan kematian adalah merupakan proses alamiah dalam rangka seleksi alamiah yang diperlukan untuk menghasilkan manusia.
Satu hari adalah seribu tahun
Ada pendapat yang mengacu bahwa II Petrus 3:8 memberitahu kita, "bahwa di hadapan Tuhan satu hari sama seperti seribu tahun dan seribu tahun sama seperti satu hari."
Ayat ini digunakan oleh banyak orang yang mengajarkan, atau paling tidak menarik kesimpulan, bahwa hari-hari dalam Kejadian pastilah masing-masing sama dengan seribu tahun. Hal ini juga salah. Bila kita melihat pada Mazmur 90:4, kita membaca sebuah ayat yang sangat jelas, "Sebab dimataMu seribu tahun sama seperti hari kemarin, apabila berlalu, atau seperti suatu giliran jaga di waktu malam."
Pada kedua ayat tersebut seluruh konteknya mempunyai maksud bahwa Tuhan tidak dibatasi oleh waktu maupun proses-proses alamiah. Tuhan itu melampaui waktu karena Dialah yang menciptakan waktu. Dalam ayat-ayat tersebut tidak ada satu petunjuk pun yang mengacu pada hari-hari penciptaan yang terdapat dalam Kejadian, karena kedua ayat tersebut bermaksud memberitahu bahwa Tuhan tidak terikat oleh waktu. Dalam II Petrus 3, konteksnya berhubungan dengan kedatangan Kristus yang kedua kali, menunjukkan fakta bahwa bagi Tuhan satu hari serasa seribu tahun atau seribu tahun serasa satu hari berarti Tuhan tidak dipengaruhi oleh waktu. Hal ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan hari-hari penciptaan dalam Kejadian.
Lebih jauh lagi dalam II Petrus 3:8, kata hari dibandingkan dengan seribu tahun. Kata hari mempunyai arti harafiah hingga dapat dibandingkan dengan "seribu tahun". Ia tidak bisa dibandingkan dengan seribu tahun jika tidak mempunyai arti harafiahnya. Maka, kata hari di ayat ini bukan didefinisikan sama dengan "seribu tahun" tetapi hanya dibandingkan dengan ungkapan "seribu tahun". Dengan demikian tujuan dasar dari pesan Rasul Petrus adalah Tuhan mampu melakukan, dengan waktu. yang sangat pendek, apa yang dapat manusia/alam lakukan dalam waktu yang sangat panjang. Para evolusionis berusaha membuktikan bahwa proses-proses berurutan dari alam untuk menghasilkan manusia memerlukan waktu jutaan tahun. Banyak orang Kristen telah menerima konsep jutaan tahun ini, menambahkannya ke dalam Alkitab, kemudian berkata bahwa Tuhan memerlukan jutaan tahun untuk membuat semuanya itu. Tetapi, inti dari II Petrus 3:8 adalah bahwa Allah tidak dibatasi oleh waktu sementara evolusi memerlukan banyak sekali waktu.
Juga ada satu catatan penting untuk diperhatikan yaitu di bagian II Petrus sebelum kalimat "satu hari sama seperti seribu tahun," kita diberitahu bahwa "... akan tampil pengejek-pengejek dengan ejekan-ejekannya, yaitu orang-orang yang hidup menurut hawa nafsunya. Kata mereka : ‘Dimanakah janji tentang kedatanganNya itu? Sebab sejak bapa-bapa leluhur kita meninggal, segala sesuatu berjalan tetap seperti semula pada waktu dunia diciptakan.’ " (II Petrus 3:3,4).
Dengan demikian, pada hari-hari akhir orang-orang akan mengatakan bahwa segala sesuatu terus berjalan - sama seperti yang dikatakan para evolusionis bahwa segala sesuatu telah berjalan selama jutaan tahun. Orang-orang ini tidak percaya bahwa Tuhan campur tangan dalam sejarah. Pernyataan "segala sesuatu berjalan tetap seperti semula pada waktu dunia diciptakan" dapat didefinisikan sebagai konsep modern tentang uniformitarianism. Ini adalah pandangan yang lazim dalam ilmu geologi sekarang ini : bahwa "masa kini adalah kunci dari masa lalu" (bahwa dunia sudah berjalan jutaan tahun dengan cara yang sama seperti yang kita lihat terjadi sekarang ini). Hal ini benar-benar dasar dari geologi evolusi modern. Kebanyakan geologis modern tidak percaya bahwa Tuhanlah yang menciptakan dunia ribuan tahun yang lalu, tetapi bahwa dunia ini adalah sebuah produk dari proses selama jutaan tahun. Tuhan memberitahu kita dengan cukup jelas bahwa Dia menciptakan segalanya dalam 6 hari, dan Dia mengunakan waktu selama itu karena alasan khusus seperti yang dijelaskan dalam Keluaran 20.
Hari dan Tahun-tahun
Dalam Kejadian 1:14 kita membaca bahwa Tuhan berkata, "Jadilah benda-benda penerang pada cakrawala untuk memisahkan siang dari malam. Biarlah benda-benda penerang itu menjadi tanda yang menunjukkan masa-masa yang tetap dan hari-hari dan tahun-tahun."
Jika kata "hari" di sini bukan berarti hari secara harafiah, maka kata "tahun-tahun" yang digunakan pada ayat yang sama akan menjadi tidak mempunyai arti.
Hari dan Perjanjian Tuhan
Melihat Yeremia 33:25-26, kita membaca, "Beginilah firman TUHAN: Jika Aku tidak menetapkan perjanjianKu dengan siang dan malam dan aturan langit dan bumi, maka juga Aku pasti akan menolak keturunan Yakub dan hambaKu Daud, sehingga berhenti mengangkat dari keturunannya orang-orang yang memerintah atas keturunan Abraham, Ishak dan Yakub. Sebab Aku akan memulihkan keadaan mereka dan menyayangi mereka."
Di sini Tuhan memberitahu Yeremia bahwa Dia mempunyai perjanjian dengan siang dan malam yang tidak bisa dilanggar, karena berhubungan dengan janji kepada keturunan Daud - termasuk seseorang yang telah dijanjikan menerima mahkota (Kristus). Perjanjian antara Tuhan dengan siang dan malam ini bermula dari Kejadian 1, karena Tuhan pertama kali mendefinisikan siang dan malam ketika Ia menciptakan mereka. Jadi jika perjanjian antara siang dan malam ini tidak ada walaupun Tuhan dengan jelas berkata ada (jika anda tidak menerima Kejadian 1 secara harafiah), maka janji yang diberikan melalui Yeremia menjadi tidak berlaku.
Apakah hari berpengaruh ?
Akhirnya, apakah jadi soal jika kita menerima hari-hari itu secara harafiah atau tidak ? Jawabannya secara pasti adalah "Ya"! Hal ini menjadi suatu prinsip pendekatan seseorang terhadap Alkitab. Sebagai contoh, jika kita tidak menerima mereka sebagai hari-hari biasa, maka kita harus bertanya, "Apakah mereka?" Jawabannya "Kita tidak tahu". Jika pendekatan kita seperti itu, maka secara logis kita harus melakukan pendekatan terhadap bagian lain dalam kitab Kejadian dengan cara yang sama (harus konsisten). Sebagai contoh, ketika dikatakan bahwa Tuhan mengambil debu tanah dan membuat Adam - apa maksudnya ? Jika artinya tidak secara harafiah, maka kita tidak tahu apa artinya! Maka sangat penting menerima kitab Kejadian secara harafiah. Lebih jauh lagi, perlu diingat bahwa anda tidak dapat menafsirkan secara harafiah karena penafsiran harafiah berkontradiksi. Anda harus menerimanya secara harafiah atau menafsirkannya! Sangatlah penting untuk menyadari bahwa kita harus menerimanya secara harafiah kecuali kata itu secara jelas berupa simbol, dan jika memang demikian, konteksnya akan membuat arti kata itu menjadi jelas atau kita diberitahu demikian oleh teksnya.
Jika seseorang menerima bahwa kita tidak tahu arti dari kata hari dalam Kejadian, maka dapatkah orang lain yang berkata bahwa kata itu berarti hari biasa dituduh salah ? Jawabannya adalah "tidak", karena orang yang menerima kata itu sebagai hari biasa tidak tahu apa artinya. Terlebih lagi, orang yang pertama tadi, yang tidak tahu apa arti hari, tidak bisa menuduh orang lain salah !
Ketika orang menerima apa yang diajarkan dalam kitab Kejadian apa adanya, dan menerima hari sebagai hari biasa, mereka tidak akan menemui kesulitan dalam mengerti apa yang ingin disampaikan dalam sisa kitab Kejadian (Kej 2-50).
"Sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya, dan Ia berhenti pada hari ketujuh; itulah sebabnya TUHAN memberkati hari Sabat dan menguduskannya" (Keluaran 20:11)
Artikel ini diterjemahkan dari buku The Answers Book, hal. 89-101, karangan : Ken Ham, Andrew Snelling, and Carl Wieland, Penerbit : Master Books, 1992.
Keagungan dan Misteri dalam Kejadian
Pasal 1
1. Keagungan
Kitab Kejadian pasal 1 dapat disebut kidung pujian yang indah dan luar biasa untuk memuliakan Allah Sang Khalik. Dan bagian ini mendorong kita untuk menyanyikan puji-pujian kepada Tuhan Allah. Melalui harmoninya yang teratur hati kita disesuaikan dengan gita puja surgawi, dan akal kita dipacu untuk memikirkan Allah sebagai sumber dan pemelihara segala sesuatu. Kita diundang untuk sujud bersembah di depan Firman-Nya yang menciptakan. Ditunjukkan kepada kita tempat manusia yang patut di dalam tujuan akbar Allah yang mencakup seluruh ciptaan-Nya.
Bagian ini sarat dengan keagungan. Menyimak pada keagungan itu hati dan pikiran kita tergerak memuji dan memuliakan Allah, yang dalam tujuan-Nya terletak semua misteri dunia ini. Seperti pemazmur menyembah Raja yang mulia, kita pun sepatutnya tergugah untuk bermazmur:
"Pujilah TUHAN, hai jiwaku! TUHAN, Allah-ku, Engkau sangat besar!
Engkau yang berpakaian keagungan dan semarak, yang berselimutkan terang seperti kain,
yang membentangkan langit seperti renda,
yang mendirikan kamar-kamar loreng-Mu di air, yang menjadikan awan-awan sebagai kendaraan-Mu, yang bergerak di atas sayap angin,
yang membuat angin sebagai suruhan-suruhan-Mu, dan api yang menyala sebagai pelayan-pelayan-Mu" (Mazmur 104-1-4)
1. Keagungan
Kitab Kejadian pasal 1 dapat disebut kidung pujian yang indah dan luar biasa untuk memuliakan Allah Sang Khalik. Dan bagian ini mendorong kita untuk menyanyikan puji-pujian kepada Tuhan Allah. Melalui harmoninya yang teratur hati kita disesuaikan dengan gita puja surgawi, dan akal kita dipacu untuk memikirkan Allah sebagai sumber dan pemelihara segala sesuatu. Kita diundang untuk sujud bersembah di depan Firman-Nya yang menciptakan. Ditunjukkan kepada kita tempat manusia yang patut di dalam tujuan akbar Allah yang mencakup seluruh ciptaan-Nya.
Bagian ini sarat dengan keagungan. Menyimak pada keagungan itu hati dan pikiran kita tergerak memuji dan memuliakan Allah, yang dalam tujuan-Nya terletak semua misteri dunia ini. Seperti pemazmur menyembah Raja yang mulia, kita pun sepatutnya tergugah untuk bermazmur:
"Pujilah TUHAN, hai jiwaku! TUHAN, Allah-ku, Engkau sangat besar!
Engkau yang berpakaian keagungan dan semarak, yang berselimutkan terang seperti kain,
yang membentangkan langit seperti renda,
yang mendirikan kamar-kamar loreng-Mu di air, yang menjadikan awan-awan sebagai kendaraan-Mu, yang bergerak di atas sayap angin,
yang membuat angin sebagai suruhan-suruhan-Mu, dan api yang menyala sebagai pelayan-pelayan-Mu" (Mazmur 104-1-4)
Latar belakang bagian terbesar Kejadian 1-11 adalah
tanah dan kebudayaan Mesopotamia yang kemudian disebut Babel dan yang kini
disebut Irak. Itu teracu misalnya pada pasal 2 yang menyebut sungai Tigris dan
Efrat. Inilah tanah Irak modern. Kejadian 11: 1-9 bicara tentang tanah Sinear,
nama lain bagi negeri yang sama. Karena itu tidak mengherankan bahwa tema-tema
Kejadian 1-11, khususnya urutan puisi dalam pasal I itu, mirip dengan
cerita-cerita dari Mesopotamia tentang penciptaan. Umpamanya Riwayat Atrahasis
(ditulis ± 1600 sM), menceritakan tentang penciptaan dunia, lalu menceritakan
tentang suatu air bah yang besar.
Suatu karya dari Babel yang lebih kemudian, Enuma Elish, juga menceritakan tentang penciptaan, mulai dengan roh Ilahi dan dunia yang belum berbentuk dan kosong. Cerita ini memuliakan ilah utama Babel, yakni Marduk, yang mengalahkan naga raksasa dari samudra, namanya Tiamat. Mula-mula terang muncul dari para ilah, lalu langit, tanah yang kering, benda-benda penerang dan akhirnya diciptakanlah manusia. Sesudah itu ilah-ilah istirahat dan bersukaria. Cerita-cerita demikian mungkin telah diketahui umat Allah. Kendati ada kesamaan antara cerita-cerita ini dengan Kejadian 1, namun sangat lain sifat gita pujian mengenai penciptaan dalam Kej 1 itu. "Penulis Kej I sadar bahwa ada cerita-cerita lain mengenal penciptaan, tapi ia menunjukkan bahwa ketimbang tergantung pada cerita-cerita itu, ia justru menolaknya" (G Wenham, Genesis 1-15, Word Biblikal Commentary, 1987, p 9).
Enuma Elish menyebut banyak ilah, tapi Kejadian memberitakan monoteisme: hanya ada satu Allah. Dalam cerita-cerita asal Babel itu, dikatakan bahwa keberadaan roh Ilahi maupun materi kosmik adalah sama-sama kekal; Kej memberitakan bahwa Allah benar-benar lain dari segala yang diciptakan-Nya, dan bahwa keberadaan segala sesuatu mutlak bergantung kepada-Nya. Dalam cerita-cerita asal Asia Barat itu matahari, bulan, bintang-bintang dan naga raksasa dari samudra dianggap ilah yang berkuasa, tapi Kejadian mengatakan bahwa semuanya itu melulu makhluk ciptaan. (Kitab Kejadian tidak menggunakan kata-kata yang biasa untuk matahari dan bulan, keduanya disebut penerang yg lebih besar dan yg lebih kecil; sebabnya mungkin supaya matahari dan bulan tidak dianggap ilah).
Ada beberapa kritikus Alkitab menyatakan bahwa kisah penciptaan itu berasal dari sumber-sumber mitologis semisal "Enuma Elish". Karena terdapat persamaan urutan diantara Enuma Elish (kisah penciptaan versi Babel) dengan Kejadian pasal 1, maka timbul anggapan bahwa keduanya berasal dari sumber mitologis yang sama. Dalam kedua kisah, urutan peristiwa-peristiwa berikut ini sama : penciptaan cakrawala, penciptaan daratan, penciptaan benda-benda penerang di langit, dan penciptaan manusia. Baik catatan kitab Kejadian maupun Enuma Elish dimulai dengan samudera raya yang tak berbentuk dan campur-baur serta berakhir dengan dewa-dewa yang beristirahat. (SR Driver, The Book of Genesis, p. 53).
KA Kitchen menjelaskan bahwa dalam pernyataan para kritikus itu terdapat kelemahan metodologi :
Suatu karya dari Babel yang lebih kemudian, Enuma Elish, juga menceritakan tentang penciptaan, mulai dengan roh Ilahi dan dunia yang belum berbentuk dan kosong. Cerita ini memuliakan ilah utama Babel, yakni Marduk, yang mengalahkan naga raksasa dari samudra, namanya Tiamat. Mula-mula terang muncul dari para ilah, lalu langit, tanah yang kering, benda-benda penerang dan akhirnya diciptakanlah manusia. Sesudah itu ilah-ilah istirahat dan bersukaria. Cerita-cerita demikian mungkin telah diketahui umat Allah. Kendati ada kesamaan antara cerita-cerita ini dengan Kejadian 1, namun sangat lain sifat gita pujian mengenai penciptaan dalam Kej 1 itu. "Penulis Kej I sadar bahwa ada cerita-cerita lain mengenal penciptaan, tapi ia menunjukkan bahwa ketimbang tergantung pada cerita-cerita itu, ia justru menolaknya" (G Wenham, Genesis 1-15, Word Biblikal Commentary, 1987, p 9).
Enuma Elish menyebut banyak ilah, tapi Kejadian memberitakan monoteisme: hanya ada satu Allah. Dalam cerita-cerita asal Babel itu, dikatakan bahwa keberadaan roh Ilahi maupun materi kosmik adalah sama-sama kekal; Kej memberitakan bahwa Allah benar-benar lain dari segala yang diciptakan-Nya, dan bahwa keberadaan segala sesuatu mutlak bergantung kepada-Nya. Dalam cerita-cerita asal Asia Barat itu matahari, bulan, bintang-bintang dan naga raksasa dari samudra dianggap ilah yang berkuasa, tapi Kejadian mengatakan bahwa semuanya itu melulu makhluk ciptaan. (Kitab Kejadian tidak menggunakan kata-kata yang biasa untuk matahari dan bulan, keduanya disebut penerang yg lebih besar dan yg lebih kecil; sebabnya mungkin supaya matahari dan bulan tidak dianggap ilah).
Ada beberapa kritikus Alkitab menyatakan bahwa kisah penciptaan itu berasal dari sumber-sumber mitologis semisal "Enuma Elish". Karena terdapat persamaan urutan diantara Enuma Elish (kisah penciptaan versi Babel) dengan Kejadian pasal 1, maka timbul anggapan bahwa keduanya berasal dari sumber mitologis yang sama. Dalam kedua kisah, urutan peristiwa-peristiwa berikut ini sama : penciptaan cakrawala, penciptaan daratan, penciptaan benda-benda penerang di langit, dan penciptaan manusia. Baik catatan kitab Kejadian maupun Enuma Elish dimulai dengan samudera raya yang tak berbentuk dan campur-baur serta berakhir dengan dewa-dewa yang beristirahat. (SR Driver, The Book of Genesis, p. 53).
KA Kitchen menjelaskan bahwa dalam pernyataan para kritikus itu terdapat kelemahan metodologi :
"Anggapan umum bahwa kisah dalam
bahasa Ibrani itu hanyalah berupa versi legenda orang Babel yang sudah
disederhanakan dan dimurnikan... jelas keliru jika ditinjau dari dasar-dasar metodologi.
Dalam kawasan Timur Dekat dahulu kala, lazimnya catatan-catatan atau
tradisi-tradisi yang sederhana dapat berkembang (dengan jalan ditambah dan
dibumbui) menjadi legenda-legenda yang menarik, tetapi bukan sebaliknya.
Dibenua Timur kuno, legenda tidak disederhanakan atau diuvah menjadi sejarah
semu (dimasukkan dalam sejarah) seperti yang diduga telah terjadi pada kitab
kejadian." (KA
Kitchen, Ancient Orient and the Old Testamen, p 89).
Kejadian pasal 1 menekankan pandangan monotheisme yang
agung serta sifatnya yang non-mitologis. (Merril C Tenney, ed. Zondervan
Pictorial Encyclopedia of the Bible, p. 1022). Jack Finegan mendambahkan
suatu pandangan bahwa : "Harus diingat bahwa
perbedaan-perbedaan antara Enuma Elish dan Perjanjian Lama adalah jauh lebih
penting daripada persamaan-persamaannya" (SR Driver, The Book of
Genesis, p. 53). KA Kitchen menguraikan pemikiran ini lebih jauh lagi serta
menunjukkan betapa besarnya perbedaan tujuan yang mendasari penulisan kedua
catatan itu :
"Tujuan Kejadian pasal 1 dan 2
sangatlah berbeda dengan Enuma Elish. Kitab Kejadian bertujuan
menggambarkan Allah yang Esa sebagai pencipta yang Mahakuasa; sedangkan maksud
utama Enuma Elish adalah meninggikan dewa yang utama dalam kumpulan
dewa-dewa Babel...
Perbedaan antara monotheisme dan kesederhanaan kisah Ibrani itu dengan politheisme serta epik Mesopotamia yang dibumbui itu sudah jelas bagi tiap pembaca" (KA Kitchen, Ancient Orient and the Old Testamen, 88-89).
Perbedaan antara monotheisme dan kesederhanaan kisah Ibrani itu dengan politheisme serta epik Mesopotamia yang dibumbui itu sudah jelas bagi tiap pembaca" (KA Kitchen, Ancient Orient and the Old Testamen, 88-89).
Artikel terkait :
ALKITAB DAN ENUMA ELISH, di alkitab-dan-enuma-elish-vt2409.html#p13110
Cerita-cerita Mesopotamia mengatakan terang muncul dari para ilah, tapi Kej mengatakan Allah menciptakan terang dengan kuasa firman-Nya. Walaupun cerita-cerita Babel dan Kejadian mempunyai beberapa kesamaan, namun amanat teologisnya sangat lain sekali. Kitab Kejadian memuji Khalik Agung yang menciptakan segala sesuatu, berbicara tentang kuasa-Nya yang memberi hidup, dan melihat kehidupan insani mempunyai arti besar. Dalam cerita-cerita Babel manusia tidak penting, tugasnya hanyalah menyediakan makanan bagi para ilah, tapi dalam Kejadian terciptanya manusia merupakan klimaks cerita, dan Allah-lah yang menyediakan makanan bagi manusia, bukan sebaliknya.
Dapat dibayangkan betapa Kejadian pasal 1 ini sangat menguatkan iman umat Allah, yang digoda oleh pesona dan daya tarik cerita-cerita kafir. Orang Yahudi pada zaman pembuangan di Babel, misalnya, mungkin tergoda menganut kepercayaan bangsa penakluknya. Tapi Kejadian 1 memanggil mereka kembali kepada penyembahan Allah yang satu dan agung dalam kemuliaan dan kedaulatan-Nya, Allah yang melalui Firman-Nya yang kreatif adalah sumber segala hidup, segala makhluk, segenap manusia, segala sesuatu. Seperti ditulis oleh pemazrnur dalam Mazmur 104:24,31:
ALKITAB DAN ENUMA ELISH, di alkitab-dan-enuma-elish-vt2409.html#p13110
Cerita-cerita Mesopotamia mengatakan terang muncul dari para ilah, tapi Kej mengatakan Allah menciptakan terang dengan kuasa firman-Nya. Walaupun cerita-cerita Babel dan Kejadian mempunyai beberapa kesamaan, namun amanat teologisnya sangat lain sekali. Kitab Kejadian memuji Khalik Agung yang menciptakan segala sesuatu, berbicara tentang kuasa-Nya yang memberi hidup, dan melihat kehidupan insani mempunyai arti besar. Dalam cerita-cerita Babel manusia tidak penting, tugasnya hanyalah menyediakan makanan bagi para ilah, tapi dalam Kejadian terciptanya manusia merupakan klimaks cerita, dan Allah-lah yang menyediakan makanan bagi manusia, bukan sebaliknya.
Dapat dibayangkan betapa Kejadian pasal 1 ini sangat menguatkan iman umat Allah, yang digoda oleh pesona dan daya tarik cerita-cerita kafir. Orang Yahudi pada zaman pembuangan di Babel, misalnya, mungkin tergoda menganut kepercayaan bangsa penakluknya. Tapi Kejadian 1 memanggil mereka kembali kepada penyembahan Allah yang satu dan agung dalam kemuliaan dan kedaulatan-Nya, Allah yang melalui Firman-Nya yang kreatif adalah sumber segala hidup, segala makhluk, segenap manusia, segala sesuatu. Seperti ditulis oleh pemazrnur dalam Mazmur 104:24,31:
Betapa hanyak perbuatan-Mu, ya, TUHAN,
sekaliannya Kau-jadikan dengan kebijaksanaan. bumi penuh dengan ciptaan-Mu.
Biarlah kemuliaan TUHAN tetap untuk selama-lamanya, biarlah TUHAN bersukacita karena perbuatan-perbuatan-Nya!
Biarlah kemuliaan TUHAN tetap untuk selama-lamanya, biarlah TUHAN bersukacita karena perbuatan-perbuatan-Nya!
Pendapat tentang adanya sumber mitologis ini pada
penulisan Kejadian pasal 1 ini nampaknya terlalu tergesa-gesa, karena lahir
dari bukti yang tidak cukup serta kurangnya perhatian yang logis terhadap suatu
teks. Sebenarnya penyelidikan yang lebih teliti akan memperlihatkan bahwa
pendapat mereka itu tidak berdasar; logika menunjukkan kemungkinannya lebih
besar bahwa dongeng itu lahir atau dikembangkan dari kitab Kejadian, bukan
sebaliknya. Pernyataan aliran kritik ini juga sama-sekali tidak dapat
membuktikan adanya pertentangan.
Telah kita lihat keagungan Allah dalam bagian ini. Sekarang mari lah kita lihat misterinya .
Telah kita lihat keagungan Allah dalam bagian ini. Sekarang mari lah kita lihat misterinya .
2. Misteri
Betapa mencoloknya keagungan Kejadian pasal 1 dibandingkan Kejadian pasal 2 dan 3 - itu - seperti perbedaan tingginya kemuncak gunung yang menjulang perkasa di angkasa raya, dari dasar lembah yang dalam lagi kelam. Sementara Kejadian I mengagungkan kedaulatan Allah mencipta dan keajaiban-keajaiban penciptaan itu, Kejadian 2 dan 3 memusatkan perhatian pada interaksi manusia dalam kehidupan bermasyarakat.
Banyak teka-teki tentang dunia yang kita huni ini tak terpecahkan dan tak kunjung terpecahkan. Kitab Kej tidak menerangkannya, mungkin supaya kita termangu-mangu mengaguminya. Kejadian tidak mempersoalkan "bagaimana Allah menciptakan?" Juga tidak mempersoalkan skala waktu evolusi, atau tentang Ketiga Menit Pertama penciptaan ditinjau dari sudut ilmu fisika. Memang wajar bila kita ingin tahu, bagaimana mungkin matahari dan bulan diciptakan sesudah terang diciptakan (bnd Kejadian 1: 14-16 dengan 1:3)? Namun jawaban atas pertanyaan itu tetap dibiarkan tinggal sebagai misteri. Tapi jelas, terang diciptakan Allah tidak tergantung pada matahari dan bulan. Dikatakan bahwa Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air, tapi tidak dikatakan bahwa Allah menciptakan samudra raya. Pertanyaan lain yang mungkin timbul ialah apakah Allah menciptakan kegelapan sama seperti terang?
Banyak hal yang kita ingin mengetahui seluk beluknya, tapi Kej tidak memberi jawaban. Yang disajikan kepada kita ialah misteri Allah yang tak terselami. Tujuan pasal I ini bukanlah untuk menjawab pertanyaan ilmiah tentang penciptaan. Dan harus diakui bahwa "penciptaan" bukanlah sesuatu yang dapat dipelajari oleh ilmuwan berdasarkan nalar ilmu, karena "penciptaan" bukanlah kategori ilmiah. Apa pun yang dapat dikemukakan mengenai asal usul alam semesta, seperti teori "Ledakan Besar" yang katanya terjadi sekian miliar tahun yang lalu, pendapat ilmu apa pun tak dapat memastikan kebenaran apa pun tentang teori itu.
Tidak ada pertentangan antara Kejadian 1 dengan sains. Bahkan dalam Kejadian 1 terdapat hal-hal yang justru mendukung kemungkinan bertumbuhnya sains modern. Tapi harus diingat, sains tidak dapat mengamati dan mengukur segala sesuatu. Dan Kitab Kejadian menyadarkan kita bahwa selama kita hidup di dunia ini ada soal dan pertanyaan yang tak dapat dipecahkan. Justru kita harus membiarkan diri kita terpesona oleh keajaiban penciptaan yang serba misterius itu.
Iman melampaui pengetahuan empiris. Kejadian I memperkenalkan kepada kita suatu iman yang mendukung kita pada saat segala sesuatu di sekitar kita penuh misteri dan ketidakpastian. Iman merupakan pemberian Allah untuk mengayomi kita di tengah-tengah segala ketidakpastian, seperti dialami oleh setiap anggota umat Allah sepanjang sejarah. Betapa besarnya pengaruh pasal I ini dalam menguatkan iman mereka, waktu mereka tergoda untuk berpikir bahwa Tuhan telah meninggalkan mereka, ketika mereka menangis di tepian sungai-sungai Babel, setelah mereka kehilangan harapan akan dapat kembali ke negeri leluhur mereka (lihat Mazmur 137:1) dan tidak dapat menjawab ejekan, "Di mana Allah-mu?"
