Gereja
Pada Masa Reformasi di Indonesia
I.
Pendahuluan
Pada tahun
1998 kata”reformasi” sangatlah populer. Bahkan tidak bisa dipungkiri bila
hingga sekarang kepopuleran penggunaan kata ini tidak kunjung surut.
Reformasi adalah suatu pembaharuan, diberbagai bidang kehidupan, politik,
ekonomi, hukum, sosial, budaya, bahkan gereja. Untuk lebih jelasnya kami akan membahas mengenai “Gereja
Pada Masa Reformasi di Indonesia”. Semoga sajian ini dapat menambah wawasan
kita bersama.
II.
Pembahasan
2.1.Pengertian
Reformasi
Reformasi
didefinisikan sebagai perubahan secara drastis untuk perbaikan (bidang sosial,
politik, dan agama). Dalam bahasa Inggris rerformasi atau reformation senada dengan hal di atas.[1]
Selain itu reformasi juga dapat diartikan bahwa reformasi berasal dari kata re yang berarti kembali, dan formasi yang berarti susunan. Jadi,
reformasi bisa diartikan dengan susunan kembali atau menyusun kembali. Yang
disusun kembali adalah sistem pemerintahan selama Orde Baru yang selama lebih
dari tiga dasawarsa terdapat berbagai tindak kejahatan dan kekerasan. Cita-cita
Orde Baru telah diselewengkan oleh sekelompok orang yang duduk dalam
pemerintahan untuk kepentingan kelompoknya sendiri. Inti dari reformasi adalah
perubahan disegala bidang yang pada periode sebelum tahun 1998 menyimpang. Era
Reformasi di Indonesia dimulai pada pertengahan 1998, tepatnya saat Presiden
Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998.[2]
Kata reformasi juga memiliki beberapa arti lain: perubahan, perbaikan,
pembentukan baru, pembaharuan atau pemberontakan. Pada prinsipnya, reformasi
merupakan gerakan pembaharuan terhadap situasi dan kondisi yang dihadapi saat
ini menuju situasi dan kondisi yang seharusnya dan yang diinginkan bersama oleh
berbagai komponen bangsa. Sebaiknya reformasi mengacu kepada nilai-nilai yang
terkandung dalam pancasila dalam berorientasi untuk mewujudkan cita-cita bangsa
yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945.[3]
Reformasi juga dapat diartikan sebagai gerakan untuk mengadakan pembaharuan
dalam Kekristenan.[4]
2.2.Latar
Belakang Reformasi di Indonesia
Lahirnya Reformasi
di Indonesia ditandainya dengan mundurnya Soeharto sebagai Presiden RI yang
menjadi lokomotif Orde Baru, akibat tersulut krisis moneter yang melanda
Indonesia sejak pertengahan Juli 1997.[5]
Gerakan Reformasi di Indonesia dimulai pada tanggal 22 Januari 1998 ketika
nilai rupiah menembus Rp.17.000 per dollar.[6]
Di mana pada saat itu terjadinya krisis finansial atau lebih dikenal dengan
krisis moneter, disertai kemarau terburuk dalam 50 tahun terakhir serta harga
minyak, gas, dan komoditas ekspor lainnya semakin jatuh. Rupiah jatuh, inflasi
meningkat tajam, dan perpindahan modal dipercepat. Krisis finansial Asia
menyebabkan ekonomi Indonesia melemah dan semakin besarnya ketidakpuasan
masyarakat Indonesia terhadap pemerintahan Soeharto.[7]
IMF (International Monetery Fund) tidak
menunjukkan tanda-tanda maupun rencana untuk membantu Indonesia.[8]
Ketidakpedulian
pemerintah Orde Baru terhadap penderitaan rakyat menjadikan mahasiswa
memutuskan untuk turun ke jalan.[9]
Mahasiswa dari berbagai Perguruan Tinggi mulai berunjuk rasa. Gerakan Mahasiswa
Indonesia adalah puncak gerakan mahasiswa tahun Sembilan puluhan yang ditandai
dengan lengsernya Soeharto dari kursi kepresidenan. Ibarat gayung bersambut,
gerakan mahasiswa dengan agenda Reformasi mendapat simpati dan dukungan dari
rakyat.[10]
Aksi itu
ditanggapi pemerintah dengan kekerasan. Tentara diturunkan dengan persenjataan
lengkap, sehingga bentrokan pun tidak terhindarkan. Pada awal Mei, koran-koran
Indonesia diwarnai oleh banyaknya bentrokan dan kerusuhan yang terjadi. Aksi
mahasiswa tersebut mengantarkan kita pada tragedi Trisakti tanggal 12 Mei 1998.
Lima orang mahasiswa tewas oleh sniper (penembak
jitu) misterius yang diyakini masyarakat dilakukan oleh Tentara.[11]
Berbagai
kerusuhan mulai terjadi di beberapa daerah. Tanggal 13 Mei kerusuhan pecah di
Jakarta dan Solo.[12]
Kerusuhan meluas dengan terjadinya penjarahan dan pemerkosaan terhadap warga
keturunan Tionghoa pada tanggal 16 Mei 1998.[13]
Beberapa warga Indonesia pribumi mempunyai pandangan yang negatif terhadap
warga Indonesia keturunan Tionghoa. Mereka memberi stereotipe negatif kepada warga Indonesia keturunan Tionghoa:
1.
Mereka
hidup secara eksklusif dan tinggal di daerah di mana sebagian besar penghuninya
adalah warga Indonesia keturunan Tionghoa.
2.
Mereka
berbicara Bahasa Mandarin dalam kehidupan sosial sehari-hari
3.
Mereka
kurang memiliki rasa kebangsaan.
4.
Mereka
menjalankan usaha dengan cara yang tidak etis.
5.
Mereka
berorientasi pada keuntungan dan uang.
6.
Mereka
menyimpan uangnya di luar negeri.
7.
Standar
kehidupan mereka lebih tinggi daripada sebagian besar warga Indonesia pribumi
sehingga menciptakan jurang antara kaya dan miskin.
8.
Mereka
merendahkan warga Indonesia pribumi dalam banyak hal, misalnya dengan tidak
mempekerjakan mereka di posisi yang menentukan di perusahaan mereka karena
mereka tidak percaya pada warga pribumi.
9.
Mereka
menetapkan rentang gaji yang berbeda untuk karyawan warga pribumi dibandingkan
dengan karyawan warga keturunan Tionghoa.
10. Mereka selalu mencari perlindungan dan fasilitas dalam
usaha mereka dari pihak berwenang dengan menyuap atau dengan cara-cara tidak
etis lainnya.
Sebaliknya
warga Indonesia keturunan Tionghoa juga mempunyai citra dan persepsi buruk
tentang warga Indonesia pribumi. Secara umum, sebagian besar dari mereka tidak
dianggap sebagai:
1.
Pekerja
keras
2.
Hemat
dan cermat
3.
Dapat
diandalkan
4.
Punya
kemampuan[14]
Meski sampai sekarang belum diketahui siapa
dalang di balik kerusuhan yang menewaskan lebih dari 500 orang tersebut, banyak
pihak lain yakin bahwa peristiwa itu direncanakan dengan rapi oleh pihak
tertentu.[15] Soeharto
yang sedang menghadiri pertemuan negara-negara berkembang G-15 di Kairo, Mesir,
memutuskan untuk kembali ke Indonesia. Sebelumnya, dalam pertemuan tatap muka
dengan masyarakat Indonesia di Kairo, Soeharto menyatakan akan mengundurkan
diri dari jabatan presidennya.[16]
Tekanan pemerintah dengan kekerasan menjadikan mahasiswa kemudian mengarahkan
aksinya ke jantung politik Indonesia, yaitu gedung DPR/MPR.[17]
Pada hari
Senin tanggal 18 Mei 1998 Ketua MPR yang juga ketua Partai Golkar, Harmoko,
meminta Soeharto untuk turun jabatannya sebagai Presiden. Menanggapi pernyataan
Harmoko, Jenderal Wiranto mengatakan bahwa pernyataan Harmoko tidak mempunyai
dasar hukum, Wiranto kemudian mengusulkan pembentukan “Dewan Reformasi”.[18]
Pada saat itu juga gedung DPR/MPR berhasil diduduki oleh mahasiswa. Puluhan
ribu mahasiswa datang dari pelbagai penjuru Indonesia. Mereka menuntut Soeharto
segera meletakkan jabatannya. Bahkan pelbagai pihak mulai mendesak agar MPR
melakukan sidang istimewa.[19]
Pada tanggal 19 Mei 1998, Soeharto berbicara di televisi, menyatakan bahwa ia
tidak akan turun dari jabatannya, tetapi menjanjikan pemilu baru akan
dilaksanakan secepatnya.[20]
Akan tetapi, situasi sudah tidak lagi dapat dikendalikan oleh Presiden.[21]
Pada tanggal 20 Mei 1998, Amien Rais membatalkan rencana demonstrasi
besar-besaran di Monas setelah 80.000 tentara bersiaga di kawasan Monas.
Demonstrasi terjadi juga di Yogyakarta, termasuk Sultan HB X. Demonstrasi besar
lainnya juga terjadi di Surakarta, Medan, dan Bandung. Satu hari kemudian,
yaitu pada 21 Mei 1998, Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya pukul 09.00
WIB. Sebagai gantinya, wakil presiden B.J. Habibie menjadi presiden Indonesia
ke-3.[22]
2.3.Pemerintahan
Pada Masa Reformasi di Indonesia
2.3.1. Pemerintahan B. J. Habibie (21 Mei 1998-20
Oktober 1999)
Habibie
merupakan alter-ego dari Soeharto
karena Soeharto sendiri tidak memiliki kapasitas ilmu penngetahuan yang tinggi
untuk melaju dalam bidang teknologi dan industri. Oleh karena itu, kepada
Habibie diberikan kepercayaan sepenuhnya untuk menjalankan program teknologi
Soeharto, termasuk mengembangkan pesawat modern. Habibie sendiri merupakan
seorang yang sagat mengangumi Soeharto. Dia melihat Soeharto sebagai guru,
kawan, sekaligus oragtuanya. Kedekatannya dengan Soeharto secara pribadi
merupakan beban pemerintahan Habibie. Bagi beberapa kalangan, Habibie merupakan
bagian dari praktik negatif penyelenggaraan pemerintahan seperti yang
diselenggarakan oleh Soeharto. Apa yang disebut kolusi, korupsi, kronisme, dan
nepotisme yang dihujatkan kepada Soeharto, dialamatkan pula kepada Habibie.[23]
Mundurnya
Soeharto dan naiknya B. J. Habibie menandai awal kegagalan reformasi. Mahasiswa
tidak melanjutkan gerakan penurunan Soeharto dengan sebuah tendangan akhir yang
manis yaitu mengakhiri kekuasaan Orde Baru serta mendorong dimulainya babak
baru kehidupan berbangsa. Aroma kegagalan itu, dapat dilihat hanya beberapa jam
setelah B. J. Habibie menduduki pemerintahan. Pada hari Jumat tanggal 22 Mei
1998, ribuan massa pendukung B. J. Habibie mendatangi gedung MPR/DPR, yang
selama hampir sepekan terakhir dikuasai ribuan massa mahasiswa yang justru
menuntut Habibie mundur karena menganggapnya masih merupakan bagian dari
pemerintahan yang lama. Aksi saling mengejek dan tindakan provokatif yang nyaris
mengarah ke bentrokan fisik, terutama seusai shalat Jumat yang memancing
sekitar 100 anggota ABRI bersenjata lengkap untuk memasuki kompleks pelataran
parkir gedung MPR/DPR guna menghindarkan bentrokan. Secara keseluruhan massa di
kompleks gedung MPR/DPR itu terbagi atas dua kubu, yaitu kubu mahasiswa yang
menginginkan dilaksanakannya sidang istimewa MPR dan menolak penyerahan
kekuasaan kepada B. J. Habibie. Massa pendukung Habibie itu akhirnya berhasil
menguasai tangga ke arah gedung MPR/DPR yang berbentuk kubah. Aksi itu sempat
membuat kocar-kacir para mahasiswa maupun wartawan yang sebelumnya berkerumun
di atas tangga-tangga.
