Jumat, 10 Mei 2019


Gereja Pada Masa Reformasi di Indonesia

I.                   Pendahuluan
Pada tahun 1998 kata”reformasi” sangatlah populer. Bahkan tidak bisa dipungkiri bila hingga sekarang kepopuleran penggunaan kata ini tidak kunjung surut. Reformasi adalah suatu pembaharuan, diberbagai bidang kehidupan, politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, bahkan gereja. Untuk lebih jelasnya kami akan membahas mengenai “Gereja Pada Masa Reformasi di Indonesia”. Semoga sajian ini dapat menambah wawasan kita bersama.
II.                Pembahasan
2.1.Pengertian Reformasi
Reformasi didefinisikan sebagai perubahan secara drastis untuk perbaikan (bidang sosial, politik, dan agama). Dalam bahasa Inggris rerformasi atau reformation senada dengan hal di atas.[1] Selain itu reformasi juga dapat diartikan bahwa reformasi berasal dari kata re yang berarti kembali, dan formasi yang berarti susunan. Jadi, reformasi bisa diartikan dengan susunan kembali atau menyusun kembali. Yang disusun kembali adalah sistem pemerintahan selama Orde Baru yang selama lebih dari tiga dasawarsa terdapat berbagai tindak kejahatan dan kekerasan. Cita-cita Orde Baru telah diselewengkan oleh sekelompok orang yang duduk dalam pemerintahan untuk kepentingan kelompoknya sendiri. Inti dari reformasi adalah perubahan disegala bidang yang pada periode sebelum tahun 1998 menyimpang. Era Reformasi di Indonesia dimulai pada pertengahan 1998, tepatnya saat Presiden Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998.[2] Kata reformasi juga memiliki beberapa arti lain: perubahan, perbaikan, pembentukan baru, pembaharuan atau pemberontakan. Pada prinsipnya, reformasi merupakan gerakan pembaharuan terhadap situasi dan kondisi yang dihadapi saat ini menuju situasi dan kondisi yang seharusnya dan yang diinginkan bersama oleh berbagai komponen bangsa. Sebaiknya reformasi mengacu kepada nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila dalam berorientasi untuk mewujudkan cita-cita bangsa yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945.[3] Reformasi juga dapat diartikan sebagai gerakan untuk mengadakan pembaharuan dalam Kekristenan.[4]

2.2.Latar Belakang Reformasi di Indonesia
Lahirnya Reformasi di Indonesia ditandainya dengan mundurnya Soeharto sebagai Presiden RI yang menjadi lokomotif Orde Baru, akibat tersulut krisis moneter yang melanda Indonesia sejak pertengahan Juli 1997.[5] Gerakan Reformasi di Indonesia dimulai pada tanggal 22 Januari 1998 ketika nilai rupiah menembus Rp.17.000 per dollar.[6] Di mana pada saat itu terjadinya krisis finansial atau lebih dikenal dengan krisis moneter, disertai kemarau terburuk dalam 50 tahun terakhir serta harga minyak, gas, dan komoditas ekspor lainnya semakin jatuh. Rupiah jatuh, inflasi meningkat tajam, dan perpindahan modal dipercepat. Krisis finansial Asia menyebabkan ekonomi Indonesia melemah dan semakin besarnya ketidakpuasan masyarakat Indonesia terhadap pemerintahan Soeharto.[7] IMF (International Monetery Fund) tidak menunjukkan tanda-tanda maupun rencana untuk membantu Indonesia.[8]
Ketidakpedulian pemerintah Orde Baru terhadap penderitaan rakyat menjadikan mahasiswa memutuskan untuk turun ke jalan.[9] Mahasiswa dari berbagai Perguruan Tinggi mulai berunjuk rasa. Gerakan Mahasiswa Indonesia adalah puncak gerakan mahasiswa tahun Sembilan puluhan yang ditandai dengan lengsernya Soeharto dari kursi kepresidenan. Ibarat gayung bersambut, gerakan mahasiswa dengan agenda Reformasi mendapat simpati dan dukungan dari rakyat.[10]
Aksi itu ditanggapi pemerintah dengan kekerasan. Tentara diturunkan dengan persenjataan lengkap, sehingga bentrokan pun tidak terhindarkan. Pada awal Mei, koran-koran Indonesia diwarnai oleh banyaknya bentrokan dan kerusuhan yang terjadi. Aksi mahasiswa tersebut mengantarkan kita pada tragedi Trisakti tanggal 12 Mei 1998. Lima orang mahasiswa tewas oleh sniper (penembak jitu) misterius yang diyakini masyarakat dilakukan oleh Tentara.[11]
Berbagai kerusuhan mulai terjadi di beberapa daerah. Tanggal 13 Mei kerusuhan pecah di Jakarta dan Solo.[12] Kerusuhan meluas dengan terjadinya penjarahan dan pemerkosaan terhadap warga keturunan Tionghoa pada tanggal 16 Mei 1998.[13] Beberapa warga Indonesia pribumi mempunyai pandangan yang negatif terhadap warga Indonesia keturunan Tionghoa. Mereka memberi stereotipe negatif kepada warga Indonesia keturunan Tionghoa:
1.      Mereka hidup secara eksklusif dan tinggal di daerah di mana sebagian besar penghuninya adalah warga Indonesia keturunan Tionghoa.
2.      Mereka berbicara Bahasa Mandarin dalam kehidupan sosial sehari-hari
3.      Mereka kurang memiliki rasa kebangsaan.
4.      Mereka menjalankan usaha dengan cara yang tidak etis.
5.      Mereka berorientasi pada keuntungan dan uang.
6.      Mereka menyimpan uangnya di luar negeri.
7.      Standar kehidupan mereka lebih tinggi daripada sebagian besar warga Indonesia pribumi sehingga menciptakan jurang antara kaya dan miskin.
8.      Mereka merendahkan warga Indonesia pribumi dalam banyak hal, misalnya dengan tidak mempekerjakan mereka di posisi yang menentukan di perusahaan mereka karena mereka tidak percaya pada warga pribumi.
9.      Mereka menetapkan rentang gaji yang berbeda untuk karyawan warga pribumi dibandingkan dengan karyawan warga keturunan Tionghoa.
10.  Mereka selalu mencari perlindungan dan fasilitas dalam usaha mereka dari pihak berwenang dengan menyuap atau dengan cara-cara tidak etis lainnya.
Sebaliknya warga Indonesia keturunan Tionghoa juga mempunyai citra dan persepsi buruk tentang warga Indonesia pribumi. Secara umum, sebagian besar dari mereka tidak dianggap sebagai:
1.      Pekerja keras
2.      Hemat dan cermat
3.      Dapat diandalkan
4.      Punya kemampuan[14]
 Meski sampai sekarang belum diketahui siapa dalang di balik kerusuhan yang menewaskan lebih dari 500 orang tersebut, banyak pihak lain yakin bahwa peristiwa itu direncanakan dengan rapi oleh pihak tertentu.[15] Soeharto yang sedang menghadiri pertemuan negara-negara berkembang G-15 di Kairo, Mesir, memutuskan untuk kembali ke Indonesia. Sebelumnya, dalam pertemuan tatap muka dengan masyarakat Indonesia di Kairo, Soeharto menyatakan akan mengundurkan diri dari jabatan presidennya.[16] Tekanan pemerintah dengan kekerasan menjadikan mahasiswa kemudian mengarahkan aksinya ke jantung politik Indonesia, yaitu gedung DPR/MPR.[17]
Pada hari Senin tanggal 18 Mei 1998 Ketua MPR yang juga ketua Partai Golkar, Harmoko, meminta Soeharto untuk turun jabatannya sebagai Presiden. Menanggapi pernyataan Harmoko, Jenderal Wiranto mengatakan bahwa pernyataan Harmoko tidak mempunyai dasar hukum, Wiranto kemudian mengusulkan pembentukan “Dewan Reformasi”.[18] Pada saat itu juga gedung DPR/MPR berhasil diduduki oleh mahasiswa. Puluhan ribu mahasiswa datang dari pelbagai penjuru Indonesia. Mereka menuntut Soeharto segera meletakkan jabatannya. Bahkan pelbagai pihak mulai mendesak agar MPR melakukan sidang istimewa.[19] Pada tanggal 19 Mei 1998, Soeharto berbicara di televisi, menyatakan bahwa ia tidak akan turun dari jabatannya, tetapi menjanjikan pemilu baru akan dilaksanakan secepatnya.[20] Akan tetapi, situasi sudah tidak lagi dapat dikendalikan oleh Presiden.[21] Pada tanggal 20 Mei 1998, Amien Rais membatalkan rencana demonstrasi besar-besaran di Monas setelah 80.000 tentara bersiaga di kawasan Monas. Demonstrasi terjadi juga di Yogyakarta, termasuk Sultan HB X. Demonstrasi besar lainnya juga terjadi di Surakarta, Medan, dan Bandung. Satu hari kemudian, yaitu pada 21 Mei 1998, Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya pukul 09.00 WIB. Sebagai gantinya, wakil presiden B.J. Habibie menjadi presiden Indonesia ke-3.[22]

2.3.Pemerintahan Pada Masa Reformasi di Indonesia
2.3.1.  Pemerintahan B. J. Habibie (21 Mei 1998-20 Oktober 1999)
Habibie merupakan alter-ego dari Soeharto karena Soeharto sendiri tidak memiliki kapasitas ilmu penngetahuan yang tinggi untuk melaju dalam bidang teknologi dan industri. Oleh karena itu, kepada Habibie diberikan kepercayaan sepenuhnya untuk menjalankan program teknologi Soeharto, termasuk mengembangkan pesawat modern. Habibie sendiri merupakan seorang yang sagat mengangumi Soeharto. Dia melihat Soeharto sebagai guru, kawan, sekaligus oragtuanya. Kedekatannya dengan Soeharto secara pribadi merupakan beban pemerintahan Habibie. Bagi beberapa kalangan, Habibie merupakan bagian dari praktik negatif penyelenggaraan pemerintahan seperti yang diselenggarakan oleh Soeharto. Apa yang disebut kolusi, korupsi, kronisme, dan nepotisme yang dihujatkan kepada Soeharto, dialamatkan pula kepada Habibie.[23]
Mundurnya Soeharto dan naiknya B. J. Habibie menandai awal kegagalan reformasi. Mahasiswa tidak melanjutkan gerakan penurunan Soeharto dengan sebuah tendangan akhir yang manis yaitu mengakhiri kekuasaan Orde Baru serta mendorong dimulainya babak baru kehidupan berbangsa. Aroma kegagalan itu, dapat dilihat hanya beberapa jam setelah B. J. Habibie menduduki pemerintahan. Pada hari Jumat tanggal 22 Mei 1998, ribuan massa pendukung B. J. Habibie mendatangi gedung MPR/DPR, yang selama hampir sepekan terakhir dikuasai ribuan massa mahasiswa yang justru menuntut Habibie mundur karena menganggapnya masih merupakan bagian dari pemerintahan yang lama. Aksi saling mengejek dan tindakan provokatif yang nyaris mengarah ke bentrokan fisik, terutama seusai shalat Jumat yang memancing sekitar 100 anggota ABRI bersenjata lengkap untuk memasuki kompleks pelataran parkir gedung MPR/DPR guna menghindarkan bentrokan. Secara keseluruhan massa di kompleks gedung MPR/DPR itu terbagi atas dua kubu, yaitu kubu mahasiswa yang menginginkan dilaksanakannya sidang istimewa MPR dan menolak penyerahan kekuasaan kepada B. J. Habibie. Massa pendukung Habibie itu akhirnya berhasil menguasai tangga ke arah gedung MPR/DPR yang berbentuk kubah. Aksi itu sempat membuat kocar-kacir para mahasiswa maupun wartawan yang sebelumnya berkerumun di atas tangga-tangga.
Fenomena penggunaan simbol-simbol agama di sidang MPR/DPR menandai babak baru dalam sejarah Indonesia, yaitu kembali berbelitnya agama dan politik. Pada masa-masa berikutnya, warna agama dalam politik semakin tampak dengan tumbuhnya partai-partai berbasis agama, seperti Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Keadilan (PK), dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).[24]
2.3.2.      Kiprah Kekristenan Pada Masa Abdurahman Wahid (20 Oktober 1999-23 Juli 2001)
Masa pemerintahan Gus Dur diwarnai dengan gerakan-gerakan separatisme yang makin berkembang di Aceh, Maluku, dan Papua. Pada 20 Januari 2001, ribuan demonstran berkumpul di Gedung MPR dan meminta Gus Dur untuk mengundurkan diri dengan tuduhan korupsi. Di bawah tekanan yang besar, Gus Dur lalu mengumumkan pemindahan kekuasaan kepada wakil presiden Megawati Soekarno Putri. Melalui Sidang Istimewa MPR pada 23 Juli 2001, Megawati secara resmi diumumkan menjadi Presiden Indonesia ke-5.[25] Gus Dur biasa menampilkan intelegensia, kekocakan, keterbukaan dan komitmen terhadap pluralisme. Namun sikap-sikap positif ini juga diiringi keterbatasan karena buta, masalah kesehatan secara umum, kurangnya pengalaman dalam masalah pemerintahan, dan kesulitan menemukan orang-orang yang jujur dan kompoten untuk berada dalam pemerintahannya, sehingga pada bulan Juli 2001 Gus Dur dipecat sebagai presiden oleh MPR dan Megawati Soekarno Putri menjadi Presiden ke lima.[26]
Sosok Abdurrahman Wahid atau akrab disapa Gus Dur dikenal sebagai tokoh Islam yang toleran. Dirinya jugalah yang membikin tradisi baru untuk Barisan Serbaguna Gerakan Pemuda Ansor (Banser GP Ansor) yang selalu mengamankan gereja saat Hari Raya Natal. Awal mula pengamanan gereja oleh organisasi sayap Nahdlatul Ulama (NU) itu diceritakan oleh mantan Ketua Umum GP Ansor, Nusron Wahid, kepada detikcom, Jumat (23/12/2016). Gus Dur dulu yang perintahkan Banser jaga gereja waktu Natal, kata Nusron. Saat itu Ketua Pengurus Wilayah Ansor Jawa Timur adalah Choirul Anam. Dalam suatu pertemuan di tahun 1996-1997, salah seorang anggota Ansor Jawa Timur bertanya ke Gus Dur perihal bagaimana hukumnya seorang Muslim menjaga gereja. Gus Dur dengan cerdas menjawab ke rombongan Ansor itu. Kamu niatkan jaga Indonesia bila kamu enggak mau jaga gereja. Sebab gereja itu ada di Indonesia, Tanah Air kita. Tidak boleh ada yang mengganggu tempat ibadah agama apapun di bumi Indonesia, kata Gus Dur," kata Nusron menirukan perintah Gus Dur saat itu. Perintah itu datang dari Gus Dur, tak terlalu lama setelah ada kerusuhan dan pembakaran gereja di Situbondo, Jawa Timur. Sebagaimana diketahui, kerusuhan itu terjadi pada 10 Oktober 1996. Saat itu Nusron belum menjadi pimpinan teras Ansor, melainkan sebagai aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) di Universitas Indonesia (UI). Kebetulan Nusron sering berkunjung dan ngaji pergerakan ke tempat Gus Dur. Maka sejak momen perintah Gus Dur itulah sebuah tradisi baru GP Ansor muncul, yakni mengamankan gereja saat Natal. "Sejak diperintah itu, Cak Anam (Ketua Ansor Jatim saat itu) langsung memerintahkan seluruh Banser Jatim untuk menjaga gereja lengkap dengan dalil-dalil dan ayatnya," kata Nusron. Saat Nusron menjadi Ketua Umum GP Ansor, Gus Dur telah wafat.
Namun perintah Gus Dur tetap dipegang teguh, termasuk sebagai senjata untuk menghadapi pihak-pihak yang tak setuju dengan langkah pengamanan gereja oleh Umat Muslim ini. "Yang kita jaga itu Indonesia. Jangan lihat gerejanya. Kalau ada kiyai dan habib yang masih ngeyel, saya jawab bahwa saya dipesenin Almarhum Gus Dur dan diperintah Habib Luthfi," tandas Nusron.[27] Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dikenal orang bukan hanya sebagai Presiden Republik Indonesia. Tetapi, seorang pendobrak sejarah di negeri ini. Bagaimana tidak, di zaman kepemimpinannya Gus Dur berani meluruskan arti toleransi yang sebenarnya. Toleransi antar umat beragama yang bukan sekedar selogan tapi tindakan nyata.
Kalimat berkesan tentang pernyataan Gus Dur pada hari Natal adalah “Mestinya yang merayakan Natal bukan hanya umat Kristen, melainkan juga umat Islam dan umat beragama lain, bahkan seluruh umat manusia. Sebab Yesus Kristus atau Isa Al-Masih adalah Juruselamat seluruh umat manusia, bukan Juruselamat umat Kristen saja”. Kalimat ini dilontarkan Gus Dur saat membawakan sambutan di acara perayaan Natal bersama umat Kristen 27 Desember 1999.[28]