Iman kepada Allah Sang Khalik yang menjadikan segala sesuatu, akan menopang kita dalam kegelapan. Allah adalah Sumber hidup kita. Dalam tujuan-tujuan-Nya yang kreatif, la tidak akan melupakan kita. Hendaklah iman yang kuat kepada Allah pencipta yang dituturkan dalam Kejadian ini, menyegarkan kesadaran kita akan keagungan dan misteri Allah.
Betapa mencoloknya keagungan Kejadian pasal 1 dibandingkan Kejadian pasal 2 dan 3 - itu - seperti perbedaan tingginya kemuncak gunung yang menjulang perkasa di angkasa raya, dari dasar lembah yang dalam lagi kelam. Sementara Kejadian I mengagungkan kedaulatan Allah mencipta dan keajaiban-keajaiban penciptaan itu, Kejadian 2 dan 3 memusatkan perhatian pada interaksi manusia dalam kehidupan bermasyarakat.
Banyak teka-teki tentang dunia yang kita huni ini tak terpecahkan dan tak kunjung terpecahkan. Kitab Kej tidak menerangkannya, mungkin supaya kita termangu-mangu mengaguminya. Kejadian tidak mempersoalkan "bagaimana Allah menciptakan?" Juga tidak mempersoalkan skala waktu evolusi, atau tentang Ketiga Menit Pertama penciptaan ditinjau dari sudut ilmu fisika. Memang wajar bila kita ingin tahu, bagaimana mungkin matahari dan bulan diciptakan sesudah terang diciptakan (bnd Kejadian 1: 14-16 dengan 1:3)? Namun jawaban atas pertanyaan itu tetap dibiarkan tinggal sebagai misteri. Tapi jelas, terang diciptakan Allah tidak tergantung pada matahari dan bulan. Dikatakan bahwa Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air, tapi tidak dikatakan bahwa Allah menciptakan samudra raya. Pertanyaan lain yang mungkin timbul ialah apakah Allah menciptakan kegelapan sama seperti terang?
Banyak hal yang kita ingin mengetahui seluk beluknya, tapi Kej tidak memberi jawaban. Yang disajikan kepada kita ialah misteri Allah yang tak terselami. Tujuan pasal I ini bukanlah untuk menjawab pertanyaan ilmiah tentang penciptaan. Dan harus diakui bahwa "penciptaan" bukanlah sesuatu yang dapat dipelajari oleh ilmuwan berdasarkan nalar ilmu, karena "penciptaan" bukanlah kategori ilmiah. Apa pun yang dapat dikemukakan mengenai asal usul alam semesta, seperti teori "Ledakan Besar" yang katanya terjadi sekian miliar tahun yang lalu, pendapat ilmu apa pun tak dapat memastikan kebenaran apa pun tentang teori itu.
Tidak ada pertentangan antara Kejadian 1 dengan sains. Bahkan dalam Kejadian 1 terdapat hal-hal yang justru mendukung kemungkinan bertumbuhnya sains modern. Tapi harus diingat, sains tidak dapat mengamati dan mengukur segala sesuatu. Dan Kitab Kejadian menyadarkan kita bahwa selama kita hidup di dunia ini ada soal dan pertanyaan yang tak dapat dipecahkan. Justru kita harus membiarkan diri kita terpesona oleh keajaiban penciptaan yang serba misterius itu.
Iman melampaui pengetahuan empiris. Kejadian I memperkenalkan kepada kita suatu iman yang mendukung kita pada saat segala sesuatu di sekitar kita penuh misteri dan ketidakpastian. Iman merupakan pemberian Allah untuk mengayomi kita di tengah-tengah segala ketidakpastian, seperti dialami oleh setiap anggota umat Allah sepanjang sejarah. Betapa besarnya pengaruh pasal I ini dalam menguatkan iman mereka, waktu mereka tergoda untuk berpikir bahwa Tuhan telah meninggalkan mereka, ketika mereka menangis di tepian sungai-sungai Babel, setelah mereka kehilangan harapan akan dapat kembali ke negeri leluhur mereka (lihat Mazmur 137:1) dan tidak dapat menjawab ejekan, "Di mana Allah-mu?"
Iman kepada Allah Sang Khalik yang menjadikan segala sesuatu, akan menopang kita dalam kegelapan. Allah adalah Sumber hidup kita. Dalam tujuan-tujuan-Nya yang kreatif, la tidak akan melupakan kita. Hendaklah iman yang kuat kepada Allah pencipta yang dituturkan dalam Kejadian ini, menyegarkan kesadaran kita akan keagungan dan misteri Allah.
3. Keteraturan dan kemungkinan:
asumsi-asumsi sains
Kita menggemari corak-corak yang teratur. Anak-anak membuatnya di hamparan pasir. Orang dewasa mencari keteraturan pada bintang, atau kristal-kristal, seri angka-angka ataupun corak-corak yang diulang-ulangi pada kain batik. Pada dasarnya juga para ahli sains melakukan hal yang sama dengan mencari dan menyatakan pada khalayak umum keteraturan yang mereka temukan di alam semesta.
Salah satu ciri paling mencolok dalam Kejadian I ialah bentuk ceritanya yang disusun sekitar tema satu pekan, terdiri dari enam hari dengan menuju kepada puncaknya yaitu hari ketujuh. Refrein "Jadilah petang dan jadilah pagi", yang diulang-ulangi menandai bagian tiap cerita. Dalam karya penciptaan-Nya yang makin rumit, Allah mula-mula menciptakan bumi yang belum berbentuk dan kosong (Kejadian 1:2) dan berakhir dengan menciptakan manusia - laki-laki dan perempuan menurut gambar dan rupa-Nya (Kejadian 1:27), sehingga pembaca merasa adanya susunan dan keteraturan yang indah dan sempurna. Allah memberikan bentuk dan susunan pada dunia yang diciptakan-Nya. Tema ketujuh hari itu merupakan kemajuan dari persiapan sampai kepada perwujudan, atau kemajuan dari sketsa sampai kepada lukisan yang sempurna.
Tuturan Kejadian I dapat disajikan dalam tiga tahap terpisah. Pada tiga hari pertama dijadikan panggung, pada tiga hari kedua dijadikan para pelaku yang bertindak di atasnya. Ada tiga macam pemisahan, ada tiga macam penguasa.
1. Pada hari pertama, Allah memisahkan terang dari gelap (Kejadian 1:4).
Ini sejajar dengan hari keempat pada hari mana Allah menjadikan penerang - matahari dan bulan - untuk menguasai siang dan malam (Kejadian 1: 16-18).
Kita menggemari corak-corak yang teratur. Anak-anak membuatnya di hamparan pasir. Orang dewasa mencari keteraturan pada bintang, atau kristal-kristal, seri angka-angka ataupun corak-corak yang diulang-ulangi pada kain batik. Pada dasarnya juga para ahli sains melakukan hal yang sama dengan mencari dan menyatakan pada khalayak umum keteraturan yang mereka temukan di alam semesta.
Salah satu ciri paling mencolok dalam Kejadian I ialah bentuk ceritanya yang disusun sekitar tema satu pekan, terdiri dari enam hari dengan menuju kepada puncaknya yaitu hari ketujuh. Refrein "Jadilah petang dan jadilah pagi", yang diulang-ulangi menandai bagian tiap cerita. Dalam karya penciptaan-Nya yang makin rumit, Allah mula-mula menciptakan bumi yang belum berbentuk dan kosong (Kejadian 1:2) dan berakhir dengan menciptakan manusia - laki-laki dan perempuan menurut gambar dan rupa-Nya (Kejadian 1:27), sehingga pembaca merasa adanya susunan dan keteraturan yang indah dan sempurna. Allah memberikan bentuk dan susunan pada dunia yang diciptakan-Nya. Tema ketujuh hari itu merupakan kemajuan dari persiapan sampai kepada perwujudan, atau kemajuan dari sketsa sampai kepada lukisan yang sempurna.
Tuturan Kejadian I dapat disajikan dalam tiga tahap terpisah. Pada tiga hari pertama dijadikan panggung, pada tiga hari kedua dijadikan para pelaku yang bertindak di atasnya. Ada tiga macam pemisahan, ada tiga macam penguasa.
1. Pada hari pertama, Allah memisahkan terang dari gelap (Kejadian 1:4).
Ini sejajar dengan hari keempat pada hari mana Allah menjadikan penerang - matahari dan bulan - untuk menguasai siang dan malam (Kejadian 1: 16-18).
2. Pada hari kedua, Allah memisahkan air yang ada di
bawah cakrawala dari air yang ada di atasnya (Kejadian 1:7). Ini sejajar dengan
hari kelima pada hari mana Allah menjadikan burung yang terbang melintasi
cakrawala, serta binatang-binatang laut dan makhluk lainnya yang berkeriapan
dalam air (Kejadian 1:20-21).
3. Pada hari ketiga, Allah memisahkan darat yang kering dari air, lalu menjadikan tumbuh-tumbuhan (Kejadian 1:9-12). Ini sejajar dengan hari keenam pada hari mana Allah menjadikan binatang ternak dan binatang liar di muka bumi, serta manusia - laki-laki dan perempuan - untuk menguasaI semua makhluk lain yang hidup (Kejadian 1:24-27).
3. Pada hari ketiga, Allah memisahkan darat yang kering dari air, lalu menjadikan tumbuh-tumbuhan (Kejadian 1:9-12). Ini sejajar dengan hari keenam pada hari mana Allah menjadikan binatang ternak dan binatang liar di muka bumi, serta manusia - laki-laki dan perempuan - untuk menguasaI semua makhluk lain yang hidup (Kejadian 1:24-27).
Kejadian I menyatakan keteraturan dan penggolongan.
Tumbuh-tumbuhan dan binatang-binatang digolongkan menurut jenisnya (ayat 11,
21, 24, 25). Prinsip kesuburan berkembang-biak kelihatan dalam ay 11-12,
tumbuhan-tumbuhan berbiji dan segala jenis pohon menghasilkan buah yang berbiji
juga. Dalam ayat 22 segala binatang berkembang biak karena berkat Allah.
Kejadian I juga menyatakan tujuan diciptakannya beberapa hal: matahari dan
bulan untuk menguasai (Kejadian 1:18), manusia untuk berkuasa atas semua
ciptaan lainnya (Kejadian 1:26).
Di sini kita temukan pikiran yang tidak begitu berbeda dari pikiran ilmuwan. Dapat dikatakan dasar sains adalah keyakinan bahwa bumi diatur sedemikian rupa sehingga corak-coraknya dapat ditemukan dan kategori-kategorinya dapat ditentukan. Jagat raya ciptaan ini yang diatur secara rasional dan yang berasal dari rasionalitas transenden Firman yang kreatif itu (kendati biasanya tidak disebut dengan istilah-istilah itu), adalah asumsi dasar dari segala sains. Tanpa jagat raya yang diatur secara rasional, maka sains adalah mustahil.
Selain keteraturan kita harus memikirkan juga kemungkinan variasi. Ini berarti segala sesuatu tidak mutlak harus berbentuk seperti bentuknya yang sekarang. Allah boleh dan mampu menciptakan jagal raya yang berbeda dari jagat raya yang telah diciptakan-Nya. Alam semesta tidak harus seperti yang kita lihat sekarang. Andai keteraturan bumi bersifat mutlak, sehingga seorang Ilmuwan sambil duduk di kursi goyang dapat mcnyingkapkannya, dengan menalar se cara logis saja, maka sains mustahil ada. Tapi karena keteraturan itu bersifat lebih dari satu kemungkinan, maka orang yang ingin mengetahuinya harus menyelidikinya dengan melakukan riset. Tergantungnya keteraturan bumi pada Allah dan berasal dari Allah, itulah yang memaksakan riset harus ada. llmu wan mau tidak mau harus bangkit dari kursinya clan masuk laboratorium.
Jelas Kejadian I menitik-beratkan ke-transenden-an Sang Khalik. dan implikasinya bahwa keteraturan alami dunia adalah keteraturan yang tergantung pada Allah dan berasal dari Allah, tapi tidak mutlak harus teratur dengan corak yang sama. Pandangan ini tidak bertentangan dengan sains, bahkan mendukungnya. Jadi apa yang tertulis dalam Kejadian I memberi pengertian mengenai kedua syarat dasar bagi segenap kegiatan sains, yakni: keteraturan dan kemungkinan.
Syarat ketiga yang mutlak perlu bagi sains adalah: akal budi manusia harus mampu mengerti dunia di sekitarnya. Ada hubungan timbal balik antara akal budi manusia yang rasional dengan keteraturan dunia materi yang rasional.
Di sini kita temukan pikiran yang tidak begitu berbeda dari pikiran ilmuwan. Dapat dikatakan dasar sains adalah keyakinan bahwa bumi diatur sedemikian rupa sehingga corak-coraknya dapat ditemukan dan kategori-kategorinya dapat ditentukan. Jagat raya ciptaan ini yang diatur secara rasional dan yang berasal dari rasionalitas transenden Firman yang kreatif itu (kendati biasanya tidak disebut dengan istilah-istilah itu), adalah asumsi dasar dari segala sains. Tanpa jagat raya yang diatur secara rasional, maka sains adalah mustahil.
Selain keteraturan kita harus memikirkan juga kemungkinan variasi. Ini berarti segala sesuatu tidak mutlak harus berbentuk seperti bentuknya yang sekarang. Allah boleh dan mampu menciptakan jagal raya yang berbeda dari jagat raya yang telah diciptakan-Nya. Alam semesta tidak harus seperti yang kita lihat sekarang. Andai keteraturan bumi bersifat mutlak, sehingga seorang Ilmuwan sambil duduk di kursi goyang dapat mcnyingkapkannya, dengan menalar se cara logis saja, maka sains mustahil ada. Tapi karena keteraturan itu bersifat lebih dari satu kemungkinan, maka orang yang ingin mengetahuinya harus menyelidikinya dengan melakukan riset. Tergantungnya keteraturan bumi pada Allah dan berasal dari Allah, itulah yang memaksakan riset harus ada. llmu wan mau tidak mau harus bangkit dari kursinya clan masuk laboratorium.
Jelas Kejadian I menitik-beratkan ke-transenden-an Sang Khalik. dan implikasinya bahwa keteraturan alami dunia adalah keteraturan yang tergantung pada Allah dan berasal dari Allah, tapi tidak mutlak harus teratur dengan corak yang sama. Pandangan ini tidak bertentangan dengan sains, bahkan mendukungnya. Jadi apa yang tertulis dalam Kejadian I memberi pengertian mengenai kedua syarat dasar bagi segenap kegiatan sains, yakni: keteraturan dan kemungkinan.
Syarat ketiga yang mutlak perlu bagi sains adalah: akal budi manusia harus mampu mengerti dunia di sekitarnya. Ada hubungan timbal balik antara akal budi manusia yang rasional dengan keteraturan dunia materi yang rasional.
"Banyak ilmuwan piawai berubah menjadi
mempercayai Ilahi. tatkala pada akhirnya mereka menyadari bahwa dunia ini dapat
dimengerti oleh akal budi manusia, dengan implikasinya bahwa penjelasan tentang
alam semesta dapat dijumpai dalam kategori-kategori yang logis, bukan hanya
dalam materi saja. Mengapa sains berhasil? Keberhasilannya merujuk kepada
adanya prinsip rasional dalam alam semesta, yang dapat dimengerti oleh akal
budi manusia, sehingga interprestasi alam semesta bergantung pertama-tama pada
akal budi. Dan pemikiran yang menghargai sains harus mulai dari prinsip ini
.... Jelas ada kesejajaran antara akal budi manusia dan alam semesta,
kesejajaran mana mustahil tersisihkan bila kita ingin memberi penjelasan
tentang alam semesta" (A. Peacocke, Science and the Christian
Experiment, hlm 133)
Mengapa sains berhasil? Peacocke menjawab, alam
semesta yang teratur yang dapat kita amati, serta kemampuan akal budi manusia
mengatur. keduanya adalah bagian dari dunia yang sama. Di balik alam semesta
ada suatu Akal Budi yang menciptakan, baik keteraturan dunia maupun
proses berpikir manusia.
Jadi dapat dikatakan, hubungan timbal balik antara akal budi manusia dan dunia yang dapat kita amati, merupakan bagian dari "rupa dan gambar Allah", yang diberikan kepada manusia, yang maknanya akan kita bicarakan nanti.
Jadi dapat dikatakan, hubungan timbal balik antara akal budi manusia dan dunia yang dapat kita amati, merupakan bagian dari "rupa dan gambar Allah", yang diberikan kepada manusia, yang maknanya akan kita bicarakan nanti.
4. Allah mencipta
a. Ex nihilo ---- dari yang tidak ada
Pada mulanya Allah mencipta (Kejadian 1:1). Dalam Perjanjian Lama (PL) apabila kata kerja Ibrani ברא - BARA' ( = menciptakan) dipakai, maka pelakunya senantiasa adalah Allah.
Kejadian I juga memakai istilah lain, עשה – 'ASAH ( = menjadikan): Allah menjadikan cakrawala (Kejadian 1:7,16,25), menjadikan kedua benda penerang, menjadikan segala jenis binatang.
Istilah ברא - BARA' dipakai enam kali dalam pasal I: Allah menciptakan langit dan bumi (Kejadian 1:1), menciptakan binatang-binatang laut yang besar (Kejadian 1:21), menciptakan manusia, laki-laki dan perempuan (ayat 27, tiga kali). Akhirnya. Allah berhenti dari segala pekerjaan penciptaan yang telah dibuat-Nya itu (Kejadian 2:3). lmplikasi dari istilah BARA' dalam pasal I ini ialah, Allah menciptakan sesuatu yang baru sama sekali tanpa memakai benda apa pun sebagai bahan, (walaupun dalam bagian-bagian lain PL implikasi ini tidak selalu berlaku). Menurut Wenham. "istilah ini menekankan kebebasan dan kekuasaan seorang seniman", dan ia mengutip kata-kata W.H. Schmidt bahwa istilah ברא - BARA' menggaris-bawahi "pekerjaan Allah menciptakan tanpa kesukaran karena la mutlak bebas dan tidak terbatas dalam kedaulatanNya" (GW. Wenham, Genesis 1-15, Word Biblibal Commentary: Word Books, 1987, p 14)
Di sini dititik-beratkan kebebasan mutlak Allah untuk menciptakan hal-hal yang tidak ada sebelumnya. Kitab Kejadian menentang gagasan dongeng-dongeng Babel, bahwa benda (materi) sama kekalnya dengan Allah. Kitab Kejadian menekankan bahwa tidak ada sesuatu apa pun yang keberadaannya kekal kecuali Allah. Dia-lah yang menciptakan segala sesuatu yang ada dari yang tidak ada. Dan bagian-bagian Alkitab yang lain juga menceritakan hal yang sama. Misalnya, pemazrnur mengajak langit, matahari, bulan, dan bintang untuk memuji Tuhan, "Sebab Dia memberi perintah, maka semuanya tercipta" (Mazmur 148:5; Amsal 8:22), dan dalam Amsal 8:23 hikmat Ilahi yang menjadi dasar seluruh penciptaan – "pada mula pertama, sebelum bumi ada".
Dalam Perjanjian Baru (PB) hikmat Ilahi yang kreatif itu menjelma dalarn Firman Allah yang rnenjadi manusia. Tentang Dia dikatakan:
a. Ex nihilo ---- dari yang tidak ada
Pada mulanya Allah mencipta (Kejadian 1:1). Dalam Perjanjian Lama (PL) apabila kata kerja Ibrani ברא - BARA' ( = menciptakan) dipakai, maka pelakunya senantiasa adalah Allah.
Kejadian I juga memakai istilah lain, עשה – 'ASAH ( = menjadikan): Allah menjadikan cakrawala (Kejadian 1:7,16,25), menjadikan kedua benda penerang, menjadikan segala jenis binatang.
Istilah ברא - BARA' dipakai enam kali dalam pasal I: Allah menciptakan langit dan bumi (Kejadian 1:1), menciptakan binatang-binatang laut yang besar (Kejadian 1:21), menciptakan manusia, laki-laki dan perempuan (ayat 27, tiga kali). Akhirnya. Allah berhenti dari segala pekerjaan penciptaan yang telah dibuat-Nya itu (Kejadian 2:3). lmplikasi dari istilah BARA' dalam pasal I ini ialah, Allah menciptakan sesuatu yang baru sama sekali tanpa memakai benda apa pun sebagai bahan, (walaupun dalam bagian-bagian lain PL implikasi ini tidak selalu berlaku). Menurut Wenham. "istilah ini menekankan kebebasan dan kekuasaan seorang seniman", dan ia mengutip kata-kata W.H. Schmidt bahwa istilah ברא - BARA' menggaris-bawahi "pekerjaan Allah menciptakan tanpa kesukaran karena la mutlak bebas dan tidak terbatas dalam kedaulatanNya" (GW. Wenham, Genesis 1-15, Word Biblibal Commentary: Word Books, 1987, p 14)
Di sini dititik-beratkan kebebasan mutlak Allah untuk menciptakan hal-hal yang tidak ada sebelumnya. Kitab Kejadian menentang gagasan dongeng-dongeng Babel, bahwa benda (materi) sama kekalnya dengan Allah. Kitab Kejadian menekankan bahwa tidak ada sesuatu apa pun yang keberadaannya kekal kecuali Allah. Dia-lah yang menciptakan segala sesuatu yang ada dari yang tidak ada. Dan bagian-bagian Alkitab yang lain juga menceritakan hal yang sama. Misalnya, pemazrnur mengajak langit, matahari, bulan, dan bintang untuk memuji Tuhan, "Sebab Dia memberi perintah, maka semuanya tercipta" (Mazmur 148:5; Amsal 8:22), dan dalam Amsal 8:23 hikmat Ilahi yang menjadi dasar seluruh penciptaan – "pada mula pertama, sebelum bumi ada".
Dalam Perjanjian Baru (PB) hikmat Ilahi yang kreatif itu menjelma dalarn Firman Allah yang rnenjadi manusia. Tentang Dia dikatakan:
Segala sesuatu dijadikan oleh Dia
dan tanpa Dia tidak ada suatu pun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan.
Segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia. Segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia.
Alam semesta telah dijadikan oleh firman Allah, sehingga apa yang kelihatan telah jadi dari apa yang tidak kelihatan. (Yohanes 1:3, Kolose 1:16, Roma 11:36, Ibrani 11:3)
dan tanpa Dia tidak ada suatu pun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan.
Segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia. Segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia.
Alam semesta telah dijadikan oleh firman Allah, sehingga apa yang kelihatan telah jadi dari apa yang tidak kelihatan. (Yohanes 1:3, Kolose 1:16, Roma 11:36, Ibrani 11:3)
Perlu kita camkan bahwa apa pun yang diciptakan Allah,
ciptaan itu adalah lain dari diriNya sendiri. Kejadian I tidak mendukung teori
panteis, yang mengatakan bahwa "Allah" adalah semata-mata nama untuk
segala sesuatu. Memang, Allah berada dalam alam semesta dan alam semesta adalah
dari Dia, namun Allah adalah Allah - lain daripada alam semesta yang diciptakan-Nya.
Juga penting dicatat, istilah bara dipakai di Alkitah dalarn konteks keselamatan. Kata yang berkaitan dcngan tindakan kreatif Allah ini, sering dipakai berkaitan dengan tindakan-tindakan-Nya yang menyelamatkan dan membebaskan dalarn sejarah manusia. Allah vang menciptakan segala sesuatu, juga membuat segala sesuatu menJadt baru (lihat khususnya Kitab Yesaya 43). Allah yang dalam Kejadian I nampak sehagai Sang Khalik. secara keseluruhan diperlihatkan Alkitab sebagai Sang Penebus, yang memelihara segala sesuatu serta membaharui dan menyempurnakan segala sesuatu. Allah dalarn sejarah bukan hanya memelihara apa yang diciptakan-Nya, tapi membawanya juga dalam suatu keterlibatan yang terus menerus dan kreatif sarnpai kepada kejayaan kemuliaan-Nya yang sempurna kelak.
b. Surga dan bumi
Allah menciptakan surga dan bumi, atau seperti disebut dalam Pengakuan Nicea, "segala sesuatu yang kelihatan dan yang tidak kelihatan". Rangkaian kata "surga dan bumi" melukiskan segala sesuatu di luar Allah, namun artinya yang terutama ialah keseluruhan. Tapi mungkin lukisan ini, yang mernbagi segala sesuatu menjadi surga dan bumi. yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, mengingatkan kita tentang adanya dua realitas. Di satu pihak realitas yang lebih rendah, yang kelihatan, yang duniawi. dan di pihak lain, realitas yang lehih tinggi. yang tidak kelihatan, yang surgawi. Dan dua-duanya adalah ciptaan Allah.
Istilah bahasa Ibrani שמים - SYAMAYIM dapat berarti "langit". Tapi lebih sering istilah ini merujuk kepada surga. Surga adalah sesuatu yang lebih tinggi, tempat Allah. tempat malaikat, tempat takhta Allah serta kemuliaan-Nya. Kitab Kejadian yang berbicara tentang surga dan bumi (tempat manusia) mengingatkan kita bahwa alam semesta – seantero-nya - "terbuka bagi Allah".
Ciptaan Allah bukanlah tatanan yang tertutup, melainkan -"tatanan yang terbuka". Di dalamnya ada banyak hai yang tak dapat kita sclami dengan indera kita, tak dapat kita ukur, tak dapat kita masukkan ke dalam tabung reaksi, juga hal-hal yang melampaui akal manusia: namun, Tuhan Allah menciptakan semuanya. Ia menciptakan baik dunia jasmani maupun dunia rohani. Dalam Ulangan 29:29 tertulis: "Hal-hal yang tersembunyi ialah bagi Tuhan, Allah kita, tapi hal-hal yang dinyalakan ialah bagi kita dan bagi anak-anak kilo sampai selama-lamanya".
Juga penting dicatat, istilah bara dipakai di Alkitah dalarn konteks keselamatan. Kata yang berkaitan dcngan tindakan kreatif Allah ini, sering dipakai berkaitan dengan tindakan-tindakan-Nya yang menyelamatkan dan membebaskan dalarn sejarah manusia. Allah vang menciptakan segala sesuatu, juga membuat segala sesuatu menJadt baru (lihat khususnya Kitab Yesaya 43). Allah yang dalam Kejadian I nampak sehagai Sang Khalik. secara keseluruhan diperlihatkan Alkitab sebagai Sang Penebus, yang memelihara segala sesuatu serta membaharui dan menyempurnakan segala sesuatu. Allah dalarn sejarah bukan hanya memelihara apa yang diciptakan-Nya, tapi membawanya juga dalam suatu keterlibatan yang terus menerus dan kreatif sarnpai kepada kejayaan kemuliaan-Nya yang sempurna kelak.
b. Surga dan bumi
Allah menciptakan surga dan bumi, atau seperti disebut dalam Pengakuan Nicea, "segala sesuatu yang kelihatan dan yang tidak kelihatan". Rangkaian kata "surga dan bumi" melukiskan segala sesuatu di luar Allah, namun artinya yang terutama ialah keseluruhan. Tapi mungkin lukisan ini, yang mernbagi segala sesuatu menjadi surga dan bumi. yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, mengingatkan kita tentang adanya dua realitas. Di satu pihak realitas yang lebih rendah, yang kelihatan, yang duniawi. dan di pihak lain, realitas yang lehih tinggi. yang tidak kelihatan, yang surgawi. Dan dua-duanya adalah ciptaan Allah.
Istilah bahasa Ibrani שמים - SYAMAYIM dapat berarti "langit". Tapi lebih sering istilah ini merujuk kepada surga. Surga adalah sesuatu yang lebih tinggi, tempat Allah. tempat malaikat, tempat takhta Allah serta kemuliaan-Nya. Kitab Kejadian yang berbicara tentang surga dan bumi (tempat manusia) mengingatkan kita bahwa alam semesta – seantero-nya - "terbuka bagi Allah".
Ciptaan Allah bukanlah tatanan yang tertutup, melainkan -"tatanan yang terbuka". Di dalamnya ada banyak hai yang tak dapat kita sclami dengan indera kita, tak dapat kita ukur, tak dapat kita masukkan ke dalam tabung reaksi, juga hal-hal yang melampaui akal manusia: namun, Tuhan Allah menciptakan semuanya. Ia menciptakan baik dunia jasmani maupun dunia rohani. Dalam Ulangan 29:29 tertulis: "Hal-hal yang tersembunyi ialah bagi Tuhan, Allah kita, tapi hal-hal yang dinyalakan ialah bagi kita dan bagi anak-anak kilo sampai selama-lamanya".
Anda ingin mengetahui rahasia alam semesta? Kita baru
tahu sekelumit. Itu pun barulah kulit luarnya saja. Kita lihat buah manggis.