Fenomena
penggunaan simbol-simbol agama di sidang MPR/DPR menandai babak baru dalam
sejarah Indonesia, yaitu kembali berbelitnya agama dan politik. Pada masa-masa
berikutnya, warna agama dalam politik semakin tampak dengan tumbuhnya
partai-partai berbasis agama, seperti Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Amanat
Nasional (PAN), Partai Keadilan (PK), dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).[24]
2.3.2. Kiprah
Kekristenan Pada Masa Abdurahman Wahid (20 Oktober 1999-23 Juli 2001)
Masa
pemerintahan Gus Dur diwarnai dengan gerakan-gerakan separatisme yang makin
berkembang di Aceh, Maluku, dan Papua. Pada 20 Januari 2001, ribuan demonstran
berkumpul di Gedung MPR dan meminta Gus Dur untuk mengundurkan diri dengan
tuduhan korupsi. Di bawah tekanan yang besar, Gus Dur lalu mengumumkan
pemindahan kekuasaan kepada wakil presiden Megawati Soekarno Putri. Melalui
Sidang Istimewa MPR pada 23 Juli 2001, Megawati secara resmi diumumkan menjadi
Presiden Indonesia ke-5.[25]
Gus Dur biasa menampilkan intelegensia, kekocakan, keterbukaan dan komitmen
terhadap pluralisme. Namun sikap-sikap positif ini juga diiringi keterbatasan
karena buta, masalah kesehatan secara umum, kurangnya pengalaman dalam masalah
pemerintahan, dan kesulitan menemukan orang-orang yang jujur dan kompoten untuk
berada dalam pemerintahannya, sehingga pada bulan Juli 2001 Gus Dur dipecat
sebagai presiden oleh MPR dan Megawati Soekarno Putri menjadi Presiden ke lima.[26]
Sosok
Abdurrahman Wahid atau akrab disapa Gus Dur dikenal sebagai tokoh Islam yang
toleran. Dirinya jugalah yang membikin tradisi baru untuk Barisan Serbaguna
Gerakan Pemuda Ansor (Banser GP Ansor) yang selalu mengamankan gereja saat Hari
Raya Natal. Awal mula pengamanan gereja oleh organisasi sayap Nahdlatul Ulama
(NU) itu diceritakan oleh mantan Ketua Umum GP Ansor, Nusron Wahid, kepada
detikcom, Jumat (23/12/2016). Gus Dur dulu yang perintahkan Banser jaga gereja
waktu Natal, kata Nusron. Saat itu Ketua Pengurus Wilayah Ansor Jawa Timur
adalah Choirul Anam. Dalam suatu pertemuan di tahun 1996-1997, salah seorang
anggota Ansor Jawa Timur bertanya ke Gus Dur perihal bagaimana hukumnya seorang
Muslim menjaga gereja. Gus Dur dengan cerdas menjawab ke rombongan Ansor itu. Kamu
niatkan jaga Indonesia bila kamu enggak mau jaga gereja. Sebab gereja itu ada
di Indonesia, Tanah Air kita. Tidak boleh ada yang mengganggu tempat ibadah
agama apapun di bumi Indonesia, kata Gus Dur," kata Nusron menirukan perintah
Gus Dur saat itu. Perintah itu datang dari Gus Dur, tak terlalu lama setelah
ada kerusuhan dan pembakaran gereja di Situbondo, Jawa Timur. Sebagaimana
diketahui, kerusuhan itu terjadi pada 10 Oktober 1996. Saat itu Nusron belum
menjadi pimpinan teras Ansor, melainkan sebagai aktivis Pergerakan Mahasiswa
Islam Indonesia (PMII) di Universitas Indonesia (UI). Kebetulan Nusron sering
berkunjung dan ngaji pergerakan ke tempat Gus Dur. Maka sejak momen perintah
Gus Dur itulah sebuah tradisi baru GP Ansor muncul, yakni mengamankan gereja
saat Natal. "Sejak diperintah itu, Cak Anam (Ketua Ansor Jatim saat itu)
langsung memerintahkan seluruh Banser Jatim untuk menjaga gereja lengkap dengan
dalil-dalil dan ayatnya," kata Nusron. Saat Nusron menjadi Ketua Umum GP
Ansor, Gus Dur telah wafat.
Namun
perintah Gus Dur tetap dipegang teguh, termasuk sebagai senjata untuk
menghadapi pihak-pihak yang tak setuju dengan langkah pengamanan gereja oleh
Umat Muslim ini. "Yang kita jaga itu Indonesia. Jangan lihat gerejanya.
Kalau ada kiyai dan habib yang masih ngeyel, saya jawab bahwa saya dipesenin
Almarhum Gus Dur dan diperintah Habib Luthfi," tandas Nusron.[27]
Abdurrahman Wahid atau Gus
Dur dikenal orang bukan hanya sebagai Presiden Republik Indonesia. Tetapi,
seorang pendobrak sejarah di negeri ini. Bagaimana tidak, di zaman
kepemimpinannya Gus Dur berani meluruskan arti toleransi yang sebenarnya. Toleransi
antar umat beragama yang bukan sekedar selogan tapi tindakan nyata.
Kalimat berkesan
tentang pernyataan Gus Dur pada hari Natal adalah “Mestinya yang merayakan Natal bukan hanya umat Kristen, melainkan juga
umat Islam dan umat beragama lain, bahkan seluruh umat manusia. Sebab Yesus
Kristus atau Isa Al-Masih adalah Juruselamat seluruh umat manusia, bukan
Juruselamat umat Kristen saja”. Kalimat ini dilontarkan Gus Dur saat
membawakan sambutan di acara perayaan Natal bersama umat Kristen 27 Desember
1999.[28]
2.3.3. Kiprah
Kekristenan Pada Masa Megawati Soekarno Putri (23 Juli 2001-20 Oktober 2004)
Megawati
yang merupakan putri mantan Presiden Soekarno dilantik di tengah harapan akan
membawa perubahan kepada Indonesia. Namun pada masa pemerintahannya, Indonesia
tidak menunjukkan perubahan yang berarti meski ekonomi Indonesia mengalami
banyak perbaikan, seperti nilai mata tukar rupiah yang lebih stabil.[29]
Adapun pengaruh Megawati terhadap Kekristenan dapat dilihat dalam
kunjungannya ke Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), Presiden Republik Indonesia ke
5 Megawati Soekarno Putri, berkesempatan mengunjungi Gereja GMIM Sion di
Tomohon, Senin (08/08/2016). Gereja tersebut, pernah dikunjungi Presiden RI
pertama, Ir. Soekarno mendiang ayah Megawati.
Pada kesempatan tersebut, Megawati mengingatkan kepada
seluruh elemen masyarakat yang ada di bumi nyiur melambai untuk tetap menjaga
kehidupan bersama dengan tetap berpegang pada Idioligi negara yakni Pancasila,
karena pancasila itu merupakan berkat bagi bangsa.
Megawati berpesan agar masyarakat tetap menjaga pluralisme,
kebersamaan yang ditunjukan masyarakat Sulut, harus terus dipupuk dan
dipertahankan. “Kita bisa kuat karena kita menjaga kebersamaan karena hal
tersebut juga telah di tanamkan Soekarno sejak dulu, Soekarno datang ke Tomohon
saat membuka sidang raya GMIM tahun 1957 bebicara di depan umat Kristen tentang
dasar negara Indonesi yang menjunjung tinggi nilai keberagaman, itu merupakan
bukti yang kuat,” ujar Megawati. Megawati bangga Ayahnya pernah datang berbagi
bersama umat Kristiani di Sulut, menunjukan betapa kuatnya persatuan Indonesia.
Megawati juga berkesempatan melihat sejumlah foto kunjungan Presiden Soekarno
di gereja tersebut.
2.3.4. Kiprah
Kekristenan Pada Masa Susilo Bambang Yudhoyono (20 Oktober 2004-20 Oktober
2014)
Pada tahun
2004, Indonesia menyelenggarakan Pemilu Presiden secara langsung untuk pertama
kalinya. Ujian berat dihadapi Megawati untuk membuktikan bahwa dirinya masih
bisa diterima mayoritas penduduk Indonesia. Pada masa kampanye, seorang calon
dari partai baru bernama partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono muncul
sebagai saingan yang hebat.
Partai Demokrat yang sebelumnya kurang dikenal,
menarik perhatian masyarakat dengan pemimpinannya yang kharismatik dan
menjanjikan perubahan kepada Indonesia. Kharisma Yudhoyono berhasil menarik
hati mayoritas pemilih sehingga Susilo Bambang Yudhoyono memenangkan pemilihan
Presiden pada tahun 2004.[30]
Tetapi
semua yang dijanjikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, ternyata tidak
membuahkan perubahan. Bahkan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI)
pernah menyampaikan kekecewaan mereka terhadap sikap Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono dalam penanganan konflik GKI Yasmin. PGI yang juga didampingi oleh tokoh
gereja di Indonesia yang mengunjungi kantor Mahkama Konstitusi (MK) khusus
menyoroti ketidaktegasan
SBY dalam eksekusi putusan Mahkamah Agung. “Beliau malah mengatakan tidak
bisa campur tangan urusan wali kota,” kata Ketua Umum PGI Pdr. Dr. Andreas
Yewangoe ketika melaporkan pengaduan ke Mahkamah Konstitusi, Rabu, 15 Februari
2012. PGI, Persatuan Gereja dan Lembaga Injil Indonesia (PGLI), Konferensi Wali
Gereja Indonesia (KWI) dan Persatuan Gereja-gereja Pantekosta Indonesia (PGPI)
mengadukan kisruh GKI Yasmin ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka melaporkan
adanya pelanggaran hak konstitusional beribadah jemaat GKI Yasmin. Andreas
berharap setidaknya pemerintah pusat dalam hal ini presiden menegur wali kota
Bogor agar segera mengeksekusi putusan MA terkait Izin Mendirikan Bangunan
(IMB) GKI Yasmin. PGI juga menyampaikan kekecewaan karena
SBY sebelumnya berjanji akan turun tangan dalam kasus ini. Tapi pernyataan
SBY yang tidak akan mencampuri urusan wali kota Bogor bertentangan dengan janji
SBY tersebut.
Sebelumnya
pada Senin 13 Februari 2012 SBY mengatakan akan menyerahkan seluruh penanganan
konflik GKI Yasmin pada pemerintah daerah Bogor. “Saya serahkan pada Wali Kota
Bogor dan Gubernur Jabar, dan dibantu beberapa menteri untuk selesaikan masalah
ini. Itu kalau sistem berjalan baik agar masalah ini bisa tuntas,” kata SBY Senin
lalu. Dalam proses hukum, pada Desember 2010 MA telah mengeluarkan keputusan,
yang menguatkan keputusan PTUN Bandung dan PT TUN Jakarta yang memerintahkan
Dinas Tata Kota dan Pertamanan Kota Bogor mencabut surat Pembekuan Izin
Mendirikan Bangunan GKI Yasmin. Tapi, putusan Mahkamah tak kunjung dilaksanakan
Pemerintah Kota Bogor. Kisruh GKI Yasmin dalam hal perizinan sudah memasuki
tahun ketiga. Pemerintah Kota Bogor tetap menolak IMB bangunan gereja tersebut
walaupun IMB sudah berkekuatan hukum tetap dengan keluarnya putusan MA
tersebut. Jemaat tidak hanya dihadapkan pada masalah izin. Penyerangan dan
intimidasi dari ormas intoleran yang menggunakan topeng ‘warga sekitar’ juga
terus membayangi jemaat setiap ibadah minggu, selama tiga tahun, tanpa ada
henti.