GUSDUR

2.3.3.      Kiprah Kekristenan Pada Masa Megawati Soekarno Putri (23 Juli 2001-20 Oktober 2004)
Megawati yang merupakan putri mantan Presiden Soekarno dilantik di tengah harapan akan membawa perubahan kepada Indonesia. Namun pada masa pemerintahannya, Indonesia tidak menunjukkan perubahan yang berarti meski ekonomi Indonesia mengalami banyak perbaikan, seperti nilai mata tukar rupiah yang lebih stabil.[29] Adapun pengaruh Megawati terhadap Kekristenan dapat dilihat dalam kunjungannya ke Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), Presiden Republik Indonesia ke 5 Megawati Soekarno Putri, berkesempatan mengunjungi Gereja GMIM Sion di Tomohon, Senin (08/08/2016). Gereja tersebut, pernah dikunjungi Presiden RI pertama, Ir. Soekarno mendiang ayah Megawati.
_MG_2119
Pada kesempatan tersebut, Megawati mengingatkan kepada seluruh elemen masyarakat yang ada di bumi nyiur melambai untuk tetap menjaga kehidupan bersama dengan tetap berpegang pada Idioligi negara yakni Pancasila, karena pancasila itu merupakan berkat bagi bangsa.
Megawati berpesan agar masyarakat tetap menjaga pluralisme, kebersamaan yang ditunjukan masyarakat Sulut, harus terus dipupuk dan dipertahankan. “Kita bisa kuat karena kita menjaga kebersamaan  karena hal tersebut juga telah di tanamkan Soekarno sejak dulu, Soekarno datang ke Tomohon saat membuka sidang raya GMIM tahun 1957 bebicara di depan umat Kristen tentang dasar negara Indonesi yang menjunjung tinggi nilai keberagaman, itu merupakan bukti yang kuat,” ujar Megawati. Megawati bangga Ayahnya pernah datang berbagi bersama umat Kristiani di Sulut, menunjukan betapa kuatnya persatuan Indonesia. Megawati juga berkesempatan melihat sejumlah foto kunjungan Presiden Soekarno di gereja tersebut.
2.3.4.      Kiprah Kekristenan Pada Masa Susilo Bambang Yudhoyono (20 Oktober 2004-20 Oktober 2014)
Pada tahun 2004, Indonesia menyelenggarakan Pemilu Presiden secara langsung untuk pertama kalinya. Ujian berat dihadapi Megawati untuk membuktikan bahwa dirinya masih bisa diterima mayoritas penduduk Indonesia. Pada masa kampanye, seorang calon dari partai baru bernama partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono muncul sebagai saingan yang hebat.
Partai Demokrat yang sebelumnya kurang dikenal, menarik perhatian masyarakat dengan pemimpinannya yang kharismatik dan menjanjikan perubahan kepada Indonesia. Kharisma Yudhoyono berhasil menarik hati mayoritas pemilih sehingga Susilo Bambang Yudhoyono memenangkan pemilihan Presiden pada tahun 2004.[30]
Tetapi semua yang dijanjikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, ternyata tidak membuahkan perubahan. Bahkan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) pernah menyampaikan kekecewaan mereka terhadap sikap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam penanganan konflik GKI Yasmin. PGI yang juga didampingi oleh tokoh gereja di Indonesia yang mengunjungi kantor Mahkama Konstitusi (MK) khusus menyoroti ketidaktegasan SBY dalam eksekusi putusan Mahkamah Agung. “Beliau malah mengatakan tidak bisa campur tangan urusan wali kota,” kata Ketua Umum PGI Pdr. Dr. Andreas Yewangoe ketika melaporkan pengaduan ke Mahkamah Konstitusi, Rabu, 15 Februari 2012. PGI, Persatuan Gereja dan Lembaga Injil Indonesia (PGLI), Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) dan Persatuan Gereja-gereja Pantekosta Indonesia (PGPI) mengadukan kisruh GKI Yasmin ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka melaporkan adanya pelanggaran hak konstitusional beribadah jemaat GKI Yasmin. Andreas berharap setidaknya pemerintah pusat dalam hal ini presiden menegur wali kota Bogor agar segera mengeksekusi putusan MA terkait Izin Mendirikan Bangunan (IMB) GKI Yasmin. PGI juga menyampaikan kekecewaan karena SBY sebelumnya berjanji akan turun tangan dalam kasus ini. Tapi pernyataan SBY yang tidak akan mencampuri urusan wali kota Bogor bertentangan dengan janji SBY tersebut.
Sebelumnya pada Senin 13 Februari 2012 SBY mengatakan akan menyerahkan seluruh penanganan konflik GKI Yasmin pada pemerintah daerah Bogor. “Saya serahkan pada Wali Kota Bogor dan Gubernur Jabar, dan dibantu beberapa menteri untuk selesaikan masalah ini. Itu kalau sistem berjalan baik agar masalah ini bisa tuntas,” kata SBY Senin lalu. Dalam proses hukum, pada Desember 2010 MA telah mengeluarkan keputusan, yang menguatkan keputusan PTUN Bandung dan PT TUN Jakarta yang memerintahkan Dinas Tata Kota dan Pertamanan Kota Bogor mencabut surat Pembekuan Izin Mendirikan Bangunan GKI Yasmin. Tapi, putusan Mahkamah tak kunjung dilaksanakan Pemerintah Kota Bogor. Kisruh GKI Yasmin dalam hal perizinan sudah memasuki tahun ketiga. Pemerintah Kota Bogor tetap menolak IMB bangunan gereja tersebut walaupun IMB sudah berkekuatan hukum tetap dengan keluarnya putusan MA tersebut. Jemaat tidak hanya dihadapkan pada masalah izin. Penyerangan dan intimidasi dari ormas intoleran yang menggunakan topeng ‘warga sekitar’ juga terus membayangi jemaat setiap ibadah minggu, selama tiga tahun, tanpa ada henti.
Pada tanggal 22 Januari lalu, ratusan orang yang tergabung dalam warga Curug Mekar, Forum Komunikasi Muslim Indonesia, dan Gerakan Reformasi Islam menggelar unjuk rasa menolak pelaksanaan ibadah jemaat GKI di Taman Yasmin, Bogor, Jawa Barat. Kelompok ini mengepung sebuah rumah yang menjadi tempat ibadah GKI Yasmin di Jalan Cemara Raya nomor 9, Kompleks Taman Yasmin. Kelompok ini berunjuk rasa dan mengancam ke arah jemaat yang sedang beribadat setelah menembus blokade berlapis aparat keamanan. Kisruh ini baru berakhir setelah jemaat GKI Yasmin membubarkan diri dan tidak melaksanakan ibadat.[31]
2.3.5.      Kiprah Kekristenan Pada Masa Joko Widodo (20 Oktober 2014-Sekarang)
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu memenangkan pilpres 2014 dengan meraih suara rakyat berkisar 54% unggul dari pesaingnya Prabowo yang hanya meraih suara rakyat 46%. Sebagian pendukung mengatakan bahwa Jokowi adalah sosok yang dapat melakukan pembaharuan yang berpihak kepada rakyatnya.[32] Pada masa pemerintahannya tepatnya pada hari Senin (27/7/2017) di Istana Merdeka, Presiden Joko Widodo menerima Pengurus Huria Kristen Batak Protestan (HKBP). Dalam pertemuan ini, Presiden didampingi Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung. Sementara itu, Pengurus HKBP yang hadir adalah Ephorus HKBP Darwin Lumbantobing, Praeses Jakarta Pdt. Midian K.H. Sirait, Praeses Depok, Bogor, dan Kalimantan Barat Pdt. Berlin Tamba, Praeses Banten Pdt. Robert Pandiangan, Praeses Bekasi Pdt. Banner Siburian, Kepala Departemen Marturia HKBP Pdt. Anna Pangaribuan, Kepala Biro Perencanaan Pdt. Sumurung Samoris, Anggota Badan Usaha HKBP Bepos M.T. Pakpahan, Sekretaris Ephorus HKBP Pdt. Alter Siahaan, dan Pdt. HKBP/Sekum PGI Pdt. Gomar Gultom. Setelah pertemuan, Ephorus HKBP Darwin Lumbantobing mengatakan bahwa HKBP menyampaikan apresiasi kepada Presiden dalam mengayomi kehidupan berbangsa dan bernegara yang terdiri dari berbagai etnis. “Sehingga menjadi amat kondusif dan lebih maju ke depan,” ucap Darwin. Selain memberikan apresiasi, Pengurus HKBP menjelaskan program HKBP tahun 2017 tentang program pendidikan dan pemberdayaan kepada Presiden. “Kami telah menyampaikan beberapa hal, bahwa ada upaya meningkatkan dan mengefektifkan di bidang pendidikan dan pemberdayaan SDM, sehingga lebih efektif, berkualitas dan lebih maju. Kami juga merasakan HKBP tidak dapat berjalan sendiri,” kata Darwin.
Oleh karenanya, Darwin mengharapkan adanya dukungan dari pemerintah sehingga HKBP dapat meraih kejayaan di bidang pendidikan secara institusional. “Secara spirit kami akan selalu berkomunikasi dengan pemerintah pusat agar bantuan uluran tangan dapat terealisasi secara konkret. Presiden juga mengharapkan bahwa kami sebagai pimpinan gereja supaya berperan aktif dalam upaya memajukan peran serta gereja dalam pemerintah,” ujar Darwin. Pengurus HKBP juga mengundang Presiden untuk menghadiri perayaan Paskah yang akan dihelat di Kantor Pusat HKBP di Tarutung, Sumatera Utara pada bulan April mendatang dan undangan ini merupakan simbol. “Kami mendukung pemerintah dan pemerintah mendukung kami, sehingga gereja dan pemerintah dapat berkomunikasi dan berhubungan dalam berbagai hal, termasuk dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” ucap Presiden.[33]

2.4.       Kerusuhan di Sekitar Jalan Ketapang Jakarta dan di Kupang, November 1998
Kerusuhan ini dipicu oleh perkelahian sejumlah pemuda setempat dengan para preman yang sebagian berasal dari suku Ambon (sebagian lagi dari kalangan Batak dan Timor Timur) yang menjaga lokasi tempat hiburan bola tangkas alias judi Mickey Mouse Enko di Jln. K. H. Zainul Arifin No. 11, kawasan Ketapan Jakarta Barat pada tanggal 21-22 November 1998. Penyebabnya antara lain karena berebut lahan parkir maupun karena ada diantara penduduk Muslim yang merasa terganggu oleh kehadiran tempat permainan itu. Para pemuda kampung terdesak dalam keadaan babak belur.
Keesokan harinya pada pukul 07.00 WIB ratusan orag mengepung Enko. Jumlah ini semakin bertambah pada pukul 09.00 WIB. Massa menerobos barikade aparat keamanan seraya melakukan perusakan. Massa kemudian merusak dan membakar gedung Gereja Kristus Ketapang yang letaknya berada di dekat Enko dan juga membakar Gedung Gereja Pantekosta, namun api berhasil dipadamkan oleh pemuda Gereja. Sebagian massa juga melanjutkan aksi ke Gereja Katolik Bunda Hati Kudus yang ada di dalam kompleks SMU Tarsisius I, jalan Hasyim Ashari, namun gagal. Sementara itu massa yang ada di depan Plaza Gajah Mada mengalihkan serangan ke Gereja Kristen Santapan Rohani jalan Raya Temansari 79. Gereja itu kemudian dibakar massa. Bahkan mereka sempat hendak melanjutkan aksi ke Gereja Katedral, namun ditahan oleh pasukan khas TNI Angkatan Udara. Tragedi Ketapang ini mencatat 22 gedung gereja dan tiga gedung sekolah telah dirusak dan dibakar, di samping 16 orang tewas dengan cara yang sangat biadab dan mengenaskan (leher disembelih, mata dicungkil, perut dibelah, dan sebagainya). Lima ratusan orang terluka, serta puluhan gedung (termasuk kantor pemerintahan dan tentara), rumah, kendaraan bermotor dibakar dan dirusak. Tanggal 30 November terjadi kerusuhan di Kupang saat kalangan Kristen mengadakan kebaktian dan doa di beberapa Gereja, mengenang pembakaran dan perusakan sejumlah gedung Gereja dan para korban kerusakan di Ketapang maupun di tempat-tempat lain. Kalangan Kristen di sana menduga bahwa dalang dan pelaku kerusuhan itu adalah orang-orang di luar Kupang, sebab selama ini hubugan antara umat Kristen dan Islam disana relatif cukup baik.[34]