Tapi baru kulit luarnya, justru nampak hitam dekil Kita lihat buah durian, tapi
baru durinya saja. justru menakutkan. Kita baru bicara perihal dua macam
buah-buahan. Belum tentang kunang-kunang, apalagi galaksi. Sadarkah Anda, bahwa
segala sesuatu penuh liku serba rumit? Ah, seandainya kita dapat urai ....
Dalam bukunya A Rumour of Angels (telah
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia: Kabar Angin dari Langit),
sosiolog piawai Peter L. Berger bicara tentang "signals of
transcendence", tanda-tanda dari dunia yang berada di luar pengalaman
manusia. Artinya, ada acuan di bumi yang mengarahkan perhatian kita kepada
hal-hal surgawi yang tersembunyi. Baiklah kita membuka diri kita kepada
sinyal-sinyal itu, kepada pandangan sekilas tentang kemuliaan surgawi dalam
dunia ini dan dalam diri sesama kita. Dunia ini memang sering terlalu
mengutamakan nilai-nilai jasmani dan materi, Hendaklah kita ingat bahwa segala
sesuatu yang diciptakan datangnya dari Tuhan, Hendaklah kita ingat bahwa kita
adalah makhluk ciptaan Allah yang menjadikan baik langit maupun bumi, Dunia ini
terbuka bagi Dia.
Namun, lebih dari itu lagi. Surga dan bumi dapat dan akan bersua. Surga dapat menyentuh bumi, dan unsur-unsur bumi akan terangkat ke tempat Allah di surga. Titik temu keduanya adalah diri manusia, tempat di mana - sesuai kehendak Allah - surga bersua dengan bumi. PB menjelaskan bahwa kita dapat "dipenjarakan" di bumi dan sekaligus menikmati "tempat bersama-sama dengan Dia (Kristus) di surga" (Efesus 6:20; 2:6). Karena di dalam Kristus Sang Pengantara itu Allah memasuki tempat kita, dan oleh kasih karunia-Nya menerima manusia ke dalam diriNya. Adalah dalam Kristus, yang mengepalai segala sesuatu, tujuan Allah bagi seluruh ciptaan akan dipenuhi kelak.
Namun, lebih dari itu lagi. Surga dan bumi dapat dan akan bersua. Surga dapat menyentuh bumi, dan unsur-unsur bumi akan terangkat ke tempat Allah di surga. Titik temu keduanya adalah diri manusia, tempat di mana - sesuai kehendak Allah - surga bersua dengan bumi. PB menjelaskan bahwa kita dapat "dipenjarakan" di bumi dan sekaligus menikmati "tempat bersama-sama dengan Dia (Kristus) di surga" (Efesus 6:20; 2:6). Karena di dalam Kristus Sang Pengantara itu Allah memasuki tempat kita, dan oleh kasih karunia-Nya menerima manusia ke dalam diriNya. Adalah dalam Kristus, yang mengepalai segala sesuatu, tujuan Allah bagi seluruh ciptaan akan dipenuhi kelak.
Sebab (Allah) telah menyatakan rahasia
kehendak-Nya kepada kita, sesuai dengan rencana kerelaan yang dari semula telah
ditetapkan-Nya di dalam Kristus, sebagai persiapan kegenapan waktu untuk
mempersatukan di dalam Kristus sebagai Kepala segala sesuatu, baik yang di
surga maupun yang di bumi. (Efesus 1:9-10)
Dengan mengatakan bahwa Allah menciptakan langit dan
bumi. Kitab Kejadian menjelaskan bahwa alam semesta terbuka bagi Allah. terbuka
bagi kemungkinan-kemungkinan baru, terbuka untuk diubah menjadi wilayah
kemuliaan-Nya.
Dalam alam semesta senantiasa banyak hal yang tak dapat dilihat oleh mata manusia atau diselidiki oleh sains, Kita tak usah heran bila keseragaman yang kita yakini - yang lazim kita sebut "hukum alam" -- adakalanya seakan-akan disisihkan atau dilangkahi oleh tindakan-tindakan khusus Allah, Allah, yang telah mengatur alam semesta sedemikian rupa sehingga memungkinkan perkembangan sains, adalah Allah yang juga bebas, jika Dia menghendakinya, untuk membuat surga menjadi terlihat kepada manusia.
c. Belum berbentuk dan kosong
Ada dua terjemahan yang mungkin bagi ketiga ayat pertama Alkitab. Yang pertama adalah sebagai berikut:
Dalam alam semesta senantiasa banyak hal yang tak dapat dilihat oleh mata manusia atau diselidiki oleh sains, Kita tak usah heran bila keseragaman yang kita yakini - yang lazim kita sebut "hukum alam" -- adakalanya seakan-akan disisihkan atau dilangkahi oleh tindakan-tindakan khusus Allah, Allah, yang telah mengatur alam semesta sedemikian rupa sehingga memungkinkan perkembangan sains, adalah Allah yang juga bebas, jika Dia menghendakinya, untuk membuat surga menjadi terlihat kepada manusia.
c. Belum berbentuk dan kosong
Ada dua terjemahan yang mungkin bagi ketiga ayat pertama Alkitab. Yang pertama adalah sebagai berikut:
Ketika Allah menciptakan surga dan bumi
- yang pada saat itu belum berbentuk dan kosong, gelap gulita menutupi samudra
raya dan angin yang dahsyat bertiup di atas permukaan airnya - Allah berfirman:
"Jadilah terang!"
Seperti ungkapan "Lalu jadilah terang"
membahana dengan kuasa dan kemuliaan, demikian jugalah terjemahan ini
menekankan kemarakan terang Allah.
Kemungkinan kedua menerjemahkan ketiga ayat itu ialah seperti yang terdapat dalam Alkitab Bahasa lndonesia (TB), yang langsung mengatakan bahwa Allah menciptakan langit dan bumi, dan disusul dengan apa yang diterjemahkan oleh Yohanes Calvin sebagai "kekosongan yang kacau balau". Bandingkan teks terjemahan dan naskah bahasa Asli di bawah ini :
Kejadian 1:1-3
1:1 LAI Terjemahan Baru (TB), Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi.
King James Version (KJV), In the beginning God created the heaven and the earth.
Jewish Publication Society Tanakh (JPST), In the beginning God created the heaven and the earth.
Biblia Hebraic Stuttgartensia (BHS), Hebrew with vowels,
בְּרֵאשִׁית בָּרָא אֱלֹהִים אֵת הַשָּׁמַיִם וְאֵת הָאָרֶץ׃
Translit Interlinear, BERE'SYIT {pada mulanya} BARA' {Dia menciptakan} 'ELOHIM {Allah} 'ET {tanda obyek langsung, tidak diterjemahkan} HASYAMAYIM {langit itu} VE'ET {dan} HA'ARETS {bumi itu}.
1:2 LAI TB, Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air.
KJV, And the earth was without form, and void; and darkness was upon the face of the deep. And the Spirit of God moved upon the face of the waters.
JPST, Now the earth was unformed and void, and darkness was upon the face of the deep; and the spirit of God hovered over the face of the waters.
Hebrew,
וְהָאָרֶץ הָיְתָה תֹהוּ וָבֹהוּ וְחֹשֶׁךְ עַל־פְּנֵי תְהֹום וְרוּחַ אֱלֹהִים מְרַחֶפֶת עַל־פְּנֵי הַמָּיִם׃
Translit Interlinear, VEHA'ARETS {dan bumi itu} HAYETAH [ia menjadi} TOHU {tidak berbentuk} VAVOHU {dan kosong} VEKHOSYEKH {dan kegelapan} 'AL-PENEY {di atas permukaan, wajah} TEHOM {samudra} VERUAKH {dan roh} 'ELOHIM {Allah} MERAKHEFET {Ia bergerak} 'AL-PENEY {di atas permukaan, wajah} HAMAYIM {air itu}.
1:3 LAI TB, Berfirmanlah Allah: "Jadilah terang." Lalu terang itu jadi.
KJV, And God said, Let there be light: and there was light.
JPST, And God said: 'Let there be light.' And there was light.
Hebrew,
וַיֹּאמֶר אֱלֹהִים יְהִי אֹור וַיְהִי־אֹור׃
Translit Interlinear, VAYO'MER {dan Dia berfirman} 'ELOHIM {Allah} YEHI {hendaklah ia menjadi/ada} 'OR {terang} VAYHI-'OR {dan ia menjadi/ada terang}.
Belum berbentuk dan kosong. Ungkapan ini menggema dalam Yeremia 4:23 dan Yesaya 34: 11 sebagai "campur baur dan kosong". Dalam ayat-ayat itu digaris-bawahi kekosongan dan kekacauan yang dahsyat, yang berkuasa bila Firman Allah yang menertibkan tidak hadir. Tapi dalam Kitab Kejadian kata-kata itu berarti bahwa pada mulanya bumi yang diciptakan itu belum tertata dan belum berbentuk, Ini jelas kontras dengan keteraturan yang makin berkembang sepanjang sisa pasal 1 itu.
Di kota Florentia, Italia, terdapat patung penginjil Matius karya Michelangelo, pemahat yang termasyhur itu. Patung itu belum selesai. Inskripsi di atasnya menjelaskan cara pemahat akan memisahkan badan patung penginjil itu dari batu sekitarnya. Bentuk badan patung yang akan utuh dan tersendiri terpisah dari bongkah batu pualam yang dipahat itu, jelas terlihat oleh mata seni pemahat. Demikian juga halnya dengan penciptaan, yang belum berbentuk dan kosong, menunggu sentuhan kreatif Pencipta yang mengaturnya.
Kekosongan yang belum berbentuk itu juga dilukiskan sebagai gelap gulita menutupi samudra raya (Kejadian 1:2). Ada orang yang berkata bahwa dalam rangkaian kata ini terdengar gema dari cerita Babel tentang Tiamat, naga kekacauan itu, dan mungkin Juga tentang Lewiatan yang tampil dalam Mazmur 74:14 serta "kecongkakan laut" yang disebut dalam Mazmur 89:10. Sebenarnya laut dan samudra sering menunjuk kepada sesuatu yang menakutkan, kegalauan, dan teror yang nyaris merupakan kuasa yang bermusuhan dengan Allah. Ini mempertajam arti Tuhan membelah Laut Teberau, supaya umat Israel dapat menyeberanginya. Juga mempertajam arti ketika Tuhan Yesus meredakan laut dengan firman-Nya yang berkuasa, "Diam! Tenanglah!" (Markus 4:39). Namun betapa menyeramkannya pun samudra raya itu, kita tak kunjung boleh mengatakan bahwa dalam Kitab Kejadian samudra raya sebagai kuasa lain yang memaksa Allah harus bertarung (seperti di dongeng-dongeng Babel). Tidak, samudra raya itu sendiri adalah ciptaan Allah, dan bahkan samudra raya yang gelap gulita itu pun hanyalah merupakan tahapan dalarn proses menuju penyempurnaan penciptaan dunia. Walaupun bumi belum berbentuk, namun Allah sedang memberi bentuk kepadanya. Dan karena samudra masih ditutupi gelap gulita, maka Allah berfirman, "Jadilah terang" (Kejadian 1:3). Samudra yang kacau dan menakutkan itu ditertibkan. Air dipisahkan dari air sehingga garis pantai dan sungai-sungai menjadi nampak. Jalan dibuat di padang gurun, dan badai dikendalikan.
Dan ketika dalam ayat 6 Allah menjadikan cakrawala yang memisahkan air dari air, maka ketika itu juga Ia menyiapkan tempat bagi dunia yang dapat dihuni, suatu tempat bagi bumi yang terbuka bagi surga, tempat tetumbuhan dan pepohonan dapat bertumbuh, binatang dan manusia dapat hidup dan berkembang biak.
Kejadian 1:6
LAI TB, Berfirmanlah Allah: "Jadilah cakrawala di tengah segala air untuk memisahkan air dari air."
KJV, And God said, Let there be a firmament in the midst of the waters, and let it divide the waters from the waters.
JPST, And God said: 'Let there be a firmament in the midst of the waters, and let it divide the waters from the waters.'
Hebrew,
וַיֹּאמֶר אֱלֹהִים יְהִי רָקִיעַ בְּתֹוךְ הַמָּיִם וִיהִי מַבְדִּיל בֵּין מַיִם לָמָיִם׃
Translit Interlinear, VAYO'MER {dan Dia berfirman} 'ELOHIM {Allah} YEHI {hendaklah ia menjadi/ ada} RAQIA' {bentangan/ cakrawala} BETOKH {di tengah} HAMAYIM {air itu} VIHI {dan hendaklah ia menjadi/ ada} MAVDIL {menyebabkan pemisahan} BEYN {antara} MAYIM {air} LAMAYIM {kepada air}
Di sini kita perlu berhenti sebentar. Bukan saja untuk merenungkan kebebasan Allah yang tak terbatas itu, yang mutlak bebas untuk menciptakan apa saja yang dikehendaki-Nya, untuk memberikan bentuk kepada apa yang belum berbentuk, untuk menertibkan apa yang tidak tertib, untuk memberikan corak dan keindahan pada apa yang masih acak, bahkan lebih dari itu. Harus kita camkan, bahwa inilah makna "penciptaan" itu. Adalah pekerjaan Allah untuk membuat segala sesuatu teratur dan indah - demikianlah sifat Allah. Ia menjadikan apa yang sebelumnya tidak ada, Ia menghidupkan apa yang sebelumnya tidak hidup. Allah bukan anasir alamiah. Ia menciptakan alam semesta serta isinya dan senantiasa memperbarui kehidupan ciptaan itu.
Ini juga merupakan penghiburan dan harapan yang besar bagi setiap orang yang kehidupannya diwarnai oleh kekacauan, kejelekan, keacakan, "kekosongan yang kacau balau". Allah adalah Allah yang senang mengatasi kegalauan dan membuat segala sesuatu menjadi haru. Ia melayang-layang di atas kegalauan dan kegelapan kita dan berfirman, "Jadilah terang!" Karena itu baiklah kita pasrah berharap dalam Dia.
Berkaitan dengan sajian di atas ada segi lain lagi yang patut kita indahkan. Segala sesuatu yang ada berasal dari Allah. Memang, merusak apa yang dijadikan Allah, atau mengacaukan ketertiban yang ditegakkan-Nya adalah mudah. Tapi kita harus ingat, tidak ada suatu apa pun (sekalipun sudah rusak) yang asalnya bukan dari tangan Allah. Segala yang kelihatan, segala yang kita tangani, segala makhluk yang kita jumpai, semua orang yang kita temui - segala-galanya adalah pemberian Sang Khalik untuk dijunjung tinggi, dihargai dan diperlakukan dengan hormat.
Dengan bermodalkan keyakinan kristiani di atas, barulah kita bisa memikirkan cara-cara penyelesaian masalah-masalah sosial dan lingkungan masa kini. Banyak yang telah ditulis tentang polusi, ekologi yang sudah terganggu keseimbangan nya, terorisme dan ancaman perang, tentang keindahan yang kita dambakan dan seni yang kita dukung, kecenderungan ideologi modem untuk membinasakan kepribadian manusia, keadilan ekonomi dan sosial, tentang hasrat untuk belajar cara mengasihi sesama manusia seperti semestinya. Semua keprihatinan kita seharusnya berpangkal pada pengakuan: bahwa alam semesta dan segala isinya termasuk diri kita adalah ciptaan Allah dan yang terus-menerus memperbaruinya. Keprihatinan kita yang mendalam sebagai manusia untuk memperbaiki semuanya - keprihatinan itu sendiri adalah merupakan refleksi dari sikap Allah terhadap ciptaan-Nya.
Kemungkinan kedua menerjemahkan ketiga ayat itu ialah seperti yang terdapat dalam Alkitab Bahasa lndonesia (TB), yang langsung mengatakan bahwa Allah menciptakan langit dan bumi, dan disusul dengan apa yang diterjemahkan oleh Yohanes Calvin sebagai "kekosongan yang kacau balau". Bandingkan teks terjemahan dan naskah bahasa Asli di bawah ini :
Kejadian 1:1-3
1:1 LAI Terjemahan Baru (TB), Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi.
King James Version (KJV), In the beginning God created the heaven and the earth.
Jewish Publication Society Tanakh (JPST), In the beginning God created the heaven and the earth.
Biblia Hebraic Stuttgartensia (BHS), Hebrew with vowels,
בְּרֵאשִׁית בָּרָא אֱלֹהִים אֵת הַשָּׁמַיִם וְאֵת הָאָרֶץ׃
Translit Interlinear, BERE'SYIT {pada mulanya} BARA' {Dia menciptakan} 'ELOHIM {Allah} 'ET {tanda obyek langsung, tidak diterjemahkan} HASYAMAYIM {langit itu} VE'ET {dan} HA'ARETS {bumi itu}.
1:2 LAI TB, Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air.
KJV, And the earth was without form, and void; and darkness was upon the face of the deep. And the Spirit of God moved upon the face of the waters.
JPST, Now the earth was unformed and void, and darkness was upon the face of the deep; and the spirit of God hovered over the face of the waters.
Hebrew,
וְהָאָרֶץ הָיְתָה תֹהוּ וָבֹהוּ וְחֹשֶׁךְ עַל־פְּנֵי תְהֹום וְרוּחַ אֱלֹהִים מְרַחֶפֶת עַל־פְּנֵי הַמָּיִם׃
Translit Interlinear, VEHA'ARETS {dan bumi itu} HAYETAH [ia menjadi} TOHU {tidak berbentuk} VAVOHU {dan kosong} VEKHOSYEKH {dan kegelapan} 'AL-PENEY {di atas permukaan, wajah} TEHOM {samudra} VERUAKH {dan roh} 'ELOHIM {Allah} MERAKHEFET {Ia bergerak} 'AL-PENEY {di atas permukaan, wajah} HAMAYIM {air itu}.
1:3 LAI TB, Berfirmanlah Allah: "Jadilah terang." Lalu terang itu jadi.
KJV, And God said, Let there be light: and there was light.
JPST, And God said: 'Let there be light.' And there was light.
Hebrew,
וַיֹּאמֶר אֱלֹהִים יְהִי אֹור וַיְהִי־אֹור׃
Translit Interlinear, VAYO'MER {dan Dia berfirman} 'ELOHIM {Allah} YEHI {hendaklah ia menjadi/ada} 'OR {terang} VAYHI-'OR {dan ia menjadi/ada terang}.
Belum berbentuk dan kosong. Ungkapan ini menggema dalam Yeremia 4:23 dan Yesaya 34: 11 sebagai "campur baur dan kosong". Dalam ayat-ayat itu digaris-bawahi kekosongan dan kekacauan yang dahsyat, yang berkuasa bila Firman Allah yang menertibkan tidak hadir. Tapi dalam Kitab Kejadian kata-kata itu berarti bahwa pada mulanya bumi yang diciptakan itu belum tertata dan belum berbentuk, Ini jelas kontras dengan keteraturan yang makin berkembang sepanjang sisa pasal 1 itu.
Di kota Florentia, Italia, terdapat patung penginjil Matius karya Michelangelo, pemahat yang termasyhur itu. Patung itu belum selesai. Inskripsi di atasnya menjelaskan cara pemahat akan memisahkan badan patung penginjil itu dari batu sekitarnya. Bentuk badan patung yang akan utuh dan tersendiri terpisah dari bongkah batu pualam yang dipahat itu, jelas terlihat oleh mata seni pemahat. Demikian juga halnya dengan penciptaan, yang belum berbentuk dan kosong, menunggu sentuhan kreatif Pencipta yang mengaturnya.
Kekosongan yang belum berbentuk itu juga dilukiskan sebagai gelap gulita menutupi samudra raya (Kejadian 1:2). Ada orang yang berkata bahwa dalam rangkaian kata ini terdengar gema dari cerita Babel tentang Tiamat, naga kekacauan itu, dan mungkin Juga tentang Lewiatan yang tampil dalam Mazmur 74:14 serta "kecongkakan laut" yang disebut dalam Mazmur 89:10. Sebenarnya laut dan samudra sering menunjuk kepada sesuatu yang menakutkan, kegalauan, dan teror yang nyaris merupakan kuasa yang bermusuhan dengan Allah. Ini mempertajam arti Tuhan membelah Laut Teberau, supaya umat Israel dapat menyeberanginya. Juga mempertajam arti ketika Tuhan Yesus meredakan laut dengan firman-Nya yang berkuasa, "Diam! Tenanglah!" (Markus 4:39). Namun betapa menyeramkannya pun samudra raya itu, kita tak kunjung boleh mengatakan bahwa dalam Kitab Kejadian samudra raya sebagai kuasa lain yang memaksa Allah harus bertarung (seperti di dongeng-dongeng Babel). Tidak, samudra raya itu sendiri adalah ciptaan Allah, dan bahkan samudra raya yang gelap gulita itu pun hanyalah merupakan tahapan dalarn proses menuju penyempurnaan penciptaan dunia. Walaupun bumi belum berbentuk, namun Allah sedang memberi bentuk kepadanya. Dan karena samudra masih ditutupi gelap gulita, maka Allah berfirman, "Jadilah terang" (Kejadian 1:3). Samudra yang kacau dan menakutkan itu ditertibkan. Air dipisahkan dari air sehingga garis pantai dan sungai-sungai menjadi nampak. Jalan dibuat di padang gurun, dan badai dikendalikan.
Dan ketika dalam ayat 6 Allah menjadikan cakrawala yang memisahkan air dari air, maka ketika itu juga Ia menyiapkan tempat bagi dunia yang dapat dihuni, suatu tempat bagi bumi yang terbuka bagi surga, tempat tetumbuhan dan pepohonan dapat bertumbuh, binatang dan manusia dapat hidup dan berkembang biak.
Kejadian 1:6
LAI TB, Berfirmanlah Allah: "Jadilah cakrawala di tengah segala air untuk memisahkan air dari air."
KJV, And God said, Let there be a firmament in the midst of the waters, and let it divide the waters from the waters.
JPST, And God said: 'Let there be a firmament in the midst of the waters, and let it divide the waters from the waters.'
Hebrew,
וַיֹּאמֶר אֱלֹהִים יְהִי רָקִיעַ בְּתֹוךְ הַמָּיִם וִיהִי מַבְדִּיל בֵּין מַיִם לָמָיִם׃
Translit Interlinear, VAYO'MER {dan Dia berfirman} 'ELOHIM {Allah} YEHI {hendaklah ia menjadi/ ada} RAQIA' {bentangan/ cakrawala} BETOKH {di tengah} HAMAYIM {air itu} VIHI {dan hendaklah ia menjadi/ ada} MAVDIL {menyebabkan pemisahan} BEYN {antara} MAYIM {air} LAMAYIM {kepada air}
Di sini kita perlu berhenti sebentar. Bukan saja untuk merenungkan kebebasan Allah yang tak terbatas itu, yang mutlak bebas untuk menciptakan apa saja yang dikehendaki-Nya, untuk memberikan bentuk kepada apa yang belum berbentuk, untuk menertibkan apa yang tidak tertib, untuk memberikan corak dan keindahan pada apa yang masih acak, bahkan lebih dari itu. Harus kita camkan, bahwa inilah makna "penciptaan" itu. Adalah pekerjaan Allah untuk membuat segala sesuatu teratur dan indah - demikianlah sifat Allah. Ia menjadikan apa yang sebelumnya tidak ada, Ia menghidupkan apa yang sebelumnya tidak hidup. Allah bukan anasir alamiah. Ia menciptakan alam semesta serta isinya dan senantiasa memperbarui kehidupan ciptaan itu.
Ini juga merupakan penghiburan dan harapan yang besar bagi setiap orang yang kehidupannya diwarnai oleh kekacauan, kejelekan, keacakan, "kekosongan yang kacau balau". Allah adalah Allah yang senang mengatasi kegalauan dan membuat segala sesuatu menjadi haru. Ia melayang-layang di atas kegalauan dan kegelapan kita dan berfirman, "Jadilah terang!" Karena itu baiklah kita pasrah berharap dalam Dia.
Berkaitan dengan sajian di atas ada segi lain lagi yang patut kita indahkan. Segala sesuatu yang ada berasal dari Allah. Memang, merusak apa yang dijadikan Allah, atau mengacaukan ketertiban yang ditegakkan-Nya adalah mudah. Tapi kita harus ingat, tidak ada suatu apa pun (sekalipun sudah rusak) yang asalnya bukan dari tangan Allah. Segala yang kelihatan, segala yang kita tangani, segala makhluk yang kita jumpai, semua orang yang kita temui - segala-galanya adalah pemberian Sang Khalik untuk dijunjung tinggi, dihargai dan diperlakukan dengan hormat.
Dengan bermodalkan keyakinan kristiani di atas, barulah kita bisa memikirkan cara-cara penyelesaian masalah-masalah sosial dan lingkungan masa kini. Banyak yang telah ditulis tentang polusi, ekologi yang sudah terganggu keseimbangan nya, terorisme dan ancaman perang, tentang keindahan yang kita dambakan dan seni yang kita dukung, kecenderungan ideologi modem untuk membinasakan kepribadian manusia, keadilan ekonomi dan sosial, tentang hasrat untuk belajar cara mengasihi sesama manusia seperti semestinya. Semua keprihatinan kita seharusnya berpangkal pada pengakuan: bahwa alam semesta dan segala isinya termasuk diri kita adalah ciptaan Allah dan yang terus-menerus memperbaruinya. Keprihatinan kita yang mendalam sebagai manusia untuk memperbaiki semuanya - keprihatinan itu sendiri adalah merupakan refleksi dari sikap Allah terhadap ciptaan-Nya.
Ya, Tuhan dan Allah kami,
Engkau layak menerima puji-pujian dan hormat dan kuasa;
sebab Engkau telah menciptakan segala sesuatu;
dan karena kehendak-Mu semuanya itu ada dan diciptakan. (Wahyu 4:11)
Engkau layak menerima puji-pujian dan hormat dan kuasa;
sebab Engkau telah menciptakan segala sesuatu;
dan karena kehendak-Mu semuanya itu ada dan diciptakan. (Wahyu 4:11)
d. "Roh" dan
Firman
"Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air" (Kejadian 1:2b). Naskah Ibrani menulis, "VERUAKH 'ELOHIM MERAKHEFET 'AL-PENEY HAMAYIM", "dan Roh Allah 'merakhefet' di atas permukaan air". Ini adalah bahasa "alegoris" (kias) yang arti harfiahnya tidak "melayang-layang", tetapi sebenarnya lebih tepat diterjemahkan dengan "MOVING" (Ibrani : מְרַחֶפֶת - "MERAKHEFET" asal kata רחף - "RAKHAF").
Kejadian 1:2
LAI TB, Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air.
KJV, And the earth was without form, and void; and darkness was upon the face of the deep. And the Spirit of God moved upon the face of the waters.
JPST, Now the earth was unformed and void, and darkness was upon the face of the deep; and the spirit of God hovered over the face of the waters.
Hebrew,
וְהָאָרֶץ הָיְתָה תֹהוּ וָבֹהוּ וְחֹשֶׁךְ עַל־פְּנֵי תְהֹום וְרוּחַ אֱלֹהִים מְרַחֶפֶת עַל־פְּנֵי הַמָּיִם׃
Translit Interlinear, VEHA'ARETS {dan bumi itu} HAYETAH {ia menjadi} TOHU ({idak berbentuk} VAVOHU {dan kosong} VEKHOSYEKH {dan kegelapan} 'AL-PENEY {di atas permukaan, wajah} TEHOM {samudra} VERUAKH {dan roh} 'ELOHIM {Allah} MERAKHEFET {Ia bergerak} 'AL-PENEY {di atas permukaan, wajah} HAMAYIM {air itu}.
רחף - "RAKHAF" ini adalah kata kias yang menggambarkan bahwa Allah "bekerja" (moving/ hovering/ mondar-mandir/ berpindah-pindah). jadi Makna utamanya adalah "tidak statis" seperti patung, tetapi dinamis ibarat satpam mondar-mandir di muka pintu. King James Version menerjemahkannya dengan 'moved', "berpindah-pindah".
Kata Ibrani רוח - "RUAKH" bisa berarti angin atau roh. Dalam ayat ini dengan tepat diterjemahkan Roh Allah, yang diibaratkan sebagai induk burung rajawali yang menggoyang-bangkitkan isi sarangnya dan melayang-layang di atas anak-anaknya, untuk memaksa anak-anak burung yang belum akil balig itu memasuki kehidupan yang berjenjang dewasa (Ulangan 32:11). Kidner berkata, "Dalam PL, RUAKH mengacu kepada energi Ilahi, yang menciptakan dan memelihara", dan ia mengutip Ayub 33:4 :
"Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air" (Kejadian 1:2b). Naskah Ibrani menulis, "VERUAKH 'ELOHIM MERAKHEFET 'AL-PENEY HAMAYIM", "dan Roh Allah 'merakhefet' di atas permukaan air". Ini adalah bahasa "alegoris" (kias) yang arti harfiahnya tidak "melayang-layang", tetapi sebenarnya lebih tepat diterjemahkan dengan "MOVING" (Ibrani : מְרַחֶפֶת - "MERAKHEFET" asal kata רחף - "RAKHAF").