Pada
tanggal 22
Januari lalu, ratusan orang yang tergabung dalam warga Curug Mekar, Forum
Komunikasi Muslim Indonesia, dan Gerakan Reformasi Islam menggelar unjuk rasa
menolak pelaksanaan ibadah jemaat GKI di Taman Yasmin, Bogor, Jawa Barat. Kelompok
ini mengepung sebuah rumah yang menjadi tempat ibadah GKI Yasmin di Jalan
Cemara Raya nomor 9, Kompleks Taman Yasmin. Kelompok ini berunjuk rasa dan
mengancam ke arah jemaat yang sedang beribadat setelah menembus blokade
berlapis aparat keamanan. Kisruh ini baru berakhir setelah jemaat GKI Yasmin
membubarkan diri dan tidak melaksanakan ibadat.[31]
2.3.5. Kiprah
Kekristenan Pada Masa Joko Widodo (20 Oktober 2014-Sekarang)
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu memenangkan pilpres 2014
dengan meraih suara rakyat berkisar 54% unggul dari pesaingnya Prabowo yang
hanya meraih suara rakyat 46%. Sebagian pendukung mengatakan bahwa Jokowi
adalah sosok yang dapat melakukan pembaharuan yang berpihak kepada rakyatnya.[32]
Pada masa pemerintahannya tepatnya pada hari Senin (27/7/2017) di Istana
Merdeka, Presiden Joko Widodo menerima Pengurus Huria Kristen Batak Protestan
(HKBP). Dalam pertemuan ini, Presiden didampingi Menteri Koordinator bidang
Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung. Sementara
itu, Pengurus HKBP yang hadir adalah Ephorus HKBP Darwin Lumbantobing, Praeses
Jakarta Pdt. Midian K.H. Sirait, Praeses Depok, Bogor, dan Kalimantan Barat
Pdt. Berlin Tamba, Praeses Banten Pdt. Robert Pandiangan, Praeses Bekasi Pdt.
Banner Siburian, Kepala Departemen Marturia HKBP Pdt. Anna Pangaribuan, Kepala
Biro Perencanaan Pdt. Sumurung Samoris, Anggota Badan Usaha HKBP Bepos M.T.
Pakpahan, Sekretaris Ephorus HKBP Pdt. Alter Siahaan, dan Pdt. HKBP/Sekum PGI
Pdt. Gomar Gultom. Setelah pertemuan, Ephorus HKBP Darwin Lumbantobing
mengatakan bahwa HKBP menyampaikan apresiasi kepada Presiden dalam mengayomi
kehidupan berbangsa dan bernegara yang terdiri dari berbagai etnis. “Sehingga menjadi
amat kondusif dan lebih maju ke depan,” ucap Darwin. Selain memberikan
apresiasi, Pengurus HKBP menjelaskan program HKBP tahun 2017 tentang program
pendidikan dan pemberdayaan kepada Presiden. “Kami telah menyampaikan beberapa
hal, bahwa ada upaya meningkatkan dan mengefektifkan di bidang pendidikan dan
pemberdayaan SDM, sehingga lebih efektif, berkualitas dan lebih maju. Kami juga
merasakan HKBP tidak dapat berjalan sendiri,” kata Darwin.
Oleh karenanya, Darwin mengharapkan adanya dukungan dari pemerintah
sehingga HKBP dapat meraih kejayaan di bidang pendidikan secara institusional.
“Secara spirit kami akan selalu berkomunikasi dengan pemerintah pusat agar
bantuan uluran tangan dapat terealisasi secara konkret. Presiden juga
mengharapkan bahwa kami sebagai pimpinan gereja supaya berperan aktif dalam
upaya memajukan peran serta gereja dalam pemerintah,” ujar Darwin. Pengurus
HKBP juga mengundang Presiden untuk menghadiri perayaan Paskah yang akan
dihelat di Kantor Pusat HKBP di Tarutung, Sumatera Utara pada bulan April
mendatang dan undangan ini merupakan simbol. “Kami mendukung pemerintah dan
pemerintah mendukung kami, sehingga gereja dan pemerintah dapat berkomunikasi
dan berhubungan dalam berbagai hal, termasuk dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara,” ucap Presiden.[33]
2.4. Kerusuhan
di Sekitar Jalan Ketapang Jakarta dan di Kupang, November 1998
Kerusuhan
ini dipicu oleh perkelahian sejumlah pemuda setempat dengan para preman yang
sebagian berasal dari suku Ambon (sebagian lagi dari kalangan Batak dan Timor
Timur) yang menjaga lokasi tempat hiburan bola tangkas alias judi Mickey Mouse
Enko di Jln. K. H. Zainul Arifin No. 11, kawasan Ketapan Jakarta Barat pada
tanggal 21-22 November 1998. Penyebabnya antara lain karena berebut lahan
parkir maupun karena ada diantara penduduk Muslim yang merasa terganggu oleh
kehadiran tempat permainan itu. Para pemuda kampung terdesak dalam keadaan
babak belur.
Keesokan
harinya pada pukul 07.00 WIB ratusan orag mengepung Enko. Jumlah ini semakin
bertambah pada pukul 09.00 WIB. Massa menerobos barikade aparat keamanan seraya
melakukan perusakan. Massa kemudian merusak dan membakar gedung Gereja Kristus
Ketapang yang letaknya berada di dekat Enko dan juga membakar Gedung Gereja
Pantekosta, namun api berhasil dipadamkan oleh pemuda Gereja. Sebagian massa
juga melanjutkan aksi ke Gereja Katolik Bunda Hati Kudus yang ada di dalam
kompleks SMU Tarsisius I, jalan Hasyim Ashari, namun gagal. Sementara itu massa
yang ada di depan Plaza Gajah Mada mengalihkan serangan ke Gereja Kristen Santapan
Rohani jalan Raya Temansari 79. Gereja itu kemudian dibakar massa. Bahkan
mereka sempat hendak melanjutkan aksi ke Gereja Katedral, namun ditahan oleh
pasukan khas TNI Angkatan Udara. Tragedi Ketapang ini mencatat 22 gedung gereja
dan tiga gedung sekolah telah dirusak dan dibakar, di samping 16 orang tewas
dengan cara yang sangat biadab dan mengenaskan (leher disembelih, mata
dicungkil, perut dibelah, dan sebagainya). Lima ratusan orang terluka, serta
puluhan gedung (termasuk kantor pemerintahan dan tentara), rumah, kendaraan
bermotor dibakar dan dirusak. Tanggal 30 November terjadi kerusuhan di Kupang
saat kalangan Kristen mengadakan kebaktian dan doa di beberapa Gereja,
mengenang pembakaran dan perusakan sejumlah gedung Gereja dan para korban kerusakan
di Ketapang maupun di tempat-tempat lain. Kalangan Kristen di sana menduga
bahwa dalang dan pelaku kerusuhan itu adalah orang-orang di luar Kupang, sebab
selama ini hubugan antara umat Kristen dan Islam disana relatif cukup baik.[34]
2.5. Peristiwa
di Poso 1998-2002
Rangkaian
peristiwa kerusuhan dan konflik di Poso mencapai puncaknya pada tahun 2000 dan
2002 tetapi sudah dimulai sejak akhir Desember 1998 disekitar hari Natal dan
bulan suci Ramadan lalu berkepanjangan secara bergelombang hingga tahun 2003.
Sebagian pengamat mencatat bahwa konfik ini sama seperti beberapa konflik
sebelumnya juga berawal dari masalah sepele, perkelahian antara pemuda yang
kebetulan berbeda agama, dikarenakan minuman-minuman keras, yang bercampur
dengan persaingan kampanye politik lokal yaitu pemilihan Bupati lalu berkembang
menjadi pertikaian antara lain melihat kasus di Poso sebagai kelanjutan kasus
Ketapang. Selama sekitar seminggu berlangsung kerusuhan, yang dikenal dengan
konflik Poso meliputi beberapa babak, antara lain:
Babak I,
mengakibatkan sekitar 200 korban luka-luka, 400-an rumah terbakar, dari kedua
belah pihak. Konflik ini sempat meluas keluar Kabupaten Poso dengan dibakar
habisnya gedung Oikumene di kompleks PT Iradat, Palu, tanggal 30 Desember 1998.
Sementara itu Herman Perimo, pemimpin kampanye dari kalangan Kristen, ditangkap
dan dipenjarakan dengan perlakuan yang kurang manusiawi, sedangkan dari
kalangan Ialam tidak seorang pun ditangkap. Hal ini membuat kalangan Kristen
gusar karena merasa keberpihakan penguasa terhadap kalangan Islam sangat nyata.
Babak II,
berlangsung pada April 2000 yang seakan-akan juga dipicu oleh pertikaian antar
pemuda yang Islam dan Kristen. Tetapi penyebab utamanya adalah karena Bupati
yang diangkat tetaplah dari kalangan muslim. Kalangan Kristen semakin marah
karena kalangan muslim juga menghendaki jabatan Sekwilda. Hingga awal Mei lebih
dari 700 rumah dibakar sebagian besar milik masyarakt Kristen bersama dengan
sejumlah gedung gereja dan asrama polisi. Ribuan penduduk menguasai terutama
yang beragama Kristen.
Babak III,
dimulai pada akhir Mei 2000 dalam bentuk yang lebih brutal. Sekelompok orang
Kristen muncul yang menamakan diri “kelelawar hitam”atau “kelelawar merah”yang
memakai topeng ala Ninja, dan menewaskan sekurang-kurangnya menewaskan 3 orang
Islam termasuk seorag polisi yang dianggap pelaku kerusuhan sebelumnya.
Babak IV,
dimulai pada bulan-bulan pertama 2001 da berlangsung hingga akhir tahun.
Kalangan Kristen semakin marah karena merasa hanya dari pihak mereka saja yang
dijatuhi hukuman. Pada tanggal 27 Juni dan 3 Juli ribuan warga Gereja Kristen
Sulawesi Tengah (GKST) memasuki kota Poso dan menyerang umat Islam serta
membakar Masjid dan rumah mereka.
Babak V,
berlangsung pada akhir 2001 ketika ribuan laskar jihad bersenjata lengkap
didatangkan untuk mendukung para petarung lokal. Lebih dari seratus terbunuh.
Gedung-gedung Gereja dan sekitar 4.000 rumah di 30 desa dibakar, belasan ribu
penduduk mengungsi. Di tengah situasi seperti itu pemerintahan pusat melalui
Menko Kesra Yusuf Kalla dan Menko Polkam Bambang Yudhoyono turun tangan
sehingga untuk sementara membaik. Mereka membentuk tim rekonsiliasi yang selain
melibatkan Pemda dan pemuka masyarakat setempat juga mengikutsertakan MUI dan
PGI. Tim ini berupaya mempertemukan kedua belah pihak di Malino (Sulawesi
Selatan), masing-masing 25 orang dari kelompok Islam dan 23 dari pihak Kristen.
Berdasarkan semua itu pertemuan ini menghasilkan sebuah deklarasi yang ditanda
tangani tanggal 25 Desember 2001 dalam suasana sukacita dan haru, saling
senyum, bersalaman dan berpelukan. Isi deklarasi Malino I:
1.