2.5.       Peristiwa di Poso 1998-2002
Rangkaian peristiwa kerusuhan dan konflik di Poso mencapai puncaknya pada tahun 2000 dan 2002 tetapi sudah dimulai sejak akhir Desember 1998 disekitar hari Natal dan bulan suci Ramadan lalu berkepanjangan secara bergelombang hingga tahun 2003. Sebagian pengamat mencatat bahwa konfik ini sama seperti beberapa konflik sebelumnya juga berawal dari masalah sepele, perkelahian antara pemuda yang kebetulan berbeda agama, dikarenakan minuman-minuman keras, yang bercampur dengan persaingan kampanye politik lokal yaitu pemilihan Bupati lalu berkembang menjadi pertikaian antara lain melihat kasus di Poso sebagai kelanjutan kasus Ketapang. Selama sekitar seminggu berlangsung kerusuhan, yang dikenal dengan konflik Poso meliputi beberapa babak, antara lain:
Babak I, mengakibatkan sekitar 200 korban luka-luka, 400-an rumah terbakar, dari kedua belah pihak. Konflik ini sempat meluas keluar Kabupaten Poso dengan dibakar habisnya gedung Oikumene di kompleks PT Iradat, Palu, tanggal 30 Desember 1998. Sementara itu Herman Perimo, pemimpin kampanye dari kalangan Kristen, ditangkap dan dipenjarakan dengan perlakuan yang kurang manusiawi, sedangkan dari kalangan Ialam tidak seorang pun ditangkap. Hal ini membuat kalangan Kristen gusar karena merasa keberpihakan penguasa terhadap kalangan Islam sangat nyata.
Babak II, berlangsung pada April 2000 yang seakan-akan juga dipicu oleh pertikaian antar pemuda yang Islam dan Kristen. Tetapi penyebab utamanya adalah karena Bupati yang diangkat tetaplah dari kalangan muslim. Kalangan Kristen semakin marah karena kalangan muslim juga menghendaki jabatan Sekwilda. Hingga awal Mei lebih dari 700 rumah dibakar sebagian besar milik masyarakt Kristen bersama dengan sejumlah gedung gereja dan asrama polisi. Ribuan penduduk menguasai terutama yang beragama Kristen.
Babak III, dimulai pada akhir Mei 2000 dalam bentuk yang lebih brutal. Sekelompok orang Kristen muncul yang menamakan diri “kelelawar hitam”atau “kelelawar merah”yang memakai topeng ala Ninja, dan menewaskan sekurang-kurangnya menewaskan 3 orang Islam termasuk seorag polisi yang dianggap pelaku kerusuhan sebelumnya.
Babak IV, dimulai pada bulan-bulan pertama 2001 da berlangsung hingga akhir tahun. Kalangan Kristen semakin marah karena merasa hanya dari pihak mereka saja yang dijatuhi hukuman. Pada tanggal 27 Juni dan 3 Juli ribuan warga Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST) memasuki kota Poso dan menyerang umat Islam serta membakar Masjid dan rumah mereka.
Babak V, berlangsung pada akhir 2001 ketika ribuan laskar jihad bersenjata lengkap didatangkan untuk mendukung para petarung lokal. Lebih dari seratus terbunuh. Gedung-gedung Gereja dan sekitar 4.000 rumah di 30 desa dibakar, belasan ribu penduduk mengungsi. Di tengah situasi seperti itu pemerintahan pusat melalui Menko Kesra Yusuf Kalla dan Menko Polkam Bambang Yudhoyono turun tangan sehingga untuk sementara membaik. Mereka membentuk tim rekonsiliasi yang selain melibatkan Pemda dan pemuka masyarakat setempat juga mengikutsertakan MUI dan PGI. Tim ini berupaya mempertemukan kedua belah pihak di Malino (Sulawesi Selatan), masing-masing 25 orang dari kelompok Islam dan 23 dari pihak Kristen. Berdasarkan semua itu pertemuan ini menghasilkan sebuah deklarasi yang ditanda tangani tanggal 25 Desember 2001 dalam suasana sukacita dan haru, saling senyum, bersalaman dan berpelukan. Isi deklarasi Malino I:
1.      Menghentikan semua bentuk konflik dan perselisihan.
2.      Menaati semua bentuk dan upaya penegakan hukum dan mendukung pemberian sangsi hukum bagi siapa saja yang melanggar.
3.      Meminta aparat negara bertindak tegas dan adil untuk menjaga keamanan.
4.      Untuk menjaga terciptanya suasana damai, menolak memberlakukan keadaan darurat sipil serta campur tangan pihak asing.
5.      Menghilangkan seluruh fitnah dan ketidakjujuran terhadap semua pihak dan menegakkan sikap saling menghormati dan memaafkan satu sama lain demi terciptanya kerukunan hidup beragama.
6.      Tanah Poso adalah bagian integral dari Republik Indonesia, karena itu setiap warga memiliki hak untuk hidup, datang dan tinggal secara damai dan menghormati adat istiadat setempat.
7.      Mengembalikan seluruh pengungsi ke tempat asalnya masing-masing.
8.      Bersama pemerintah melakukan rehabilitasi sarana dan prasarana ekonomi secara menyeluruh.
9.      Menjalankan syarat agama masing-masing dengan cara dan prinsip saling menghormati, dan saling menaati segala yang telah disetujui, baik dalam bentuk undang-undang maupun peraturan pemerintah dan ketentuan-ketentuan lainnya.
Dengan adanya deklarasi itu dibarengi tambahan personil keamanan sejak Desember 2001 dan perhatian dunia Internasiona yang begitu besar, maka hari Natal dapat dilalui dengan tenang dan damai. Tetapi tak lama kemudian meledak lagi kerusuhan, dimulai dengan pemboman 4 gedung gereja Protestan di Palu pada tahun 2002. Konflik ini disebut sebagai babak VI yang sebagai puncak pasca deklarasi Milano I.[35]

2.6.       Konflik di Ambon dan Maluku, 1999-2002
Di antara sekian banyak konflik dan kerusuhan yang berlangsung sejak zaman Orde Baru hingga era ”Reformasi”, agaknya konflik di Ambon (yang kemudian meluas ke seluruh Maluku) inilah yang paling rumit, paling banyak memakan korban, dan yang paling mendapat perhatian nasional maupun internasional. Konflik fisik di Ambon secara kasat mata dipicu oleh percekcokan di terminal Batumerah antara Usman, pemuda Bugis yang tinggal di kawasan Islam, Batumerah Bawah, dan Yopie Saiya, pemuda Ambon dari kawasan Kristen, Mardika, tanggal 19 Januari 1999, bertepatan dengan hari raya Idul Fitri. Tentang penyebab dan rincian peristiwa ini ada dua versi cerita yang beredar. Versi pertama dari pihak Kristen: Usman hendak memeras Yopie; karena tidak diberi maka Yopie dipukul. Yopie tidak menerima perlakuan ini, lalu mengerahkan teman-temannya dari Mardika, mencari Usman ke tempat tinggalnya untuk menuntut balas. Karena tidak berhasil, mereka mencarinya di pemukiman Muslim lainnya, lalu membuat onar disana, sehingga membuat penduduk marah. Mereka pun dikejar dan melarikan diri, lalu selanjutnya penduduk Muslin menyerbu dan kampung Kristen di Mardika dibakar.
Versi kedua, dari pihak Islam, baru pihak Islam, baru disampaikan pemimpin masjid Al Fatah Ambon enam minggu kemudian, 4 Maret 1999, melalui konferensi pers di Mesjid Al Azhar, Kebayoran Baru Jakarta. Di situ antara lain dinyatakan bahwa Yopie Saiya menolak memberikan setoran atas bus mini angkutan kota milik seorang Bugis Muslim di Batumerah Bawah. Ini menimbulkan kemarahan Usman, kondektor angkot itu, yang ditugaskan pemiliknya untuk menerima setoran, sehingga terjadi percekcokan. Yopie bersama penumpang beragama Kristen memukuli Usman; ia lari ke Batumerah minta bantuan. Ketika orang berdatangan untuk menolongnya, orang-orang Kristen bersenjata panah dan tombak beracun datang menyerbu Batumerah. Berdasarkan itu kaum Muslim menuduh bahwa penyerangan itu bukan spontan, melainkan telah direncanakan (tuduhan yang senada juga dilontarkan  oleh pihak Kristen).
Beberapa jam sesudah cekcok di terminal Batumerah itu telah beredar desas-desus bahwa gedung gereja dan masjid telah dihancurkan, dan kabar buruk ini berhasil membakar emosi kedua-belah pihak sehingga berkobarlah huru-hara besar, meliputi seluruh kota Ambon. Hingga 24 Januari telah 52 tewas, 13 gedung gereja dan masjid serta limaratusan rumah terbakar, dan puluhan ribu penduduk menjadi pengungsi, dari kalangan Kristen maupun Islam.
Khusus di Maluku Utara (Ternate, Tidore, Halmahera), konflik yang kurang banyak diberitakan dibanding yang di Ambon berlangsung pada tahun 1999 dalam beberapa babak: babak I dimulai 18 Agustus, babak II dimulai 24 Oktober, dan babak III dimulai 26 Desember 1999. Di provinsi baru ini konflik terutama terjadi antara suku Makian yang mayoritas Islam dan suku Kao-Tobelo-Galela (Halmahera Utara) dan Jailolo yang mayoritas Kristen, dan memakan korban sedikitnya 3.000 jiwa melayanag dan 100.000 penduduk menjadi pengungsi.[36]

2.7.       Di Kalimantan Barat dan Tengah, 2000-2001
Khusus pada masa belakangan ini, kerusuhan di daerah ini sudah dimulai di Sanggauledo, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, Desember 1996-Januari 1997. Pada waktu itu tejadi perang antara suku Dayak dan Madura. Masyarakat Dayak menilai bahwa warga Madura sebagai pendatang tidak menghormati dan menyesuaikan diri dengan adat-istiadat Dayak; sebaliknya berusaha menguasai lahan, harta, maupun bidang kehidupan lainnya, termasuk tempat-tempat dan benda-benda yang dianggap sacral, dengan cara-cara yang dinilai kurang santun. Lalu pertikaian berlanjut dan meluas ke Kalimantan Tengah, dan mencapai puncaknya di Sampit pada tahun 2001, antara suku Dayak dan Melayu versus Madura.
Perang antar-etnis ini tak jarang diramaikan oleh teriakan-teriakan berisi ungkapan keagamaan, sehingga dapat menimbulkan kesa bahwa itu adalah juga pertikaian antar-agama. Kendati demikian tak terelakkan ribuan nyawa melayang, termasuk perempuan dan anak-anak, puluhan ribu penduduk mengungsi, dan tak terbilang jumah kerugian materi, belum lagi banyaknya ibu-ibu yang menjadi janda dan anak-anak yang menjadi yatim-piatu.
Sebenarnya pertikaian antar-etnis di Kalimantan sudah berlangsung paling lambat sejak awal abad ke-20, dan tidak ada hubungan langsung dengan perbedaan agama, sebab yang bertikai tidak jarang justru seagama, misalnya antara Melayu dan Madura, Kalaupunn ada pertikaian di antara yang berbeda agama, penyebabnya bukanlah hal-hal yang bersifat keagamaan, melainkan permasalahan dan perasaan diperlakukan tidak adil (terutama di kalangan Dayak dan Melayu) di berbagai bidang kehidupan: social-budaya, ekonomi, dan politik.[37]

2.8.       Ledakan Bom di Malam Natal, 2000
Pada malam Natal 24 Desember 2000 di beberapa lokasi di Jakarta dan di sejumlah kota lainnya (Sukabumi, Mojokerto, Bandung, Pekanbaru, Batam, dan Mataram-Lombok) serempak terjadi ledakan bom. Ledakan itu terjadi di dalam gedung gereja ataupun dihalaman dan dijalanan disekitarnya ketika umat Kristiani sedang merayakan Natal, bahkan ada bom yang dimasukkan ke dalam bingkisan Natal, dan menimbulkan sekurang-kurangnya 15 korban tewas disamping sekian banyak yang luka-luka dan sejumlah korban material. Peristiwa ini terjadi ketika kerusuhan masih berkecambuk di Poso, Maluku, dan Kalimantan, sehingga wajar bila banyak pengamat yag menduga atau menyimpulkan bahwa otak dan pelakunya berasal dari kalangan yang sama atau berkait erat dengan mereka, dengan maksud dan tujuan yang lebih-kurag sama. Bahkan ada yang melihat peristiwa ledakan bom ini sebagai kelanjutan dari kerusuhan di Surabaya dan Situbondo.
Sebenarnya diantara peristiwa didaerah Jalan Ketapang Jakarta November 1998 dan peledakan bom pada malam Natal 2000 ini masih banyak terjadi peledakan bom maupun pembakaran dan perusakan, baik atas gedung-gedung umum, gedung gereja, di berbagai kota dan lokasi. Setiap peristiwa pastilah menimbulkan banyak korban, nyawa maupun harta. Salah satu yang paling menghebohkan adalah pembakaran kompleks Sekolah Tinggi Theologi (STT) Doulos di Kelurahan Cipayung, Jakarta Timur, 13 Desember 1999, ketika umat Kristen sedang berada dalam suasana Natal. [38]