Kejadian 1:2
LAI TB, Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air.
KJV, And the earth was without form, and void; and darkness was upon the face of the deep. And the Spirit of God moved upon the face of the waters.
JPST, Now the earth was unformed and void, and darkness was upon the face of the deep; and the spirit of God hovered over the face of the waters.
Hebrew,
וְהָאָרֶץ הָיְתָה תֹהוּ וָבֹהוּ וְחֹשֶׁךְ עַל־פְּנֵי תְהֹום וְרוּחַ אֱלֹהִים מְרַחֶפֶת עַל־פְּנֵי הַמָּיִם׃
Translit Interlinear, VEHA'ARETS {dan bumi itu} HAYETAH {ia menjadi} TOHU ({idak berbentuk} VAVOHU {dan kosong} VEKHOSYEKH {dan kegelapan} 'AL-PENEY {di atas permukaan, wajah} TEHOM {samudra} VERUAKH {dan roh} 'ELOHIM {Allah} MERAKHEFET {Ia bergerak} 'AL-PENEY {di atas permukaan, wajah} HAMAYIM {air itu}.
רחף - "RAKHAF" ini adalah kata kias yang menggambarkan bahwa Allah "bekerja" (moving/ hovering/ mondar-mandir/ berpindah-pindah). jadi Makna utamanya adalah "tidak statis" seperti patung, tetapi dinamis ibarat satpam mondar-mandir di muka pintu. King James Version menerjemahkannya dengan 'moved', "berpindah-pindah".
Kata Ibrani רוח - "RUAKH" bisa berarti angin atau roh. Dalam ayat ini dengan tepat diterjemahkan Roh Allah, yang diibaratkan sebagai induk burung rajawali yang menggoyang-bangkitkan isi sarangnya dan melayang-layang di atas anak-anaknya, untuk memaksa anak-anak burung yang belum akil balig itu memasuki kehidupan yang berjenjang dewasa (Ulangan 32:11). Kidner berkata, "Dalam PL, RUAKH mengacu kepada energi Ilahi, yang menciptakan dan memelihara", dan ia mengutip Ayub 33:4 :
Roh Allah telah membuat aku,
dan napas Yang Mahakuasa membuat aku hidup.
dan napas Yang Mahakuasa membuat aku hidup.
Sama seperti keakraban induk burung dengan
anak-anaknya, demikian pula keakraban Allah dengan ciptaan-Nya. Karena Allah
yang menciptakan, maka Ia dapat dikatakan yang melahirkan ciptaan itu, sama
seperti induk rajawali. Kiasan feminin berkenaan dengan kreativitas Allah ini
terdapat pula dalam Amsal 8:1,22. Hikmat Allah dilukiskan dalam pasal ini dalam
bentuk feminin.
Roh Allah memberi hidup. Pemazmur menulis tentang semua makhluk hidup:
Roh Allah memberi hidup. Pemazmur menulis tentang semua makhluk hidup:
"Apabila Engkau menyembunyikan
wajah-Mu, mereka terkejut;
apabila Engkau mengambil roh mereka, mereka mati binasa dan kembali menjadi debu.
Apabila Engkau mengirim RohMu, mereka tercipta ..." (Mazmur 104:29-30)
apabila Engkau mengambil roh mereka, mereka mati binasa dan kembali menjadi debu.
Apabila Engkau mengirim RohMu, mereka tercipta ..." (Mazmur 104:29-30)
Kita dapat menyimpulkan bahwa Roh Allah dicurahkan ke
atas seluruh ciptaan. John Calvin (tokoh yang hampir satu-satunya di antara
para teolog masa lampau yang menekankan hal ini) percaya, bahwa Roh itu yang
tercurah di mana-mana, yang memelihara segala sesuatu, yang menyebabkan segala
sesuatu bertumbuh, dan menghidupkan segala sesuatu baik yang di bumi maupun
yang di surga. Dan seperti dikatakan J. Moltmann: "Roh menciptakan
persekutuan di antara segala sesuatu yang telah diciptakan, yang satu dengan
yang lain dan dengan Allah, sehingga dalam persekutuan itu segala sesuatu
berkomunikasi, yang satu dengan yang lain dan segala-galanya dengan Allah,
masing-masing dengan caranya sendiri" (J Moltmann, God in Creation,
p 10 dst: J Calvin, Institutio, I.xiii.14) "Di
dalam Dia kita hidup, kita bergerak, kita ada" (Kisah 17:28)
Ini berarti Kitab Kejadian bukan hanya membahas tema kebebasan mutlak Allah untuk berbuat menurut kehendak-Nya atas ciptaan-Nya (tema transendensi), tapi juga membuka tema imanensi-Nya, yaitu bahwa Ia diam bersama dan di dalam ciptaan-Nya. Roh Allah kreatif, menciptakan kesatuan dan persekutuan. Melalui Roh itu Allah mendiami ciptaan, dan melalui Roh itu juga "sistem terbuka" bumi ini terbuka pula terhadap surga. Di sini kita lagi-lagi diingatkan akan suatu proses. Kehadiran Allah yang imanen di dalam dunia-Nya adalah bagian dari suatu proses perubahan, dengan mana Ia membawa segala sesuatu dari derajat kemuliaan yang satu ke derajat kemuliaan yang makin besar, sampai suatu waktu segala sesuatu tiba pada penyempurnaannya yang lengkap dalam Kristus. Dunia kita ini bukan tertutup, statis, beku, melainkan terbuka, dinamis, dan diresapi oleh kehidupan Roh, karena "di mana ada Roh Tuhan, di situ ada kemerdekaan" (2 Korintus 3:17-18, lihat terjemahan lama juga).
Kepercayaan akan imanensi Allah pasti berdampak atas pengertian kita tentang dimensi ruang. Sering kita berpikir seolah-olah Allah "turun" ke dalam dunia ini pada saat Yesus lahir, dan "naik" lagi pada saat Yesus terangkat ke surga. Memang kiasan-kiasan yang memakai pengertian ruang ini terdapat dalam Alkitab, dan sering merupakan gaya bahasa yang paling tepat bila orang ingin berbicara tentang hubungan Allah dengan dunia (cara yg juga sudah kita pakai di atas). Tapi pengertian ruang sebagai wadah datangnya bukan dari Alkitab, karena pengertian Alkitab tentang ruang lebih menekankan hubungan-hubungan pribadi (lihat T,F, Torrance, Space, Time and Incarnation. Pandangan ini biasa bahwa ruang merupakan wadah adalah berhubungan dengan pengertian mekanistis akan dunia yang dikemukakan Newton. Ia menggambarkan alam semesta sebagai jam-tangan, Allah sebagai orang yang memutarnya lalu pergi).
Hubungan Allah dan dunia adalah interaksi yang dinamis dan kreatif. Kelahiran dan kenaikan Yesus bukanlah masuknya Allah ke dalam dan keluarnya Allah meninggalkan ruang kita, melainkan sebaliknya. Kelahiran dan kenaikan Yesus menunjukkan hubungan Allah yang dinamis dan intim dengan dunia-Nya. Pada saat Yesus dilahirkan hubungan ini disingkapkan, pada saat Dia naik ke surga hubungan ini terselubung kembali. Penting bagi kita untuk memegang kuat kepercayaan kristiani akan imanensi Allah dalam alam semesta, kalau tidak, ada bahaya kita akan menjadi orang penganut deisme. Artinya, orang yang berpegang pada teori bahwa Allah demikian tinggi sehingga Ia mustahil mempedulikan kepentingan-kepentingan kita dan dunia ini.
Roh Allah adalah Roh yang menghidupkan, dan selaku sebagian dari kerja-Nya la sesekali membuat hal-hal yang baru menjadi ada oleh kuat kuasa Firman Allah. Dalam Kitab Kejadian disebut tentang beberapa hal yang "diciptakan" dan beberapa hal yang "dibuat" menjadi ada atau "dijadikan". Teranyam antara proses menjadikan dan tahap-tahap penciptaan, kita temukan rangkaian perintah-perintah Ilahi: "Berfirmanlah Allah" (Kejadian 1:3,6,9,11,14,20,24,26,29).
Apa yang tidak ada di situ, menjadi ada oleh Firman Allah. Asal muasal segala sesuatu adalah dari Firman-Nya. Dan kembali kita tekankan seperti yang sudah kita tekankan sebelumnya, agar kita jangan secara berlebihan mengutamakan bahwa Allah mendiami ciptaan-Nya, sehingga kita lupa akan kedaulatan dan transendensi-Nya (seperti yang terjadi di paham "panenteisrne"). Hubungan Allah dengan dunia-Nya dalam ciptaan menunjukkan baik dekat-Nya Dia pada kita maupun jauh-Nya Dia dari kita oleh kekudusan serta kedaulatan-Nya.
Dalam Kejadian I, Roh Allah yang kreatif, akrab dan memberi hidup itu, dihubungkan dengan Firman Allah yang sama kreatif juga berwibawa dan menembus segala-galanya. Roh dan Firman tak dapat dipisahkan satu dari yang lain.
Keakraban antara Roh dan Firman juga digambarkan dalam Yesaya pasal 11. Di situ dikatakan tentang Mesias Raja Damai, bahwa "Roh Tuhan akan ada padanya" dan "ia akan menghajar bumi dengan perkataannya seperti dengan tongkat" (Yesaya 11:2, 4). Dan menurut PB jemaat Kristen merupakan "ciptaan baru", yang dijadikan oleh Firman dan dilahirkan dari Roh (2 Korintus 5:17, Yohanes 1:1-3, 3:6).
Sama seperti dalam penciptaan dunia, maka demikian juga dalarn penciptaan jemaat: Roh memberikan hidup kepada siapa yang tidak hidup, dan kepada yang kosong dan acak kesempatan bertumbuh serta kemungkinan mencapai kesempurnaan. Jika hidup kita dipimpin oleh Firman saja, maka iman kita dapat menyusut sampai menjadi melulu suatu sistem dogmatis yang dingin, yang lebih bersifat filsafat daripada merupakan cara hidup. Sebaliknya, jika hidup kita dipimpin oleh Roh saja, maka iman kita dapat terombang-ambing kian kemari, dan sukacita hidup kita mengambang tanpa arah dan tidak kunjung dewasa. Kiranya Tuhan menolong kita untuk hidup dengan dipimpin oleh kedua-duanya: yaitu Roh yang menciptakan dan Firman yang memelihara dan memperbarui.
Ini berarti Kitab Kejadian bukan hanya membahas tema kebebasan mutlak Allah untuk berbuat menurut kehendak-Nya atas ciptaan-Nya (tema transendensi), tapi juga membuka tema imanensi-Nya, yaitu bahwa Ia diam bersama dan di dalam ciptaan-Nya. Roh Allah kreatif, menciptakan kesatuan dan persekutuan. Melalui Roh itu Allah mendiami ciptaan, dan melalui Roh itu juga "sistem terbuka" bumi ini terbuka pula terhadap surga. Di sini kita lagi-lagi diingatkan akan suatu proses. Kehadiran Allah yang imanen di dalam dunia-Nya adalah bagian dari suatu proses perubahan, dengan mana Ia membawa segala sesuatu dari derajat kemuliaan yang satu ke derajat kemuliaan yang makin besar, sampai suatu waktu segala sesuatu tiba pada penyempurnaannya yang lengkap dalam Kristus. Dunia kita ini bukan tertutup, statis, beku, melainkan terbuka, dinamis, dan diresapi oleh kehidupan Roh, karena "di mana ada Roh Tuhan, di situ ada kemerdekaan" (2 Korintus 3:17-18, lihat terjemahan lama juga).
Kepercayaan akan imanensi Allah pasti berdampak atas pengertian kita tentang dimensi ruang. Sering kita berpikir seolah-olah Allah "turun" ke dalam dunia ini pada saat Yesus lahir, dan "naik" lagi pada saat Yesus terangkat ke surga. Memang kiasan-kiasan yang memakai pengertian ruang ini terdapat dalam Alkitab, dan sering merupakan gaya bahasa yang paling tepat bila orang ingin berbicara tentang hubungan Allah dengan dunia (cara yg juga sudah kita pakai di atas). Tapi pengertian ruang sebagai wadah datangnya bukan dari Alkitab, karena pengertian Alkitab tentang ruang lebih menekankan hubungan-hubungan pribadi (lihat T,F, Torrance, Space, Time and Incarnation. Pandangan ini biasa bahwa ruang merupakan wadah adalah berhubungan dengan pengertian mekanistis akan dunia yang dikemukakan Newton. Ia menggambarkan alam semesta sebagai jam-tangan, Allah sebagai orang yang memutarnya lalu pergi).
Hubungan Allah dan dunia adalah interaksi yang dinamis dan kreatif. Kelahiran dan kenaikan Yesus bukanlah masuknya Allah ke dalam dan keluarnya Allah meninggalkan ruang kita, melainkan sebaliknya. Kelahiran dan kenaikan Yesus menunjukkan hubungan Allah yang dinamis dan intim dengan dunia-Nya. Pada saat Yesus dilahirkan hubungan ini disingkapkan, pada saat Dia naik ke surga hubungan ini terselubung kembali. Penting bagi kita untuk memegang kuat kepercayaan kristiani akan imanensi Allah dalam alam semesta, kalau tidak, ada bahaya kita akan menjadi orang penganut deisme. Artinya, orang yang berpegang pada teori bahwa Allah demikian tinggi sehingga Ia mustahil mempedulikan kepentingan-kepentingan kita dan dunia ini.
Roh Allah adalah Roh yang menghidupkan, dan selaku sebagian dari kerja-Nya la sesekali membuat hal-hal yang baru menjadi ada oleh kuat kuasa Firman Allah. Dalam Kitab Kejadian disebut tentang beberapa hal yang "diciptakan" dan beberapa hal yang "dibuat" menjadi ada atau "dijadikan". Teranyam antara proses menjadikan dan tahap-tahap penciptaan, kita temukan rangkaian perintah-perintah Ilahi: "Berfirmanlah Allah" (Kejadian 1:3,6,9,11,14,20,24,26,29).
Apa yang tidak ada di situ, menjadi ada oleh Firman Allah. Asal muasal segala sesuatu adalah dari Firman-Nya. Dan kembali kita tekankan seperti yang sudah kita tekankan sebelumnya, agar kita jangan secara berlebihan mengutamakan bahwa Allah mendiami ciptaan-Nya, sehingga kita lupa akan kedaulatan dan transendensi-Nya (seperti yang terjadi di paham "panenteisrne"). Hubungan Allah dengan dunia-Nya dalam ciptaan menunjukkan baik dekat-Nya Dia pada kita maupun jauh-Nya Dia dari kita oleh kekudusan serta kedaulatan-Nya.
Dalam Kejadian I, Roh Allah yang kreatif, akrab dan memberi hidup itu, dihubungkan dengan Firman Allah yang sama kreatif juga berwibawa dan menembus segala-galanya. Roh dan Firman tak dapat dipisahkan satu dari yang lain.
Keakraban antara Roh dan Firman juga digambarkan dalam Yesaya pasal 11. Di situ dikatakan tentang Mesias Raja Damai, bahwa "Roh Tuhan akan ada padanya" dan "ia akan menghajar bumi dengan perkataannya seperti dengan tongkat" (Yesaya 11:2, 4). Dan menurut PB jemaat Kristen merupakan "ciptaan baru", yang dijadikan oleh Firman dan dilahirkan dari Roh (2 Korintus 5:17, Yohanes 1:1-3, 3:6).
Sama seperti dalam penciptaan dunia, maka demikian juga dalarn penciptaan jemaat: Roh memberikan hidup kepada siapa yang tidak hidup, dan kepada yang kosong dan acak kesempatan bertumbuh serta kemungkinan mencapai kesempurnaan. Jika hidup kita dipimpin oleh Firman saja, maka iman kita dapat menyusut sampai menjadi melulu suatu sistem dogmatis yang dingin, yang lebih bersifat filsafat daripada merupakan cara hidup. Sebaliknya, jika hidup kita dipimpin oleh Roh saja, maka iman kita dapat terombang-ambing kian kemari, dan sukacita hidup kita mengambang tanpa arah dan tidak kunjung dewasa. Kiranya Tuhan menolong kita untuk hidup dengan dipimpin oleh kedua-duanya: yaitu Roh yang menciptakan dan Firman yang memelihara dan memperbarui.
e. Menurut jenisnya
Dunia ini bukan ciptaan yang mutlak statis. Padanya dan di dalamnya ada prinsip pembaruan - prinsip yang bersifat kreatif. Dalam dunia ini penciptaan berlangsung secara berkesinambungan.
Pelukis Italia, Tintoretto, pernah melukiskan penciptaan. Ia melukis burung-burung dan binatang-binatang laut mengalir keluar secara berkesinambungan dari tangan Sang Khalik, dan dalam kesinambungan kehidupan itu ada kuasa kreatif. Buah-buahan mempunyai biji, ikan-ikan di laut, burung-burung di udara, binatang-binatang di darat, masing-masing mempunyai kekuatan untuk berkembang biak. Kepada semua diberi kuasa untuk meneruskan anugerah hidup yang mereka terima dari Sang Khalik.
Kesuburan, perkembangan, dan kemajuan setiap jenis ciptaan semuanya merupakan pemberian yang datangnya dari Allah. Pada halaman terakhir buku Charles Darwin The Origin of Species, ia menulis: "Betapa agung pandangan tentang kehidupan ini, yang menggambarkan Sang Khalik sebagai yang telah menghembuskan kehidupan ke dalarn sedikit bentuk, bahkan ke dalam satu bentuk saja, yang kemudian berkembang menjadi banyak ... ''.
Memang. Charles Darwin bukan Kristen (ia dng sengaja dan penuh sadar meninggalkan iman kristiani), dan tidak perlu kita setuju dengan biologi Darwin atau dengan pandangan yang mengatakan bahwa semua bentuk kehidupan adalah yang berkembang dari satu bentuk yang primordial. Namun, kita bersama Darwin harus menempatkan semua pemikiran teoretis ilmiah di bawah penyataan bahwa "Sang Khalik-lah yang telah menghembuskan kehidupan".
Kata "evolusi" mempengaruhi orang dcngan aneh. Ada orang Kristen yang panik dan serta merta menolak teori ini. Menurut mereka evolusi sangat bertentangan dengan kepercayaan akan Allah sebagai Khalik. Tapi di pihak lain orang menganggap, menulis apa pun tentang Kitab Kejadian jika tidak menyebut teori evolusi adalah penulis kolot yang karyanya tidak usah diperhatikan. Kita sebaiknya menghindari kedua pandangan ekstrim itu. Harus kita simak, bahwa kata "evolusi" mempunyai arti ganda. Artinya yang pertama ialah teori mengenai proses-proses dalam biologi yang menerangkan bagaimana jenis-jenis berubah dan berkembang. Teori evolusi dalam arti ini seyogianya harus diperiksa dan diselidiki seperti teori-teori ilmiah lainnya, untuk membuktikan apakah teori ini benar atau tidak. Kebanyakan ilmuwan berpendapat bahwa teori evolusi adalah hipotesa yang paling cocok yang tersedia bagi kita dalam ilmu biologi untuk menerangkan fenomena perkembangan dan diversifikasi. Namun sebaiknya kita memperhatikan apa yang dikatakan G.A. Kerkut dalam tulisannya (dan banyak orang mengatakan yang sama):
Dunia ini bukan ciptaan yang mutlak statis. Padanya dan di dalamnya ada prinsip pembaruan - prinsip yang bersifat kreatif. Dalam dunia ini penciptaan berlangsung secara berkesinambungan.
Pelukis Italia, Tintoretto, pernah melukiskan penciptaan. Ia melukis burung-burung dan binatang-binatang laut mengalir keluar secara berkesinambungan dari tangan Sang Khalik, dan dalam kesinambungan kehidupan itu ada kuasa kreatif. Buah-buahan mempunyai biji, ikan-ikan di laut, burung-burung di udara, binatang-binatang di darat, masing-masing mempunyai kekuatan untuk berkembang biak. Kepada semua diberi kuasa untuk meneruskan anugerah hidup yang mereka terima dari Sang Khalik.
Kesuburan, perkembangan, dan kemajuan setiap jenis ciptaan semuanya merupakan pemberian yang datangnya dari Allah. Pada halaman terakhir buku Charles Darwin The Origin of Species, ia menulis: "Betapa agung pandangan tentang kehidupan ini, yang menggambarkan Sang Khalik sebagai yang telah menghembuskan kehidupan ke dalarn sedikit bentuk, bahkan ke dalam satu bentuk saja, yang kemudian berkembang menjadi banyak ... ''.
Memang. Charles Darwin bukan Kristen (ia dng sengaja dan penuh sadar meninggalkan iman kristiani), dan tidak perlu kita setuju dengan biologi Darwin atau dengan pandangan yang mengatakan bahwa semua bentuk kehidupan adalah yang berkembang dari satu bentuk yang primordial. Namun, kita bersama Darwin harus menempatkan semua pemikiran teoretis ilmiah di bawah penyataan bahwa "Sang Khalik-lah yang telah menghembuskan kehidupan".
Kata "evolusi" mempengaruhi orang dcngan aneh. Ada orang Kristen yang panik dan serta merta menolak teori ini. Menurut mereka evolusi sangat bertentangan dengan kepercayaan akan Allah sebagai Khalik. Tapi di pihak lain orang menganggap, menulis apa pun tentang Kitab Kejadian jika tidak menyebut teori evolusi adalah penulis kolot yang karyanya tidak usah diperhatikan. Kita sebaiknya menghindari kedua pandangan ekstrim itu. Harus kita simak, bahwa kata "evolusi" mempunyai arti ganda. Artinya yang pertama ialah teori mengenai proses-proses dalam biologi yang menerangkan bagaimana jenis-jenis berubah dan berkembang. Teori evolusi dalam arti ini seyogianya harus diperiksa dan diselidiki seperti teori-teori ilmiah lainnya, untuk membuktikan apakah teori ini benar atau tidak. Kebanyakan ilmuwan berpendapat bahwa teori evolusi adalah hipotesa yang paling cocok yang tersedia bagi kita dalam ilmu biologi untuk menerangkan fenomena perkembangan dan diversifikasi. Namun sebaiknya kita memperhatikan apa yang dikatakan G.A. Kerkut dalam tulisannya (dan banyak orang mengatakan yang sama):
Ada teori yang mengatakan bahwa banyak binatang yang
menurut pengamatan berubah secara berangsur-angsur, sampai suatu ketika
terbentuk suatu jenis (bh Inggris: speciesi yang baru. Inilah yang disebut
"Teori Evolusi yang khusus" (Evolusi Mikro), yang dalam kasus-kasus
tertentu dapat diperlihatkan melalui eksperimen. Tapi di pihak lain ada teori
yang mengatakan, bahwa segala ben¬tuk hidup dalam dunia adalah yang berasal
dari satu sumber tunggal, yang sendiri berasal dari sesuatu yang tidak organis
(tidak hidup). Teori ini disebut "Teori Evolusi Umum" (Evolusi
Makro), dan bukti yang mendukungnya tidak cukup kuat, sehingga teori ini
dianggap hanyalah suatu hipotesa yang bersifat sementara saja. Belum jelas
apakah perubahan yang menghasilkan speciation (ter bentuknya jenis yg baru)
adalah sama atau tidak sama dcngan perubahan yang menghasilkan terbentuknya suatu
phylum* (penggolongan yang besar) yang baru. Jawabannya akan ditemukan
kelak oleh riset, dan bukan oleh pernyataan-pernyataan dogmatis bahwa Teori
Evolusi Umum itu harus benar, sebab belum ada teori lain yang dapat
menggantikannya ([G.A. Kerkut,The Implications of Evolution, 1960, hlm
157).
Catatan :
* Para ahli biologi berbicara tentang phyla, yaitu golongan yang besar seperti Protozoa. Mollusca, dan Vertebrata: masing-masing phylum itu meliputi beberapa keluarga, umpamanya Vertebrata meliputi Ikan, Ujar, Burung, dan Binatang.
Catatan :
* Para ahli biologi berbicara tentang phyla, yaitu golongan yang besar seperti Protozoa. Mollusca, dan Vertebrata: masing-masing phylum itu meliputi beberapa keluarga, umpamanya Vertebrata meliputi Ikan, Ujar, Burung, dan Binatang.
Selain penggunaan istilah "evolusi" sebagai
istilah teknis dalam biologi, ada juga penggunaannya yang lebih luas lagi. Ada
penulis yang berbicara tentang "evolusi", tapi maksud mereka yang
sebenarnya Ialah "evolusionisme", suatu pandangan dunia yang
merupakan suatu filsafat tentang tabiat realitas terakhir (ultima), yang
mengatakan bahwa teori evolusi biologis dapat menerangkan segala sesuatu
tentang dunia. Tapi pandangan seperti ini mencampuradukkan ihwal "melukiskan"
dengan ihwal "menerangkan". Mungkin benar bahwa dengan menggunakan
teori evolusi orang dapat melukiskan beberapa proses dalam biologi. Namun ini
tidak berarti menerangkan makna dan tujuan dari proses-proses biologis itu.
Sebagai kiasan, bayangkanlah Anda sama sekali belum mengenal jam tangan, tapi
tiba-tiba Anda menemukan satu jam tangan. Mungkin Anda dapat melukiskan cara
berjalannya, atau mengerti hukum ilmu eksakta dan ilmu kimia yang mendasarinya,
atau merasa puas dengan mengagumi kerumitannya.
Tapi Anda takkan dapat menerangkan bahwa objek ini adalah jam tangan, kecuali Anda sudah tahu kegunaan jam tangan. Dan inilah pengetahuan yang mustahil bisa Anda dapat dengan hanya mengerti ilmu eksakta dan kimia. Inkuisitor Agung, dalam kisah "Kakak-adik Karamazov", karya penulis Rusia Dostoevsky, suatu ketika menyatakan "Rahasia kehidupan manusia terletak bukan hanya dalam ketidaktahuan tentang bagaimana harus hidup, melainkan juga dalam ketidaktahuan tentang mengapa harus hidup". Dan tentang ini evolusionisme membisu seribu bahasa.
Evolusionisme menghadapkan kita kepada bahaya yang lain lagi, yaitu bahaya reduksionisme, atau penjabaran. Orang dapat menjabarkan segala dimensi hidup menjadi semata-mata satu prinsip. Misalnya, prinsip biologi atau bahkan lebih lanjut lagi menjadi prinsip fisika dan kimia yang mendasari biologi itu. Semua fenomena yang lain entah itu dimensi psikologik, sosiologik, etik, intelektual atau rohani - ditafsirkan dengan mengacu kepada biologi, fisika dan kimia. Contohnya, cahaya matahari terbenam ditafsirkan hanya sebagai radiasi elektro magnetis saja, atau musik biola dijelaskan hanya sebagai bunyi gesekan bulu seekor binatang dengan usus seekor binatang lain. Paham ini membuat dua kesalahan logis:
Pertama, kesalahan berpikir seakan-akan suatu keseluruhan tidak lebih dari jumlah bagian-bagiannya.
Kedua, kesalahan berpikir seakan-akan tidak ada segi-segi lain lagi dari sesuatu, kecuali segi-segi yang dapat kita lihat dari sudut pandangan kita.
Babak akhir dari cara berpikir "reduksionistik" dinyatakan secara patetik oleh Jacques Monod, pemenang Hadiah Nobel, dalam bukunya berjudul Chance and Necessity. Ia berusaha menemukan makna hidup dengan biologi molekular sebagai landasan, dan akhirnya terpaksa menulis: "Pandangan dunia kuno sama sekali dihancurkan. Kini manusia mengerti bahwa dia sendirian dalam alam semesta yang begitu luas dan tak berpribadi" (J. Monod, Chance and Necessity, (terjemahan Inggris 1971). hlm 167). Tapi dalam pernyataan ini Monod bukan saja sudah melampaui ilmu biologi, melainkan juga teori evolusi. Pernyataan ini adalah pengakuan iman - suatu pengakuan iman terhadap Allah yang tidak ada.
Memang jelas, "evolusi" selaku paham evolusionisme bertentangan dengan iman kristiani. Namun. evolusi selaku suatu hipotesa dalam ilmu biologi (Evolusi Mikro), tidak. Nampaknya implikasi-implikasi iman kristiani akan Sang Khalik tidak bentrokan dengan eksplorasi ilmiah tentang cara-cara Allah mcnjalankan tujuan-tujuan kreatif-Nya - pada tingkat biologi.
Tapi dalam pembicaraan di atas kita sudah bergerak di luar cakupan Kitab Kejadian. Kitab Kejadian tidak boleh dibaca sebagai buku teks biologi. Kitab Kejadian malahan ingin mengangkat hati dan pikiran kita untuk merenungkan kuat kuasa Allah yang menciptakan. Betapa besarnya rahasia biologis yang telah dan sedang dijajaki oleh banyak ahli, tersembunyi di balik ucapan bersahaja menurut jenisnya itu!
f. Allah menjadikan juga bintang-bintang
Pada zaman Alkitab orang tertarik pada ilmu bintang-bintang. Khususnya di Babel terdapat banyak pakar astronomi, yang mengembangkan kepintaran yang tinggi sekali dalam hal menghitung dan mengamati gerakan planet-planet (bintang siarah). Para astrolog di Mesir dan Babel, kemudian di Yunani dan Roma, mencoba menghubungkan gerakan bintang-bintang dengan nasib manusia. Biasanya dalam kepercayaan mereka bintang adalah dewa.