Menghentikan
semua bentuk konflik dan perselisihan.
2.
Menaati
semua bentuk dan upaya penegakan hukum dan mendukung pemberian sangsi hukum
bagi siapa saja yang melanggar.
3.
Meminta
aparat negara bertindak tegas dan adil untuk menjaga keamanan.
4.
Untuk
menjaga terciptanya suasana damai, menolak memberlakukan keadaan darurat sipil
serta campur tangan pihak asing.
5.
Menghilangkan
seluruh fitnah dan ketidakjujuran terhadap semua pihak dan menegakkan sikap saling
menghormati dan memaafkan satu sama lain demi terciptanya kerukunan hidup
beragama.
6.
Tanah
Poso adalah bagian integral dari Republik Indonesia, karena itu setiap warga
memiliki hak untuk hidup, datang dan tinggal secara damai dan menghormati adat
istiadat setempat.
7.
Mengembalikan
seluruh pengungsi ke tempat asalnya masing-masing.
8.
Bersama
pemerintah melakukan rehabilitasi sarana dan prasarana ekonomi secara
menyeluruh.
9.
Menjalankan
syarat agama masing-masing dengan cara dan prinsip saling menghormati, dan
saling menaati segala yang telah disetujui, baik dalam bentuk undang-undang
maupun peraturan pemerintah dan ketentuan-ketentuan lainnya.
Dengan
adanya deklarasi itu dibarengi tambahan personil keamanan sejak Desember 2001
dan perhatian dunia Internasiona yang begitu besar, maka hari Natal dapat
dilalui dengan tenang dan damai. Tetapi tak lama kemudian meledak lagi
kerusuhan, dimulai dengan pemboman 4 gedung gereja Protestan di Palu pada tahun
2002. Konflik ini disebut sebagai babak VI yang sebagai puncak pasca deklarasi
Milano I.[35]
2.6. Konflik
di Ambon dan Maluku, 1999-2002
Di antara
sekian banyak konflik dan kerusuhan yang berlangsung sejak zaman Orde Baru
hingga era ”Reformasi”, agaknya konflik di Ambon (yang kemudian meluas ke
seluruh Maluku) inilah yang paling rumit, paling banyak memakan korban, dan
yang paling mendapat perhatian nasional maupun internasional. Konflik fisik di
Ambon secara kasat mata dipicu oleh percekcokan di terminal Batumerah antara
Usman, pemuda Bugis yang tinggal di kawasan Islam, Batumerah Bawah, dan Yopie
Saiya, pemuda Ambon dari kawasan Kristen, Mardika, tanggal 19 Januari 1999,
bertepatan dengan hari raya Idul Fitri. Tentang penyebab dan rincian peristiwa
ini ada dua versi cerita yang beredar. Versi pertama dari pihak Kristen: Usman
hendak memeras Yopie; karena tidak diberi maka Yopie dipukul. Yopie tidak
menerima perlakuan ini, lalu mengerahkan teman-temannya dari Mardika, mencari
Usman ke tempat tinggalnya untuk menuntut balas. Karena tidak berhasil, mereka
mencarinya di pemukiman Muslim lainnya, lalu membuat onar disana, sehingga
membuat penduduk marah. Mereka pun dikejar dan melarikan diri, lalu selanjutnya
penduduk Muslin menyerbu dan kampung Kristen di Mardika dibakar.
Versi
kedua, dari pihak Islam, baru pihak Islam, baru disampaikan pemimpin masjid Al
Fatah Ambon enam minggu kemudian, 4 Maret 1999, melalui konferensi pers di
Mesjid Al Azhar, Kebayoran Baru Jakarta. Di situ antara lain dinyatakan bahwa
Yopie Saiya menolak memberikan setoran atas bus mini angkutan kota milik seorang
Bugis Muslim di Batumerah Bawah. Ini menimbulkan kemarahan Usman, kondektor
angkot itu, yang ditugaskan pemiliknya untuk menerima setoran, sehingga terjadi
percekcokan. Yopie bersama penumpang beragama Kristen memukuli Usman; ia lari
ke Batumerah minta bantuan. Ketika orang berdatangan untuk menolongnya,
orang-orang Kristen bersenjata panah dan tombak beracun datang menyerbu
Batumerah. Berdasarkan itu kaum Muslim menuduh bahwa penyerangan itu bukan
spontan, melainkan telah direncanakan (tuduhan yang senada juga
dilontarkan oleh pihak Kristen).
Beberapa
jam sesudah cekcok di terminal Batumerah itu telah beredar desas-desus bahwa
gedung gereja dan masjid telah dihancurkan, dan kabar buruk ini berhasil
membakar emosi kedua-belah pihak sehingga berkobarlah huru-hara besar, meliputi
seluruh kota Ambon. Hingga 24 Januari telah 52 tewas, 13 gedung gereja dan
masjid serta limaratusan rumah terbakar, dan puluhan ribu penduduk menjadi
pengungsi, dari kalangan Kristen maupun Islam.
Khusus di
Maluku Utara (Ternate, Tidore, Halmahera), konflik yang kurang banyak
diberitakan dibanding yang di Ambon berlangsung pada tahun 1999 dalam beberapa
babak: babak I dimulai 18 Agustus, babak II dimulai 24 Oktober, dan babak III
dimulai 26 Desember 1999. Di provinsi baru ini konflik terutama terjadi antara
suku Makian yang mayoritas Islam dan suku Kao-Tobelo-Galela (Halmahera Utara)
dan Jailolo yang mayoritas Kristen, dan memakan korban sedikitnya 3.000 jiwa
melayanag dan 100.000 penduduk menjadi pengungsi.[36]
2.7. Di
Kalimantan Barat dan Tengah, 2000-2001
Khusus pada
masa belakangan ini, kerusuhan di daerah ini sudah dimulai di Sanggauledo,
Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, Desember 1996-Januari 1997. Pada waktu itu
tejadi perang antara suku Dayak dan Madura. Masyarakat Dayak menilai bahwa
warga Madura sebagai pendatang tidak menghormati dan menyesuaikan diri dengan
adat-istiadat Dayak; sebaliknya berusaha menguasai lahan, harta, maupun bidang
kehidupan lainnya, termasuk tempat-tempat dan benda-benda yang dianggap sacral,
dengan cara-cara yang dinilai kurang santun. Lalu pertikaian berlanjut dan
meluas ke Kalimantan Tengah, dan mencapai puncaknya di Sampit pada tahun 2001,
antara suku Dayak dan Melayu versus Madura.
Perang
antar-etnis ini tak jarang diramaikan oleh teriakan-teriakan berisi ungkapan
keagamaan, sehingga dapat menimbulkan kesa bahwa itu adalah juga pertikaian
antar-agama. Kendati demikian tak terelakkan ribuan nyawa melayang, termasuk
perempuan dan anak-anak, puluhan ribu penduduk mengungsi, dan tak terbilang
jumah kerugian materi, belum lagi banyaknya ibu-ibu yang menjadi janda dan
anak-anak yang menjadi yatim-piatu.
Sebenarnya
pertikaian antar-etnis di Kalimantan sudah berlangsung paling lambat sejak awal
abad ke-20, dan tidak ada hubungan langsung dengan perbedaan agama, sebab yang
bertikai tidak jarang justru seagama, misalnya antara Melayu dan Madura,
Kalaupunn ada pertikaian di antara yang berbeda agama, penyebabnya bukanlah
hal-hal yang bersifat keagamaan, melainkan permasalahan dan perasaan
diperlakukan tidak adil (terutama di kalangan Dayak dan Melayu) di berbagai
bidang kehidupan: social-budaya, ekonomi, dan politik.[37]
2.8. Ledakan
Bom di Malam Natal, 2000
Pada malam
Natal 24 Desember 2000 di beberapa lokasi di Jakarta dan di sejumlah kota
lainnya (Sukabumi, Mojokerto, Bandung, Pekanbaru, Batam, dan Mataram-Lombok)
serempak terjadi ledakan bom. Ledakan itu terjadi di dalam gedung gereja
ataupun dihalaman dan dijalanan disekitarnya ketika umat Kristiani sedang
merayakan Natal, bahkan ada bom yang dimasukkan ke dalam bingkisan Natal, dan
menimbulkan sekurang-kurangnya 15 korban tewas disamping sekian banyak yang
luka-luka dan sejumlah korban material. Peristiwa ini terjadi ketika kerusuhan
masih berkecambuk di Poso, Maluku, dan Kalimantan, sehingga wajar bila banyak
pengamat yag menduga atau menyimpulkan bahwa otak dan pelakunya berasal dari
kalangan yang sama atau berkait erat dengan mereka, dengan maksud dan tujuan
yang lebih-kurag sama. Bahkan ada yang melihat peristiwa ledakan bom ini
sebagai kelanjutan dari kerusuhan di Surabaya dan Situbondo.
Sebenarnya
diantara peristiwa didaerah Jalan Ketapang Jakarta November 1998 dan peledakan
bom pada malam Natal 2000 ini masih banyak terjadi peledakan bom maupun
pembakaran dan perusakan, baik atas gedung-gedung umum, gedung gereja, di
berbagai kota dan lokasi. Setiap peristiwa pastilah menimbulkan banyak korban,
nyawa maupun harta. Salah satu yang paling menghebohkan adalah pembakaran
kompleks Sekolah Tinggi Theologi (STT) Doulos di Kelurahan Cipayung, Jakarta
Timur, 13 Desember 1999, ketika umat Kristen sedang berada dalam suasana Natal.
[38]
2.9. Penyegelan
Gereja dan Pembakaran Gereja di Aceh Singkil, 2012 & 2015
Gereja
Kristen Protestn Pak-pak Dairi (GKPPD) Kuta Tinggi sudah hamper selesai
dibangun ketika penyegelan terjadi pada tahun 2012. Bukan tanpa alasan pendeta GKPPD Kuta Tinggi
dan jemaat membagun sebuah gereja, pengganti gereja tua yang dibangun tahun
1943. Disebut sebagai pengganti gereja karena bangunan gereja tua yang terbuat
dari kayu sudah bobrok dengan atap yang lapuk. Di dalam gereja tua sebuah salib
kayu di tengah mimbar sederhana menyambut setiap orang yang masuk.
Bangku-bangku kayu terlihat sudah tak memadai sebagai tempat duduk jemaat.
Jumlah
gereja-gereja yang disegel cukup banyak, 19 gereja dan 1 rumah ibadah Parmalim
(agama/kepercayaan leluhur orang Batak). Umumnya penyegelan dilakukan terhadap
gereja-gereja yang sedang direnovasi. GKPPD Mandumpang yang dibakar Agustur
2015 dibangun pada tahun 1950, sedangkan Gereja Huria Kristen Indonesia yang
dibakar Oktober 2015 berdiri pada tahun 1968. Menyadari keberadaan mereka
sebagai kelompok minoritas, gereja-gereja yang dibangun umumnya terletak jauh
dari permukiman penduduk dan tidak terlihat dari jalan raya. [39]
2.10.
Tantangan Gereja Dalam Kasus Ahok
Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI)
menyatakan menghargai vonis dua tahun penjara yang telah dijatuhkan Majelis
Hakim Pengadilan Jakarta Utara terhadap terdakwa kasus penodaan agama, Basuki
Tjahaja Purnama alias Ahok. Namun, Gereja meminta pemerintah meninjau ulang
Pasal 156 KUHP yang dinilai sangat diskriminatif dan masuk ke dalam kategori
pasal karet.