2.9.       Penyegelan Gereja dan Pembakaran Gereja di Aceh Singkil, 2012 & 2015
Gereja Kristen Protestn Pak-pak Dairi (GKPPD) Kuta Tinggi sudah hamper selesai dibangun ketika penyegelan terjadi pada tahun 2012.  Bukan tanpa alasan pendeta GKPPD Kuta Tinggi dan jemaat membagun sebuah gereja, pengganti gereja tua yang dibangun tahun 1943. Disebut sebagai pengganti gereja karena bangunan gereja tua yang terbuat dari kayu sudah bobrok dengan atap yang lapuk. Di dalam gereja tua sebuah salib kayu di tengah mimbar sederhana menyambut setiap orang yang masuk. Bangku-bangku kayu terlihat sudah tak memadai sebagai tempat duduk jemaat.
Jumlah gereja-gereja yang disegel cukup banyak, 19 gereja dan 1 rumah ibadah Parmalim (agama/kepercayaan leluhur orang Batak). Umumnya penyegelan dilakukan terhadap gereja-gereja yang sedang direnovasi. GKPPD Mandumpang yang dibakar Agustur 2015 dibangun pada tahun 1950, sedangkan Gereja Huria Kristen Indonesia yang dibakar Oktober 2015 berdiri pada tahun 1968. Menyadari keberadaan mereka sebagai kelompok minoritas, gereja-gereja yang dibangun umumnya terletak jauh dari permukiman penduduk dan tidak terlihat dari jalan raya. [39]

2.10.                    Tantangan Gereja Dalam Kasus Ahok
Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) menyatakan menghargai vonis dua tahun penjara yang telah dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Jakarta Utara terhadap terdakwa kasus penodaan agama, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Namun, Gereja meminta pemerintah meninjau ulang Pasal 156 KUHP yang dinilai sangat diskriminatif dan masuk ke dalam kategori pasal karet.
"Sebagai bagian utuh dari masyarakat Indonesia, kami menghargai, dan harus mematuhi, putusan hukum yang berkeadilan, yang telah berkekuatan hukum tetap. Kami sungguh menghormati kebebasan hakim," kata Kepala Humas PGI Jeirry Sumampow dalam keterangan tertulis yang diterima CNN Indonesia. Gereja juga mengimbau dan mengajak seluruh elemen masyarakat untuk ikut menghargai dan mematuhi hukum. Sebab, putusan Ahok belum berkekuatan hukum tetap atau inkracht. "Dalam kaitan dengan putusan PN Jakarta Utara terhadap Basuki Tjahaja Purnama tersebut, kami menilainya sebagai yang belum berkekuatan hukum tetap, karena Ahok masih mengajukan banding," kata Jeirry.
Jeirry berpendapat, sejak awal, gereja menyaksikan proses peradilan ini sarat dengan kepentingan politik, yang mewujud dengan pemaksaan kehendak dari sekelompok kepentingan melalui pengerahan massa. "Kami berharap bahwa proses hukum yang berlangsung sungguh-sungguh bebas dan tidak memihak," kata dia. Jeirry menyayangkan bahwa tekanan massa luar biasa di sekitar gedung pengadilan dengan beragam orasi yang sungguh mencekam tidak ditindak. Meski dapat dikatakan sebagai merendahkan wibawa peradilan.
Keadaan seperti ini, menurut kami, sangat membahayakan dalam pembangunan hukum ke masa depan," kata Jeirry. Gereja khawatir, putusan PN Jakarta Utara ini akan menjadi pintu masuk bagi rangkaian kriminalisasi oleh kelompok-kelompok masyarakat dan aparat dengan mengajukan berbagai klaim dan tuduhan akan penistaan agama.
Undang-undang penodaan agama, menurut Jeirry, sangat sumir dan rentan untuk digunakan secara semena-mena, sesuai dengan kepentingan atau pesanan kelompok atau pihak tertentu. Olehnya, kami mengimbau Negara (pemerintah dan parlemen) untuk merevisi undang-undang ini agar lebih sesuai dengan upaya penegakan hukum dan hak-hak asasi manusia," kata dia. Menurutnya, gereja meminta pemerintah memerhatikan secara serius kecenderungan pemaksaan kehendak oleh kelompok-kelompok masyarakat melalui tekanan dan pengerahan massa yang disertai dengan ujaran-ujaran kebencian.
Pembiaran terhadap kecenderungan seperti ini akan membawa masyarakat dan bangsa kita kearah kehancuran. Dan, harus juga dihindari kemungkinan mengorbankan seseorang sebagai tumbal demi ketenteraman sekelompok orang atau atas alasan keamanan masyarakat," katanya. Ahok dijatuhi hukuman dua tahun penjara karena melanggar pasal 156a KUHP tentang penodaan agama karena ucapannya yang mengutip surat Al Maidah ayat 51.

2.11.   Ledakan Bom yang terjadi di gereja Katolik (2016)
Bom meledak terjadi di Gereja Katolik Stasi Santo Yosep di Jalan Dr Mansyur, Medan, Minggu (28/8) pagi. Aksi tersebut diduga percobaan bunuh diri. Atas kejadian itu, seorang pastor bernama Albert S Pandiangan mengalami luka akibat serpihan bom di tangan kirinya. Namun hingga kini situasi di Gereja Katolik Santo Yosep aman terkendali. Sumber yang diperoleh Kriminalitas.com di kepolisian menyebutkan? saat pastor Albert Pandiangan mau berkhutbah di depan mimbar dikejar dan hendak dihampiri oleh seorang laki-laki bernama Ivan Armadi Hasugihan, 18 warga Jalan Setia Budi, Lorong Sehati, Kelurahan Tanjung Sari, Medan Selayang sambil menggendong bom rakitan dengan pipa warna kuning. Tidak hanya bom, Ivan juga memegang pisau dapur hendak menyerang pastor Albert Pandiangan? Alhasil bom yang digendong oleh Ivan meledak.
Namun beruntung, Ivan tidak tewas dalam insiden itu. Sementara Tim Jibom Brimob Polda Sumut yang meluncur ke TKP berhasil mengamankan Ivan. Dari hasil interogasi Ivan, masih ada dua rekannya yang terlibat dalam aksi diduga bom bunuh diri tersebut? Kapolresta Medan Kombes Mardiaz Kusin Dwihananto belum memberikan komentar resminya soal meledaknya bom rakitan di tempat ibadah tersebut. Dikabarkan pada pukul 12.00 WIB Kombes Mardiaz akan memberikan keterangan resminya. Menurut salah seorang warga yang berada di Gereja Katolik Stasi Santo Yosep bermarga Simajuntak, 36 sempat kaget mendengar suara ledakan dari dalam gereja. "Sempat kaget aku, Bang ada suara ledakan dari dalam gereja. Nah, setelah kulihat rupanya ada seorang pria mengejar-ngejar pastor? Enggak lama jemaat yang di dalam gereja berhamburan keluar. Barulah datang Tim Jibom bang," bebernya.
Teror bom bunuh diri tersebut menyebabkan pengkotbah di gereja itu yakni Pastor Albret S Pandingan mengalami luka ringan di bagian lengan kiri. Keterangan dari beberapa saksi menceritakan, peristiwa itu terjadi ketika Pastor Albert S Pandingan mau berkotbah di depan mimbar. Namun, tiba-tiba seorang laki-laki yang diduga berinisial IAH menghampiri pastor tersebut sambil membawa sebuah bom rakitan dalam tas. Laki-laki itu juga membawa sebilah pisau dan bermaksud menyerang pastor tersebut. Beberapa jemaat gereja tersebut langsung menghubungi pihak kepolisian yang menurunkan tim penjinak bahan peledak dari Satuan Brimob Polda Sumut. Selain mengamankan pelaku teror, pihak kepolisian juga melakukan sterilisasi di gereja tersebut melalui tim penjinak bahan peledak dari Satuan Brimob Polda Sumut. Saat digeledah aparat, dari pelaku ditemukan kertas berlafas kalimat syahadat yang diklaim sebagai simbol perjuangan gerakan ISIS dan KTP ditemukan di saku celana Ivan Armadi Hasugian, Ivan Armadi Hasugian merupakan pemuda kelahiran Medan 22 Oktober 1998 tercatat sebagai pelajar, warga Jalan Setia Budi, Gang Sehati no 26, Tanjung Sari, Medan Selayang.[40]

2.12.   PERSETIA (Perhimpunan Sekolah-Sekolah Teologi di Indonesia)
Perhimpunan Sekolah-sekolah Teologi di Indonesia, disingkat PERSETIA didirikan sebagai hasil keputusan Konferensi Pendidikan Teologi yang diselenggarakan Komisi Pendidikan Teologi Dewan Gereja di Indonesia (DGI, sekarang PGI). Konferensi tersebut menghimpun Sekolah-sekolah Teologi dari berbagai gereja anggota DGI, bertempat di Sukabumi, memutuskan untuk membentuk perhimpunan ini tanggal 27 Oktober 1963. Peristiwa ini sebenarnya merupakan salah satu upaya untuk mengkonsolidasikan lembaga-lembaga pendidikan teologi di Indonesia yang sedang mencari identitasnya yang baru di tengah kemandirian gereja-gereja pasca Perang Dunia II.
Pada Sidang Lengkap I (Sidang Raya pembentukan DGI) tahun 1950, telah dipercakapkan usul Zendingsconsulaat (berdiri di Indonesia 1906 untuk mengkoordinasi kegiatan Zending dan gereja-gereja hasil zending serta membangun hubungan dengan gereja Negara GPI), agar DGI mengambil alih pembinaan terhadap sekolah-sekolah teologi di Indonesia. Hasilnya, sidang tersebut membentuk Komisi Pendidikan Teologi di lingkungan DGI, yang bertugas antara lain untuk mengkoordinir semua sekolah teologi di Indonesia dan mempelajari permasalahan yang dihadapi sekolah-sekolah teologi (J. S. Aritonang, Peny. 50 Tahun PGI, 2000, hal 224-225).
Komisi ini antara lain membentuk Lembaga Pendidikan Tinggi Teologi di Indonesia (LPThI), yaitu lembaga yang mengayomi kelangsungan STT Jakarta sebagai perguruan tinggi teologi (1954) dan menyelenggarakan Konferensi Pendidikan Teologi bulan Oktober 1963, yang menetapkan berdirinya PERSETIA. Perhimpunan ini sejak berdirinya sampai tahun 1969 dipimpin oleh Komisi Pendidikan Teologi DGI. Pada tahun 1968 diselenggarakan Konferensi Sekolah Teologi se-Indonesia di Sukabumi oleh DGI yang antara lain merumuskan bahwa pendidikan teologi yang dimaksud bukan pendidikan formal saja tetapi juga non formal yang diselenggarakan gereja-gereja. (Setia No.3: 1971 hal.123 dst). Hal ini turut mempengaruhi keanggotaan di PERSETIA.
Pada 1969 Pengurus PERSETIA terbentuk (sebagai tindak lanjut hasil Konsultasi Pendidikan Teologi DGI di Sukabumi 1967 dan 1968), dan diketuai oleh Dr. F. Ukur dengan 11 Sekolah Anggota. Sejak tahun 1950 sampai 1970-an. Sekolah-sekolah Teologi menata diri untuk menjadi Lembaga Pendidikan Tinggi dan muncul kebutuhan untuk membekali diri dengan kurikulum yang memadai. Karena itu DGI dan PERSETIA melaksanakan Konsultasi Kurikulum I di Sukabumi tahun 1973 yang kemudian dilanjutkan dengan konsultasi berikutnya sampai tahun 1983 (di Tomohon) yang menetapkan Kurikulum Standar Minimal PERSETIA.
Sementara itu sejak 1970-an dan selanjutnya muncul berbagai Sekolah Teologi yang dibentuk oleh gereja-gereja baru maupun Yayasan Kristen dan hal ini merupakan tantangan baru bagi PERSETIA untuk meningkatkan perannya sebagaimana yang diamanatkan oleh Konferensi/ Konsultasi Pendidikan Teologi 1968.
Karena itu tugas utama PERSETIA sejak berdirinya sesungguhnya meliputi 3 (tiga) kegiatan utama yaitu:
Pertama:
Menjalin hubungan dengan semua Sekolah Teologi di Indonesia untuk menggumuli berbagai permasalahan dalam bidang pendidikan teologi serta membangun relasi kemitraan dan persekutuan kerja dengan lembaga-lembaga oikoumene secara nasional, regional dan internasional.
Kedua:
Memajukan Sekolah-sekolah Teologi di Indonesia, agar memenuhi standard sebagai lembaga pendidikan yang mengembangkan teologi sebagai ilmu. Untuk itu hubungan dengan pemerintah (dalam hal ini Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) dibangun secara kreatif dan positif sehingga keberadaan Sekolah-sekolah Teologi mendapat pengakuan Negara.
Ketiga:
Mengembangkan pemikiran teologi dalam hubungan dengan pergumulan gereja dan masyarakat Indonesia. Dengan kata lain PERSETIA diharapkan peranannya membantu dan mendorong gereja-gereja untuk berteologi di dalam konteksnya masing-masing. Dengan begitu sekolah teologia tidak hanya “memproduksi” tenaga-tenaga pelayan (semacam Sekolah Kedinasan) tetapi juga menjadi “seminarium ecclesiae” pembibitan gereja yang bertaut erat dengan pengembangan pemikiran teologi yang kontekstual. (Wismoady Wahono, Peny: Tabah Melangkah, 1984, h. 391-392).
Dalam hubungan ini Visi dan Misi PERSETIA, dapat dirumuskan sebagai berikut :
Visi:
Menjadi persekutuan sekolah-sekolah teologi di indonesia untuk mengembangkan pendidikan dan pemikiran teologi yang kontekstual-holistik.
Misi:
  1. Membangun kerjasama yang kreatif dan konstruktif antar sekolah-sekolah teologi di Indonesia.
  2. Mengembangkan pendidikan dan pemikiran teologi yang kontekstual-holistik sesuai dengan standar keilmuan.
  3. Menjalin kerjasama kemitraan untuk peningkatan mutu pendidikan teologi dengan lembaga-lembaga ekumenis dan lembaga-lembaga lainnya baik di dalam maupun di luar negeri.[41]
2.13.   IMB (Izin Mendirikan Bangunan)
Izin Mendirikan Bangunan atau biasa dikenal dengan IMB adalah perizinan yang diberikan oleh Kepala Daerah kepada pemilik bangunan untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku. IMB merupakan salah satu produk hukum untuk mewujudkan tatanan tertentu sehingga tercipta ketertiban, keamanan, keselamatan, kenyamanan, sekaligus kepastian hukum. Kewajiban setiap orang atau badan yang akan mendirikan bangunan untuk memiliki Izin Mendirikan Bangunan diatur pada Pasal 5 ayat 1 Perda 7 Tahun 2009. IMB akan melegalkan suatu bangunan yang direncanakan sesuai dengan Tata Ruang yang telah ditentukan. Selain itu, adanya IMB menunjukkan bahwa rencana kostruksi bangunan tersebut juga dapat dipertanggungjawabkan dengan maksud untuk kepentingan bersama.