Kekaguman orang pada zaman dahulu tentang astronomi belum apa-apa dibandingkan dengan pesona pengetahuan bam tentang astronomi akibat penemuan teleskop oleh Galileo. Pada thn 1609 Galileo melihat melalui teleskopnya kawah-kawah di bulan. Copernicus menemukan bahwa matahari tidak mengitari bumi. Pada zaman Alkitab orang mengetahui lima planet yang dinamakan Mercurius, Venus, Mars, Jupiter dan Saturnus (dalam bahasa Arab Utarid, Johar, Marikh, Musytari, Zohal) - mereka tidak sadar bahwa bumi adalah planet juga. Para astronom modern menambahkan pada daftar itu planet Uranus (ditemukan thn 1781), Neptunus (ditemukan thn 1846), dan Pluto (ditemukan thn 1930), namun temuan baru menyatakan bahwa Pluto dikelompokkan bukan lagi sebagai planet, tetapi sebagai "planet kerdil" (dwarf planet). Keputusan itu diambil oleh sebuah perkumpulan Pekerja Astronomi Internasional (IAU) dalam sebuah pertemuan di Praha, Ceko, Kamis 24 Agustus 2006. Kini hanya ada 8 planet yang diakui, yakni Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus. Namun, tidak menutup kemungkinan selanjutnya akan ada temuan-temuan baru yang lain.
Pandangan tentang sejarah alam semesta terpaksa mengalami pembahan beberapa kali. Menurut pandangan evolusi makro usia alam semesta sudah milyaran tahun. Ukurannya hampir tak terbayangkan. Luasnya bimasakti kira-kira 100.000 tahun cahaya. Dari bumi ke bimasakti Andromeda (suatu bimasakti yg dekati) jaraknya dua juta tahun cahaya. (Ini berarti, apa yg kita lihat sekarang ialah Andromeda dua juta tahun yg lalu.) Para ahli menduga, ada kira-kira seratus miliar bimasakti yang meluncur dengan kecepatan tinggi dalam gerakan memisah satu dari yang lain. Dikatakan fenomena ini cocok dengan teori bahwa alam semesta berasal dari suatu ledakan yang besar sekali (yang dalam bahasa Inggris disebut The Big Bang), yang terjadi kira-kira sepuluh miliar tahun yang lalu. Segala sesuatu yang kita sebut ini tentu tidak diketahui oleh Galilea, apalagi oleh penulis Kitab Kejadian.
Langit dan bintang membuat orang sepanjag masa terpesona. Pada zaman purba orang sujud menyembah bintang, tapi Allah menginngatkan orang Israel supaya jangan berbuat demikian "Jangan engkau mengarahkan matamu ke langit, sehingga apabila engkau melihat matahari, bulan, dan bintang, segenap tentara langit, engkau disesatkan untuk sujud menyembah dan beribadah kepada sekaliannya itu" (Ulangan 4:19). Orang yang menyembah Allah tahu, "Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tanganNya" (Mazmur 19:2).
Allah-lah yang membentangkan langit Keagungan dan kedaulatan Allah istimewa nampak pada bintang-bintang, Ayub pasal 9 menuntun kita kepada Allah:
Tapi Anda takkan dapat menerangkan bahwa objek ini adalah jam tangan, kecuali Anda sudah tahu kegunaan jam tangan. Dan inilah pengetahuan yang mustahil bisa Anda dapat dengan hanya mengerti ilmu eksakta dan kimia. Inkuisitor Agung, dalam kisah "Kakak-adik Karamazov", karya penulis Rusia Dostoevsky, suatu ketika menyatakan "Rahasia kehidupan manusia terletak bukan hanya dalam ketidaktahuan tentang bagaimana harus hidup, melainkan juga dalam ketidaktahuan tentang mengapa harus hidup". Dan tentang ini evolusionisme membisu seribu bahasa.
Evolusionisme menghadapkan kita kepada bahaya yang lain lagi, yaitu bahaya reduksionisme, atau penjabaran. Orang dapat menjabarkan segala dimensi hidup menjadi semata-mata satu prinsip. Misalnya, prinsip biologi atau bahkan lebih lanjut lagi menjadi prinsip fisika dan kimia yang mendasari biologi itu. Semua fenomena yang lain entah itu dimensi psikologik, sosiologik, etik, intelektual atau rohani - ditafsirkan dengan mengacu kepada biologi, fisika dan kimia. Contohnya, cahaya matahari terbenam ditafsirkan hanya sebagai radiasi elektro magnetis saja, atau musik biola dijelaskan hanya sebagai bunyi gesekan bulu seekor binatang dengan usus seekor binatang lain. Paham ini membuat dua kesalahan logis:
Pertama, kesalahan berpikir seakan-akan suatu keseluruhan tidak lebih dari jumlah bagian-bagiannya.
Kedua, kesalahan berpikir seakan-akan tidak ada segi-segi lain lagi dari sesuatu, kecuali segi-segi yang dapat kita lihat dari sudut pandangan kita.
Babak akhir dari cara berpikir "reduksionistik" dinyatakan secara patetik oleh Jacques Monod, pemenang Hadiah Nobel, dalam bukunya berjudul Chance and Necessity. Ia berusaha menemukan makna hidup dengan biologi molekular sebagai landasan, dan akhirnya terpaksa menulis: "Pandangan dunia kuno sama sekali dihancurkan. Kini manusia mengerti bahwa dia sendirian dalam alam semesta yang begitu luas dan tak berpribadi" (J. Monod, Chance and Necessity, (terjemahan Inggris 1971). hlm 167). Tapi dalam pernyataan ini Monod bukan saja sudah melampaui ilmu biologi, melainkan juga teori evolusi. Pernyataan ini adalah pengakuan iman - suatu pengakuan iman terhadap Allah yang tidak ada.
Memang jelas, "evolusi" selaku paham evolusionisme bertentangan dengan iman kristiani. Namun. evolusi selaku suatu hipotesa dalam ilmu biologi (Evolusi Mikro), tidak. Nampaknya implikasi-implikasi iman kristiani akan Sang Khalik tidak bentrokan dengan eksplorasi ilmiah tentang cara-cara Allah mcnjalankan tujuan-tujuan kreatif-Nya - pada tingkat biologi.
Tapi dalam pembicaraan di atas kita sudah bergerak di luar cakupan Kitab Kejadian. Kitab Kejadian tidak boleh dibaca sebagai buku teks biologi. Kitab Kejadian malahan ingin mengangkat hati dan pikiran kita untuk merenungkan kuat kuasa Allah yang menciptakan. Betapa besarnya rahasia biologis yang telah dan sedang dijajaki oleh banyak ahli, tersembunyi di balik ucapan bersahaja menurut jenisnya itu!
f. Allah menjadikan juga bintang-bintang
Pada zaman Alkitab orang tertarik pada ilmu bintang-bintang. Khususnya di Babel terdapat banyak pakar astronomi, yang mengembangkan kepintaran yang tinggi sekali dalam hal menghitung dan mengamati gerakan planet-planet (bintang siarah). Para astrolog di Mesir dan Babel, kemudian di Yunani dan Roma, mencoba menghubungkan gerakan bintang-bintang dengan nasib manusia. Biasanya dalam kepercayaan mereka bintang adalah dewa.
Kekaguman orang pada zaman dahulu tentang astronomi belum apa-apa dibandingkan dengan pesona pengetahuan bam tentang astronomi akibat penemuan teleskop oleh Galileo. Pada thn 1609 Galileo melihat melalui teleskopnya kawah-kawah di bulan. Copernicus menemukan bahwa matahari tidak mengitari bumi. Pada zaman Alkitab orang mengetahui lima planet yang dinamakan Mercurius, Venus, Mars, Jupiter dan Saturnus (dalam bahasa Arab Utarid, Johar, Marikh, Musytari, Zohal) - mereka tidak sadar bahwa bumi adalah planet juga. Para astronom modern menambahkan pada daftar itu planet Uranus (ditemukan thn 1781), Neptunus (ditemukan thn 1846), dan Pluto (ditemukan thn 1930), namun temuan baru menyatakan bahwa Pluto dikelompokkan bukan lagi sebagai planet, tetapi sebagai "planet kerdil" (dwarf planet). Keputusan itu diambil oleh sebuah perkumpulan Pekerja Astronomi Internasional (IAU) dalam sebuah pertemuan di Praha, Ceko, Kamis 24 Agustus 2006. Kini hanya ada 8 planet yang diakui, yakni Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus. Namun, tidak menutup kemungkinan selanjutnya akan ada temuan-temuan baru yang lain.
Pandangan tentang sejarah alam semesta terpaksa mengalami pembahan beberapa kali. Menurut pandangan evolusi makro usia alam semesta sudah milyaran tahun. Ukurannya hampir tak terbayangkan. Luasnya bimasakti kira-kira 100.000 tahun cahaya. Dari bumi ke bimasakti Andromeda (suatu bimasakti yg dekati) jaraknya dua juta tahun cahaya. (Ini berarti, apa yg kita lihat sekarang ialah Andromeda dua juta tahun yg lalu.) Para ahli menduga, ada kira-kira seratus miliar bimasakti yang meluncur dengan kecepatan tinggi dalam gerakan memisah satu dari yang lain. Dikatakan fenomena ini cocok dengan teori bahwa alam semesta berasal dari suatu ledakan yang besar sekali (yang dalam bahasa Inggris disebut The Big Bang), yang terjadi kira-kira sepuluh miliar tahun yang lalu. Segala sesuatu yang kita sebut ini tentu tidak diketahui oleh Galilea, apalagi oleh penulis Kitab Kejadian.
Langit dan bintang membuat orang sepanjag masa terpesona. Pada zaman purba orang sujud menyembah bintang, tapi Allah menginngatkan orang Israel supaya jangan berbuat demikian "Jangan engkau mengarahkan matamu ke langit, sehingga apabila engkau melihat matahari, bulan, dan bintang, segenap tentara langit, engkau disesatkan untuk sujud menyembah dan beribadah kepada sekaliannya itu" (Ulangan 4:19). Orang yang menyembah Allah tahu, "Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tanganNya" (Mazmur 19:2).
Allah-lah yang membentangkan langit Keagungan dan kedaulatan Allah istimewa nampak pada bintang-bintang, Ayub pasal 9 menuntun kita kepada Allah:
"yang memberi perintah kepada
matahari, sehingga tidak terbit, dan mengurung bintang-bintang dengan meterai;
yang seorang diri membentangkan langit, dan melangkah di atas gelombang-gelombang laut; yang menjadikan bintang Biduk, bintang Belantik, bintang Kartika, dan gugusan-gugusan bintang Ruang Selatan;
yang melakukan perbuatan-perbuatan besar yang tidak terduga, dan keajaiban-keajaiban yang tidak terbilang banyaknya (Ayub 9:7-10)
yang seorang diri membentangkan langit, dan melangkah di atas gelombang-gelombang laut; yang menjadikan bintang Biduk, bintang Belantik, bintang Kartika, dan gugusan-gugusan bintang Ruang Selatan;
yang melakukan perbuatan-perbuatan besar yang tidak terduga, dan keajaiban-keajaiban yang tidak terbilang banyaknya (Ayub 9:7-10)
Kemudian dia bertanya:
"Dapatkah engkau memberkas ikatan
bintang Kartika, dan membuka belenggu bintang Belantik?" (Ayub
38:31)
Terpukau oleh keajaiban bintang-bintang, Nabi Yesaya
dengan takjub berseru,
"Arahkanlah matamu ke langit
dan lihatlah: siapa yang menciptakan semua bintang itu
dan menyuruh segenap tentara mereka keluar; sambil memanggil nama mereka sekaliannya?" (Yesaya 40:26)
dan lihatlah: siapa yang menciptakan semua bintang itu
dan menyuruh segenap tentara mereka keluar; sambil memanggil nama mereka sekaliannya?" (Yesaya 40:26)
Calvin menulis: "Kita mengenal Allah yang tak
kelihatan itu, hanya melalui karya-Nya ... Dia yang mengundang kita untuk
mengenal-Nya, menunjukkan kepada kita langit dan bumi, dan dengan suatu cara
tertentu menyatakan diriNya dalamnya" (Calvin, Kejadian, hlm 59).
Memang Kitab Kejadian menuturkan bahwa keagungan dan kerahasiaan Allah dapat dilihat dalam pekerjaan-Nya. Tentang itu pemazmur berseru,
Memang Kitab Kejadian menuturkan bahwa keagungan dan kerahasiaan Allah dapat dilihat dalam pekerjaan-Nya. Tentang itu pemazmur berseru,
"Jika aku melihat langit-Mu, buatan
jari-Mu.
bulan dan bintang-bintang yang Kau-tempatkan, apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya?" (Mazmur 8:4-5)
bulan dan bintang-bintang yang Kau-tempatkan, apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya?" (Mazmur 8:4-5)
Kejadian I memakai bintang-bintang yang kilau kemilau
menerangi langit malam, melukiskan kuat kuasa Allah yang tak terhingga. Namun,
untuk menghindari kemungkinan orang menyembah bintang-bintang sebagai ilah,
Kejadian memilih untuk memberitakan kemuliaan Allah ketimbang kemarakan
bintang-bintang. Apalah artinya bintang-bintang dibandingkan kemuliaan Allah
Yang Maha Tinggi? Lalu dengan sederhana sekali Kejadian mencatat "Allah
menjadikan juga bintang-bintang".
5. Manusia
Urutan peristiwa dalam Kejadian I mencapai puncaknya pada ayat 26. "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita".
Salah satu fakta yang menakjubkan tentang alam semesta, yang baru-baru ini tampil ke permukaan melalui teori fisika perihal The Big Bang, ialah kespesifikannya yang jelimet. Keseimbangan yang diperlukan di antara banyak faktor yang saling berbeda pada awal kejadian alam semesta yang kita kenal ini adalah demikian pekanya, sehingga sekelumit ketidakcocokan pun pasti akan menggagalkan keberadaannya. Ledakan Besar (The Big Bang) - menurut teori itu - terjadi 10,43 detik waktu Planck. Pada waktu itu semua materi alam semesta tidak lebih besar dari seujung jarum. Dari titik itu ekspansi alam semesta hingga menjadi dunia yang kita huni ini telah mengikuti jalan yang sangat spesifik. Andai ada pergeseran sekecil apa pun dalam perimbangan butir-butir sub-atom yang ada pada waktu itu, maka pembentukan nukleon yang lebih berat dari helium pun takkan terjadi, tanpa mana kehidupan mustahil dapat berkembang.
Dan andai keseimbangan berbeda antara ekspansi akibat letusan dan kontraksi akibat gravitasi, maka dunia yang kita kenal ini takkan bisa lahir. Jalan yang telah ditempuh alam semesta untuk memunculkan hidup, adalah jalan yang dilandasi oleh ketetapan yang rinci dan jelimet.
Kehidupan dapat berkembang hanya di atas suatu planet dengan bentuk tertentu, yang orbitnya hampir merupakan lingkaran bulat, dan yang letaknya pada jarak tertentu dari matahari. Peter Hodgson menulis: "Semakin dalam kita pelajari teori evolusi, semakin sadar kita bahwa sebenamya tidak masuk akal bahwa kita berada di sini". Dengan mengutip tulisan Freeman Dyson, Peter mengatakan:
Urutan peristiwa dalam Kejadian I mencapai puncaknya pada ayat 26. "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita".
Salah satu fakta yang menakjubkan tentang alam semesta, yang baru-baru ini tampil ke permukaan melalui teori fisika perihal The Big Bang, ialah kespesifikannya yang jelimet. Keseimbangan yang diperlukan di antara banyak faktor yang saling berbeda pada awal kejadian alam semesta yang kita kenal ini adalah demikian pekanya, sehingga sekelumit ketidakcocokan pun pasti akan menggagalkan keberadaannya. Ledakan Besar (The Big Bang) - menurut teori itu - terjadi 10,43 detik waktu Planck. Pada waktu itu semua materi alam semesta tidak lebih besar dari seujung jarum. Dari titik itu ekspansi alam semesta hingga menjadi dunia yang kita huni ini telah mengikuti jalan yang sangat spesifik. Andai ada pergeseran sekecil apa pun dalam perimbangan butir-butir sub-atom yang ada pada waktu itu, maka pembentukan nukleon yang lebih berat dari helium pun takkan terjadi, tanpa mana kehidupan mustahil dapat berkembang.
Dan andai keseimbangan berbeda antara ekspansi akibat letusan dan kontraksi akibat gravitasi, maka dunia yang kita kenal ini takkan bisa lahir. Jalan yang telah ditempuh alam semesta untuk memunculkan hidup, adalah jalan yang dilandasi oleh ketetapan yang rinci dan jelimet.
Kehidupan dapat berkembang hanya di atas suatu planet dengan bentuk tertentu, yang orbitnya hampir merupakan lingkaran bulat, dan yang letaknya pada jarak tertentu dari matahari. Peter Hodgson menulis: "Semakin dalam kita pelajari teori evolusi, semakin sadar kita bahwa sebenamya tidak masuk akal bahwa kita berada di sini". Dengan mengutip tulisan Freeman Dyson, Peter mengatakan:
Kalau kita layangkan pikiran kita ke
alam-semesta, lalu menyimak betapa banyaknya ihwal fisika dan kosmologi yang
telah terjadi secara 'kebetulan' demi kebaikan kita, maka kita pun mendapat
kesan seakan-akan alam semesta sudah tahu sebelumnya bahwa manusia akan datang. (30 PE.
Hodgson, "The Desecularisation of Science", dalam W. Oddie
(red, After the Deluke [1987]. El. Dyson, Scientific American
225.25 [1971]).)
Ada ilmuwan yang menyebut gagasan bahwa alam semesta
sudah menempuh jalan yang paling tepat untuk memungkinkan kehidupan manusia di
atas bumi, sebagai "prinsip antropis". Manusia menelurkan, supaya
dapat hidup, apa yang disebut John Polkinghorne "penyetelan tombol-tombol
halus alam semesta" (J. Polkinghorne, Science and Creation, hlm
22).
Dunia ini adalah sungguh-sungguh dunia kita. Sebab itu, alangkah mengherankan, bahwa bayangan kuno tentang alam semesta yang pusatnya adalah manusia, yang kemudian menjadi hapus sama sekali oleh penemuan Copernicus (bahwa bukan matahari yg mengitari bumi melainkan sebaliknya), dikemukakan lagi, tapi kini dari perspektif yang lain akibat teori-teori ilmu fisika dan kosmologi.
Tapi betapa mengesankan dan pentingnya pun, kita tidak boleh menganggap bahwa prinsip antropis itu dianut juga oleh Kitab Kej. Perlu kita camkan, bahwa walaupun kejadian manusia merupakan puncak penciptaan, namun apa yang dituturkan dalam sisa Kejadian I tetap sangat aktual. Kita terlalu mudah berpikir seakan-akan seluruh kelanjutan proses penciptaan yang masih tersisa adalah semata-mata demi kepentingan manusia. Tapi, seperti yang begitu tepat dikatakan C. Westermann:
Dunia ini adalah sungguh-sungguh dunia kita. Sebab itu, alangkah mengherankan, bahwa bayangan kuno tentang alam semesta yang pusatnya adalah manusia, yang kemudian menjadi hapus sama sekali oleh penemuan Copernicus (bahwa bukan matahari yg mengitari bumi melainkan sebaliknya), dikemukakan lagi, tapi kini dari perspektif yang lain akibat teori-teori ilmu fisika dan kosmologi.
Tapi betapa mengesankan dan pentingnya pun, kita tidak boleh menganggap bahwa prinsip antropis itu dianut juga oleh Kitab Kej. Perlu kita camkan, bahwa walaupun kejadian manusia merupakan puncak penciptaan, namun apa yang dituturkan dalam sisa Kejadian I tetap sangat aktual. Kita terlalu mudah berpikir seakan-akan seluruh kelanjutan proses penciptaan yang masih tersisa adalah semata-mata demi kepentingan manusia. Tapi, seperti yang begitu tepat dikatakan C. Westermann:
"Fakta bahwa halaman pertama
Alkitab berbicara tentang surga dan bumi, serta matahari, bulan dan bintang,
tumbuh-tumbuhan, pohon, burung, ikan dan binatang, merupakan pertanda yang tak
teringkari bahwa Allah yang kita akui sebagai Bapa Yesus Kristus, menaruh
keprihatinan atas semuanya itu, dan bukan semata-mata atas kepentingan manusia
saja. Allah yang dianggap hanya sebagai Allah manusia, itu bukan Allah
Alkitab." (C.
Westermann, Genesis 1-11, hlm 176.)
Memang Kejadian 1 ayat 28 berbunyi "berkuasalah ... ''. Ayat ini akan dinalar
salah bila kita menafsirkannya salah, seolah-olah berarti bahwa segenap ciptaan
lainnya diciptakan melulu untuk kepentingan manusia. Ada orang, misalnya ahli
sejarah Amerika Lynn White, menuduh agama Kristen adalah agama paling antropis
di dunia, dan dia berpendapat bahwa polusi dalam dunia masa kini adalah akibat
ajaran gereja tentang diberinya manusia kekuasaan atas bumi (catatan : Yang di
persalahkan Lynn White sebenamya Gereja Eropa Abad Pertengahan. Tapi ahli
sejarah lain, misalnya K. Thomas, tidak sependapat dengan dia. Mereka
menekankan bahwa Gereja Abad Pertengahan mengajarkan juga doktrin tentang
manusia yang bertanggung jawab.). Tapi lepas dari soal tanggung jawab gereja,
tak dapat disangkal bahwa krisis ekologi masa kini adalah gara-gara sifat
egosentris manusia. Tepat sekali apa yang dikatakan Fritjof Capra:
Pertumbuhan teknologi yang terlalu
besar telah menciptakan suatu lingkungan hidup yang secara fisik dan mental
tidak sehat. Udara yang kotor, bunyi yang mengganggu, lalu lintas yang macet,
limbah kimia yang meracuni sekitar, bahaya-bahaya radiasi, banyaknya ketegangan
fisik dan psikologis sekarang sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari
kebanyakan kita. Gejala-gejala ini bukanlah akibat sampingan yang insidental
dari kemajuan teknologi, melainkan dampak hakiki dari suatu sistem ekonomi yang
gila pertumbuhan dan pengembangan, yang tak kenal lelah dalam usahanya
meningkatkan teknologi tinggi untuk menambah daya produksi. (F. Capra, The
Turning Point, 1982: hlm 249.)
Capra menunjukkan bukan hanya bahaya-bahaya yang
mengganggu kesehatan, tapi juga segi-segi kebudayaan modern yang lebih
mengerikan lagi. Kita sedang mengganggu proses-proses ekologi yang menopang
lingkungan, dan karena itu kita sedang mengancam dasar eksistensi diri sendiri.
Egoisme manusialah yang menilai keuntungan ekonomis jangka pendek (apa yang
disebut "produktivitas", "efisiensi", "kemampuan
bersaing") sebagai lebih penting daripada kesejahteraan jangka panjang dan
kelayakan dari planet bumi ini untuk dihuni oleh kita dan keturunan kita. Tapi
Kejadian I mengingatkan, bahwa penciptaan dunia oleh Allah - termasuk manusia -
adalah "demi Dia", bukan demi manusia. Alam semesta yang diciptakan
ini adalah suatu komunitas, dalam mana setiap bagian bisa menjadi sempurna
hanya dalam suatu hubungan timbal-balik yang serasi dengan bagian-bagian lain,
sementara semua bagian - masing-masing - mengikuti tujuan yang telah
diperuntukkan baginya oleh Allah Sang Khalik.
Memang, menurut Kejadian 1:28 manusia yang baru diciptakan itu diperintahkan: "Berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi". Namun apakah inti dari kekuasaan ini?
Jelas bahwa kekuasaan yang dimaksud bukanlah kekuasaan laki-laki atas perempuan, sebab kekuasaan itu diberikan kepada manusia yang diciptakan Allah, yaitu kepada laki-laki maupun perempuan.
Kita harus menafsirkan arti kekuasaan tersebut dalam rangka kedudukannya selaku manusia yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, yaitu selaku wakil Allah di atas bumi (Kejadian 1:27). Kejadian Pasal 2 menggambarkan manusia kepada kita sebagai pengelola yang memelihara dan melindungi Taman Allah. Jadi kekuasaan diberikan kepada manusia sebagai yang mewakili Allah dan yang bertugas memelihara ciptaan Pencipta-nya. Kekuasaan itu bukan keleluasaan seorang lalim mengeksploitasi bumi, melainkan penatalayanan seorang pengelola yang bertanggung jawab, yang mengakui bahwa segala sesuatu memperoleh keberadaannya dari tangan Allah dan yang ingin membantu agar segala sesuatu berkembang sebagaimana mestinya menurut kehendak Allah. Di atas telah dikemukakan bahwa dengan energi-Nya yang kreatif Allah mengubah kekacauan menjadi keteraturan, memelihara dan menopang dunia ciptaan-Nya. Dalam arti inilah kita harus mengerti perintah Allah kepada manusia untuk "berkuasa", yaitu: turut mengambil bagian dalam segala aspek tugas Ilahi.
Apabila manusia pernah dianggap sebagai "raja atas alam", dan ini mungkin tercakup dalam perintah untuk "berkuasa" itu, namun implikasi ini toh hanya boleh dimengerti dalam rangka pola pemerintahan Allah. Allah sebagai Raja senantiasa melayani rakyat yang diperintah-Nya, serta memenuhi kebutuhannya akan kesejahteraan. Dia adalah Raja yang melayani. Juga kita adalah pemelihara dan penopang dunia yang bertanggung jawab agar tujuan Allah, yaitu suatu alam semesta yang saling bergantung satu pada yang lain, dapat terwujud. Dalam Kejadian 2 binatang-binatang dilukiskan sebagai "penolong" manusia. Ini berarti kekuasaan manusia harus bersifat "suatu pemerintahan yang menjamin damai sejahtera", demikian perumusan dalam kata-kata Moltmann. Dengan memakai kiasan lain dapat dikatakan, manusia bertugas melayani alam semesta dengan bertindak sebagai bidan, yaitu yang membantu kelahiran kehidupan dan kemungkinan-kemungkinan baru. Sayang "kekuasaan" yang diberikan Allah kepada manusia sering dimengerti sebagai keleluasaan berbuat sesuka hati, sehingga manusia tidak melayani bumi melainkan mengeksploitasinya.
Setelah menyimak makna peringatan ini. baiklah kita kembali kepada arti dan kedudukan yang besar, yang menurut Kejadian I diberikan Allah kepada manusia. Dari antara segala makhluk, Allah menetapkan satu jenis tertentu untuk menjadi istimewa. Dan keistimewaan manusia yang khusus ialah, ia diciptakan "menurut gambar dan rupa Allah".
Memang, menurut Kejadian 1:28 manusia yang baru diciptakan itu diperintahkan: "Berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi". Namun apakah inti dari kekuasaan ini?
Jelas bahwa kekuasaan yang dimaksud bukanlah kekuasaan laki-laki atas perempuan, sebab kekuasaan itu diberikan kepada manusia yang diciptakan Allah, yaitu kepada laki-laki maupun perempuan.
Kita harus menafsirkan arti kekuasaan tersebut dalam rangka kedudukannya selaku manusia yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, yaitu selaku wakil Allah di atas bumi (Kejadian 1:27). Kejadian Pasal 2 menggambarkan manusia kepada kita sebagai pengelola yang memelihara dan melindungi Taman Allah. Jadi kekuasaan diberikan kepada manusia sebagai yang mewakili Allah dan yang bertugas memelihara ciptaan Pencipta-nya. Kekuasaan itu bukan keleluasaan seorang lalim mengeksploitasi bumi, melainkan penatalayanan seorang pengelola yang bertanggung jawab, yang mengakui bahwa segala sesuatu memperoleh keberadaannya dari tangan Allah dan yang ingin membantu agar segala sesuatu berkembang sebagaimana mestinya menurut kehendak Allah. Di atas telah dikemukakan bahwa dengan energi-Nya yang kreatif Allah mengubah kekacauan menjadi keteraturan, memelihara dan menopang dunia ciptaan-Nya. Dalam arti inilah kita harus mengerti perintah Allah kepada manusia untuk "berkuasa", yaitu: turut mengambil bagian dalam segala aspek tugas Ilahi.