"Sebagai bagian utuh dari masyarakat Indonesia,
kami menghargai, dan harus mematuhi, putusan hukum yang berkeadilan, yang telah
berkekuatan hukum tetap. Kami sungguh menghormati kebebasan hakim," kata
Kepala Humas PGI Jeirry Sumampow dalam keterangan tertulis yang diterima CNN
Indonesia.
Gereja juga mengimbau dan mengajak seluruh elemen masyarakat untuk ikut
menghargai dan mematuhi hukum. Sebab, putusan Ahok belum berkekuatan hukum
tetap atau inkracht. "Dalam kaitan dengan putusan PN Jakarta Utara
terhadap Basuki Tjahaja Purnama tersebut, kami menilainya sebagai yang belum
berkekuatan hukum tetap, karena Ahok masih mengajukan banding," kata
Jeirry.
Jeirry berpendapat, sejak awal, gereja menyaksikan
proses peradilan ini sarat dengan kepentingan politik, yang mewujud dengan
pemaksaan kehendak dari sekelompok kepentingan melalui pengerahan massa. "Kami
berharap bahwa proses hukum yang berlangsung sungguh-sungguh bebas dan tidak memihak,"
kata dia. Jeirry menyayangkan bahwa tekanan massa luar biasa di sekitar gedung
pengadilan dengan beragam orasi yang sungguh mencekam tidak ditindak. Meski
dapat dikatakan sebagai merendahkan wibawa peradilan.
Keadaan seperti ini, menurut kami, sangat
membahayakan dalam pembangunan hukum ke masa depan," kata Jeirry. Gereja
khawatir, putusan PN Jakarta Utara ini akan menjadi pintu masuk bagi rangkaian
kriminalisasi oleh kelompok-kelompok masyarakat dan aparat dengan mengajukan
berbagai klaim dan tuduhan akan penistaan agama.
Undang-undang penodaan agama, menurut Jeirry, sangat
sumir dan rentan untuk digunakan secara semena-mena, sesuai dengan kepentingan
atau pesanan kelompok atau pihak tertentu. Olehnya, kami mengimbau Negara
(pemerintah dan parlemen) untuk merevisi undang-undang ini agar lebih sesuai
dengan upaya penegakan hukum dan hak-hak asasi manusia," kata dia. Menurutnya,
gereja meminta pemerintah memerhatikan secara serius kecenderungan pemaksaan
kehendak oleh kelompok-kelompok masyarakat melalui tekanan dan pengerahan massa
yang disertai dengan ujaran-ujaran kebencian.
Pembiaran terhadap kecenderungan seperti ini akan
membawa masyarakat dan bangsa kita kearah kehancuran. Dan, harus juga dihindari
kemungkinan mengorbankan seseorang sebagai tumbal demi ketenteraman sekelompok
orang atau atas alasan keamanan masyarakat," katanya. Ahok dijatuhi
hukuman dua tahun penjara karena melanggar pasal 156a KUHP tentang penodaan
agama karena ucapannya yang mengutip surat Al Maidah ayat 51.
2.11. Ledakan Bom yang
terjadi di gereja Katolik (2016)
Bom meledak terjadi di
Gereja Katolik Stasi Santo Yosep di Jalan Dr Mansyur, Medan, Minggu (28/8)
pagi. Aksi tersebut diduga percobaan bunuh diri. Atas kejadian itu, seorang pastor bernama Albert S
Pandiangan mengalami luka akibat serpihan bom di tangan kirinya. Namun hingga
kini situasi di Gereja Katolik Santo Yosep aman terkendali. Sumber yang diperoleh Kriminalitas.com di kepolisian
menyebutkan? saat pastor Albert Pandiangan mau berkhutbah di depan mimbar
dikejar dan hendak dihampiri oleh seorang laki-laki bernama Ivan Armadi
Hasugihan, 18 warga Jalan Setia Budi, Lorong Sehati, Kelurahan Tanjung Sari,
Medan Selayang sambil menggendong bom rakitan dengan pipa warna kuning. Tidak hanya bom, Ivan juga memegang pisau dapur hendak
menyerang pastor Albert Pandiangan? Alhasil bom yang digendong oleh Ivan
meledak.
Namun beruntung, Ivan
tidak tewas dalam insiden itu. Sementara Tim Jibom Brimob Polda Sumut yang
meluncur ke TKP berhasil mengamankan Ivan. Dari hasil interogasi Ivan, masih ada dua rekannya
yang terlibat dalam aksi diduga bom bunuh diri tersebut? Kapolresta Medan
Kombes Mardiaz Kusin Dwihananto belum memberikan komentar resminya soal
meledaknya bom rakitan di tempat ibadah tersebut. Dikabarkan pada pukul 12.00
WIB Kombes Mardiaz akan memberikan keterangan resminya. Menurut salah seorang warga yang berada di Gereja
Katolik Stasi Santo Yosep bermarga Simajuntak, 36 sempat kaget mendengar suara
ledakan dari dalam gereja. "Sempat
kaget aku, Bang ada suara ledakan dari dalam gereja. Nah, setelah kulihat
rupanya ada seorang pria mengejar-ngejar pastor? Enggak lama jemaat yang di dalam
gereja berhamburan keluar. Barulah datang Tim Jibom bang," bebernya.
Teror bom bunuh diri tersebut
menyebabkan pengkotbah di gereja itu yakni Pastor Albret S Pandingan mengalami
luka ringan di bagian lengan kiri. Keterangan dari beberapa saksi menceritakan,
peristiwa itu terjadi ketika Pastor Albert S Pandingan mau berkotbah di depan
mimbar. Namun, tiba-tiba seorang laki-laki yang diduga berinisial IAH
menghampiri pastor tersebut sambil membawa sebuah bom rakitan dalam tas.
Laki-laki itu juga membawa sebilah pisau dan bermaksud menyerang pastor
tersebut. Beberapa jemaat gereja tersebut langsung menghubungi pihak kepolisian
yang menurunkan tim penjinak bahan peledak dari Satuan Brimob Polda Sumut. Selain
mengamankan pelaku teror, pihak kepolisian juga melakukan sterilisasi di gereja
tersebut melalui tim penjinak bahan peledak dari Satuan Brimob Polda Sumut.
Saat digeledah aparat, dari pelaku ditemukan kertas berlafas kalimat syahadat
yang diklaim sebagai simbol perjuangan gerakan ISIS dan KTP ditemukan di saku
celana Ivan Armadi Hasugian, Ivan Armadi Hasugian merupakan pemuda kelahiran
Medan 22 Oktober 1998 tercatat sebagai pelajar, warga Jalan Setia Budi, Gang
Sehati no 26, Tanjung Sari, Medan Selayang.[40]
2.12. PERSETIA
(Perhimpunan Sekolah-Sekolah Teologi di Indonesia)
Perhimpunan Sekolah-sekolah Teologi
di Indonesia,
disingkat PERSETIA didirikan sebagai hasil keputusan Konferensi Pendidikan
Teologi yang diselenggarakan Komisi Pendidikan Teologi Dewan Gereja di
Indonesia (DGI, sekarang PGI). Konferensi tersebut menghimpun Sekolah-sekolah
Teologi dari berbagai gereja anggota DGI, bertempat di Sukabumi, memutuskan
untuk membentuk perhimpunan ini tanggal 27 Oktober 1963. Peristiwa ini
sebenarnya merupakan salah satu upaya untuk mengkonsolidasikan lembaga-lembaga
pendidikan teologi di Indonesia yang sedang mencari identitasnya yang baru di
tengah kemandirian gereja-gereja pasca Perang Dunia II.
Pada Sidang Lengkap I (Sidang Raya
pembentukan DGI) tahun 1950, telah dipercakapkan usul Zendingsconsulaat
(berdiri di Indonesia 1906 untuk mengkoordinasi kegiatan Zending dan
gereja-gereja hasil zending serta membangun hubungan dengan gereja Negara GPI),
agar DGI mengambil alih pembinaan terhadap sekolah-sekolah teologi di
Indonesia. Hasilnya, sidang tersebut membentuk Komisi Pendidikan Teologi di
lingkungan DGI, yang bertugas antara lain untuk mengkoordinir semua sekolah
teologi di Indonesia dan mempelajari permasalahan yang dihadapi sekolah-sekolah
teologi (J. S. Aritonang, Peny. 50 Tahun PGI, 2000, hal 224-225).
Komisi ini antara lain membentuk
Lembaga Pendidikan Tinggi Teologi di Indonesia (LPThI), yaitu lembaga yang
mengayomi kelangsungan STT Jakarta sebagai perguruan tinggi teologi (1954) dan
menyelenggarakan Konferensi Pendidikan Teologi bulan Oktober 1963, yang
menetapkan berdirinya PERSETIA. Perhimpunan ini sejak berdirinya sampai tahun
1969 dipimpin oleh Komisi Pendidikan Teologi DGI. Pada tahun 1968 diselenggarakan
Konferensi Sekolah Teologi se-Indonesia di Sukabumi oleh DGI yang antara lain
merumuskan bahwa pendidikan teologi yang dimaksud bukan pendidikan formal saja
tetapi juga non formal yang diselenggarakan gereja-gereja. (Setia No.3: 1971
hal.123 dst). Hal ini turut mempengaruhi keanggotaan di PERSETIA.
Pada 1969 Pengurus PERSETIA
terbentuk (sebagai tindak lanjut hasil Konsultasi Pendidikan Teologi DGI di
Sukabumi 1967 dan 1968), dan diketuai oleh Dr. F. Ukur dengan 11 Sekolah
Anggota. Sejak tahun 1950 sampai 1970-an. Sekolah-sekolah Teologi menata diri
untuk menjadi Lembaga Pendidikan Tinggi dan muncul kebutuhan untuk membekali
diri dengan kurikulum yang memadai. Karena itu DGI dan PERSETIA melaksanakan
Konsultasi Kurikulum I di Sukabumi tahun 1973 yang kemudian dilanjutkan dengan
konsultasi berikutnya sampai tahun 1983 (di Tomohon) yang menetapkan Kurikulum
Standar Minimal PERSETIA.
Sementara itu sejak 1970-an dan
selanjutnya muncul berbagai Sekolah Teologi yang dibentuk oleh gereja-gereja
baru maupun Yayasan Kristen dan hal ini merupakan tantangan baru bagi PERSETIA
untuk meningkatkan perannya sebagaimana yang diamanatkan oleh Konferensi/
Konsultasi Pendidikan Teologi 1968.
Karena itu tugas utama PERSETIA
sejak berdirinya sesungguhnya meliputi 3 (tiga) kegiatan utama yaitu:
Pertama:
Menjalin hubungan dengan semua Sekolah Teologi di Indonesia untuk menggumuli berbagai permasalahan dalam bidang pendidikan teologi serta membangun relasi kemitraan dan persekutuan kerja dengan lembaga-lembaga oikoumene secara nasional, regional dan internasional.
Menjalin hubungan dengan semua Sekolah Teologi di Indonesia untuk menggumuli berbagai permasalahan dalam bidang pendidikan teologi serta membangun relasi kemitraan dan persekutuan kerja dengan lembaga-lembaga oikoumene secara nasional, regional dan internasional.
Kedua:
Memajukan Sekolah-sekolah Teologi di Indonesia, agar memenuhi standard sebagai lembaga pendidikan yang mengembangkan teologi sebagai ilmu. Untuk itu hubungan dengan pemerintah (dalam hal ini Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) dibangun secara kreatif dan positif sehingga keberadaan Sekolah-sekolah Teologi mendapat pengakuan Negara.