a.      Dasar hukum IMB

Peraturan dan perundang-undangan yang memuat IMB adalah sebagai berikut:
1.             Undang-undang no. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
2.             Undang-undang no. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang
3.             PP no. 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang no. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.

b.      Perizinan pembangunan tempat ibadah

Pengurusan IMB untuk tempat ibadah diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 tahun 2006/nomor 8 tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat.
BAB I. Ketentuan Umum.
Pasal 1: "Dalam Peraturan Bersama ini yang dimaksud dengan:
1.        Rumah ibadat adalah bangunan yang memiliki ciri-ciri tertentu yang khusus dipergunakan untuk beribadat bagi para pemeluk masing-masing agama secara permanen, tidak termasuk tempat ibadat keluarga.
2.        Organisasi Kemasyarakatan Keagamaan yang selanjutnya disebut Ormas Keagamaan adalah organisasi nonpemerintah bervisi kebangsaan yang dibentuk berdasarkan kesamaan agama oleh warga negara Republik Indonesia secara sukarela, berbadan hukum, dan telah terdaftar di pemerintah daerah setempat serta bukan organisasi sayap partai politik.
3.        Forum Kerukunan Umat Beragama, yang selanjutnya disingkat FKUB, adalah forum yang dibentuk oleh masyarakat dan difasilitasi oleh Pemerintah dalam rangka membangun, memelihara, dan memberdayakan umat beragama untuk kerukunan dan kesejahteraan.
4.        Panitia pembangunan rumah ibadat adalah panitia yang dibentuk oleh umat beragama, ormas keagamaan atau pengurus rumah ibadat.
5.        Izin Mendirikan Bangunan rumah ibadat yang selanjutnya disebut IMB rumah ibadat, adalah izin yang diterbitkan oleh bupati/walikota untuk pembangunan rumah ibadat."
BAB II. Tugas Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama.
Pasal 4, ayat (1): "Pemeliharaan kerukunan umat beragama di kabupaten/kota menjadi tugas dan kewajiban bupati/walikota."
Pasal 4, ayat (2): "Pelaksanaan tugas dan kewajiban bupati/walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibantu oleh kepala kantor departemen agama kabupaten/kota."
Pasal 6, ayat (1): "Tugas dan kewajiban bupati/walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi menerbitkan IMB rumah ibadat."
BAB IV. Pendirian Rumah Ibadat.
Pasal 13, ayat (1): "Pendirian rumah ibadat didasarkan pada keperluan nyata dan sungguh-sungguh berdasarkan komposisi jumlah penduduk bagi pelayanan umat beragama yang bersangkutan di wilayah kelurahan/desa."
Pasal 13, ayat (2): "Pendirian rumah ibadat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tetap menjaga kerukunan umat beragama, tidak mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, serta mematuhi peraturan perundang-undangan."
Pasal 13, ayat (3): "Dalam hal keperluan nyata bagi pelayanan umat beragama di wilayah kelurahan/desa sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak terpenuhi, pertimbangan komposisi jumlah penduduk digunakan batas wilayah kecamatan atau kabupaten/ kota atau provinsi.
Pasal 14, ayat (1): "Pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung."
Pasal 14, ayat (2): "Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan khusus meliputi:
a. daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk pengguna rumah ibadat paling sedikit 90 (sembilan puluh) orang yang disahkan oleh pejabat setempat sesuai dengan tingkat batas wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3);
b. dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 (enam puluh) orang yang disahkan oleh lurah/kepala desa;
c. rekomendasi tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten/kota; dan
d. rekomendasi tertulis FKUB kabupaten/kota."
Pasal 14, ayat (3): "Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terpenuhi sedangkan persyaratan huruf b belum terpenuhi, pemerintah daerah berkewajiban memfasilitasi tersedianya lokasi pembangunan rumah ibadat."
Pasal 16, ayat (1): "Permohonan pendirian rumah ibadat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 diajukan oleh panitia pembangunan rumah ibadat kepada bupati/walikota untuk memperoleh IMB rumah ibadat."
Pasal 16, ayat (2): "Bupati/walikota memberikan keputusan paling lambat 90 (sembilan puluh) hari sejak permohonan pendirian rumah ibadat diajukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)."
Pasal 17: "Pemerintah daerah memfasilitasi penyediaan lokasi baru bagi bangunan gedung rumah ibadat yang telah memiliki IMB yang dipindahkan karena perubahan rencana tata ruang wilayah."[42]


Pendirian rumah ibadat wajib memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung. Selain itu juga harus memenuhi persyaratan khusus. Persyaratan khusus tersebut meliputi:
1.    Daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk pengguna rumah ibadat paling sedikit 90 orang yang disahkan pejabat setempat sesuai dengan tingkat batas wilayah;
2.    Dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 orang yang disahkan oleh lurah/kepala desa;
3.    Rekomendasi tertulis dari kantor departemen agama kabupaten/kota; dan
4.    Rekomendasi tertulis Forum Kerukunan Umat Beragama kabupaten/kota.
Rumah ibadat adalah bangunan yang memiliki ciri-ciri tertentu yang khusus dipergunakan untuk beribadat bagi para pemeluk masing-masing agama secara permanen, tidak termasuk tempat ibadat keluarga. Pendirian rumah ibadat didasarkan pada keperluan nyata dan sungguh-sungguh berdasarkan komposisi jumlah penduduk bagi pelayanan umat beragama yang bersangkutan di wilayah kelurahan/desa. Pendirian rumah ibadat tesebut dilakukan dengan tetap menjaga kerukunan umat beragama, tidak mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, serta mematuhi peraturan perundang-undangan.

Persyaratan Mendirikan Rumah Ibadat
Pendirian rumah ibadat wajib memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung. Selain itu, juga harus memenuhi persyaratan khusus, meliputi:
1.    Daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk pengguna rumah ibadat paling sedikit 90 orang yang disahkan oleh pejabat setempat sesuai dengan tingkat batas wilayah;
2.    Dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 orang yang disahkan oleh lurah/kepala desa;
3.    Rekomendasi tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten/kota; dan
4.    Rekomendasi tertulis Forum Kerukunan Umat Beragama kabupaten/kota.

Persetujuan prinsip tersebut, diberikan atas permohonan tertulis pengurus/panitia pembangunan rumah ibadat kepada Gubernur melalui Kepala Biro Pendidikan dan Mental Spiritual setelah memenuhi:
a.     Persyaratan administratif;
b.    Persyaratan teknis bangunan gedung; dan
c.     Persyaratan khusus.
Persyaratan administratif-nya yaitu :
a.     Surat keterangan dari Lurah setempat yang menyebutkan tentang keperluan nyata dan sungguh-sungguh berdasarkan komposisi jumlah pemeluk agama yang bersangkutan di wilayah Kelurahan dan kebenaran lokasi tanah dan status kepemilikan tidak dalam sengketa;
b.    Bukti kepemilikan lahan dengan melampirkan surat keterangan tentang status tanah dari Kantor Badan Pertanahan Nasional setempat atau Akte Ikrar Wakaf dari Kantor Urusan Agama setempat atau persetujuan pemanfaatan tanah dari instansi pemerintah apabila tanah milik Pemerintah/Non Pemerintah atau lembaga lainnya;
c.     Ketetapan rencana kota dan rencana tata letak bangunan;
d.    Rencana gambar bangunan;
e.     Daftar susunan pengurus/panitia pembangunan rumah ibadat yang diketahui Lurah setempat; dan
f.     Rencana anggaran biaya yang dibutuhkan.
Sedangkan persyaratan teknis bangunan gedung adalah memenuhi ketentuan persyaratan teknis bangunan gedung dan peruntukan tanah rumah ibadat.
Kemudian persyaratan khususnya adalah:
a.     Daftar nama dan fotokopi Kartu Tanda Penduduk calon pengguna rumah ibadat paling sedikit 90 orang yang disahkan oleh Lurah dan Camat setempat;
b.    Dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 orang termasuk di dalamnya pemuka masyarakat/tokoh masyarakat (Ketua RT/RW/LMK dan Tokoh Agama) yang berdomisili dalam radius 500 m dari lokasi pembangunan rumah ibadat yang dibuktikan dengan surat pernyataan masing-masing (secara perorangan) di atas materai yang disahkan oleh Lurah dan Camat setempat serta melampirkan fotokopi Kartu Tanda Penduduk;
c.     Rekomendasi tertulis Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama;
d.    Rekomendasi tertulis Forum Kerukunan Umat Beragama tingkat Provinsi; dan
e.     Rekomendasi tertulis Walikota/Bupati.[43]
2.14.   Surat PGI (Persekutuan Gereja Indonesia) Tentang Keprihatinan Terhadap Kondisi Bangsa Indonesia Pada Masa Reformasi
Persekutuan Gereja-gereja di lndonesia (PGl), menyampaikan Surat tentang “Keprihatinan atas Kondisi Kebangsaan Kita” kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Keprihatinan PGI ini telah disampaikan secara tertulis melalui surat kepada Presiden RI, lr. Joko Widodo, dengan No: 258/PGl-XVl/2017 tertanggal 2 Mei 2017. Surat PGI kepada Presiden tentang “Keprihatinan atas Kondisi Kebangsaan Kita” tersebut ditandatangani Pdt Henriette T. Hutabarat-Lebang, sebagai Ketua Umum PGl dan Pdt Gomar Gultom, sebagai Sekretaris Umum PGl. Dalam suratnya, PGI menyampaikan poin-poin keprihatinan. Pertama, salah satu keprihatinan yang paling mengemuka adalah kondisi kebangsaan kita yang dirasakan sedang berada di ujung tanduk. Di tengah upaya Presiden Jokowi mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila melalui Revolusi Mental, PGI melihat kecenderungan sekelompok masyarakat yang justru berniat meminggirkan Pancasila dari kehidupan kita berbangsa dan bermasyarakat, dan menggesernya dengan dasar agama.
Pada hemat kami, pengedepanan agama secara formal sebagai dasar dalam kehidupan kita berbangsa hanya akan membawa persoalan baru yang menuju kepada perpecahan. Para pendiri bangsa kita telah sangat arif menempatkan Pancasila, dan bukan agama, sebagai dasar Negara kita. Tentu nilai-nilai agama tetap akan menjadi landasan etik, moral dan spiritual kita, yang diharapkan membangun semangat persaudaraan sebagai bangsa yang majemuk serta memberi kontribusi positif bagi kemaslahatan seluruh ciptaan Tuhan. Tentu saja nilai-nilai agama tersebut haruslah telah melalui proses objektifikasi, sehingga dapat diterima semua kalangan dan tidak mendiskriminasikan orang dari latarbelakang keyakinan dan kelompok mana pun,” demikian surat tersebut.
Kedua,  sejalan dengan itu, PGI juga prihatin dengan makin maraknya aksi-aksi intoleran, kekerasan dan ujaran kebencian yang dilakukan oleh berbagai kelompok masyarakat, yang dalam beberapa kasus terkesan dibiarkan oleh aparat negara. Hal ini makin memprihatinkan karena ternyata pendidikan di sekolah-sekolah turut mempersubur aksi-aksi ini, baik oleh guru-guru yang tidak memiliki komitmen kebangsaan maupun oleh buku-buku yang berisikan ajakan memerangi mereka yang berbeda keyakinan.
Ketiga, PGI juga prihatin dengan semakin maraknya berbagai aksi/deklarasi sektarian yang berkomitmen menerapkan ideologi di luar Pancasila. Provokasi semacam ini akan semakin melemahkan sendi-sendi kehidupan kita bersama sebagai bangsa yang majemuk. Apalagi ditengah aksi dan deklarasi semacam ini juga didukung oleh pernyataan-pernyataan para pejabat publik kita. PGI berpandangan, selama masih ada kelompok yang mengutak-atik dasar negara, dan dibiarkan oleh aparat negara, maka kita tidak akan pernah siap untuk membangun, bahkan sedang menuju kehancuran sebagai bangsa.
Keempat, sejalan dengan itu, PGI juga prihatin dengan kecenderungan sebagian masyarakat kita yang selalu memaksakan kehendak dan aspirasinya lewat pengerahan massa, ketimbang menempuh jalur hukum dan dialog yang lebih bermartabat. Kecenderungan semacam ini sangat potensial meruntuhkan sendi-sendi demokrasi yang kita perjuangkan selama ini.
Dalam kaitan inilah, PGI menghimbau kepada Presiden Jokowi bersama dengan TNI dan Polri untuk mengambil tindakan tegas atas segala aksi dan kelompok yang berupaya merongrong Pancasila sebagai dasar dan ideologi kita berbangsa dan bermasyarakat. Pada sisi lain, PGI juga menghimbau Pemerintah Pusat dan Daerah untuk lebih sungguh-sungguh menanamkan nilai-nilai Pancasila melalui proses pendidikan, sejak pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. Dalam surat tersebut, PGI juga menegaskan dukungannya terhadap langkah-langkah Presiden Jokowi bersama seluruh elemen bangsa yang berkehendak baik untuk meneguhkan ulang komitmen kita terhadap dasar Negara Pancasila, mewujud-nyatakan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat, serta bersama-sama merawat warisan kemajemukan, yang adalah rahmat Tuhan yang luar biasa bagi bangsa Indonesia.[44]

2.15.   Jumlah Anggota PGI Tahun 2017 [45]

a.      Anggota PGI

NO. 