Apabila manusia pernah dianggap sebagai "raja atas alam", dan ini mungkin tercakup dalam perintah untuk "berkuasa" itu, namun implikasi ini toh hanya boleh dimengerti dalam rangka pola pemerintahan Allah. Allah sebagai Raja senantiasa melayani rakyat yang diperintah-Nya, serta memenuhi kebutuhannya akan kesejahteraan. Dia adalah Raja yang melayani. Juga kita adalah pemelihara dan penopang dunia yang bertanggung jawab agar tujuan Allah, yaitu suatu alam semesta yang saling bergantung satu pada yang lain, dapat terwujud. Dalam Kejadian 2 binatang-binatang dilukiskan sebagai "penolong" manusia. Ini berarti kekuasaan manusia harus bersifat "suatu pemerintahan yang menjamin damai sejahtera", demikian perumusan dalam kata-kata Moltmann. Dengan memakai kiasan lain dapat dikatakan, manusia bertugas melayani alam semesta dengan bertindak sebagai bidan, yaitu yang membantu kelahiran kehidupan dan kemungkinan-kemungkinan baru. Sayang "kekuasaan" yang diberikan Allah kepada manusia sering dimengerti sebagai keleluasaan berbuat sesuka hati, sehingga manusia tidak melayani bumi melainkan mengeksploitasinya.
Setelah menyimak makna peringatan ini. baiklah kita kembali kepada arti dan kedudukan yang besar, yang menurut Kejadian I diberikan Allah kepada manusia. Dari antara segala makhluk, Allah menetapkan satu jenis tertentu untuk menjadi istimewa. Dan keistimewaan manusia yang khusus ialah, ia diciptakan "menurut gambar dan rupa Allah".
6. Gambar dan rupa Allah
Ungkapan ini sering dan ramai dibicarakan orang. Pernah dipersoalkan apakah "gambar" dan "rupa" sama artinya atau mengacu kepada dua segi yang berbeda dari kehidupan dan iman insani') Pendekatan yang berbeda-beda telah dilakukan oleh pihak Katolik, pihak Protestan, oleh pengikut-pengikut Luther, Barth, Niebuhr.
Jika dipikir matang-matang kepelbagaian pendapat ini adalah wajar. Sebab ungkapan "gambar dan rupa Allah" mengacu kepada masalah "apa manusia itu", "apa artinya menjadi manusia?" Ihwal "menjadi manusia dalam dunia" ini memang sulit dimengerti karena rumitnya kekhususan dan kepelbagaiannya. Inilah yang menerangkan keragaman tulisan para pakar, sebab masing-masing pakar rmenyoroti segi lain dari kodrat manusia sebagai yang mengungkapkan "gambar Allah".
* Kejadian 1:26-27
1:26 LAI TB, Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi."
KJV, And God said, Let us make man in our image, after our likeness: and let them have dominion over the fish of the sea, and over the fowl of the air, and over the cattle, and over all the earth, and over every creeping thing that creepeth upon the earth.
JPST, And God said: 'Let us make man in our image, after our likeness; and let them have dominion over the fish of the sea, and over the fowl of the air, and over the cattle, and over all the earth, and over every creeping thing that creepeth upon the earth.'
Hebrew,
וַיֹּאמֶר אֱלֹהִים נַעֲשֶׂה אָדָם בְּצַלְמֵנוּ כִּדְמוּתֵנוּ וְיִרְדּוּ בִדְגַת הַיָּם וּבְעֹוף הַשָּׁמַיִם וּבַבְּהֵמָה וּבְכָל־הָאָרֶץ וּבְכָל־הָרֶמֶשׂ הָרֹמֵשׂ עַל־הָאָרֶץ׃
Translit Interlinear, VAYO'MER {dan Dia berfirman} 'ELOHIM {Allah} NA'ASEH {marilah kita menjadikan} 'ADAM {manusia} BETSALMENU {pada gambar kita} KIDMUTENU {seperti rupa kita} VEYIRDU {dan mereka akan memerintah/menguasai} VIDGAT {pada ikan} HAYAM {laut itu} UVE'OF {dan pada unggas} HASYAMAYIM {langit itu} UVABEHEMAH {dan pada ternak} UVEKHOL-HA'ARETS {dan pada seluruh bumi itu} UVEKHOL-HAREMES {dan pada seluruh yang melata} HAROMES {binatang merayap} 'AL-HA'ARETS {atas bumi itu}.
1:27 LAI TB, Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.
KJV, So God created man in his own image, in the image of God created he him; male and female created he them.
JPST, And God created man in His own image, in the image of God created He him; male and female created He them.
Hebrew,
וַיִּבְרָא אֱלֹהִים אֶת־הָאָדָם בְּצַלְמֹו בְּצֶלֶם אֱלֹהִים בָּרָא אֹתֹו זָכָר וּנְקֵבָה בָּרָא אֹתָם׃
Translit Interlinear, VAYIVRA' {dan Dia menciptakan} 'ELOHIM {Allah} 'ET-HA'ADAM {manusia itu} BETSALMO {pada gambar-Nya} BETSELEM {pada gambar} 'ELOHIM {Allah} BARA' {Dia menciptakan} 'OTO {-Nya} ZAKHAR {laki-laki} UNEQEVAH {dan perempuan} BARA' {Dia menciptakan} 'OTAM {mereka}.
Ada penafsir yang mengartikan "gambar" itu secara jasmani. Mereka berkata bahwa andaikata Allah datang di tengah-tengah kita dalam dunia materi ini, Ia akan menjadi manusia. Penafsir lain menunjuk kepada sikap berdiri manusia yang tegak lurus, bertentangan dcngan binatang-binatang, dan menganggap ini sebagai keistimewaan yang membedakan manusia dari semua makhluk lain. Banyak penafsir yang mengkaji makna kualitas-kualitas moral, akali atau rohani manusia, dan mengemukakan pendapat mereka bahwa "gambar" itu adalah suatu cara lain untuk melukiskan moralitas, atau rasionalitas, atau kebolehan mengenal Allah. Penafsir yang lain lagi menghubungkan "gambar" itu dengan "kekuasaan" yang didelegasikan kepada manusia, dan mereka percaya bahwa gambar Allah menjadi nyata dalarn kekuasaan manusia atas alam semesta, dan kesanggupannya untuk berkreasi di dalamnya. Penafsir terkenal, Karl Barth, menafsirkan "gambar Allah" sebagai pengertian "laki-laki dan perempuan" yang saling melengkapi. Dan ada pula penafsir yang bertolak dari pemikiran, bahwa hanya manusialah dari semua makhluk yang mempunyai kesadaran diri dan mampu berkontemplasi tentang kesadaran diri itu. Menurut mereka Allah adalah Sang Maha Sadar Diri: menurut "gambar Allah" berarti sadar diri sebagai makhluk ciptaan Allah.
Dalam arti tertentu ini ada kesamaannya dengan cerita orang-orang buta yang mencoba melukiskan rupa seekor gajah dengan meraba, lalu bersikeras bahwa rupa gajah adalah sama dengan bagian tubuh gajah yang disentuhnya. Dengan cara yang sama, semua tafsiran yang disebut di atas mengenai "gambar dan rupa Allah" itu ada benarnya. Tapi ada beberapa hal lain yang harus dikemukakan.
Banyak dari tafsiran itu terpusat pada kebolehan manusia, yaitu sesuatu di dalam diri manusia yang menurut penafsirnya dapat disamakan dengan "gambar dan rupa Allah".
Sebaliknya beberapa ahli PL sama sekali tidak setuju dengan pendekatan seperti ini. Menurut mereka, "gambar" itu tidak mengacu pada suatu kesanggupan dalam diri manusia, melainkan pada kenyataan bahwa Allah menciptakan manusia sebagai rekan-Nya, dan bahwa manusia dapat hidup bersama dengan Allah. Menurut Westermann, "Manusia diciptakan sedemikian rupa sehingga keberadaannya adalah hubungannya dengan Allah". Menurut pandangan ini, "gambar Allah" bukan sesuatu yang dimiliki manusia, atau sesuatu kemampuan untuk menjadi atau berbuat sesuatu, melainkan suatu hubungan.
Di atas segalanya, hubungan yang dimaksud ialah hubungan dalam mana Allah menempatkan diriNya terhadap manusia. Suatu hubungan dalam mana manusia menjadi mitra kerja, wakil dan kemuliaan Allah di atas bumi.
Marilah kita selidiki sekarang apa yang dikatakan PB tentang gambar Allah ini. Hanya ada seorang manusia satu-satunya, tentang siapa secara spesifik dikatakan, bahwa: "Dia-lah gambar Allah yang tidak kelihatan" (Kolose 1:15), dan dalam hal ini PB sedikit pun tidak membiarkan kita dalam keragu-raguan, bahwa bila kita ingin melihat gambar Allah yang sesungguhnya, maka itu adalah dalam diri Yesus Kristus. Dalam 2 Kor 4:4, Paulus menyebut "kemuliaan Kristus, yang adalah gambaran Allah". Dalam 2 Korintus 3: 18, apabila Paulus menulis tentang ihwal kita diubah menjadi serupa dengan Kristus, ia memakai kiasan suatu cermin: "Kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan. maka kita sedang diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya". Suatu objek akan terlihat dalam cermin hanya jika cermin tersebut mencerminkan objek itu dari sudut yang cocok, atau dcngan kata lain, herada dalam hubungan yang cocok dengan objek itu. Demikian pula dapat dikatakan bahwa Yesus Kristus mencerminkan sifat Allah secara benar, karena Ia berada dalam hubungan yang pas cocok dan serasi dengan Allah yang dicerminkan-Nya, yaitu hubungan seorang Anak dengan BapaNya. Dia-lah gambar dan kemuliaan Bapa di bumi ini.
Kita dapat menyimpulkan, hakikat "gambar dan rupa Allah" bukanlah kesanggupan manusia untuk menjadi atau berbuat sesuatu. "Menurut gambar" atau segamhar dengan Allah menyatakan hubungan Allah dengan kita, dan hubungan kita dengan Dia sebagai anak-anak dengan Bapa-nya. "Gambar" bukanlah salah satu sifat yang kita miliki, melainkan keseluruhan keberadaan kita. Kita mencapai kemanusiaan yang benar bila kita mengalami persekutuan pribadi dengan Allah. Dalam persekutuan demikian kemuliaan-Nya dicerminkan dan gambar-Nya kelihatan.
Sekarang marilah mengupasnya dari sudut iman Kristen.
1. Allah yang kita kenal dan yang kita sembah dalam Yesus Kristus melalui Roh Kudus, adalah Allah Tritunggal, dalam siapa kemampuan mengasihi secara kreatif menyatu dengan kemampuan bersekutu secara pribadi. Menurut John Zizioulas, Allah adalah "Keberadaan dalam Persekutuan". Artinya, persekutuan pribadi satu sama lain dalam kasih, itulah gambar Allah. Gambar Allah dalam dunia ini ialah Yesus Kristus, karena Ia bersekutu paling akrab dengan BapaNya dalam kasih. Kita pengikut-pengikut-Nya mencerminkan gambar Allah bila persekutuan kita dengan Dia dan sesama manusia makin lama makin erat dan akrab. Ada filsuf yang mengatakan, manusia bukan suatu pribadi kalau ia tidak mempunyai hubungan dengan pribadi lain. "Aku bisa menjadi aku hanya kalau aku mempunyai hubungan dengan Anda (Lihat J. MacMurray, Person in Relation, 1961.).
Ihwal ini dijelaskan dengan menarik sekali dalam buku yang ditulis untuk anak-anak oleh Margery Williams, judulnya The Velveteen Rabbit. Ceritanya tentang binatang mainan yang berbicara tentang hidup yang nyata.
Ungkapan ini sering dan ramai dibicarakan orang. Pernah dipersoalkan apakah "gambar" dan "rupa" sama artinya atau mengacu kepada dua segi yang berbeda dari kehidupan dan iman insani') Pendekatan yang berbeda-beda telah dilakukan oleh pihak Katolik, pihak Protestan, oleh pengikut-pengikut Luther, Barth, Niebuhr.
Jika dipikir matang-matang kepelbagaian pendapat ini adalah wajar. Sebab ungkapan "gambar dan rupa Allah" mengacu kepada masalah "apa manusia itu", "apa artinya menjadi manusia?" Ihwal "menjadi manusia dalam dunia" ini memang sulit dimengerti karena rumitnya kekhususan dan kepelbagaiannya. Inilah yang menerangkan keragaman tulisan para pakar, sebab masing-masing pakar rmenyoroti segi lain dari kodrat manusia sebagai yang mengungkapkan "gambar Allah".
* Kejadian 1:26-27
1:26 LAI TB, Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi."
KJV, And God said, Let us make man in our image, after our likeness: and let them have dominion over the fish of the sea, and over the fowl of the air, and over the cattle, and over all the earth, and over every creeping thing that creepeth upon the earth.
JPST, And God said: 'Let us make man in our image, after our likeness; and let them have dominion over the fish of the sea, and over the fowl of the air, and over the cattle, and over all the earth, and over every creeping thing that creepeth upon the earth.'
Hebrew,
וַיֹּאמֶר אֱלֹהִים נַעֲשֶׂה אָדָם בְּצַלְמֵנוּ כִּדְמוּתֵנוּ וְיִרְדּוּ בִדְגַת הַיָּם וּבְעֹוף הַשָּׁמַיִם וּבַבְּהֵמָה וּבְכָל־הָאָרֶץ וּבְכָל־הָרֶמֶשׂ הָרֹמֵשׂ עַל־הָאָרֶץ׃
Translit Interlinear, VAYO'MER {dan Dia berfirman} 'ELOHIM {Allah} NA'ASEH {marilah kita menjadikan} 'ADAM {manusia} BETSALMENU {pada gambar kita} KIDMUTENU {seperti rupa kita} VEYIRDU {dan mereka akan memerintah/menguasai} VIDGAT {pada ikan} HAYAM {laut itu} UVE'OF {dan pada unggas} HASYAMAYIM {langit itu} UVABEHEMAH {dan pada ternak} UVEKHOL-HA'ARETS {dan pada seluruh bumi itu} UVEKHOL-HAREMES {dan pada seluruh yang melata} HAROMES {binatang merayap} 'AL-HA'ARETS {atas bumi itu}.
1:27 LAI TB, Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.
KJV, So God created man in his own image, in the image of God created he him; male and female created he them.
JPST, And God created man in His own image, in the image of God created He him; male and female created He them.
Hebrew,
וַיִּבְרָא אֱלֹהִים אֶת־הָאָדָם בְּצַלְמֹו בְּצֶלֶם אֱלֹהִים בָּרָא אֹתֹו זָכָר וּנְקֵבָה בָּרָא אֹתָם׃
Translit Interlinear, VAYIVRA' {dan Dia menciptakan} 'ELOHIM {Allah} 'ET-HA'ADAM {manusia itu} BETSALMO {pada gambar-Nya} BETSELEM {pada gambar} 'ELOHIM {Allah} BARA' {Dia menciptakan} 'OTO {-Nya} ZAKHAR {laki-laki} UNEQEVAH {dan perempuan} BARA' {Dia menciptakan} 'OTAM {mereka}.
Ada penafsir yang mengartikan "gambar" itu secara jasmani. Mereka berkata bahwa andaikata Allah datang di tengah-tengah kita dalam dunia materi ini, Ia akan menjadi manusia. Penafsir lain menunjuk kepada sikap berdiri manusia yang tegak lurus, bertentangan dcngan binatang-binatang, dan menganggap ini sebagai keistimewaan yang membedakan manusia dari semua makhluk lain. Banyak penafsir yang mengkaji makna kualitas-kualitas moral, akali atau rohani manusia, dan mengemukakan pendapat mereka bahwa "gambar" itu adalah suatu cara lain untuk melukiskan moralitas, atau rasionalitas, atau kebolehan mengenal Allah. Penafsir yang lain lagi menghubungkan "gambar" itu dengan "kekuasaan" yang didelegasikan kepada manusia, dan mereka percaya bahwa gambar Allah menjadi nyata dalarn kekuasaan manusia atas alam semesta, dan kesanggupannya untuk berkreasi di dalamnya. Penafsir terkenal, Karl Barth, menafsirkan "gambar Allah" sebagai pengertian "laki-laki dan perempuan" yang saling melengkapi. Dan ada pula penafsir yang bertolak dari pemikiran, bahwa hanya manusialah dari semua makhluk yang mempunyai kesadaran diri dan mampu berkontemplasi tentang kesadaran diri itu. Menurut mereka Allah adalah Sang Maha Sadar Diri: menurut "gambar Allah" berarti sadar diri sebagai makhluk ciptaan Allah.
Dalam arti tertentu ini ada kesamaannya dengan cerita orang-orang buta yang mencoba melukiskan rupa seekor gajah dengan meraba, lalu bersikeras bahwa rupa gajah adalah sama dengan bagian tubuh gajah yang disentuhnya. Dengan cara yang sama, semua tafsiran yang disebut di atas mengenai "gambar dan rupa Allah" itu ada benarnya. Tapi ada beberapa hal lain yang harus dikemukakan.
Banyak dari tafsiran itu terpusat pada kebolehan manusia, yaitu sesuatu di dalam diri manusia yang menurut penafsirnya dapat disamakan dengan "gambar dan rupa Allah".
Sebaliknya beberapa ahli PL sama sekali tidak setuju dengan pendekatan seperti ini. Menurut mereka, "gambar" itu tidak mengacu pada suatu kesanggupan dalam diri manusia, melainkan pada kenyataan bahwa Allah menciptakan manusia sebagai rekan-Nya, dan bahwa manusia dapat hidup bersama dengan Allah. Menurut Westermann, "Manusia diciptakan sedemikian rupa sehingga keberadaannya adalah hubungannya dengan Allah". Menurut pandangan ini, "gambar Allah" bukan sesuatu yang dimiliki manusia, atau sesuatu kemampuan untuk menjadi atau berbuat sesuatu, melainkan suatu hubungan.
Di atas segalanya, hubungan yang dimaksud ialah hubungan dalam mana Allah menempatkan diriNya terhadap manusia. Suatu hubungan dalam mana manusia menjadi mitra kerja, wakil dan kemuliaan Allah di atas bumi.
Marilah kita selidiki sekarang apa yang dikatakan PB tentang gambar Allah ini. Hanya ada seorang manusia satu-satunya, tentang siapa secara spesifik dikatakan, bahwa: "Dia-lah gambar Allah yang tidak kelihatan" (Kolose 1:15), dan dalam hal ini PB sedikit pun tidak membiarkan kita dalam keragu-raguan, bahwa bila kita ingin melihat gambar Allah yang sesungguhnya, maka itu adalah dalam diri Yesus Kristus. Dalam 2 Kor 4:4, Paulus menyebut "kemuliaan Kristus, yang adalah gambaran Allah". Dalam 2 Korintus 3: 18, apabila Paulus menulis tentang ihwal kita diubah menjadi serupa dengan Kristus, ia memakai kiasan suatu cermin: "Kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan. maka kita sedang diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya". Suatu objek akan terlihat dalam cermin hanya jika cermin tersebut mencerminkan objek itu dari sudut yang cocok, atau dcngan kata lain, herada dalam hubungan yang cocok dengan objek itu. Demikian pula dapat dikatakan bahwa Yesus Kristus mencerminkan sifat Allah secara benar, karena Ia berada dalam hubungan yang pas cocok dan serasi dengan Allah yang dicerminkan-Nya, yaitu hubungan seorang Anak dengan BapaNya. Dia-lah gambar dan kemuliaan Bapa di bumi ini.
Kita dapat menyimpulkan, hakikat "gambar dan rupa Allah" bukanlah kesanggupan manusia untuk menjadi atau berbuat sesuatu. "Menurut gambar" atau segamhar dengan Allah menyatakan hubungan Allah dengan kita, dan hubungan kita dengan Dia sebagai anak-anak dengan Bapa-nya. "Gambar" bukanlah salah satu sifat yang kita miliki, melainkan keseluruhan keberadaan kita. Kita mencapai kemanusiaan yang benar bila kita mengalami persekutuan pribadi dengan Allah. Dalam persekutuan demikian kemuliaan-Nya dicerminkan dan gambar-Nya kelihatan.
Sekarang marilah mengupasnya dari sudut iman Kristen.
1. Allah yang kita kenal dan yang kita sembah dalam Yesus Kristus melalui Roh Kudus, adalah Allah Tritunggal, dalam siapa kemampuan mengasihi secara kreatif menyatu dengan kemampuan bersekutu secara pribadi. Menurut John Zizioulas, Allah adalah "Keberadaan dalam Persekutuan". Artinya, persekutuan pribadi satu sama lain dalam kasih, itulah gambar Allah. Gambar Allah dalam dunia ini ialah Yesus Kristus, karena Ia bersekutu paling akrab dengan BapaNya dalam kasih. Kita pengikut-pengikut-Nya mencerminkan gambar Allah bila persekutuan kita dengan Dia dan sesama manusia makin lama makin erat dan akrab. Ada filsuf yang mengatakan, manusia bukan suatu pribadi kalau ia tidak mempunyai hubungan dengan pribadi lain. "Aku bisa menjadi aku hanya kalau aku mempunyai hubungan dengan Anda (Lihat J. MacMurray, Person in Relation, 1961.).
Ihwal ini dijelaskan dengan menarik sekali dalam buku yang ditulis untuk anak-anak oleh Margery Williams, judulnya The Velveteen Rabbit. Ceritanya tentang binatang mainan yang berbicara tentang hidup yang nyata.
"Si Kelinci Beledu berpaling
kepada Si Kuda Kulit yang tua lagi bijaksana dan bertanya, 'Apakah artinya
nyata? Apakah suatu mainan menjadi nyata jika dijalankan oleh mesin dan ia
mempunyai gagang dan ada bunyi mendengung di dalamnya?'
Si Kuda Kulit menjawab, 'Tidak. Nyata itu bukan soal cara bagaimana kau dibuat. Itu adalah sesuatu yang terjadi atasmu. Bila seorang anak menyayangimu lama sekali, bukan sekedar sebagai mainan, melainkan benar-benar menyayangimu secara nyata, maka kau akan menjadi nyata'.
'Apakah menjadi nyata itu menyakitkan?' bertanya Si Kelinci Beledu.
'Kadang-kadang,' jawab Si Kuda Kulit, 'sebab ia selalu mengatakan yang benar'.
'Apakah itu terjadi dengan seketika, atau sedikit demi sedikit?'
'Itu tidak terjadi dengan seketika,' kata si Kuda Kulit. 'Untuk menjadi nyata, memerlukan waktu .... Biasanya menjelang kau akan menjadi nyata, bulumu sudah hampir habis gara-gara terlalu banyak disayang, matamu sudah hilang, dan kau kelihatan kumuh sekali .... Tapi, sekali kau sudah nyata, kau takkan bisa menjadi tidak nyata lagi. Kau akan nyata untuk selama-lamanya.'"
Si Kuda Kulit menjawab, 'Tidak. Nyata itu bukan soal cara bagaimana kau dibuat. Itu adalah sesuatu yang terjadi atasmu. Bila seorang anak menyayangimu lama sekali, bukan sekedar sebagai mainan, melainkan benar-benar menyayangimu secara nyata, maka kau akan menjadi nyata'.
'Apakah menjadi nyata itu menyakitkan?' bertanya Si Kelinci Beledu.
'Kadang-kadang,' jawab Si Kuda Kulit, 'sebab ia selalu mengatakan yang benar'.
'Apakah itu terjadi dengan seketika, atau sedikit demi sedikit?'
'Itu tidak terjadi dengan seketika,' kata si Kuda Kulit. 'Untuk menjadi nyata, memerlukan waktu .... Biasanya menjelang kau akan menjadi nyata, bulumu sudah hampir habis gara-gara terlalu banyak disayang, matamu sudah hilang, dan kau kelihatan kumuh sekali .... Tapi, sekali kau sudah nyata, kau takkan bisa menjadi tidak nyata lagi. Kau akan nyata untuk selama-lamanya.'"
Kita menjadi nyata melalui hubungan yang penuh kasih.
Ini akan kita bahas nanti berkaitan dengan Kejadian 2, di mana Allah berkata, "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja".
(Kejadian 2:18)
Ada hal lain yang dalam kaitan ini baik direnungkan
sejenak. Kejadian 1:27 berkata, "Baiklah Kita
menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita". Mungkin bentuk
jamak ini menunjuk pada keagungan Dia Yang berbicara itu. Tapi banyak penafsir
menganggap bahwa di sini kita sudah melihat sekilas apa yang jauh di kemudian
hari dirumuskan sebagai ajaran tentang Trinitas. Agustinus misalnya menulis:
"Ketika aku baca bahwa Roh Allah
melayang-layang di atas permukaan air, aku menangkap sekilas ketritunggalan-Mu,
ya, Allahku. Karena Dikau, ya, Bapa, yang menciptakan langit dan bumi pada
Permulaan Hikmat manusia - yaitu Hikmat-Mu yang lahir daripada Dikau, yang
setara dengan Dikau, yang kekal seperti Dikau - Hikmat yang adalah dalam AnakMu
.... Di sinilah aku melihat Trinitas itu, ya, Allah-ku, Bapa, Anak, dan Roh
Kudus, Khalik alam segenap ciptaan." (Agustinus. Pengakuan XII
1.5.)
Yang penting bukan benar atau tidaknya ucapan
Agustinus ini, melainkan bahwa orang pada tempatnya mempersoalkan siapa
"Kita" yang disebut dalam ayat 26. Kemungkinan ialah bahwa Allah
"berbicara dengan diriNya sendiri", yaitu Firman Allah yang menciptakan
dalam persekutuan dengan "Roh Allah yang kreatif". Atau mungkin Allah
berbicara dengan mereka yang berdiam bersama Dia dalam istana surgawi, yaitu
"semua anak-anak Allah" yang menurut Ayub 38:7 bersorak sorai
bersama-sama dengan bintang-bintang fajar ketika Allah meletakkan dasar bumi.
Catatan :
Ada pembahasan yang menyorot khusus Kejadian 1:26 tentang kata "kita" merujuk kepada ke-Tritunggalan Allah atau tidak, lihat artikel : Kata "Kita" dalam Kejadian 1:26, Apakah merujuk pada Ketritunggalan?
Ada pembahasan yang menyorot khusus Kejadian 1:26 tentang kata "kita" merujuk kepada ke-Tritunggalan Allah atau tidak, lihat artikel : Kata "Kita" dalam Kejadian 1:26, Apakah merujuk pada Ketritunggalan?
2. Cerita Si Kelinci Beledu juga membawa kita kepada
butir kedua, yaitu bahwa kemanusiaan yang sejati adalah ihwal
"menjadi" dan bukan sekedar ihwal berada. Terjadinya dan terjalinnya
suatu hubungan memang membutuhkan waktu. karena itu mempunyai hubungan dengan
Allah berarti mempunyai sejarah dengan Allah.
Tentang Yesus Kristus memang layak berbicara sebagai
"Manusia sejati", tapi lain halnya dengan kita. Kita adalah tidak
lebih daripada manusia yang sedang menjadi. Mengerti gambar Allah terutama
sehagai hubungan pribadi, berarti menyimaknya bukan selaku pemberian Allah -
yang memanggil kita ke dalam persekutuan dengan diriNya -- melainkan sehagai
tugas untuk dilaksanakan, suatu destinasi untuk dituju.
Gambar Allah yang jelas dapat kita lihat dalam Yesus
Kristus. Gambar Allah yang masing-masing kita lihat dalam diri sesama kita
memang suatu gambar yang kabur, karena hubungan kita dengan Allah jauh dari
sempurna. Dari pihak Allah, hubungan itu berarti: Dia harus selalu mengampuni,
melahirkan kembali dan membangkitkan kita. Dari pihak kita, hubungan itu
berarti: kita harus berusaha untuk mencapai "kedewasaan penuh. dan
tingka! pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus" (Efesus
4:13). Kita orang Kristen dapat dikatakan: sedang di tengah jalan menuju suatu
pribadi. Allah-lah Pribadi yang nyata itu, yang dengan mengasihi kita membuat
kita rnenjadi pribadi yang nyata.
3. Manusia dijadikan menurut gambar dan rupa Allah, dan
karena itu mewakili Allah di bumi. J. Moltmann mengemukakannya sebagai berikut:
Manusia sebagai gambar dan rupa Allah
di bumi terlibat dalam tiga hubungan yang fundamental, yakni: sebagai wakil
Allah dan yang alas nama-Nya menguasai makhluk-makhluk lain di bumi; sebagai wakil
kerja Allah yang dapat berbicara dengan Allah dan menanggapi firman-Nya;
sebagai rupa Allah yang menampilkan kemuliaan-Nya di bumi. (J.
Moltmann. God in Creation, hlm 221.)
Status ini diberikan hanya kepada manusia - bukan
kepada malaikat atau binatang lain. Kejadian I mengakui keistimewaan manusia.
Ini harus kita tekankan terhadap beberapa filsuf humanis dan Juga terhadap
golongan yang dewasa ini keranjingan membela "hak binatang-binatang".
Mereka tidak mengindahkan keistimewaan manusia dan ada kalanya mengutamakan
hak-hak binatang di atas hak asasi manusia. Padahal Kejadian 1 tegas
mengatakan, bahwa tugas dan kehormatan mewakili Allah di bumi diberikan Allah
hanya kepada manusia saja.