Memajukan Sekolah-sekolah Teologi di Indonesia, agar memenuhi standard sebagai lembaga pendidikan yang mengembangkan teologi sebagai ilmu. Untuk itu hubungan dengan pemerintah (dalam hal ini Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) dibangun secara kreatif dan positif sehingga keberadaan Sekolah-sekolah Teologi mendapat pengakuan Negara.
Ketiga:
Mengembangkan pemikiran teologi dalam hubungan dengan pergumulan gereja dan masyarakat Indonesia. Dengan kata lain PERSETIA diharapkan peranannya membantu dan mendorong gereja-gereja untuk berteologi di dalam konteksnya masing-masing. Dengan begitu sekolah teologia tidak hanya “memproduksi” tenaga-tenaga pelayan (semacam Sekolah Kedinasan) tetapi juga menjadi “seminarium ecclesiae” pembibitan gereja yang bertaut erat dengan pengembangan pemikiran teologi yang kontekstual. (Wismoady Wahono, Peny: Tabah Melangkah, 1984, h. 391-392).
Mengembangkan pemikiran teologi dalam hubungan dengan pergumulan gereja dan masyarakat Indonesia. Dengan kata lain PERSETIA diharapkan peranannya membantu dan mendorong gereja-gereja untuk berteologi di dalam konteksnya masing-masing. Dengan begitu sekolah teologia tidak hanya “memproduksi” tenaga-tenaga pelayan (semacam Sekolah Kedinasan) tetapi juga menjadi “seminarium ecclesiae” pembibitan gereja yang bertaut erat dengan pengembangan pemikiran teologi yang kontekstual. (Wismoady Wahono, Peny: Tabah Melangkah, 1984, h. 391-392).
Dalam hubungan ini Visi dan Misi
PERSETIA, dapat dirumuskan sebagai berikut :
Visi:
Menjadi persekutuan sekolah-sekolah
teologi di indonesia untuk mengembangkan pendidikan dan pemikiran teologi yang
kontekstual-holistik.
Misi:
- Membangun
kerjasama yang kreatif dan konstruktif antar sekolah-sekolah teologi di
Indonesia.
- Mengembangkan
pendidikan dan pemikiran teologi yang kontekstual-holistik sesuai dengan
standar keilmuan.
- Menjalin
kerjasama kemitraan untuk peningkatan mutu pendidikan teologi dengan
lembaga-lembaga ekumenis dan lembaga-lembaga lainnya baik di dalam maupun
di luar negeri.[41]
2.13. IMB
(Izin Mendirikan Bangunan)
Izin Mendirikan Bangunan
atau biasa dikenal dengan IMB
adalah perizinan yang diberikan oleh Kepala Daerah kepada pemilik bangunan
untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat
bangunan sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang
berlaku. IMB merupakan salah satu produk hukum untuk mewujudkan tatanan
tertentu sehingga tercipta ketertiban, keamanan, keselamatan, kenyamanan,
sekaligus kepastian hukum. Kewajiban setiap orang atau badan yang akan
mendirikan bangunan untuk memiliki Izin Mendirikan Bangunan diatur pada Pasal 5
ayat 1 Perda 7 Tahun 2009. IMB akan melegalkan suatu bangunan yang
direncanakan sesuai dengan Tata Ruang yang telah ditentukan. Selain itu, adanya
IMB menunjukkan bahwa rencana kostruksi bangunan tersebut juga dapat
dipertanggungjawabkan dengan maksud untuk kepentingan bersama.
a. Dasar hukum
IMB
Peraturan dan perundang-undangan
yang memuat IMB adalah sebagai berikut:
1.
Undang-undang no. 28 tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung
2.
Undang-undang no. 26 tahun 2007 tentang
Penataan Ruang
3.
PP no. 36 tahun 2005 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-undang no. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
b.
Perizinan
pembangunan tempat ibadah
Pengurusan IMB untuk tempat ibadah diatur dalam Peraturan
Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 tahun 2006/nomor 8 tahun
2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah dalam
Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat
Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat.
BAB I. Ketentuan
Umum.
Pasal
1: "Dalam Peraturan Bersama ini yang dimaksud dengan:
1.
Rumah ibadat adalah bangunan yang
memiliki ciri-ciri tertentu yang khusus dipergunakan untuk beribadat bagi para
pemeluk masing-masing agama secara permanen, tidak termasuk tempat ibadat
keluarga.
2.
Organisasi Kemasyarakatan Keagamaan yang
selanjutnya disebut Ormas Keagamaan adalah organisasi nonpemerintah bervisi
kebangsaan yang dibentuk berdasarkan kesamaan agama oleh warga negara Republik
Indonesia secara sukarela, berbadan hukum, dan telah terdaftar di pemerintah
daerah setempat serta bukan organisasi sayap partai politik.
3.
Forum Kerukunan Umat Beragama, yang
selanjutnya disingkat FKUB, adalah forum yang dibentuk oleh masyarakat dan
difasilitasi oleh Pemerintah dalam rangka membangun, memelihara, dan
memberdayakan umat beragama untuk kerukunan dan kesejahteraan.
4.
Panitia pembangunan rumah ibadat adalah
panitia yang dibentuk oleh umat beragama, ormas keagamaan atau pengurus rumah
ibadat.
5.
Izin Mendirikan Bangunan rumah ibadat
yang selanjutnya disebut IMB rumah ibadat, adalah izin yang diterbitkan oleh
bupati/walikota untuk pembangunan rumah ibadat."
BAB II. Tugas Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat
Beragama.
Pasal
4, ayat (1): "Pemeliharaan kerukunan umat beragama di kabupaten/kota
menjadi tugas dan kewajiban bupati/walikota."
Pasal
4, ayat (2): "Pelaksanaan tugas dan kewajiban bupati/walikota sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dibantu oleh kepala kantor departemen agama
kabupaten/kota."
Pasal
6, ayat (1): "Tugas dan kewajiban bupati/walikota sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 meliputi menerbitkan IMB rumah ibadat."
BAB IV. Pendirian
Rumah Ibadat.
Pasal
13, ayat (1): "Pendirian rumah ibadat didasarkan pada keperluan nyata dan
sungguh-sungguh berdasarkan komposisi jumlah penduduk bagi pelayanan umat
beragama yang bersangkutan di wilayah kelurahan/desa."
Pasal
13, ayat (2): "Pendirian rumah ibadat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan tetap menjaga kerukunan umat beragama, tidak mengganggu
ketenteraman dan ketertiban umum, serta mematuhi peraturan
perundang-undangan."
Pasal
13, ayat (3): "Dalam hal keperluan nyata bagi pelayanan umat beragama di
wilayah kelurahan/desa sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak terpenuhi,
pertimbangan komposisi jumlah penduduk digunakan batas wilayah kecamatan atau
kabupaten/ kota atau provinsi.
Pasal
14, ayat (1): "Pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan
administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung."
Pasal
14, ayat (2): "Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan khusus meliputi:
a.
daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk pengguna rumah ibadat paling sedikit 90
(sembilan puluh) orang yang disahkan oleh pejabat setempat sesuai dengan
tingkat batas wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3);
b.
dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 (enam puluh) orang yang disahkan
oleh lurah/kepala desa;
c.
rekomendasi tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten/kota; dan
d.
rekomendasi tertulis FKUB kabupaten/kota."
Pasal
14, ayat (3): "Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
a terpenuhi sedangkan persyaratan huruf b belum terpenuhi, pemerintah daerah
berkewajiban memfasilitasi tersedianya lokasi pembangunan rumah ibadat."
Pasal
16, ayat (1): "Permohonan pendirian rumah ibadat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 diajukan oleh panitia pembangunan rumah ibadat kepada
bupati/walikota untuk memperoleh IMB rumah ibadat."
Pasal
16, ayat (2): "Bupati/walikota memberikan keputusan paling lambat 90
(sembilan puluh) hari sejak permohonan pendirian rumah ibadat diajukan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)."
Pasal
17: "Pemerintah daerah memfasilitasi penyediaan lokasi baru bagi bangunan
gedung rumah ibadat yang telah memiliki IMB yang dipindahkan karena perubahan
rencana tata ruang wilayah."[42]
Pendirian
rumah ibadat wajib memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis
bangunan gedung. Selain itu juga harus memenuhi persyaratan khusus. Persyaratan
khusus tersebut meliputi:
1. Daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk pengguna rumah
ibadat paling sedikit 90 orang yang disahkan pejabat setempat sesuai dengan
tingkat batas wilayah;
2. Dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 orang
yang disahkan oleh lurah/kepala desa;
3. Rekomendasi tertulis dari kantor departemen agama
kabupaten/kota; dan
4. Rekomendasi tertulis Forum Kerukunan
Umat Beragama kabupaten/kota.
Rumah
ibadat adalah bangunan yang memiliki ciri-ciri tertentu yang khusus
dipergunakan untuk beribadat bagi para pemeluk masing-masing agama secara
permanen, tidak termasuk tempat ibadat keluarga. Pendirian rumah ibadat
didasarkan pada keperluan nyata dan sungguh-sungguh berdasarkan komposisi
jumlah penduduk bagi pelayanan umat beragama yang bersangkutan di wilayah
kelurahan/desa. Pendirian rumah ibadat tesebut dilakukan dengan tetap menjaga
kerukunan umat beragama, tidak mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum,
serta mematuhi peraturan perundang-undangan.
Persyaratan Mendirikan Rumah Ibadat
Pendirian
rumah ibadat wajib memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis
bangunan gedung. Selain itu, juga harus memenuhi persyaratan khusus, meliputi:
1. Daftar
nama dan Kartu Tanda Penduduk pengguna rumah ibadat paling sedikit 90 orang
yang disahkan oleh pejabat setempat sesuai dengan tingkat batas wilayah;
2. Dukungan
masyarakat setempat paling sedikit 60 orang yang disahkan oleh lurah/kepala
desa;
3. Rekomendasi
tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten/kota; dan
4. Rekomendasi
tertulis Forum Kerukunan Umat Beragama kabupaten/kota.
Persetujuan
prinsip tersebut, diberikan atas permohonan tertulis pengurus/panitia
pembangunan rumah ibadat kepada Gubernur melalui Kepala Biro Pendidikan dan
Mental Spiritual setelah memenuhi:
a. Persyaratan
administratif;
b. Persyaratan
teknis bangunan gedung; dan
c. Persyaratan
khusus.
Persyaratan administratif-nya yaitu
:
a. Surat
keterangan dari Lurah setempat yang menyebutkan tentang keperluan nyata dan
sungguh-sungguh berdasarkan komposisi jumlah pemeluk agama yang bersangkutan di
wilayah Kelurahan dan kebenaran lokasi tanah dan status kepemilikan tidak dalam
sengketa;
b. Bukti
kepemilikan lahan dengan melampirkan surat keterangan tentang status tanah dari
Kantor Badan Pertanahan Nasional setempat atau Akte Ikrar Wakaf dari Kantor
Urusan Agama setempat atau persetujuan pemanfaatan tanah dari instansi
pemerintah apabila tanah milik Pemerintah/Non Pemerintah atau lembaga lainnya;
c. Ketetapan
rencana kota dan rencana tata letak bangunan;
d. Rencana
gambar bangunan;
e. Daftar
susunan pengurus/panitia pembangunan rumah ibadat yang diketahui Lurah
setempat; dan
f. Rencana
anggaran biaya yang dibutuhkan.
Sedangkan
persyaratan teknis bangunan gedung adalah memenuhi ketentuan persyaratan teknis
bangunan gedung dan peruntukan tanah rumah ibadat.