NAMA GEREJA (SINODE)

LOGO

1

Huria Kristen Batak Protestan (HKBP)
Berdiri  : 07 Okt 1861
Telepon  : (0633)21707, 21122(Ext 100-139) | Fax      : (0633)21596
e-Mail   :  binbinemailok@yahoo.com
website  : www.hkbp.or.id

2

Banua Niha Keriso Protestan (BNKP)
Berdiri  : 15 Mei 1938
Telepon  : (0639) 21448 | Fax      : (0639) 323.127
e-Mail   :  sinodebnkp@yahoo.combiroprogram@yahoo.com
website  : wikipedia

3

Gereja Batak Karo Protestan (GBKP)
Berdiri  : 18 Apr 1890
Telepon  : (0628) 20466, 21524 | Fax      : (0628) 20392
e-Mail   : moderamen@gbkp.or.id
website  : www.gbkp.or.id

4

Gereja Methodist Indonesia (GMI)
Berdiri  : Mei 1905
Telepon  : (061) 451.0570; 457.1191 | Fax      : (061) 415.7118
e-Mail   :  methodis@indosat.net.id
website  : www.gmi.or.id

5

Gereja Kalimantan Evangelis (GKE)
Berdiri  : 04 Apr 1935
Telepon  : (0511) 335.4856 | Fax      : (0511) 436.5297
e-Mail   :  msgke@indo.net.id;  ms_gke@yahoo.com
website  : www.gke.or.id

6

Gereja Masehi Injili Sangihe Talaud (GMIST)
Berdiri  : 25 Mei 1947
Telepon  : (0432) 21370
Fax      : (0432) 22828, 21865

7

Gereja Masehi Injili Minahasa (GMIM)
Berdiri  : 30 Sep 1934
Telepon  : (0431) 351.036 | Fax      : (0431) 351.161
e-Mail   :  gmim@telkom.net

8

Gereja Masehi Injili Di Bolaang Mongondow (GMIBM)
Berdiri  : 28 Juni 1950
Telepon  : (0434) 21280 | Fax      : (0434) 22446
e-Mail   :  gmibm@telkom.netsinodegmibm@gmail.com

9

Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST)
Berdiri  : 18 Okt 1947
Telepon  : (0458) 21050, 21141, 21136, 21459 | Fax      : (0458) 21318, 21711
Logo GKST2

10

Gereja Toraja (GETOR)
Berdiri  : 25 Okt 1947
Telepon  : (0423) 21460, 21539, 21612, 21742 | Fax      : (0423) 25143
e-Mail   :  bpsgetor@gmail.com

11

Gereja Toraja Mamasa (GTM)
Berdiri  : 07 Jun 1947
Telepon  : 0428-2841003
 

12

Gereja Kristen di Sulawesi Selatan (GKSS)
Berdiri  : 12 Jun 1966
Telepon  : (0411) 854436 | Fax      : (0411) 854436
e-Mail   :  sinode_gkss@ilovejesus.net

13

Gereja Protestan di Sulawesi Tenggara (GEPSULTRA)
Berdiri  : 10 Feb 1957
Telepon  : (0401) 3121.506 | Fax      : (0401) 3122.626
e-Mail   : gepsultra@telkom.net

14

Gereja Masehi Injili Halmahera (GMIH)
Berdiri  : 06 Sep 1949
Telepon  : (0924) 21166 | Fax      : (0924) 21302
 

15

Gereja Protestan Maluku (GPM)
Berdiri  : 06 Sep 1935
Telepon  : (0911) 352248,342442 | Fax      : (0911) 312440
e-Mail   :  sinode@ambon-wasantara.net.id
website : http://www.sinodegpm.org

16

Gereja Kristen Injili di Tanah Papua (GKITP)
Telepon  : (0967) 531.472
Fax      : (0967) 533.192
e-Mail   :  gktanahpapua@yahoo.com
 

17

Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT)
Berdiri  : 31 Okt 1947
Telepon  : (0380) 832.943; 826.927 | Fax      : (0380) 831.182, 832.943
e-Mail   :  sinodegmit@plasa.com;  sinodegmit@telkom.net

18

Gereja Kristen Sumba (GKS)
Telepon  : (0387) 61342,62279 | Fax      : (0387) 61342,62279
e-Mail   :  gks@indo.net.id

19

Gereja Kristen Protestan di Bali (GKPB)
Berdiri  : 11 Nov 1931
Telepon  : (0361) 4424.862 | Fax      : (0361) 4420.591
e-Mail   :  gkpbbali@indosat.net.id
website  : www.christianchurchbali.org

20

Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW)
Berdiri  : 11 Des 1931
Telepon  : (0341) 325.846, 325.873, 325.946 | Fax      : (0341) 362.604
e-Mail   : ma.gkjw@yahoo.comsekretariat_magkjw@yahoo.com
 

21

Gereja Kristen Indonesia (GKI)
Berdiri  : 26 Ags 1988
Telepon  : (021) 4585.0904 | Fax      : (021) 4585.2899
e-Mail   :  synodgki@indo.net.id

22

Gereja Injili di Tanah Jawa (GITJ)
Berdiri  : 30 Mei 1940
Telepon  : (0295) 385.337 | Fax      : 0295-384.280
e-Mail   :  sinodegitj@gmail.com
 

23

Gereja Kristen Jawa (GKJ)
Masuk PGI: 25 Mei 1950
Berdiri  : 17 Feb 1931
Telepon  : (0298) 326.684, 326.351
Fax      : (0298) 323.985
e-Mail   :  sinodegkj@salatiga.wasantara.net.id;
sinodegkj@telkom.net
website  : www.gkj.or.id

24

Gereja Kristen Pasundan (GKP)
Masuk PGI: 25 Mei 1950
Berdiri  : 14 Nov 1934
Telepon  : (022) 520.8723, 7080.2012
Fax      : (022)-520.5698
e-Mail   :  sinode@gkp.or.id
website  : www.gkp.or.id
 

25

Gereja Kristus (GK)
Masuk PGI: 25 Mei 1950
Berdiri  : 12 Jun 1939
Telepon  : 911.0536
Fax      : 021-563.4118
e-Mail   :  sinodegk@cbn.net.id;  sinodegerejakristus@ymail.com
 

26

Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB)
Masuk PGI: 25 Mei 1950
Berdiri  : 31 Okt 1948
Telepon  : (021) 384.2895, 384.9917
Fax      : (021) 385.9250
e-Mail   :  ms.gpib@gpib.org
website  : www.gpib.org
 

27

Gereja Protestan di Indonesia (GPI)
Masuk PGI: 25 Mei 1950
Berdiri  : 06 Jun 1927
Telepon  : (021) 351.9003
Fax      : (021) 3483.0224
e-Mail   :  BPHGPI@telkom.net
website  : www.sejarah-gpi.org

28

Gereja Isa Almasih (GIA)
 Masuk PGI: SR III di Jakarta (8-17 Jul 1956)
Berdiri  : 21 Jul 1946
Telepon  : (024) 351.7141, 3515.649, 351.3970
Fax      : (024) 356.4265
e-Mail   :  gia_mph@yahoo.com
website  : www.gia.or.id

29

Gereja Kristen Muria Indonesia (GKMI)
Masuk PGI: SR IV di Jakarta (3-13 Juli 1960)
Berdiri  : 06 Des 1920
Telepon  : (024) 831.2795
Fax      : (024) 8442.644
e-Mail   :  sinodemi@idola.net.id

30

Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS) Masuk PGI: SR V di Jakarta (3-14 Mei 1964)
Berdiri  : 02 Sep 1903
Telepon  : (0622) 23676, 433381
Fax      : (0622) 22626
e-Mail   :  gkps@gkps.or.id
website  : www.gkps.or.id

31

Gereja Kristen Pemancar Injil (GKPI)
Masuk PGI: SR V di Jakarta (3-14 Mei 1964)
Berdiri  : 30 Mei 1959
Telepon  : (0551) 21154
Fax      : (0551) 34469
e-Mail   :  mstrk-gkpi@plasa.com;  mstrk-gkpi@telkom.net
 

32

Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS)
Masuk PGI: SR V di Jakarta (3-14 Mei 1964)
Berdiri  : 21 Jan 1952
Telepon  : (0271) 585.1555, 672.7107
Fax      : (0271) 624704
e-Mail   :  bp_gbis@telkom.net
website  : http://www.gbis-online.org
 

33

Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS)
Berdiri  : 25 Feb 1964
Telepon  : (031) 547.7614

34

Huria Kristen Indonesia (HKI)
Berdiri  : 01 Mei 1927
Telepon  : (0622) 25995 | Fax      : (0622) 23238
e-Mail   :  support@kanpushki.com
website  : http://www.kanpushki.com

35

Gereja Kristen di Luwuk Banggai (GKLB)
Berdiri  : 27 Jan 1966
Telepon  : (0461) 21436 | Fax      : (0461) 22218

36

Gereja Kristus Tuhan (GKT)
Berdiri  : 07 Des 1939
Telepon  : (0341) 325826
Fax      : (0341) 368871

37

Gereja Protestan Indonesia Donggala (GPID)
Berdiri  : 04 Apr 1965
Telepon  : (0451) 484.682 | Fax      : (0451) 484.683
e-Mail   :  ms_gpid@yahoo.com
 

38

Gereja Punguan Kristen Batak (GPKB)
Berdiri  : 10 Jul 1927
Telepon  : (021) 3190.3203 | Fax      : (021) 314.3881,877.92729
e-Mail   :  mpgpkb@plasa.com

39

Gereja Protestan Indonesia Gorontalo (GPIG)
Berdiri  : 18 Jul 1965
Telepon  : (0435) 823.815 | Fax      : (0435) 823.815
e-Mail   : sinode_gpig@yahoo.co.id
 

40

Gereja Kristen Jawa Tengah Utara (GKJTU)
Berdiri  : 22 Apr 1937
Telepon  : (0298) 321.149/325.674 | Fax      : (0298) 321.149/325.674
e-Mail   :  gkjtu@indo.net.id

41

Gereja Kristen Kalimantan Barat (GKKB)
Berdiri  : 1935
Telepon  : (0561) 737411 | Fax      : (0561) 737411
e-Mail   :  sinodegkkb@yahoo.com
website  : http://www.gkkb.or.id/
 

42

Gereja Gerakan Pantekosta (GGP)
Berdiri  : 29 Maret 1923
Telepon  : (021) 315.1984 | Fax      : (021) 315.1984
e-Mail   :  adiharsanto@yahoo.co.id

43

Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI)
Berdiri  : 30 Ags 1964
Telepon  : (0622) 22664
Fax      : (0622) 433.625
website  : www.gkpi.org

44

Gereja Protestan Indonesia di Buol Toli-toli (GPIBT)
Berdiri  : 18 Apr 1965
Telepon  : (0453) 23143

45

Gereja Kristen Protestan Mentawai (GKPM)
Berdiri  : 9 Jul 1916
Telepon  : (0759) 322.012 | Fax      : (0759) 322.011
e-Mail   :  pusatgkpm@yahoo.co.id
 

46

Gereja Kristen di Indonesia di Sumatera Utara (GKI SUMUT)
Berdiri  : 11 Sep 1969
Telepon  : 0622-23143

47

Gereja Kristen Protestan Angkola (GKPA)
Berdiri  : 26 Okt 1975
Telepon  : (0634) 21302 | Fax      : (0634) 22751
e-Mail   :  kp_gkpa@yahoo.com
website  : http://gkpa.wordpress.com
 

48

Kerapatan Gereja Protestan Minahasa (KGPM)
Berdiri  : 25 Mar 1933
Telepon  : (0431) 865.941
e-Mail   :  revlibororing@yahoo.com
 

49

Gereja Mission Batak (GMB)
Telepon  : (061) 770.9478

50

Gereja Angowuloa Masehi Indonesia Nias (Gereja AMIN)
Berdiri  : 12 Mei 1946
e-Mail   : amin.nias@yahoo.co.id

51

Gereja Kristen Anugerah (GKA)
Berdiri  : 01 Sep 1963
Telepon  : (021) 631.5309 | Fax      : (021) 6470.0736

52

Gereja Protestan Indonesia Luwu (GPIL)
Berdiri  : 06 Feb 1966
Telepon  : (0471) 23616 | Fax      : (0471) 23616

53

Gereja Kebangunan Kalam Allah (GKKA) IndonesiaBerdiri  : 13 Mei 1973Telepon  : (031) 849.0732, 841.6908Fax      : (031) 849.0151
e-Mail   :  mph_gkkaind@yahoo.com
 

54

Gereja Kristen Kalam Kudus (GKKK)
Berdiri  : 05 Sep 1973
Telepon  : (021) 2903.4345-6
Fax      : (021) 2903.4337
e-Mail   :  sinodegkkk@cbn.net.id;  gkkk@sinodekalamkudus.org
website  : http://www.sinodekalamkudus.org

55

Orahua Niha Keriso Protestan (ONKP)
Berdiri  : 16 Apr 1952
Telepon  : 0639-22750 | Fax      : 0639-22750
e-Mail   :  pimpinanpusatonkp@gmail.com

56

Gereja Kristen Sumatera Bagian Selatan (GKSBS)
Berdiri  : 06 Ags 1987
Telepon  : (0725) 42598 | Fax      : (0725) 42598
e-Mail   :  sinode_gksbs@yahoo.co.id;  sinode@gksbs.org
website  : http://www.gksbs.org

57

Gereja Protestan Kalimantan Barat (GPKB) Pontianak
Berdiri  : 1963
Telepon  : (0561) 37523
e-Mail   :  sinode.gpkb@gmail.com