4. Ada kesanggupan dan keterampilan insani yang
terlibat dalam ihwal mengadakan hubungan pribadi dan belajar mengasihi dalam
hubungan pribadi itu. Tidak mengherankan bahwa kesanggupan-kesanggupan ini
sering dianggap sebagai segi-segi dari gambar dan rupa Allah. Dan kita berharap
serta menginginkan bahwa seseorang sehat, penuh dengan Roh, kuat, rasional,
bermoral, yang bertumbuh melalui hubungan kasih dengan orang lain, dan bahwa
dalam orang seperti ini, gambar Allah makin lama makin jelas. Salah satu dari
kesanggupan tersebut ialah rasionalitas (kesanggupan menalar)
Telah dikatakan, rasionalitas itu sangat penting dalam
usaha insani yang kita sebut ilmu pengetahuan. Ada hubungan timbal balik antara
kemampuan kita menular dan dunia yang tertib di luar kita yang mencerminkan
(secara kabur) Rasionalitas atau Logos Ilahi. Namun demikian, janganlah
sekali-kali menganggap bahwa orang yang tidak mempunyai kesanggupan-kesanggupan
itu maksudnya, bayi yang masih dalam kandungan, anak yang belum sadar akan moralitas,
orang lumpuh, penderita kanker, atau orang tua yang daya pikirnya berangsur
turun, dan lain-lainnya, tidak dapat mempunyai hubungan dengan Allah
semata-mata gara-gara mereka tidak mampu berbuat hal-hal tertentu. Kita harus
ingat, gambar Allah adalah tugas sekaligus pemberian, proses perkembangan
sekaligus kedudukan yang tak tergoyahkan. Tugas dan proses itu berjalan
bertahap. mulai dari kehidupan dalam kandungan, melalui masa kecil dan
kedewasaan. sampai kepada masa jompo. Setiap orang mengalami masa sehat dan
masa sakit, kemampuan penuh dan ketidak-berdayaan. Bukan kesanggupan yang
penting, melainkan kenyataan bahwa Allah menempatkan kita dalam hubungan dengan
diriNya
5. Jika gambar Allah itu berkaitan dengan kemampuan
menjalin persekutuan pribadi, maka kita dapat mengerti mengapa Karl Barth
mengaitkannya dcngan hubungan antar jenis kelumin manusia. Sebab seperti nanti
akan lebih jelas lagi dalam Kejadian 2, sifat saling melengkapi, timbal balik
dan kreatif dari hubungan antara laki-laki dan perempuan yang dilambangkan oleh
dan dibuat menjadi lebih mendalam lagi berkat hubungan seksual mereka,
merupakan salah satu segi yang terdalam dari kemanusiawian kita. Jika
persekutuan pribadi dalam saling mengasihi adalah sebagian dari makna hubungan
antara laki-laki dan perempuan, yang mendapat pernyataannya yang paling intim
dalam hidup pernikahan, maka ini juga adalah sebagian dari gambar dan rupa
Allah.
6. Akhirnya dalam Kejadian 1:28 gambar dan rupa Allah
dalam manusia laki-laki dan perempuan, dikaitkan dengan berkat
perkembangbiakan:
* Kejadian 1:28
LAI TB, Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi."
KJV, And God blessed them, and God said unto them, Be fruitful, and multiply, and replenish the earth, and subdue it: and have dominion over the fish of the sea, and over the fowl of the air, and over every living thing that moveth upon the earth.
JPST, And God blessed them; and God said unto them: 'Be fruitful, and multiply, and replenish the earth, and subdue it; and have dominion over the fish of the sea, and over the fowl of the air, and over every living thing that creepeth upon the earth.'
Hebrew,
וַיְבָרֶךְ אֹתָם אֱלֹהִים וַיֹּאמֶר לָהֶם אֱלֹהִים פְּרוּ וּרְבוּ וּמִלְאוּ אֶת־הָאָרֶץ וְכִבְשֻׁהָ וּרְדוּ בִּדְגַת הַיָּם וּבְעֹוף הַשָּׁמַיִם וּבְכָל־חַיָּה הָרֹמֶשֶׂת עַל־הָאָרֶץ׃
Translit Interlinear, VAVAREKH {dan Dia memberkati} 'OTAM {mereka} 'ELOHIM {Allah} VAYO'MER {dan Dia berfirman} LAHEM {kepada mereka} 'ELOHIM {Allah} PERU {hendaklah mereka berbuah/beranak cucu} UREVU {dan hendaklah mereka banyak} UMIL'U {dan mereka memenuhi} 'ET-HA'ARETS {bumi itu} VEKHIVSYUHA {dan mereka menguasainya} UREDU {dan mereka memerintah} BIDGAT {pada ikan} HAYAM {laut itu} UVE'OF {dan pada unggas} HASYAMAYIM {langit itu} UVEKHAL-KHAYAH {dan pada seluruh binatang} HAROMESET {yang merayap} 'AL-HA'ARETS {atas bumi itu}.
* Kejadian 1:28
LAI TB, Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi."
KJV, And God blessed them, and God said unto them, Be fruitful, and multiply, and replenish the earth, and subdue it: and have dominion over the fish of the sea, and over the fowl of the air, and over every living thing that moveth upon the earth.
JPST, And God blessed them; and God said unto them: 'Be fruitful, and multiply, and replenish the earth, and subdue it; and have dominion over the fish of the sea, and over the fowl of the air, and over every living thing that creepeth upon the earth.'
Hebrew,
וַיְבָרֶךְ אֹתָם אֱלֹהִים וַיֹּאמֶר לָהֶם אֱלֹהִים פְּרוּ וּרְבוּ וּמִלְאוּ אֶת־הָאָרֶץ וְכִבְשֻׁהָ וּרְדוּ בִּדְגַת הַיָּם וּבְעֹוף הַשָּׁמַיִם וּבְכָל־חַיָּה הָרֹמֶשֶׂת עַל־הָאָרֶץ׃
Translit Interlinear, VAVAREKH {dan Dia memberkati} 'OTAM {mereka} 'ELOHIM {Allah} VAYO'MER {dan Dia berfirman} LAHEM {kepada mereka} 'ELOHIM {Allah} PERU {hendaklah mereka berbuah/beranak cucu} UREVU {dan hendaklah mereka banyak} UMIL'U {dan mereka memenuhi} 'ET-HA'ARETS {bumi itu} VEKHIVSYUHA {dan mereka menguasainya} UREDU {dan mereka memerintah} BIDGAT {pada ikan} HAYAM {laut itu} UVE'OF {dan pada unggas} HASYAMAYIM {langit itu} UVEKHAL-KHAYAH {dan pada seluruh binatang} HAROMESET {yang merayap} 'AL-HA'ARETS {atas bumi itu}.
Allah mengaruniakan kesuburan dan pelipat-gandaan
kepada manusia. Ini bertentangan sekali dengan cara manusia membujuk ilah-ilah
memberikan kesuburan. seperti yang terjadi dalam agama kafir. Istilah "prokreasi"
yang kita pakai untuk pengertian berkembang biak, secara harfiah berarti
"kreasi (menciptakan) atas nama orang lain", yaitu Allah. Jadi
kreativitas manusia, khususnya perkembang-biakan manusia, adalah bayangan kasih
Ilahi yang kreatif dalam kehidupan kita yang diciptakan menurut gambar dan rupa
Allah. Kehidupan dan segala "berkat"nya (yaitu anak) adalah karunia
Allah. Dan berkat itu, seperti semua berkat Allah, bukan hanya pemberian, tapi
juga tugas.
Dengan demikian kreativitas manusia mencerminkan
(walaupun secara kabur) kreativitas Ilahi, dalam hal beranak-cucu dan bertambah
serta menaklukkan bumi dan menguasai isinya. Dalam terang pembahasan kita
mengenai gambar dan rupa Allah, agaknya sudah kentara bahwa
"kekuasaan" manusia bukanlah keleluasaan untuk mengeksploitasi.
Malahan, kekuasaan itu bersifat pelayanan yang memacu terciptanya suatu
lingkungan, di mana orang-orang yang pribadinya mencerminkan kasih dan
kreativitas Allah, meskipun secara kabur, merasa betah untuk hidup. Kejadian
pasal 1 akan segera membawa kita pada pasal 2, di mana makna hubungan manusia
dengan Allah dan makhluk-makhluk lain dibahas dalam arti yang lebih intim lagi.
7. Sungguh amat baik
a. Berkat
Allah memberkati binatang-binatang, dan memberkati
laki-laki dan perempuan yang diciptakan menurut gambar dan rupa-Nya. Kemudian
Ia memberkati hari ketujuh (Kejadian 1:22,28; 2:3). Dalam Alkitab istilah
"berkat" menunjuk kepada vitalitas, kreativitas dan penggenapan.
Kemajuan kehidupan seluruh ciptaan adalah karya "berkat" Allah.
Seluruh ciptaan terangkat dalam suatu gairah dan kegembiraan yang meluap-luap.
Berkat Allah menyertai kehidupan ibarat musik mengiringi tari-tarian.
b. Makanan
Bahwa Allah menyediakan makanan bagi manusia yang diciptakan-Nya, itu juga sebagian dari berkat Ilahi. Dalam dongeng-dongeng Babel manusialah yang menyediakan makanan bagi para ilah, tapi dalam Kitab Kejadian Allah yang menyediakan makanan bagi manusia.
Penyediaan ini lagi-lagi merupakan pertanda, bahwa dalam dunia yang diciptakan Allah ini segala sesuatu bergantung satu pada yang lain. Kita semua ambil bagian dalam ciptaan ini, sebab kita membutuhkannya demi kehidupan kita, namun ciptaan ini dengan segala isinya yang lain membutuhkan manusia untuk mengolah dan memeliharanya. Ekosistem pada mana daur hidup setiap makhluk tergantung; kebutuhan setiap makhluk akan makanan yang didapatnya dari makhluk lain; dan karena itu, kebutuhan akan suatu ciptaan dalam mana ketergantungan timbal balik dan saling membutuhkan dihormati: semua ini harus dikaitkan pada kenyataan, bahwa Allah yang menyediakan makanan. Dengan tepat Kitab Mazmur berkata:
Bahwa Allah menyediakan makanan bagi manusia yang diciptakan-Nya, itu juga sebagian dari berkat Ilahi. Dalam dongeng-dongeng Babel manusialah yang menyediakan makanan bagi para ilah, tapi dalam Kitab Kejadian Allah yang menyediakan makanan bagi manusia.
Penyediaan ini lagi-lagi merupakan pertanda, bahwa dalam dunia yang diciptakan Allah ini segala sesuatu bergantung satu pada yang lain. Kita semua ambil bagian dalam ciptaan ini, sebab kita membutuhkannya demi kehidupan kita, namun ciptaan ini dengan segala isinya yang lain membutuhkan manusia untuk mengolah dan memeliharanya. Ekosistem pada mana daur hidup setiap makhluk tergantung; kebutuhan setiap makhluk akan makanan yang didapatnya dari makhluk lain; dan karena itu, kebutuhan akan suatu ciptaan dalam mana ketergantungan timbal balik dan saling membutuhkan dihormati: semua ini harus dikaitkan pada kenyataan, bahwa Allah yang menyediakan makanan. Dengan tepat Kitab Mazmur berkata:
"Semuanya menantikan Engkau,
supaya diberikan makanan pada waktunva ". (Mazmur 104:27)
supaya diberikan makanan pada waktunva ". (Mazmur 104:27)
c. Kebaikan
Tentang setiap hal yang diciptakan dikatakan "Allah melihat bahwa semuanya itu baik". Puncaknya mengumandang dalam ayat 31 :
Kejadian 1:31
LAI TB, Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari keenam.
KJV, And God saw every thing that he had made, and, behold, it was very good. And the evening and the morning were the sixth day.
JPST, Jewish Publication Society Tanakh
And God saw every thing that He had made, and, behold, it was very good. And there was evening and there was morning, the sixth day.
Hebrew,
וַיַּרְא אֱלֹהִים אֶת־כָּל־אֲשֶׁר עָשָׂה וְהִנֵּה־טֹוב מְאֹד וַיְהִי־עֶרֶב וַיְהִי־בֹקֶר יֹום הַשִּׁשִּׁי׃ ף
Translit Interlinear, VAYAR' {dan Dia melihat} 'ELOHIM {Allah} 'ET-KAL-'ASYER {seluruh yang} 'ASAH {Dia menjadikan} VEHINEH-TOV {dan lihatlah baik} ME'OD {teramat sangat} VAYHI-'EREV {dan ia menjadi/ada petang} VAYHI-VOQER {dan ia menjadi/ada pagi} YOM {hari} HASYISYI {Jumat/keenam}.
Sebelum menyinggung kejahatan, atau penyakit, atau dosa, atau kegalauan, kita perlu menyimak nada sukacita yang meluap-luap dalam ayat 10, 12, 18, 21, 25 dan puncaknya dalam ayat 31 dari Kejadian I ini. Sungguh amat baik! Apa yang dijadikan Allah adalah benar-benar baik.
Dalam sejarah kekristenan pernah terjadi, orang demikian berat sebelah menekankan keberadaan dosa, sehingga mereka lupa akan kesenangan dan kenikmatan dunia yang dijadikan Allah. Kita dapat merayakan kebaikan dunia ini dengan kesenian dan musik, tarian dan drama. Raja Daud merayakan kedatangan tabut perjanjian ke kota Yerusalem dengan menari-nari di hadapan Tuhan sekuat tenaga, sehingga istrinya merasa malu (2 Samuel 6:20). Maria meminyaki kaki Yesus dalarn suatu perbuatan yang dapat dianggap pemborosan, namun maksudnya ialah memberikan yang terbaik kepada Tuhan-nya. Kita juga perlu kembali menemukan kebaikan dari segala yang diciptakan Allah, sekalipun itu dibayang-bayangi oleh kegelapan dosa, seperti akan kita lihat dalam Kejadian 3.
Seorang saleh, Julian dari kota Norwich, yang hidup pada Abad Pertengahan, melihat keajaiban kasih Allah yang kreatif dalam biji-bijian sebuah pohon. "Dalam biji-bijian yang kecil ini kulihat tiga ke¬benaran. Pertama, Allah membuatnya; kedua, Allah mencintainya; ketiga, Allah memeliharanya" (Julian of Norwich, Revelations of Divine Love.). Dalarn hal-hal kecil seperti biji-bijian, dalam hal-hal rutin dunia yang bersahaja, Julian melihat kasih Allah yang menciptakan dan memelihara.
Semuanya baik - termasuk manusia. Salah satu segi yang menguatirkan dari kebudayaan modern, ialah hilangnya harga diri dari hanyak orang. Mereka menilai diri mereka sebagai "tak berarti" atau "tak berharga". Penilaian yang salah kaprah ini sering mengakibatkan penyakit depresi, dan kesukaran yang sangat dirasakan dalam membina hubungan pribadi. Penyakit ini mempekerjakan banyak ahli terapi dan konseling untuk menyembuhkannya' Memang. ada kalanya seorang Kristen pada tempatnya harus mengaku: "Aku tidak layak, aku manusia yang tak berarti", namun pengakuan itu harus sekaligus diimbangi oleh lukisan yang diberikan Kejadian I tentang dunia. Di situ manusia bukan tanpa arti. Mungkin gambar dan rupa Allah sudah kabur dalam dirinya, dan memang dalam setiap orang Kristen banyak hal yang masih perlu diperbaiki. Namun kita dapat dan harus mengatakan, bahwa kita pun - sama seperti segala yang lain yang diciptakan Allah - adalah "sungguh amat baik".
Tentang setiap hal yang diciptakan dikatakan "Allah melihat bahwa semuanya itu baik". Puncaknya mengumandang dalam ayat 31 :
Kejadian 1:31
LAI TB, Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari keenam.
KJV, And God saw every thing that he had made, and, behold, it was very good. And the evening and the morning were the sixth day.
JPST, Jewish Publication Society Tanakh
And God saw every thing that He had made, and, behold, it was very good. And there was evening and there was morning, the sixth day.
Hebrew,
וַיַּרְא אֱלֹהִים אֶת־כָּל־אֲשֶׁר עָשָׂה וְהִנֵּה־טֹוב מְאֹד וַיְהִי־עֶרֶב וַיְהִי־בֹקֶר יֹום הַשִּׁשִּׁי׃ ף
Translit Interlinear, VAYAR' {dan Dia melihat} 'ELOHIM {Allah} 'ET-KAL-'ASYER {seluruh yang} 'ASAH {Dia menjadikan} VEHINEH-TOV {dan lihatlah baik} ME'OD {teramat sangat} VAYHI-'EREV {dan ia menjadi/ada petang} VAYHI-VOQER {dan ia menjadi/ada pagi} YOM {hari} HASYISYI {Jumat/keenam}.
Sebelum menyinggung kejahatan, atau penyakit, atau dosa, atau kegalauan, kita perlu menyimak nada sukacita yang meluap-luap dalam ayat 10, 12, 18, 21, 25 dan puncaknya dalam ayat 31 dari Kejadian I ini. Sungguh amat baik! Apa yang dijadikan Allah adalah benar-benar baik.
Dalam sejarah kekristenan pernah terjadi, orang demikian berat sebelah menekankan keberadaan dosa, sehingga mereka lupa akan kesenangan dan kenikmatan dunia yang dijadikan Allah. Kita dapat merayakan kebaikan dunia ini dengan kesenian dan musik, tarian dan drama. Raja Daud merayakan kedatangan tabut perjanjian ke kota Yerusalem dengan menari-nari di hadapan Tuhan sekuat tenaga, sehingga istrinya merasa malu (2 Samuel 6:20). Maria meminyaki kaki Yesus dalarn suatu perbuatan yang dapat dianggap pemborosan, namun maksudnya ialah memberikan yang terbaik kepada Tuhan-nya. Kita juga perlu kembali menemukan kebaikan dari segala yang diciptakan Allah, sekalipun itu dibayang-bayangi oleh kegelapan dosa, seperti akan kita lihat dalam Kejadian 3.
Seorang saleh, Julian dari kota Norwich, yang hidup pada Abad Pertengahan, melihat keajaiban kasih Allah yang kreatif dalam biji-bijian sebuah pohon. "Dalam biji-bijian yang kecil ini kulihat tiga ke¬benaran. Pertama, Allah membuatnya; kedua, Allah mencintainya; ketiga, Allah memeliharanya" (Julian of Norwich, Revelations of Divine Love.). Dalarn hal-hal kecil seperti biji-bijian, dalam hal-hal rutin dunia yang bersahaja, Julian melihat kasih Allah yang menciptakan dan memelihara.
Semuanya baik - termasuk manusia. Salah satu segi yang menguatirkan dari kebudayaan modern, ialah hilangnya harga diri dari hanyak orang. Mereka menilai diri mereka sebagai "tak berarti" atau "tak berharga". Penilaian yang salah kaprah ini sering mengakibatkan penyakit depresi, dan kesukaran yang sangat dirasakan dalam membina hubungan pribadi. Penyakit ini mempekerjakan banyak ahli terapi dan konseling untuk menyembuhkannya' Memang. ada kalanya seorang Kristen pada tempatnya harus mengaku: "Aku tidak layak, aku manusia yang tak berarti", namun pengakuan itu harus sekaligus diimbangi oleh lukisan yang diberikan Kejadian I tentang dunia. Di situ manusia bukan tanpa arti. Mungkin gambar dan rupa Allah sudah kabur dalam dirinya, dan memang dalam setiap orang Kristen banyak hal yang masih perlu diperbaiki. Namun kita dapat dan harus mengatakan, bahwa kita pun - sama seperti segala yang lain yang diciptakan Allah - adalah "sungguh amat baik".
Lanjut...
8. Hari Ketujuh
* Kejadian 2:1-3
2:1 LAI TB, Demikianlah diselesaikan langit dan bumi dan segala isinya.
KJV, Thus the heavens and the earth were finished, and all the host of them.
Hebrew,
וַיְכֻלּוּ הַשָּׁמַיִם וְהָאָרֶץ וְכָל־צְבָאָם׃
Translit., Interlinear, VAYEKHULU {dan mereka itu telah diselesaikan} HASYAMAYIM {langin} VEHA'ARETS {dan bumi} VE'KHOL- {dan segala dari} TSEVA'AM {alam semesta}
2:2LAI TB, Ketika Allah pada hari ketujuh telah menyelesaikan pekerjaan yang dibuat-Nya itu, berhentilah Ia pada hari ketujuh dari segala pekerjaan yang telah dibuat-Nya itu.
KJV, And on the seventh day God ended his work which he had made; and he rested on the seventh day from all his work which he had made.
Hebrew,
וַיְכַל אֱלֹהִים בַּיֹּום הַשְּׁבִיעִי מְלַאכְתֹּו אֲשֶׁר עָשָׂה וַיִּשְׁבֹּת בַּיֹּום הַשְּׁבִיעִי מִכָּל־מְלַאכְתֹּו אֲשֶׁר עָשָֽׂה׃
Translit., Interlinear, VAYKHAL {dan selesai} 'ELOHÏM {Allah} BAYOM {pada hari} HASYEVI'I {ketujuh itu} MELA'KHTO {pekerjaan-Nya} 'ASYER {yang} 'ASAH {menjadikan} VAYISYBOT {dan BERHENTI} BAYOM {pada hari} HASYEVI'I {ketujuh itu} MIKOL-MELA'KHTO {dari segala perbuatan-Nya} 'ASYER {yang} 'ASAH {menjadikan}
2:3 LAI TB, Lalu Allah memberkati hari ketujuh itu dan menguduskannya, karena pada hari itulah Ia berhenti dari segala pekerjaan penciptaan yang telah dibuat-Nya itu.
KJV, And God blessed the seventh day, and sanctified it: because that in it he had rested from all his work which God created and made.
Hebrew,
וַיְבָרֶךְ אֱלֹהִים אֶת־יֹום הַשְּׁבִיעִי וַיְקַדֵּשׁ אֹתֹו כִּי בֹו שָׁבַת מִכָּל־מְלַאכְתֹּו אֲשֶׁר־בָּרָא אֱלֹהִים לַעֲשֹׂות׃ פ
Translit., Interlinear, VAYEVAREKH {dan Dia memberkati} 'ELOHIM {Allah} 'ET-YOM {hari yang} HASYEVI'I {ke tujuh} VAYEQADESY {dan Dia menguduskan} 'OTO {dia} KI {bahwa} VO {di dalam dia} SYAVAT {Dia berhenti} MIKOL {dari semua}-MELAKHTO {pekerjaan-Nya} 'ASYER {yang} -BARA {menciptakan} 'ELOHIM {Allah} LA'ASOT {melakukan}
Tidak tepat jika dikatakan bahwa Kejadian I mencapai klimaksnya dalam penciptaan manusia. Pola tujuh hari seminggu dalam pasal ini menunjukkan perhatian kita kepada hari yang ketujuh sebagai puncak dan penutup dari pekerjaan Allah yang menciptakan itu. Allah sudah menyelesaikan pekerjaan-Nya Ia gembira. "Sungguh amat baik!" Ia berhenti, lalu memberkati hari ketujuh itu dan menguduskannya.
Hari ketujuh ini membuka cerita yang berkelanjutan tentang hubungan Allah dengan umat dan dunia-Nya. Perhatian kita diarahkan ke depan. Kita akan memusatkan pikiran kita kepada dua hal, yaitu Waktu dan Hari Sabat, hari perhentian.
a. Waktu
Salah satu ciri Kejadian pasal 1 yang menonjol ialah penekanannya pada waktu, dengan pola satu pekan yang terdiri dari tujuh hari. Pada hari ke-empat dijadikan benda-benda penerang "untuk memisahkan siang dari malam", untuk "menjadi tanda yang menunjukkan masa-masa yang tetap dan hari-hari dan tahun-tahun" (Kejadian 1:14).
Sang Khalik memilah-milah waktu dan mengaturnya, "Waktu yang teratur adalah salah satu pemberian Allah kepada dunia yang diciptakan-Nya" (H.W. Wolff, The Old Testament Concept of Time, dalam Anthropology of the Old Testament, hlm 86). Ini digambarkan juga dalam Kitab Mazmur:
8. Hari Ketujuh
* Kejadian 2:1-3
2:1 LAI TB, Demikianlah diselesaikan langit dan bumi dan segala isinya.
KJV, Thus the heavens and the earth were finished, and all the host of them.
Hebrew,
וַיְכֻלּוּ הַשָּׁמַיִם וְהָאָרֶץ וְכָל־צְבָאָם׃
Translit., Interlinear, VAYEKHULU {dan mereka itu telah diselesaikan} HASYAMAYIM {langin} VEHA'ARETS {dan bumi} VE'KHOL- {dan segala dari} TSEVA'AM {alam semesta}
2:2LAI TB, Ketika Allah pada hari ketujuh telah menyelesaikan pekerjaan yang dibuat-Nya itu, berhentilah Ia pada hari ketujuh dari segala pekerjaan yang telah dibuat-Nya itu.
KJV, And on the seventh day God ended his work which he had made; and he rested on the seventh day from all his work which he had made.
Hebrew,
וַיְכַל אֱלֹהִים בַּיֹּום הַשְּׁבִיעִי מְלַאכְתֹּו אֲשֶׁר עָשָׂה וַיִּשְׁבֹּת בַּיֹּום הַשְּׁבִיעִי מִכָּל־מְלַאכְתֹּו אֲשֶׁר עָשָֽׂה׃
Translit., Interlinear, VAYKHAL {dan selesai} 'ELOHÏM {Allah} BAYOM {pada hari} HASYEVI'I {ketujuh itu} MELA'KHTO {pekerjaan-Nya} 'ASYER {yang} 'ASAH {menjadikan} VAYISYBOT {dan BERHENTI} BAYOM {pada hari} HASYEVI'I {ketujuh itu} MIKOL-MELA'KHTO {dari segala perbuatan-Nya} 'ASYER {yang} 'ASAH {menjadikan}
2:3 LAI TB, Lalu Allah memberkati hari ketujuh itu dan menguduskannya, karena pada hari itulah Ia berhenti dari segala pekerjaan penciptaan yang telah dibuat-Nya itu.
KJV, And God blessed the seventh day, and sanctified it: because that in it he had rested from all his work which God created and made.
Hebrew,
וַיְבָרֶךְ אֱלֹהִים אֶת־יֹום הַשְּׁבִיעִי וַיְקַדֵּשׁ אֹתֹו כִּי בֹו שָׁבַת מִכָּל־מְלַאכְתֹּו אֲשֶׁר־בָּרָא אֱלֹהִים לַעֲשֹׂות׃ פ
Translit., Interlinear, VAYEVAREKH {dan Dia memberkati} 'ELOHIM {Allah} 'ET-YOM {hari yang} HASYEVI'I {ke tujuh} VAYEQADESY {dan Dia menguduskan} 'OTO {dia} KI {bahwa} VO {di dalam dia} SYAVAT {Dia berhenti} MIKOL {dari semua}-MELAKHTO {pekerjaan-Nya} 'ASYER {yang} -BARA {menciptakan} 'ELOHIM {Allah} LA'ASOT {melakukan}
Tidak tepat jika dikatakan bahwa Kejadian I mencapai klimaksnya dalam penciptaan manusia. Pola tujuh hari seminggu dalam pasal ini menunjukkan perhatian kita kepada hari yang ketujuh sebagai puncak dan penutup dari pekerjaan Allah yang menciptakan itu. Allah sudah menyelesaikan pekerjaan-Nya Ia gembira. "Sungguh amat baik!" Ia berhenti, lalu memberkati hari ketujuh itu dan menguduskannya.
Hari ketujuh ini membuka cerita yang berkelanjutan tentang hubungan Allah dengan umat dan dunia-Nya. Perhatian kita diarahkan ke depan. Kita akan memusatkan pikiran kita kepada dua hal, yaitu Waktu dan Hari Sabat, hari perhentian.
a. Waktu
Salah satu ciri Kejadian pasal 1 yang menonjol ialah penekanannya pada waktu, dengan pola satu pekan yang terdiri dari tujuh hari. Pada hari ke-empat dijadikan benda-benda penerang "untuk memisahkan siang dari malam", untuk "menjadi tanda yang menunjukkan masa-masa yang tetap dan hari-hari dan tahun-tahun" (Kejadian 1:14).
Sang Khalik memilah-milah waktu dan mengaturnya, "Waktu yang teratur adalah salah satu pemberian Allah kepada dunia yang diciptakan-Nya" (H.W. Wolff, The Old Testament Concept of Time, dalam Anthropology of the Old Testament, hlm 86). Ini digambarkan juga dalam Kitab Mazmur:
"Punya-Mu-lah siang, punya-Mu-lah
juga malam.
Engkau-lah yang menaruh benda penerang dan matahari.