Kemudian persyaratan khususnya
adalah:
a. Daftar
nama dan fotokopi Kartu Tanda Penduduk calon pengguna rumah ibadat paling
sedikit 90 orang yang disahkan oleh Lurah dan Camat setempat;
b. Dukungan
masyarakat setempat paling sedikit 60 orang termasuk di dalamnya pemuka
masyarakat/tokoh masyarakat (Ketua RT/RW/LMK dan Tokoh Agama) yang berdomisili
dalam radius 500 m dari lokasi pembangunan rumah ibadat yang dibuktikan dengan
surat pernyataan masing-masing (secara perorangan) di atas materai yang
disahkan oleh Lurah dan Camat setempat serta melampirkan fotokopi Kartu Tanda
Penduduk;
c. Rekomendasi
tertulis Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama;
d. Rekomendasi
tertulis Forum Kerukunan Umat Beragama tingkat Provinsi; dan
e. Rekomendasi
tertulis Walikota/Bupati.[43]
2.14. Surat
PGI (Persekutuan Gereja Indonesia) Tentang Keprihatinan Terhadap Kondisi Bangsa
Indonesia Pada Masa Reformasi
Persekutuan Gereja-gereja di
lndonesia (PGl), menyampaikan Surat tentang “Keprihatinan atas Kondisi
Kebangsaan Kita” kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Keprihatinan PGI ini
telah disampaikan secara tertulis melalui surat kepada Presiden RI, lr. Joko
Widodo, dengan No: 258/PGl-XVl/2017 tertanggal 2 Mei 2017. Surat PGI kepada
Presiden tentang “Keprihatinan atas Kondisi Kebangsaan Kita” tersebut
ditandatangani Pdt Henriette T. Hutabarat-Lebang, sebagai Ketua Umum PGl dan
Pdt Gomar Gultom, sebagai Sekretaris Umum PGl. Dalam suratnya, PGI menyampaikan
poin-poin keprihatinan. Pertama, salah satu keprihatinan yang paling
mengemuka adalah kondisi kebangsaan kita yang dirasakan sedang berada di ujung
tanduk. Di tengah upaya Presiden Jokowi mengimplementasikan nilai-nilai
Pancasila melalui Revolusi Mental, PGI melihat kecenderungan sekelompok
masyarakat yang justru berniat meminggirkan Pancasila dari kehidupan kita
berbangsa dan bermasyarakat, dan menggesernya dengan dasar agama.
Pada hemat kami, pengedepanan agama
secara formal sebagai dasar dalam kehidupan kita berbangsa hanya akan membawa
persoalan baru yang menuju kepada perpecahan. Para pendiri bangsa kita telah
sangat arif menempatkan Pancasila, dan bukan agama, sebagai dasar Negara kita.
Tentu nilai-nilai agama tetap akan menjadi landasan etik, moral dan spiritual
kita, yang diharapkan membangun semangat persaudaraan sebagai bangsa yang
majemuk serta memberi kontribusi positif bagi kemaslahatan seluruh ciptaan
Tuhan. Tentu saja nilai-nilai agama tersebut haruslah telah melalui proses
objektifikasi, sehingga dapat diterima semua kalangan dan tidak
mendiskriminasikan orang dari latarbelakang keyakinan dan kelompok mana pun,”
demikian surat tersebut.
Kedua, sejalan dengan itu, PGI juga
prihatin dengan makin maraknya aksi-aksi intoleran, kekerasan dan ujaran
kebencian yang dilakukan oleh berbagai kelompok masyarakat, yang dalam beberapa
kasus terkesan dibiarkan oleh aparat negara. Hal ini makin memprihatinkan
karena ternyata pendidikan di sekolah-sekolah turut mempersubur aksi-aksi ini,
baik oleh guru-guru yang tidak memiliki komitmen kebangsaan maupun oleh
buku-buku yang berisikan ajakan memerangi mereka yang berbeda keyakinan.
Ketiga, PGI juga prihatin dengan semakin
maraknya berbagai aksi/deklarasi sektarian yang berkomitmen menerapkan ideologi
di luar Pancasila. Provokasi semacam ini akan semakin melemahkan sendi-sendi
kehidupan kita bersama sebagai bangsa yang majemuk. Apalagi ditengah aksi dan
deklarasi semacam ini juga didukung oleh pernyataan-pernyataan para pejabat
publik kita. PGI berpandangan, selama masih ada kelompok yang mengutak-atik
dasar negara, dan dibiarkan oleh aparat negara, maka kita tidak akan pernah
siap untuk membangun, bahkan sedang menuju kehancuran sebagai bangsa.
Keempat, sejalan dengan itu, PGI juga
prihatin dengan kecenderungan sebagian masyarakat kita yang selalu memaksakan
kehendak dan aspirasinya lewat pengerahan massa, ketimbang menempuh jalur hukum
dan dialog yang lebih bermartabat. Kecenderungan semacam ini sangat potensial
meruntuhkan sendi-sendi demokrasi yang kita perjuangkan selama ini.
Dalam kaitan inilah, PGI menghimbau
kepada Presiden Jokowi bersama dengan TNI dan Polri untuk mengambil tindakan
tegas atas segala aksi dan kelompok yang berupaya merongrong Pancasila sebagai
dasar dan ideologi kita berbangsa dan bermasyarakat. Pada sisi lain, PGI juga
menghimbau Pemerintah Pusat dan Daerah untuk lebih sungguh-sungguh menanamkan
nilai-nilai Pancasila melalui proses pendidikan, sejak pendidikan dasar hingga
perguruan tinggi. Dalam surat tersebut, PGI juga menegaskan dukungannya
terhadap langkah-langkah Presiden Jokowi bersama seluruh elemen bangsa yang
berkehendak baik untuk meneguhkan ulang komitmen kita terhadap dasar Negara
Pancasila, mewujud-nyatakan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan
bermasyarakat, serta bersama-sama merawat warisan kemajemukan, yang adalah
rahmat Tuhan yang luar biasa bagi bangsa Indonesia.[44]
2.15. Jumlah
Anggota PGI Tahun 2017 [45]
a.
Anggota PGI
NO.
|
NAMA GEREJA (SINODE)
|
LOGO
|
1
|
Huria
Kristen Batak Protestan (HKBP)
Berdiri : 07 Okt 1861 Telepon : (0633)21707, 21122(Ext 100-139) | Fax : (0633)21596 e-Mail : binbinemailok@yahoo.com website : www.hkbp.or.id |
|
2
|
Banua Niha Keriso Protestan (BNKP)
Berdiri : 15 Mei 1938 Telepon : (0639) 21448 | Fax : (0639) 323.127 e-Mail : sinodebnkp@yahoo.com; biroprogram@yahoo.com website : wikipedia |
|
3
|
Gereja Batak Karo Protestan (GBKP)
Berdiri : 18 Apr 1890 Telepon : (0628) 20466, 21524 | Fax : (0628) 20392 e-Mail : moderamen@gbkp.or.id website : www.gbkp.or.id |
|
4
|
Gereja Methodist Indonesia (GMI)
Berdiri : Mei 1905 Telepon : (061) 451.0570; 457.1191 | Fax : (061) 415.7118 e-Mail : methodis@indosat.net.id website : www.gmi.or.id |
|
5
|
Gereja Kalimantan Evangelis (GKE)
Berdiri : 04 Apr 1935 Telepon : (0511) 335.4856 | Fax : (0511) 436.5297 e-Mail : msgke@indo.net.id; ms_gke@yahoo.com website : www.gke.or.id |
|
6
|
Gereja Masehi Injili Sangihe Talaud (GMIST)
Berdiri : 25 Mei 1947 Telepon : (0432) 21370 Fax : (0432) 22828, 21865 |
|
7
|
Gereja Masehi Injili Minahasa (GMIM)
Berdiri : 30 Sep 1934 Telepon : (0431) 351.036 | Fax : (0431) 351.161 e-Mail : gmim@telkom.net |
|
8
|
Gereja Masehi Injili Di Bolaang Mongondow (GMIBM)
Berdiri : 28 Juni 1950 Telepon : (0434) 21280 | Fax : (0434) 22446 e-Mail : gmibm@telkom.net; sinodegmibm@gmail.com |
|
9
|
Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST)
Berdiri : 18 Okt 1947 Telepon : (0458) 21050, 21141, 21136, 21459 | Fax : (0458) 21318, 21711 |
|
10
|
Gereja Toraja (GETOR)
Berdiri : 25 Okt 1947 Telepon : (0423) 21460, 21539, 21612, 21742 | Fax : (0423) 25143 e-Mail : bpsgetor@gmail.com |
|
11
|
Gereja Toraja Mamasa (GTM)
Berdiri : 07 Jun 1947 Telepon : 0428-2841003 |
|
12
|
Gereja Kristen di Sulawesi Selatan (GKSS)
Berdiri : 12 Jun 1966 Telepon : (0411) 854436 | Fax : (0411) 854436 e-Mail : sinode_gkss@ilovejesus.net |
|
13
|
Gereja Protestan di Sulawesi
Tenggara (GEPSULTRA)
Berdiri : 10 Feb 1957 Telepon : (0401) 3121.506 | Fax : (0401) 3122.626 e-Mail : gepsultra@telkom.net |
|
14
|
Gereja Masehi Injili Halmahera (GMIH)
Berdiri : 06 Sep 1949 Telepon : (0924) 21166 | Fax : (0924) 21302 |
|
15
|
Gereja Protestan Maluku (GPM)
Berdiri : 06 Sep 1935 Telepon : (0911) 352248,342442 | Fax : (0911) 312440 e-Mail : sinode@ambon-wasantara.net.id website : http://www.sinodegpm.org |
|
16
|
Gereja Kristen Injili di Tanah Papua (GKITP)
Telepon : (0967) 531.472 Fax : (0967) 533.192 e-Mail : gktanahpapua@yahoo.com |
|
17
|
Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT)
Berdiri : 31 Okt 1947 Telepon : (0380) 832.943; 826.927 | Fax : (0380) 831.182, 832.943 e-Mail : sinodegmit@plasa.com; sinodegmit@telkom.net |
|
18
|
Gereja Kristen Sumba (GKS)
Telepon : (0387) 61342,62279 | Fax : (0387) 61342,62279 e-Mail : gks@indo.net.id |
|
19
|
Gereja Kristen Protestan di Bali (GKPB)
Berdiri : 11 Nov 1931 Telepon : (0361) 4424.862 | Fax : (0361) 4420.591 e-Mail : gkpbbali@indosat.net.id website : www.christianchurchbali.org |
|
20
|
Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW)
Berdiri : 11 Des 1931 Telepon : (0341) 325.846, 325.873, 325.946 | Fax : (0341) 362.604 e-Mail : ma.gkjw@yahoo.com; sekretariat_magkjw@yahoo.com |
|
21
|
Gereja Kristen Indonesia (GKI)