58

Gereja Bethel Indonesia (GBI)
Telepon  : (021) 420.6330; 428.03664 | Fax      : (021) 4280.3786
e-Mail   :  bpsgbi@cbn.net.id
 

59

Gereja Kristen Injili Indonesia (GKII)
Masuk PGI: MPL PGI di Bandung (07-13 Mei 1993)
Berdiri  : 1967
Telepon  : (0732) 7000.572
e-Mail   :  sinodegkii@ymail.co.id

60

Gereja Masehi Injili Indonesia (GEMINDO)
Masuk PGI: MPL PGI di Bandung (07-13 Mei 1993)
Berdiri  : 1970
Telepon  : (021) 437.2212
Fax      : (021) 437.2210

61

Gereja Kristen Injili di Indonesia (GEKISIA)
Masuk PGI: MPL PGI di Bandung (07-13 Mei 1993)
Telepon  : (0736) 26991
Fax      : (0736) 26991
e-Mail   : msg@bengkulu.wasantara.net.id
 

62

Gereja Kristen Luther Indonesia (GKLI)
Masuk PGI: MPL PGI di Bandung (07-13 Mei 1993)
Berdiri  : 18 Mei 1965
Fax      : (0633) 31708
 

63

Gereja Protestan Persekutuan (GPP)
Masuk PGI: MPL PGI di Bandung (07-13 Mei 1993)
Berdiri  : 18 Mei 1975
Telepon  : (061) 787.5903
 

64

Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI)
Berdiri  : 21 Nov 1988
Telepon  : 021-4661954 – 56
Fax      : 021-4661957 ; 021-79197836
e-Mail   :  admin@sinode-gksi-setia.org
website  : http://www.sinode-gksi-setia.org
 

65

Gereja Tuhan di Indonesia (GTDI)
Telepon  : (061) 451.6477
e-Mail   :  katnasbphgtdi@yahoo.com
 

66

Gereja Kristen Indonesia di Sulawesi Selatan (GKI SULSEL)
Berdiri  : 1923
Telepon  : (0411) 332.981/322.984 | Fax      : (0411) 332.981, 326.871

67

Gereja Kristen Perjanjian Baru (GKPB)
Telepon  : (021) 536.90033 | Fax      : (021) 536.90055
website  : http://www.gkpb.net/
 

68

Angowuloa Fa’awosa Kho Yesu (AFY) Himpunan Persekutuan Dalam Yesus
Berdiri  : 25 Nov 1925
Telepon  : (0639) 22581 | Fax      : (0639) 22581

69

Gereja Rehoboth (GR)
Telepon  : (022) 423.0722 | Fax      : (022) – 4216784
e-Mail   :  info@gerejarehoboth.org;  j.runkat@gmail.com
website  : http://gerejarehoboth.org

70

Gereja Protestan Indonesia di Papua (GPI PAPUA)
Berdiri  : 25 Mei 1985
Telepon  : (0956) 22426 | Fax      : (0956) 22170

71

Gereja Kristen Protestan Pakpak Dairi (GKPPD)
Berdiri  : 25 Ags 1991
Telepon  : (0627) 22428 | Fax      : (0627) 22428
e-Mail   :  kpsgkppdsdk@yahoo.co.id
website  : http://gkppd.blogspot.com
 

72

Gereja Keesaan Injili Indonesia (GEKINDO)
Berdiri  : 31 Okt 1993
Telepon  : (021) 8242.0642  | Fax      : (021) 910.6942
e-Mail   :  gekindoindonesia@yahoo.com
 

73

Gereja Masehi Protestan Umum (GMPU)
Berdiri  : 15 Maret 1950
Telepon  : (0431) 867.336/862.703, 861.703

74

Gereja Kristen Sulawesi Barat (GKSB)
Berdiri  : 31 Okt 1977
Telepon  : (0426) 21519

75

Gereja Kristen Oikoumene di Indonesia (GKO)
Berdiri  : 29 Jul 1979
Telepon  : (021) 745.3362 | Fax      : (021) 745.3362
e-Mail   :  sinode_gko@yahoo.com
website  : http://sinodegko.wordpress.com

76

Gereja Sahabat Indonesia (GSI)
Berdiri  : 1987
Telepon  : (021) 5312.5894 | Fax      : (021) 5312.5894
e-Mail   :  gsi@cbn.net.id;  arbitergs@yahono.com

77

Gereja Utusan Pantekosta di Indonesia (GUPDI)
Berdiri  : 22 Jan 1935
Telepon  : (021) 30010301, 30010309 | Fax      : (021) 30010308
e-Mail   :  sinodegupdi@yahoogroups.com

78

Gereja Protestan Indonesia di Banggai Kepulauan (GPIBK)
Berdiri  : 03 Feb 2000
 

79

Gereja Masehi Injili di Talaud (GERMITA)
Berdiri  : 23 Okt 1997
Telepon  : 0433-311.407 | Fax      : 0433-311.407
e-Mail   :  germita_lirung@yahoo.com

80

Gereja Kristen Abdiel (GKA)
Berdiri  : 14 Ags 1976
Telepon  : (031) 7315860 | Fax      : (031) 7315860
e-Mail   :  sinodegka@telkom.net;  tjan.eng.liem@gmail.com
 

81

Gereja Kristus Rahmani Indonesia (GKRI)
Berdiri  : 12 Des 1971
Telepon  : (021) 586.9522 | Fax      : (021) 569.80495
e-Mail   :  sinodegkri@yahoo.co.id

82

Gereja Sidang-sidang Jemaat Allah (GSJA)
Telepon  : (021) 380.7454 | Fax      : (021) 384.3200

83

Gereja Kristus Yesus (GKY)
Berdiri  : 03 Jun 2002
Telepon  : (021) 649.9903,649.9903 | Fax      : (021) 649.9903
e-Mail   :  sekum@cbn.net.id
website  : http://www.gky.or.id
 

84

Gereja Kristen Protestan Injili Indonesia (GKPII)
Berdiri  : 07 Des 1969
Telepon  : (024) 352.0260-61 | 

85

Gereja Kemah Injil Indonesia (GKII)
Telepon  : (021) 319.02510 | Fax      : (021) 314.2148
e-Mail   :  bphp@kemah-injil.orggkiipusatjkt@yahoo.co.id
website  : http://www.kemah-injil.org
 

86

Gereja Protestan Soteria di Indonesia (GPSI)
Berdiri  : 04 Mei 1975
Telepon  : (021) 435.0118, 439.00856 | Fax      : (021) 435.0118

87

Gereja Kristen Sangkakala Indonesia (GKSI)
Berdiri  : 22 Sep 1946
Telepon  : (021) 569.66547 | Fax      : (021) 569.60327, 560.0687
e-Mail   :  gksipusat@yahoo.co.id
website  : http://gksi.or.id

88

Kerukunan Gereja Masehi Protestan Indonesia (KGMPI)
Berdiri  : 20 Juli 1965
Telepon  : 0411- 854.553

89

Jemaat Kristen Indonesia (JKI)
Berdiri  :  tahun 1977
logoJKI

2.16.   Berkembangnya Partai Kristen Pada Masa Reformasi di Indonesia
a.             Partai Damai Sejahtera
Pds.gif
Ketua
Sekretaris jenderal
Didirikan
Kantor pusat
Kursi di DPR (2009)
-
Partai Damai Sejahtera adalah salah satu partai politik di Indonesia yang berasaskan Pancasila, didirikan pada 1 Oktober 2001. Para pendirinya mendeklarasikan partai ini sebagai partai dengan "dinamika kekristenan" dan sebagai PDS.

Sejarah

Didirikan pada hari Minggu, 28 Oktober 2001, para pendiri partai ini memiliki rencana untuk menjadi Organisasi Peserta Pemilu, di mana kadernya kemudian ikut dicalonkan sebagai Presiden, Wakil Presiden, dan calon-calon legislatif melalui sistem Pemilihan Umum yang diadakan secara langsung pada tahun 2004. Berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh Undang Undang Partai Politik (UU Parpol) nomor: 31 Tahun 2002 tentang syarat kelengkapan pengurus dan cabang partai di minimal 50 persen provinsi dan 50 persen kabupaten/ kota pada provinsi tersebut serta 25 persen kecamatan dari kabupaten, PDS didaftarkan dengan 18 provinsi (syarat minimal adalah 15 provinsi) dan dinyatakan lolos sebagai Partai Politik Berbadan Hukum berdasarkan verifikasi lapangan yang dilakukan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia pada Agustus 2003 bersama 17 Partai Politik lainnya (dari 237 parpol yang mendaftar).

Konflik internal

Menjelang Pemilu 2009 Partai Damai Sejahtera didera konflik internal di mana terdapat dua kubu yang mengklaim kepemimpinan PDS yaitu kubu yang dipimpin oleh Ruyandi Hutasoit dan kubu yang dipimpin oleh Rahmat Manullang.[3][2]. Perseteruan di tubuh PDS diawali dari Munas II PDS di Bali tahun 2007, agenda Munas yang pada awalnya membahas penyempurnaan AD/ART sebagai tindaklanjut hasil Rapimnas ditolak sebagian peserta Munas di mana sebagian peserta malah menuntut untuk mengganti Ketua Umum.[3] Tapi KPU memutuskan hanya mengakui PDS kubu Ruyandi. Persoalan menjadi bertambah rumit saat Manullang menggugat Ruyandi cs ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 18 April 2008 dan menggugat Menkumham Andi Matalatta karena telah mengeluarkan SK pengakuan kubu Ruyandi Hutasoit. Pada bulan Mei 2008 konflik PDS berakhir islah (damai) dengan kesepakatan.
Pada bulan Mei 2010 kepemimpinan Ruyandi kembali ditantang oleh Gerry Mbatemooy saat menggelar Musyawarah Nasional (Munas) I di Manado, Sulawesi Utara. Di mata Gerry, munas itu tidak sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai, namun Wakil Ketua Umum Denny Tewu menyatakan Munas Manado sah. Kubu Ruyandi Hutasoit dan Denny Tewu pada tahun 2010 tercatat masih berupaya menyusun kepengurusan di Manado.

Manuver politik

Pada bulan Januari 2008 fraksi PDS tercatat menentang pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Syariah dan UU Sukuk, namun pembahasan tetap berjalanberdasarkan mekanisme. Menteri Agama Maftuh Basyuni menyatakan bahwa sikap penolakan partai PDS ini mungkin dikarenakan dari pemahamannya, karena ekonomi syariah perbankan sendiri sudah diterapkan di Eropa dan Amerika Serikat.
Pada Juli 2008 Partai Damai Sejahtera berencana menempatkan beberapa selebritis untuk menjadi caleg dengan nama-nama seperti Maya Rumantir, Bella Saphira, Tessa Kaunang, dan Ronny Pangemanan (komentator bola). Wakil Ketua DPP PDS Denny Tewu menegaskan sikap partai melirik artis tidak berlandaskan latah atau ikut-ikutan parpol lain namun berdasarkan realitas bahwa masyarakat masih memilih popularitas, dan artis dipilih karena sangat dikenal.
Dalam Pemilu 2009 di bawah kepemimpinan Ruyandi Hutasoit, PDS berjanji untuk dibuat sebagai partai terbuka di mana 10 persen caleg dari PDS adalah kader lintas agama. Beberapa caleg PDS disebutkan juga ada yang merupakan pemuka agama nonkristiani.
Pada bulan Mei 2009 PDS tercatat mendeklarasikan dukungannya pada "Mega-Pro" istilah yang digunakan untuk dukungan kepada capres-cawapres periode 2009-2014 yaitu Megawati dan Prabowo. Menurut Anggota DPR RI dari Fraksi PDS, Arisman Zagoto, dasar dukungan ini dilakukan dengan alasan "paling kental dengan nasionalisme dan kerakyatannya dibandingkan calon lain". Deklarasi dukungan ini disaksikan langsung Prabowo, cawapres yang diusung Partai Gerindra yang berkesempatan mengucapkan terima kasih.

Hasil Pemilu

Pada Pemilu 2004 PDS memperoleh 2.424.319 suara atau 2,14 persen dari total perolehan suara dengan mendapatkan 13 kursi di DPR.[2] Sementara itu, pada Pemilu 2009 PDS memperoleh 1.541.592 suara atau 1,48 persen dari total perolehan suara, kurang dari 2,5 persen sebagaimana yang dipersyaratkan oleh aturan ambang batas pemilu (electoral threshold), sehingga kehilangan semua kursi dalam Dewan Perwakilan Rakyat.[46]
b.      Partai Kasih
Ketua: Prof Dr. Manase Malo
Sekretaris Jendral: Seto Harianto
Didirikan 5 Agustus 1998
Kantor Pusat Jakarta
Partai Demokrasi Kasih Bangsa adalah salah satu partai politik yang pernah ada di Indonesia. Partai yang dipenuhi oleh pengurus yang berasal dari kalangan perguruan tinggi ini menekankan program penegakan HAM, demokrasi, dan pelestarian lingkungan hidup. Meskipun mengklaim berbasis pendukung utama penganut agama Kristen, Katolik dan etnis keturunan, partai ini mengaku tidak sektarian. Ciri khas yang dijunjung tinggi partai ini adalah mengutamakan kasih, kerendahan hati, keadilan, kebenaran, kejujuran, kesetiaan, ketulusan, kepeloporan, kesetaraan, kesetiakawanan, kerukunan, dan keberanian dalam mengabdi kepada bangsa dan negara.[1]