Musim kemarau dan musim hujan Engkau-lah yang membuatnya. Engkau yang telah membuat bulan menjadi penentu waktu, Matahari yang tahu akan saat terbenamnya." (Mazmur 74:16-17; 104:19)
Engkau-lah yang menaruh benda penerang dan matahari.
Musim kemarau dan musim hujan Engkau-lah yang membuatnya. Engkau yang telah membuat bulan menjadi penentu waktu, Matahari yang tahu akan saat terbenamnya." (Mazmur 74:16-17; 104:19)
Pemilahan waktu membuat mungkin memberi arti penting
kepada waktu-waktu tertentu. Ini kita lihat dalam Kejadian 2, yang menekankan
arti penting dari hari ketujuh. Berkat pemilahan waktu itulah kita dapat
berbicara tentang "waktu yang tepat". Dan Kejadian 2 tidak hanya
bicara tentang waktu secara kronologis, tapi juga tentang waktunya yang tepat.
Dan dalam Kejadian 2:4, kata "ketika" adalah terjemahan dari
kata Ibrani יום - YOM, yaitu "hari": yang dimaksud
bukanlah dua puluh empat jam, melainkan "ketika, tatkala".
Hari ketujuh memperoleh arti penting karena peranannya dalam kisah tentang hubungan
Allah dengan dunia-Nya.
* Kejadian 2:4
LAI TB, Demikianlah riwayat langit dan bumi pada waktu diciptakan. Ketika TUHAN Allah menjadikan bumi dan langit, -
KJV, These are the generations of the heavens and of the earth when they were created, in the day that the LORD God made the earth and the heavens,
Hebrew,
אֵלֶּה תֹולְדֹות הַשָּׁמַיִם וְהָאָרֶץ בְּהִבָּרְאָם בְּיֹום עֲשֹׂות יְהוָה אֱלֹהִים אֶרֶץ וְשָׁמָיִם׃
Translit., Interlinear, 'ELEH {ini} TOLEDOT {riwayat/ generasi} HASYAMAYIM {langit} VEHA'ARETS {dan bumi} BEHIBAR'AM {pada penciptaan mereka} BEYOM {ketika/ pada hari} 'ASOT {menjadikan} YEHOVAH (baca ADONAY) {TUHAN} 'ELOHIM {Allah} 'ERETS {bumi} VESYAMAYIM {dan langit}
* Kejadian 2:4
LAI TB, Demikianlah riwayat langit dan bumi pada waktu diciptakan. Ketika TUHAN Allah menjadikan bumi dan langit, -
KJV, These are the generations of the heavens and of the earth when they were created, in the day that the LORD God made the earth and the heavens,
Hebrew,
אֵלֶּה תֹולְדֹות הַשָּׁמַיִם וְהָאָרֶץ בְּהִבָּרְאָם בְּיֹום עֲשֹׂות יְהוָה אֱלֹהִים אֶרֶץ וְשָׁמָיִם׃
Translit., Interlinear, 'ELEH {ini} TOLEDOT {riwayat/ generasi} HASYAMAYIM {langit} VEHA'ARETS {dan bumi} BEHIBAR'AM {pada penciptaan mereka} BEYOM {ketika/ pada hari} 'ASOT {menjadikan} YEHOVAH (baca ADONAY) {TUHAN} 'ELOHIM {Allah} 'ERETS {bumi} VESYAMAYIM {dan langit}
Kata תולדות -
"TOLEDOT" adalah bentuk jamak dari תולדה - 'TOLEDAH', generasi, angkatan, kelahiran, perhitungan,
sejarah generasi, berasal dari kata ילד - YALAD, "melahirkan", "memperanakkan".
Kata ini muncul dalam Kejadian 5:1; 6:9; 10:1; 11:10,27; 25:12, 19; 36:1,9;
37:2, diterjemahkan oleh LAI dengan "riwayat", "daftar
keturunan", "keturunan", "urutan lahir", "riwayat
keturunan".
Kata יום - "YOM", "hari" dengan prefiks preposisi "BET", "pada" sehingga tertulis ביום - "BEYOM" merujuk pada satu titik waktu yaitu sesudah Allah menciptakan alam semesta, bukan jumlah waktu penciptaan.
Dalam pasal-pasal yang kemudian dari Kitab Kejadian, bagi makhluk manusia "waktu" sering memperoleh artinya dari pentingnya arti pengalaman yang dialami seseorang dengan Allah. Misalnya, "Kata Kain kepada Tuhan, 'Engkau menghalau aku sekarang dari tanah ini'" -- bagi Kain, "sekarang" berarti hari penghakiman. Setelah air bah surut, dijanjikan kepada Nuh "takkan berhenti musim menabur dan menuai, dingin dan panas, kemarau dan hujan, siang dan malam". Bagi Nuh, waktu dan musim mempunyai arti penting karena merupakan pertanda kesetiaan Allah yang dialaminya, bahwa takkan ada lagi air bah.
Bagi alam pikiran Ibrani, urutan peristiwa tidak begitu penting. Yang lebih penting ialah waktunya yang tepat.
Ada dua macam waktu, yaitu waktu kronologis yang mendaftarkan urutan peristiwa, dan waktu yang tepat yang penting artinya karena terjadinya suatu tindakan Ilahi atau waktu sebagai kesempatan yang tersedia bagi manusia. PL melukiskan keduanya. Kitab Pkh berbicara tentang waktu jenis kedua bila ia mengatakan: "Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apa pun di bawah langit ada waktunya" (Pengkhotbah 3:1).
Hal yang sama berlaku juga dalam PB. Ada beberapa kata yang dipakai untuk "waktu". Walaupun sebenarnya terlalu sederhana, sebab soalnya adalah jauh lebih rumit (lihat J. Barr. Biblical Words for Time, 1969. Bandingkand The New lnternational Dictionary of New Testament Theology. jilid 3. hlm 826, dst.), namun kita dapat mengatakan bahwa istilah χρονος - "KRONOS" mengacu kepada urutan peristiwa (waktu kronologis), sedang istilah καιρος - "KAIROS" mengacu kepada waktu yang tepat, waktu krisis atau waktu kesempatan. Tatkala Yesus memberitakan "Waktunya telah genap" (Markus 1:15), Ia memakai istilah "KAIROS". Maksudnya, telah tiba saat yang sudah ditentukan Allah sebelumnya: 'inilah saat yang menentukan itu dalam sejarah alam semesta, saat yang menuntut keputusan; pakailah kesempatan ini'.
Dapat dikatakan, bahwa ada satu faktor baru yang penting dalam pengertian kristiani tentang waktu yang melampaui pengertian waktu seperti yang dianut dalam PL, yakni: bahwa dalam Yesus sudah tiba suatu "KAIROS" yang baru. Kini seluruh waktu memperoleh artinya dari Dia yang oleh Karl Barth disebut sebagai "Sang Penguasa Waktu".
Catatan :
Lihat artikel KHRONOS & KAIROS Study kata Yunani.
Bagi kita. manusia abad mutakhir, cara berpikir demikian amat aneh. Waktu bagi kita adalah waktu kronologis, dan tidak lebih dari itu. Jam berapa? Belum ada waktu! Apakah kita masih punya waktu? Kita membuang waktu kita meluangkan waktu. Ada jam bicara dan jam praktik. Tapi konsep waktu menurut Alkitab, menuntun kita melihat waktu istimewa dari sudut kepentingannya: tujuan-tujuan Allah dalam sejarah manusia yang terpusat pada dan memperoleh maknanya dalam Yesus Kristus.
Bukan hanya kita, orang modern, yang mengalami kesukaran dalam memahami arti waktu. Agustinus, Bapa Gereja yang terkenal itu, bergumul dcngan pengertian waktu, "Apakah sudah ada waktu sebelum Allah menjadikan dunia?" Jawabnya, "Tidak, karena waktu itu sendiri adalah yang diciptakan Allah". Ia bertanya lagi, "Lalu, apakah itu yang namanya waktu?". Ia mengaku tidak bisa menjawab pertanyaan ini. Ia hanya dapat menyimpulkan bahwa manusia hanya sadar akan waktu dan dapat mengukurnya kalau ia sedang berlalu. Katanya, "Engkau, ya, Bapa, adalah kekal. Tapi aku adalah yang terbagi dua antara waktu lalu dan waktu yang akan datang, dan jalannya tersembunyi bagiku ... Engkau-lah Khalik yang kekal yang menciptakan waktu".
Memang Agustinus benar ketika ia berkata bahwa Allah-lah yang menciptakan waktu, namun ia keliru ketika berkata bahwa Allah berada di luar waktu. Lebih alkitabiah jika kita bersarna Karl Barth berkata bahwa "waktu Allah" adalah lain daripada "waktu manusia".
Waktu Allah dapat menimpa waktu manusia lalu mengubahnya. "Tuhan memerintah kekal selama-lamanya" (Keluaran 15:18 bandingkan Mazmur 90:1-2; Yesaya 40:28). Kalau dalam PB ada hal-hal yang disebut "kekal". maka itu bukan berarti di luar waktu melainkan bersifat lain dari waktu kita. Apa yang disebut hidup yang kekal adalah suatu kehidupan yang lain jenisnya, suatu kehidupan milik Allah tapi yang dapat kita peroleh baik dalam waktu dunia ini maupun sesudahnya, tapi yang tidak dibatasi olch waktu yang sudah lampau atau waktu yang sekarang atau waktu yang akan datang. Dan pusat waktu Allah, titik balik segala waktu, atau lebih tepat lagi' poros sekitar mana akhirnya berkisar seluruh makna waktu ialah Yesus Kristus ---- yang tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya. (Ibrani 13:8).
Kendati keberadaan Allah senantiasa melampaui waktu kita, toh Ia senantiasa bertindak di dalam waktu kita, karena memang Ia tak kunjung terkungkung oleh waktu.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa waktu dalam Alkitab bukan melulu urutan peristiwa, melainkan kisah tentang hubungan Allah dengan dunia-Nya; suatu kisah dalam mana Allah mengaruniakan waktu kesempatan, waktu keputusan, dan waktu untuk pertobatan - hari kasih karunia.
Karena Allah memberi waktu - waktu tertentu kepada kita, dengan mengubah "KHRONOS" menjadi "KAIROS", maka Paulus menyuruh kita "pergunakanlah waktu (KAIROS) yang ada" (Efesus 5: 16).
Waktu kita, waktu yang telah ditertibkan dan dibuat bermakna, adalah yang kita terima dari tangan Allah untuk dinikmati dan dimanfaatkan. Namun, betapa kita bisa panik gara-gara waktu! Tatkala muda kita merasa terlalu cepat bertumbuh menjadi dewasa. Kita semua merasa betapa tepatnya peribahasa Latin yang mengatakan: tempus fugit, artinya, waktu sirna seketika. Kita bertanya, apakah waktu yang kita luangkan untuk anak-anak kita mencukupi? Pada masa tua renta kita bertanya, apakah waktu kita sudah habis? Alkitab mcndorong kita untuk menyadari bahwa "Masa hidupku ada dalam tangan-Mu" (Mazmur 31: 16). Pergumulan Agustinus dengan problema waktu akhirnya membawanya kepada suatu doa:
Kata יום - "YOM", "hari" dengan prefiks preposisi "BET", "pada" sehingga tertulis ביום - "BEYOM" merujuk pada satu titik waktu yaitu sesudah Allah menciptakan alam semesta, bukan jumlah waktu penciptaan.
Dalam pasal-pasal yang kemudian dari Kitab Kejadian, bagi makhluk manusia "waktu" sering memperoleh artinya dari pentingnya arti pengalaman yang dialami seseorang dengan Allah. Misalnya, "Kata Kain kepada Tuhan, 'Engkau menghalau aku sekarang dari tanah ini'" -- bagi Kain, "sekarang" berarti hari penghakiman. Setelah air bah surut, dijanjikan kepada Nuh "takkan berhenti musim menabur dan menuai, dingin dan panas, kemarau dan hujan, siang dan malam". Bagi Nuh, waktu dan musim mempunyai arti penting karena merupakan pertanda kesetiaan Allah yang dialaminya, bahwa takkan ada lagi air bah.
Bagi alam pikiran Ibrani, urutan peristiwa tidak begitu penting. Yang lebih penting ialah waktunya yang tepat.
Ada dua macam waktu, yaitu waktu kronologis yang mendaftarkan urutan peristiwa, dan waktu yang tepat yang penting artinya karena terjadinya suatu tindakan Ilahi atau waktu sebagai kesempatan yang tersedia bagi manusia. PL melukiskan keduanya. Kitab Pkh berbicara tentang waktu jenis kedua bila ia mengatakan: "Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apa pun di bawah langit ada waktunya" (Pengkhotbah 3:1).
Hal yang sama berlaku juga dalam PB. Ada beberapa kata yang dipakai untuk "waktu". Walaupun sebenarnya terlalu sederhana, sebab soalnya adalah jauh lebih rumit (lihat J. Barr. Biblical Words for Time, 1969. Bandingkand The New lnternational Dictionary of New Testament Theology. jilid 3. hlm 826, dst.), namun kita dapat mengatakan bahwa istilah χρονος - "KRONOS" mengacu kepada urutan peristiwa (waktu kronologis), sedang istilah καιρος - "KAIROS" mengacu kepada waktu yang tepat, waktu krisis atau waktu kesempatan. Tatkala Yesus memberitakan "Waktunya telah genap" (Markus 1:15), Ia memakai istilah "KAIROS". Maksudnya, telah tiba saat yang sudah ditentukan Allah sebelumnya: 'inilah saat yang menentukan itu dalam sejarah alam semesta, saat yang menuntut keputusan; pakailah kesempatan ini'.
Dapat dikatakan, bahwa ada satu faktor baru yang penting dalam pengertian kristiani tentang waktu yang melampaui pengertian waktu seperti yang dianut dalam PL, yakni: bahwa dalam Yesus sudah tiba suatu "KAIROS" yang baru. Kini seluruh waktu memperoleh artinya dari Dia yang oleh Karl Barth disebut sebagai "Sang Penguasa Waktu".
Catatan :
Lihat artikel KHRONOS & KAIROS Study kata Yunani.
Bagi kita. manusia abad mutakhir, cara berpikir demikian amat aneh. Waktu bagi kita adalah waktu kronologis, dan tidak lebih dari itu. Jam berapa? Belum ada waktu! Apakah kita masih punya waktu? Kita membuang waktu kita meluangkan waktu. Ada jam bicara dan jam praktik. Tapi konsep waktu menurut Alkitab, menuntun kita melihat waktu istimewa dari sudut kepentingannya: tujuan-tujuan Allah dalam sejarah manusia yang terpusat pada dan memperoleh maknanya dalam Yesus Kristus.
Bukan hanya kita, orang modern, yang mengalami kesukaran dalam memahami arti waktu. Agustinus, Bapa Gereja yang terkenal itu, bergumul dcngan pengertian waktu, "Apakah sudah ada waktu sebelum Allah menjadikan dunia?" Jawabnya, "Tidak, karena waktu itu sendiri adalah yang diciptakan Allah". Ia bertanya lagi, "Lalu, apakah itu yang namanya waktu?". Ia mengaku tidak bisa menjawab pertanyaan ini. Ia hanya dapat menyimpulkan bahwa manusia hanya sadar akan waktu dan dapat mengukurnya kalau ia sedang berlalu. Katanya, "Engkau, ya, Bapa, adalah kekal. Tapi aku adalah yang terbagi dua antara waktu lalu dan waktu yang akan datang, dan jalannya tersembunyi bagiku ... Engkau-lah Khalik yang kekal yang menciptakan waktu".
Memang Agustinus benar ketika ia berkata bahwa Allah-lah yang menciptakan waktu, namun ia keliru ketika berkata bahwa Allah berada di luar waktu. Lebih alkitabiah jika kita bersarna Karl Barth berkata bahwa "waktu Allah" adalah lain daripada "waktu manusia".
Waktu Allah dapat menimpa waktu manusia lalu mengubahnya. "Tuhan memerintah kekal selama-lamanya" (Keluaran 15:18 bandingkan Mazmur 90:1-2; Yesaya 40:28). Kalau dalam PB ada hal-hal yang disebut "kekal". maka itu bukan berarti di luar waktu melainkan bersifat lain dari waktu kita. Apa yang disebut hidup yang kekal adalah suatu kehidupan yang lain jenisnya, suatu kehidupan milik Allah tapi yang dapat kita peroleh baik dalam waktu dunia ini maupun sesudahnya, tapi yang tidak dibatasi olch waktu yang sudah lampau atau waktu yang sekarang atau waktu yang akan datang. Dan pusat waktu Allah, titik balik segala waktu, atau lebih tepat lagi' poros sekitar mana akhirnya berkisar seluruh makna waktu ialah Yesus Kristus ---- yang tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya. (Ibrani 13:8).
Kendati keberadaan Allah senantiasa melampaui waktu kita, toh Ia senantiasa bertindak di dalam waktu kita, karena memang Ia tak kunjung terkungkung oleh waktu.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa waktu dalam Alkitab bukan melulu urutan peristiwa, melainkan kisah tentang hubungan Allah dengan dunia-Nya; suatu kisah dalam mana Allah mengaruniakan waktu kesempatan, waktu keputusan, dan waktu untuk pertobatan - hari kasih karunia.
Karena Allah memberi waktu - waktu tertentu kepada kita, dengan mengubah "KHRONOS" menjadi "KAIROS", maka Paulus menyuruh kita "pergunakanlah waktu (KAIROS) yang ada" (Efesus 5: 16).
Waktu kita, waktu yang telah ditertibkan dan dibuat bermakna, adalah yang kita terima dari tangan Allah untuk dinikmati dan dimanfaatkan. Namun, betapa kita bisa panik gara-gara waktu! Tatkala muda kita merasa terlalu cepat bertumbuh menjadi dewasa. Kita semua merasa betapa tepatnya peribahasa Latin yang mengatakan: tempus fugit, artinya, waktu sirna seketika. Kita bertanya, apakah waktu yang kita luangkan untuk anak-anak kita mencukupi? Pada masa tua renta kita bertanya, apakah waktu kita sudah habis? Alkitab mcndorong kita untuk menyadari bahwa "Masa hidupku ada dalam tangan-Mu" (Mazmur 31: 16). Pergumulan Agustinus dengan problema waktu akhirnya membawanya kepada suatu doa:
"Ya, Tuhan Allah, kiranya Tuhan
memberi kami damai. Berikanlah kami kiranya damai perhentian, damai Hari Sabat,
damai yang tak tahu kesudahan. Sebab dunia ini dalam segala keindahannya akan
lenyap. Segala sesuatu yang baik ini akan sirna bila habis sudah waktunya,
karena ada siang dan ada malam." (Agustinus, Pengakuan, Bk XIII.
Juga Michel Quoist menulis doa, tapi bunyinya lain:
Juga Michel Quoist menulis doa, tapi bunyinya lain:
"Ya, Tuhan yang melampaui waktu,
Kau senyum bila kami bergumul dengan waktu.
Kau tahu jalan-Mu.
Kau tak membuat kekeliruan dalam membagi-bagikan waktu kepada manusia.
Kepada masing-masing Kau-berikan waktu yang cukup untuk
melaksanakan kehendak-Mu.
Ya, Tuhan, aku punya waktu, Waktu yang banyak
Wllktu yang Kau-berikan. Tahun-tahun kehidupanku,
Setiap tahun dengan hari-harinya, Setiap hari dengan jam-jamnya, Semuanya aku punya.
Aku punya waktu untuk diisi, dengan diam, dengan tenang, Untuk diisi penuh sampai ke bibirnya,
Sebagai persembahan untuk-Mu. Kiranya air yang tawar ini Tuhan ubah menjadi anggur yang mulia
Seperti yang Tuhan pemah lakukan di Kana, Galilea." (M. Quoist, Proven of Life, 1963.)
Kau senyum bila kami bergumul dengan waktu.
Kau tahu jalan-Mu.
Kau tak membuat kekeliruan dalam membagi-bagikan waktu kepada manusia.
Kepada masing-masing Kau-berikan waktu yang cukup untuk
melaksanakan kehendak-Mu.
Ya, Tuhan, aku punya waktu, Waktu yang banyak
Wllktu yang Kau-berikan. Tahun-tahun kehidupanku,
Setiap tahun dengan hari-harinya, Setiap hari dengan jam-jamnya, Semuanya aku punya.
Aku punya waktu untuk diisi, dengan diam, dengan tenang, Untuk diisi penuh sampai ke bibirnya,
Sebagai persembahan untuk-Mu. Kiranya air yang tawar ini Tuhan ubah menjadi anggur yang mulia
Seperti yang Tuhan pemah lakukan di Kana, Galilea." (M. Quoist, Proven of Life, 1963.)
b. Sabat
Suatu waktu yang istimewa ialah Hari Sabat. Bagi
Israel, sejak zaman Keluaran dari Mesir Hari Sabat merupakan pertanda khusus
umat Allah. Keluaran pasal 20 mengkubunkan Kejadian pasal 1 dalam
"peresmian Hari Sabat". Ini berarti bahwa tujuan-tujuan Allah bagi
umatNya menurut perjanjian (Hari Sabat adalah tandanya) adalah tak terpisahkan
dari tujuan-tujuan Allah bagi dunia yang diciptakan-Nya. Tujuan-tujuan
penciptaan dan kasih yang dijanjikan kepada manusia, itu merupakan suatu
kesatuan. Inilah sebagian arti dari Hari Sabat sejak zaman Keluaran dari Mesir.
Allah memberkati hari ke tujuh. Di hari itu Sang Khalik mengungkapkan perkenan-Nya atas segala sesuatu yang telah Ia ciptakan, termasuk manusia, puncak dari ciptaan. Dia menyatakan bahwa karyaNya dalam penciptaan langit, bumi dan isinya sudah selesai. Untuk saat ini Ia tidak melakukan penciptaan lagi. Sekalipun demikian, Dia menguduskan sebuah hari untuk perhentian total. Kata Ibrani שבת - "SYABAT" dapat diterjemahkan dengan "berhenti" atau "terputus", atau "tidak dilanjutkan". Pada saat perhentian ini, bahkan Allah telah menetapkan suatu masa istirahat, penyegaran dan perhentian menyeluruh dari semua kegiatan, kerja keras dan pergumulan yang biasanya dilaksanakan manusia.
Artikel terkait :
SABAT, di sabat-vt311.html#p658BP
Merdeka dlm Kristus
Posts: 10392Joined: Fri Jun 09, 2006 5:20 pm
Allah memberkati hari ke tujuh. Di hari itu Sang Khalik mengungkapkan perkenan-Nya atas segala sesuatu yang telah Ia ciptakan, termasuk manusia, puncak dari ciptaan. Dia menyatakan bahwa karyaNya dalam penciptaan langit, bumi dan isinya sudah selesai. Untuk saat ini Ia tidak melakukan penciptaan lagi. Sekalipun demikian, Dia menguduskan sebuah hari untuk perhentian total. Kata Ibrani שבת - "SYABAT" dapat diterjemahkan dengan "berhenti" atau "terputus", atau "tidak dilanjutkan". Pada saat perhentian ini, bahkan Allah telah menetapkan suatu masa istirahat, penyegaran dan perhentian menyeluruh dari semua kegiatan, kerja keras dan pergumulan yang biasanya dilaksanakan manusia.
Artikel terkait :
SABAT, di sabat-vt311.html#p658BP
Merdeka dlm Kristus
Posts: 10392Joined: Fri Jun 09, 2006 5:20 pm
9. Penutup
" Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatu pun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan." (Yohanes 1:3)
Yesus Kristus, Sang Firman melalui mana seluruh alam semesta diciptakan, adalah juga Kristus yang menyatakan Sang Khalik sebagai Bapa. Adalah karena Kristus kita dapat mengenal Allah, dapat mengaku dengan berani, "Aku percaya kepada Allah Yang Mahakuasa, Khalik langit dan bumi". Dia-lah yang mengaruniakan kepada kita kehidupan serta segala sessuatu yang kita butuhkan butuhkan. Dan bukan kepada kita saja. Segala sesuatu yang ada bergantung pada Dia.
Tapi kepada manuxia dikaruniakan lebih dari kehidupan. Manusia sudah menerima kemampuan (sekalipun tidak sempurna) untuk mengerti keagungan dan kebebasan Ilahi yang penuh rahasia. Manusia sudah menerima penyataan (sekalipun tidak lengkap) tentang hubungan Allah dengan dunia, yang sifatnya menguasai sekaligus intim. Manusia sudah menerima panggilan untuk mencerminkan gambar (image) Sang Khalik, untuk bersama dengan Dia mengambil bagian dalam sejarah dan destinasi yang sama. Manusia akhirnya, sudah menerima undangan untuk menikmati persekutuan dengan Allah pada hari "sabat"-Nya Dan dengan Irama kerja ibadah kiranya manusia dapat menyanyikan puji-pujian bagi Yang Maha-kuasa dengan mengatas-namakan seluruh tatanan alam semesta.
Amin.
Sumber :
- David Atkinson, Kejadian, mendukung bertumbuhnya Sains Modern, Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1996, hlm 9-59.
- The New lnternational Dictionary of New Testament Theology. jilid 3. hlm 826.
- Agustinus. Pengakuan XII 1.5.
- J. Barr. Biblical Words for Time, 1969.
- J. Calvin, Kejadian, hlm 59
- J. Calvin, Institutio, I.xiii.14
- F. Capra, The Turning Point, 1982: hlm 249
- S.R. Driver, The Book of Genesis, hlm. 53
- A. Peacocke, Science and the Christian Experiment, hlm 133
- G.A. Kerkut,The Implications of Evolution, 1960, hlm 157
- K.A. Kitchen, Ancient Orient and the Old Testamen, p 89
- J. MacMurray, Person in Relation, 1961
- J. Moltmann, God in Creation, p 10 dst.
- J. Monod, Chance and Necessity, (terjemahan Inggris 1971). hlm 167
- P.E. Hodgson, "The Desecularisation of Science", dalam W. Oddie (red, After the Deluke [1987]. El. Dyson, Scientific American 225.25, 1971
- M. Quoist, Proven of Life, 1963.
- G.W. Wenham, Genesis 1-15, Word Biblibal Commentary: Word Books, 1987, hlm9- 14
- C. Westermann, Genesis 1-11, hlm 176
" Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatu pun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan." (Yohanes 1:3)
Yesus Kristus, Sang Firman melalui mana seluruh alam semesta diciptakan, adalah juga Kristus yang menyatakan Sang Khalik sebagai Bapa. Adalah karena Kristus kita dapat mengenal Allah, dapat mengaku dengan berani, "Aku percaya kepada Allah Yang Mahakuasa, Khalik langit dan bumi". Dia-lah yang mengaruniakan kepada kita kehidupan serta segala sessuatu yang kita butuhkan butuhkan. Dan bukan kepada kita saja. Segala sesuatu yang ada bergantung pada Dia.
Tapi kepada manuxia dikaruniakan lebih dari kehidupan. Manusia sudah menerima kemampuan (sekalipun tidak sempurna) untuk mengerti keagungan dan kebebasan Ilahi yang penuh rahasia. Manusia sudah menerima penyataan (sekalipun tidak lengkap) tentang hubungan Allah dengan dunia, yang sifatnya menguasai sekaligus intim. Manusia sudah menerima panggilan untuk mencerminkan gambar (image) Sang Khalik, untuk bersama dengan Dia mengambil bagian dalam sejarah dan destinasi yang sama. Manusia akhirnya, sudah menerima undangan untuk menikmati persekutuan dengan Allah pada hari "sabat"-Nya Dan dengan Irama kerja ibadah kiranya manusia dapat menyanyikan puji-pujian bagi Yang Maha-kuasa dengan mengatas-namakan seluruh tatanan alam semesta.
Amin.
Sumber :
- David Atkinson, Kejadian, mendukung bertumbuhnya Sains Modern, Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1996, hlm 9-59.
- The New lnternational Dictionary of New Testament Theology. jilid 3. hlm 826.
- Agustinus. Pengakuan XII 1.5.
- J. Barr. Biblical Words for Time, 1969.
- J. Calvin, Kejadian, hlm 59
- J. Calvin, Institutio, I.xiii.14
- F. Capra, The Turning Point, 1982: hlm 249
- S.R. Driver, The Book of Genesis, hlm. 53
- A. Peacocke, Science and the Christian Experiment, hlm 133
- G.A. Kerkut,The Implications of Evolution, 1960, hlm 157
- K.A. Kitchen, Ancient Orient and the Old Testamen, p 89
- J. MacMurray, Person in Relation, 1961
- J. Moltmann, God in Creation, p 10 dst.
- J. Monod, Chance and Necessity, (terjemahan Inggris 1971). hlm 167
- P.E. Hodgson, "The Desecularisation of Science", dalam W. Oddie (red, After the Deluke [1987]. El. Dyson, Scientific American 225.25, 1971
- M. Quoist, Proven of Life, 1963.
- G.W. Wenham, Genesis 1-15, Word Biblibal Commentary: Word Books, 1987, hlm9- 14
- C. Westermann, Genesis 1-11, hlm 176
Tidak ada komentar:
Posting Komentar