Pemilihan umum 1999

Pada pemilihan umum tahun 1999 partai ini mendapatkan suara sebanyak 550.846 suara atau sebesar 0,52% dari keseluruhan suara. Partai ini mendapatkan lima kursi di DPR.[47]
2.17.                    Dampak Reformasi Terhadap Gereja
Dengan adanya krisis moneter ditahun 1997 serta reformasi itu tak dapat dipungkiri bahwa sejumlah orang-orang miskin bertambah.[48] Sesuai dengan tuntutan reformasi, pada masa era reformasi dilakukan perubahan dengan mengeluarkan berbagai peraturan dan kebijakan baru, baik dalam bidang politik, ekonomi, maupun sosial-budaya dalam rangka menata kembali kehidupan berbangsa dan bernegara yang adil dan demokratis. Perubahan baru tersebut sesuai dengan tuntutan reformasi yang mempengaruhi kehidupan masyarakat dan ketatanegaraan di Indonesia baik dalam bidang ekonomi maupun politik.[49]
Jika dilihat dari bidang keagamaan, dengan adanya krisis moneter maka gereja-gereja semakin bersatu. Keadaan masa kini memberi peluang bagi gereja untuk mengembagkan pelayanannya tidak hanya menyangkut pembinaan rohani dan penyelenggaraan ibadah yang bersifat ritual seremonial, melainkan juga melakukan hal-hal yang inovatif. Misalnya penyelenggaraan program, pembinaan warga gereja di bidang sosial-politik, memprakarsai proyek-proyek pertanian dengan metode pengolahan dan pemupukan yang baru, menyelenggarakan atau mengubah usaha pendidikan kepada bentuk-bentuk dan produk-produk yang lebih relevan dengan kebutuhan real, terutama dalam menghadapi keadaan krisis ini.[50] Timbulnya kesadaran baru masyarakat bisa bertindak dan berbuat sesuatu serta melakukan perubahan-perubahan diantaranya pendobrakan atas rasa ketakutan berpolitik dari sini kita juga melihat bagaimana masyarakat yang sudah berani untuk percaya diri maju ke depan untuk merubah segala sesuatunya yang mereka anggap selama ini sudah dibodoh-bodohi oleh pemerintah dan akhirnya berani, terhadap proses pembodohan yang telah berlangsung hampir lebih dari tiga puluh tahun. Menata kembali kehidupan berbangsa dan juga bernegara yang adil dan demokratis perubahan tersebut. Dapat kita lihat bahwa gereja-gereja semakin bersatu. Keadaan masa kini memberi peluang bagi gereja untuk mengembangkan pelayanannya. Tidak hanya menyangkut pembinaan rohani dan penyelenggaraan ibadah yang bersifat ritual seremonial, melainkan juga hal-hal yang inovatif. Misalnya menyelenggarakan program pembinaan warga gereja di bidang sosial-politik dalam arti politik yang mendorong umat Kristen melepaskan orientasi politiknya demi kuasa, tetapi mampu memberi efek politis terutama demi pembelaan kepada pihak yang tertindas dan menderita.
Salah satu hal yang baik yang dilakukan gereja dalam hubungannya dengan Negara menjelang pemilu 2004 dapat dilihat dari sikap PGI yang tidak berpihak pada partai apapun dalam pesan pastoralnya tentang pemilu yang dikutip oleh Silaen sbb: “kami ingin menegaskan bahwa PGI sebagai wadah persekutuan gereja-gereja di Indonesia tidak mendirikan partai politik dan tidak mendukung satu partai yang manapun. Kami menghimbau agar umat Kristen menggunakan hak pilihnya secara bebas, cerdas dan bertanggung jawab. PGI tidak terlibat dalam politik praktis. PGI adalah lembaga keagamaan yang mengemban tugas luhur sebagai kekuatan moral, mengupayakan tegaknya keadilan dan kesejahteraan di dalam masyarakat melalui pelayanan dan kesaksian. Kami menyarankan agar gereja-gereja di mana pun berada menjaga diri dengan sebaik-baiknya agar tidak dimanfaatkan oleh kelompok yang hanya mencari keuntungan sendiri”.[51]

III.                   Kesimpulan
Dari pemaparan di atas, kami para penyaji dapat menyimpulkan bahwa reformasi adalah suatu gerakan perubahan dalam segala bidang kehidupan termasuk Gereja. Pada Era Reformasi ini kita dapat melihat bahwa meskipun di Indonesia ini mengalami banyak mengalami permasalahan atau kerusuhan seperti, kerusuhan di sekitar jalan ketapang Jakarta, kerusuhan di Kupang, Poso, Ambon, Maluku, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, ledakan Bom sewaktu Malam Natal di Jakarta, ledakan Bom di Bali, Pembakaran Gereja di Aceh, sampai pada ledakan Bom bunuh diri di Gereja Katolik Medan. Dibalik kerusuhan yang terjadi itu, gereja tetap menunjukkan eksistensinya dan keberadaannya di Indonesia ini dengan cara PGI mengirimkan surat kepada Pemerintah, jumlah PGI yang semakin bertambah, dan kalau kita tinjau di STT Abdi Sabda Medan bahwa setiap tahunnya jumlah mahasiswa yang mendaftar meningkat.
Bukan hanya itu, kekristenan juga mendapatkan dampak positif dari reformasi yang terjadi di Indonesia. Misalnya penyelenggaraan program, pembinaan warga gereja di bidang sosial-politik, termasuk juga dalam menghadapi keadaan krisis yang terjadi. Dengan adanya reformasi juga menimbulkan kesadaran di dalam masyarakat. Misalnya masyarakat Kristen atau Gereja bisa bertindak dan berbuat sesuatu serta melakukan perubahan-perubahan seperti pendobrakan atas rasa ketakutan berpolitik.
Dari sini juga bisa dilihat bagaimana masyarakat yang sudah berani untuk percaya diri maju ke depan untuk merubah segala sesuatunya yang mereka anggap selama ini sudah dibodoh-bodohi oleh pemerintah dan akhirnya berani, terhadap proses pembodohan yang telah berlangsung hampir lebih dari tiga puluh tahun. Misalnya menyelenggarakan program pembinaan warga gereja di bidang sosial-politik dalam arti politik yang mendorong umat Kristen melepaskan orientasi politiknya demi kuasa, tetapi mampu memberi efek politis terutama demi pembelaan kepada pihak yang tertindas dan menderita. Contoh lainnya PGI mengeluarkan surat untuk Pemerintah, mengungkapkan ketidakadilan yang dilakukan di Gereja di Aceh Singkil. Dimana pada saat itu, tejadi pembakaran Gereja atau pembakaran rumah Ibadah di Aceh. 

IV.              Daftar Pustaka
…., Tabloit Reformata, Edisi 193 November, 2015
Aritonang, Jan. S. Belajar Memahami di Tengah Realitas, Bandung: Jurnal Info-Media,
      2007
Gaffar, Afan Politik Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000
Ignaz, Purwanta, dkk, Sejarah untuk SMA/MA Kelas XII Bahasa, Jakarta: Grasindo, 2006
Oentoro, Jimmy Indonesia Satu, Indonesia Beda, Indonesia Bisa, Jakarta: Gramedia
      Pustaka Umum, 2010
Peguin, Edu Harapan Rakyat Kabinet Kerja Jokowi-Jk dan Amandemen UUD 1945,
      Tangerang: Tim Edu Peguin, 2014
Prawoto, Seri IPS Sejarah SMP Kelas IX, Jakarta: Quandra, 2006
Ricklefs, M.C. Sejarah Indonesia Modern, Jakarta: IKAPI, 2015
Sadirman, Sejarah 3 SMA Kelas XII, Jakarta: Quadra, 2008
Simorangkir, Mangisi S. E. Ajaran Dua Kerajaan Luther Dan Relevansinya Di
      Indonesia, Bandung: Penerbit satu-satu, 2011
Soeprapto, R. Kritisi Reformasi, Jakarta: Yayasan Taman Pustaka, 2006
Suhandinata, Justian WNI Keturunan Tionghoa dalam Stabilitas Ekonomi dan Politik
Indonesia, Jakarta: Gramedia, 2009
Supriatna, Nana Sejarah Untuk Kelas XII Sekolah Menengah Atas, Bandung: Grafindo,
      2006
Wellem, F. D Kamus Sejarah Gereja, Jakarta: BPK-GM, 2011
Yewangoe, A. A. Agama dan Kerukunan, Jakarta: BPK-GM, 2002

SUMBER LAIN
https://news.detik.com, diakses pada tanggal 28 November 2017, pukul 16.29
http://manado.tribunnews.com, diakses tanggal 28 November 2017, pukul 16.48
http://gereja.tumblr.com, diakses pada tanggal 5 Desember 2017, Pukul 13.16
http://presidenri.go.id,  diakses tanggal 5 Desember 2017, Pukul 14.40
https://pgi.or.id, diakses pada tanggal 5 Desember 2017, pukul 14.50
https://persetiasite.wordpress.com, diakses pada tanggal 5 Desember 2017, 15.10
https://pgi.or.id/gereja-anggota-pgi, diakses pada tanggal 5 Desember 2017, pukul 15.20
https://id.wikipedia.org, diakses pada tanggal 5 Desember 2017, pukul 15.30
https://id.wikipedia.org, diakses pada tanggal 5 Desember 2017, pukul 15.40
https://id.wikipedia.org, diakses pada tanggal 5 Desember 2017, pukul 15.50
http://www.hukumonline.com, diakses pada tanggal 6 Desember 2017, pukul 14.20
http://www.palapapos.co.id, diakses tanggal 7 Desember 2017 pukul 12:00 Wib




[1] Sadirman, Sejarah 3 SMA Kelas XII, (Jakarta: Quadra, 2008), 29
[2] Prawoto, Seri IPS Sejarah SMP Kelas IX, (Jakarta: Quandra, 2006), 123
[3]Jimmy Oentoro, Indonesia Satu, Indonesia Beda, Indonesia Bisa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Umum, 2010), 88
[4]F. D. Wellem, Kamus Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK-GM, 2011), 393
[5] R. Soeprapto, Kritisi Reformasi, (Jakarta: Yayasan Taman Pustaka, 2006), 51
[6] Prawoto, Seri IPS Sejarah SMP Kelas IX, 125
[7] Ibid, 124
[8] Ibid, 125
[9] Purwanta, Ignaz, dkk, Sejarah untuk SMA/MA Kelas XII Bahasa, (Jakarta: Grasindo, 2006), 93
[10] Prawoto, Seri IPS Sejarah SMP Kelas IX,  123-124
[11] Purwanta, Ignaz, dkk, Sejarah untuk SMA/MA Kelas XII Bahasa, (Jakarta: Grasindo, 2006), 93
[12] Prawoto, Seri IPS Sejarah SMP Kelas IX, 125
[13] Purwanta, Ignaz, dkk, Sejarah untuk SMA/MA Kelas XII Bahasa, 93
[14] Justian Suhandinata, WNI Keturunan Tionghoa dalam Stabilitas Ekonomi dan Politik Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 2009), 16-17
[15] Purwanta, Ignaz, dkk, Sejarah untuk SMA/MA Kelas XII Bahasa, 93
[16] Prawoto, Seri IPS Sejarah SMP Kelas IX, 125
[17] Purwanta, Ignaz, dkk, Sejarah untuk SMA/MA Kelas XII Bahasa, 93
[18] Prawoto, Seri IPS Sejarah SMP Kelas IX, 125
[19] Purwanta, Ignaz, dkk, Sejarah untuk SMA/MA Kelas XII Bahasa, 93
[20] Prawoto, Seri IPS Sejarah SMP Kelas IX, 125
[21] Purwanta, Ignaz, dkk, Sejarah untuk SMA/MA Kelas XII Bahasa, 93
[22] Prawoto, Seri IPS Sejarah SMP Kelas IX, 125
[23] Afan Gaffar, Politik Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), 311-312
[24] Prawoto, Seri IPS Sejarah SMP Kelas IX,94-95
[25] Prawoto, Seri IPS Sejarah SMP Kelas IX, 127
[26] M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, (Jakarta: IKAPI, 2015), 655
[27] https://news.detik.com, (diakses pada tanggal 28 November 2017, pukul 16.29)
[28] http://manado.tribunnews.com, (diakses tanggal 28 November 2017, pukul 16.48)
[29] Prawoto, Seri IPS Sejarah SMP Kelas IX, 126-127
[30] Prawoto, Seri IPS Sejarah SMP Kelas IX, 127
[31] http://gereja.tumblr.com, (diakses pada tanggal 5 Desember 2017, Pukul 13.16)
[32] Edu Peguin, Harapan Rakyat Kabinet Kerja Jokowi-Jk dan Amandemen UUD 1945, (Tangerang: Tim Edu Peguin, 2014), 157
[33] http://presidenri.go.id,  (diakses tanggal 5 Desember 2017, Pukul 14.40)
[34] Jan S. Aritonang, Sejarah Perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia, 533-536
[35] Jan S. Aritonang, Sejarah Perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia, 538-543
[36] Jan S. Aritonang, Sejarah Perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia, 544-548
[37] Jan S. Aritonang, Sejarah Perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia, 560-561
[38] Jan S. Aritonang, Sejarah Perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia, 564-565
[39] …., Tabloit Reformata, (Edisi 193 November, 2015), 4
[40] http://www.palapapos.co.id, diakses tanggal 7 Desember 2017 pukul 12:00 Wib
[41] https://persetiasite.wordpress.com, (diakses pada tanggal 5 Desember 2017, 15.10)
[42] https://id.wikipedia.org, (diakses pada tanggal 5 Desember 2017, pukul 15.30)
[43] http://www.hukumonline.com, (diakses pada tanggal 6 Desember 2017, pukul 14.20)
[44] https://pgi.or.id, (diakses pada tanggal 5 Desember 2017, pukul 14.50)
[45] https://pgi.or.id/gereja-anggota-pgi, (diakses pada tanggal 5 Desember 2017, pukul 15.20)
[46] https://id.wikipedia.org, (diakses pada tanggal 5 Desember 2017, pukul 15.40)
[47] https://id.wikipedia.org, (diakses pada tanggal 5 Desember 2017, pukul 15.50)
[48] A. A. Yewangoe, Agama dan Kerukunan, Jakarta: BPK-GM, 2002
[49] Nana Supriatna, Sejarah Untuk Kelas XII Sekolah Menengah Atas, Bandung: Grafindo, 2006
[50] Jan. S. Aritonang, Belajar Memahami di Tengah Realitas, Bandung: Jurnal Info-Media, 2007
[51] Mangisi S. E. Simorangkir, Ajaran Dua Kerajaan Luther Dan Relevansinya Di Indonesia, (Bandung: Penerbit  Satu-satu, 2011), 254-255

Tidak ada komentar:

Posting Komentar