Berdiri : 26 Ags 1988 Telepon : (021) 4585.0904 | Fax : (021) 4585.2899 e-Mail : synodgki@indo.net.id |
|
22
|
Gereja Injili di Tanah Jawa (GITJ)
Berdiri : 30 Mei 1940 Telepon : (0295) 385.337 | Fax : 0295-384.280 e-Mail : sinodegitj@gmail.com |
|
23
|
Gereja Kristen Jawa (GKJ)
Masuk PGI: 25 Mei
1950
Berdiri : 17 Feb 1931 Telepon : (0298) 326.684, 326.351 Fax : (0298) 323.985 e-Mail : sinodegkj@salatiga.wasantara.net.id; sinodegkj@telkom.net website : www.gkj.or.id |
|
24
|
Gereja Kristen Pasundan (GKP)
Masuk PGI: 25 Mei
1950
Berdiri : 14 Nov 1934 Telepon : (022) 520.8723, 7080.2012 Fax : (022)-520.5698 e-Mail : sinode@gkp.or.id website : www.gkp.or.id |
|
25
|
Gereja Kristus (GK)
Masuk PGI: 25 Mei
1950
Berdiri : 12 Jun 1939 Telepon : 911.0536 Fax : 021-563.4118 e-Mail : sinodegk@cbn.net.id; sinodegerejakristus@ymail.com |
|
26
|
Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB)
Masuk PGI: 25 Mei
1950
Berdiri : 31 Okt 1948 Telepon : (021) 384.2895, 384.9917 Fax : (021) 385.9250 e-Mail : ms.gpib@gpib.org website : www.gpib.org |
|
27
|
Gereja Protestan di Indonesia (GPI)
Masuk PGI: 25 Mei
1950
Berdiri : 06 Jun 1927 Telepon : (021) 351.9003 Fax : (021) 3483.0224 e-Mail : BPHGPI@telkom.net website : www.sejarah-gpi.org |
|
28
|
Gereja Isa Almasih (GIA)
Masuk PGI: SR III di Jakarta (8-17 Jul 1956)
Berdiri : 21 Jul 1946 Telepon : (024) 351.7141, 3515.649, 351.3970 Fax : (024) 356.4265 e-Mail : gia_mph@yahoo.com website : www.gia.or.id |
|
29
|
Gereja Kristen Muria Indonesia (GKMI)
Masuk PGI: SR IV di
Jakarta (3-13 Juli 1960)
Berdiri : 06 Des 1920 Telepon : (024) 831.2795 Fax : (024) 8442.644 e-Mail : sinodemi@idola.net.id |
|
30
|
Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS)
Masuk PGI: SR V di Jakarta (3-14 Mei 1964)
Berdiri : 02 Sep 1903 Telepon : (0622) 23676, 433381 Fax : (0622) 22626 e-Mail : gkps@gkps.or.id website : www.gkps.or.id |
|
31
|
Gereja Kristen Pemancar Injil (GKPI)
Masuk PGI: SR V
di Jakarta (3-14 Mei 1964)
Berdiri : 30 Mei 1959 Telepon : (0551) 21154 Fax : (0551) 34469 e-Mail : mstrk-gkpi@plasa.com; mstrk-gkpi@telkom.net |
|
32
|
Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS)
Masuk PGI: SR V
di Jakarta (3-14 Mei 1964)
Berdiri : 21 Jan 1952 Telepon : (0271) 585.1555, 672.7107 Fax : (0271) 624704 e-Mail : bp_gbis@telkom.net website : http://www.gbis-online.org |
|
33
|
Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS)
Berdiri : 25 Feb 1964 Telepon : (031) 547.7614 |
|
34
|
Huria Kristen Indonesia (HKI)
Berdiri : 01 Mei 1927 Telepon : (0622) 25995 | Fax : (0622) 23238 e-Mail : support@kanpushki.com website : http://www.kanpushki.com |
|
35
|
Gereja Kristen di Luwuk Banggai (GKLB)
Berdiri : 27 Jan 1966 Telepon : (0461) 21436 | Fax : (0461) 22218 |
|
36
|
Gereja Kristus Tuhan (GKT)
Berdiri : 07 Des 1939 Telepon : (0341) 325826 Fax : (0341) 368871 |
|
37
|
Gereja Protestan Indonesia Donggala (GPID)
Berdiri : 04 Apr 1965 Telepon : (0451) 484.682 | Fax : (0451) 484.683 e-Mail : ms_gpid@yahoo.com |
|
38
|
Gereja Punguan Kristen Batak (GPKB)
Berdiri : 10 Jul 1927 Telepon : (021) 3190.3203 | Fax : (021) 314.3881,877.92729 e-Mail : mpgpkb@plasa.com |
|
39
|
Gereja Protestan Indonesia Gorontalo (GPIG)
Berdiri : 18 Jul 1965 Telepon : (0435) 823.815 | Fax : (0435) 823.815 e-Mail : sinode_gpig@yahoo.co.id |
|
40
|
Gereja Kristen Jawa Tengah Utara (GKJTU)
Berdiri : 22 Apr 1937 Telepon : (0298) 321.149/325.674 | Fax : (0298) 321.149/325.674 e-Mail : gkjtu@indo.net.id |
|
41
|
Gereja Kristen Kalimantan Barat (GKKB)
Berdiri : 1935 Telepon : (0561) 737411 | Fax : (0561) 737411 e-Mail : sinodegkkb@yahoo.com website : http://www.gkkb.or.id/ |
|
42
|
Gereja Gerakan Pantekosta (GGP)
Berdiri : 29 Maret 1923 Telepon : (021) 315.1984 | Fax : (021) 315.1984 e-Mail : adiharsanto@yahoo.co.id |
|
43
|
Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI)
Berdiri : 30 Ags 1964 Telepon : (0622) 22664 Fax : (0622) 433.625 website : www.gkpi.org |
|
44
|
Gereja Protestan Indonesia di Buol Toli-toli (GPIBT)
Berdiri : 18 Apr 1965 Telepon : (0453) 23143 |
|
45
|
Gereja Kristen Protestan Mentawai (GKPM)
Berdiri : 9 Jul 1916 Telepon : (0759) 322.012 | Fax : (0759) 322.011 e-Mail : pusatgkpm@yahoo.co.id |
|
46
|
Gereja Kristen di Indonesia di Sumatera Utara (GKI
SUMUT)
Berdiri : 11 Sep 1969 Telepon : 0622-23143 |
|
47
|
Gereja Kristen Protestan Angkola (GKPA)
Berdiri : 26 Okt 1975 Telepon : (0634) 21302 | Fax : (0634) 22751 e-Mail : kp_gkpa@yahoo.com website : http://gkpa.wordpress.com |
|
48
|
Kerapatan Gereja Protestan Minahasa (KGPM)
Berdiri : 25 Mar 1933 Telepon : (0431) 865.941 e-Mail : revlibororing@yahoo.com |
|
49
|
Gereja Mission Batak (GMB)
Telepon : (061) 770.9478 |
|
50
|
Gereja Angowuloa Masehi Indonesia Nias (Gereja AMIN)
Berdiri : 12 Mei 1946 e-Mail : amin.nias@yahoo.co.id |
|
51
|
Gereja Kristen Anugerah (GKA)
Berdiri : 01 Sep 1963 Telepon : (021) 631.5309 | Fax : (021) 6470.0736 |
|
52
|
Gereja Protestan Indonesia Luwu (GPIL)
Berdiri : 06 Feb 1966 Telepon : (0471) 23616 | Fax : (0471) 23616 |
|
53
|
Gereja Kebangunan Kalam Allah (GKKA) IndonesiaBerdiri
: 13 Mei 1973Telepon : (031) 849.0732, 841.6908Fax
: (031) 849.0151
e-Mail : mph_gkkaind@yahoo.com |
|
54
|
Gereja Kristen Kalam Kudus (GKKK)
Berdiri : 05 Sep 1973 Telepon : (021) 2903.4345-6 Fax : (021) 2903.4337 e-Mail : sinodegkkk@cbn.net.id; gkkk@sinodekalamkudus.org website : http://www.sinodekalamkudus.org |
|
55
|
Orahua Niha Keriso Protestan (ONKP)
Berdiri : 16 Apr 1952 Telepon : 0639-22750 | Fax : 0639-22750 e-Mail : pimpinanpusatonkp@gmail.com |
|
56
|
Gereja Kristen Sumatera Bagian Selatan (GKSBS)
Berdiri : 06 Ags 1987 Telepon : (0725) 42598 | Fax : (0725) 42598 e-Mail : sinode_gksbs@yahoo.co.id; sinode@gksbs.org website : http://www.gksbs.org |
|
57
|
Gereja Protestan Kalimantan Barat (GPKB) Pontianak
Berdiri : 1963 Telepon : (0561) 37523 e-Mail : sinode.gpkb@gmail.com |
|
58
|
Gereja Bethel Indonesia (GBI)
Telepon : (021) 420.6330; 428.03664 | Fax : (021) 4280.3786 e-Mail : bpsgbi@cbn.net.id |
|
59
|
Gereja Kristen Injili Indonesia (GKII)
Masuk PGI: MPL PGI di
Bandung (07-13 Mei 1993)
Berdiri : 1967 Telepon : (0732) 7000.572 e-Mail : sinodegkii@ymail.co.id |
|
60
|
Gereja Masehi Injili Indonesia (GEMINDO)
Masuk PGI: MPL
PGI di Bandung (07-13 Mei 1993)
Berdiri : 1970 Telepon : (021) 437.2212 Fax : (021) 437.2210 |
|
61
|
Gereja Kristen Injili di Indonesia (GEKISIA)
Masuk PGI: MPL
PGI di Bandung (07-13 Mei 1993)
Telepon : (0736) 26991 Fax : (0736) 26991 e-Mail : msg@bengkulu.wasantara.net.id |
|
62
|
Gereja Kristen Luther Indonesia (GKLI)
Masuk PGI: MPL
PGI di Bandung (07-13 Mei 1993)
Berdiri : 18 Mei 1965 Fax : (0633) 31708 |
|
63
|
Gereja Protestan Persekutuan (GPP)
Masuk PGI: MPL
PGI di Bandung (07-13 Mei 1993)
Berdiri : 18 Mei 1975 Telepon : (061) 787.5903 |
|
64
|
Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI)
Berdiri : 21 Nov 1988 Telepon : 021-4661954 – 56 Fax : 021-4661957 ; 021-79197836 e-Mail : admin@sinode-gksi-setia.org website : http://www.sinode-gksi-setia.org |
|
65
|
Gereja Tuhan di Indonesia (GTDI)
Telepon : (061) 451.6477 e-Mail : katnasbphgtdi@yahoo.com |
|
66
|
Gereja Kristen Indonesia di Sulawesi Selatan (GKI
SULSEL)
Berdiri : 1923 Telepon : (0411) 332.981/322.984 | Fax : (0411) 332.981, 326.871 |
|
67
|
Gereja Kristen Perjanjian Baru (GKPB)
Telepon : (021) 536.90033 | Fax : (021) 536.90055 website : http://www.gkpb.net/ |
|
68
|
Angowuloa Fa’awosa Kho Yesu (AFY) Himpunan
Persekutuan Dalam Yesus
Berdiri : 25 Nov 1925 Telepon : (0639) 22581 | Fax : (0639) 22581 |
|
69
|
Gereja Rehoboth (GR)
Telepon : (022) 423.0722 | Fax : (022) – 4216784 e-Mail : info@gerejarehoboth.org; j.runkat@gmail.com website : http://gerejarehoboth.org |
|
70
|
Gereja Protestan Indonesia di Papua (GPI PAPUA)
Berdiri : 25 Mei 1985 Telepon : (0956) 22426 | Fax : (0956) 22170 |
|
71
|
Gereja Kristen Protestan Pakpak Dairi (GKPPD)
Berdiri : 25 Ags 1991 Telepon : (0627) 22428 | Fax : (0627) 22428 e-Mail : kpsgkppdsdk@yahoo.co.id website : http://gkppd.blogspot.com |
|
72
|
Gereja Keesaan Injili Indonesia (GEKINDO)
Berdiri : 31 Okt 1993 Telepon : (021) 8242.0642 | Fax : (021) 910.6942 e-Mail : gekindoindonesia@yahoo.com |
|
73
|
Gereja Masehi Protestan Umum (GMPU)
Berdiri : 15 Maret 1950 Telepon : (0431) 867.336/862.703, 861.703 |
|
74
|
Gereja Kristen Sulawesi Barat (GKSB)
Berdiri : 31 Okt 1977 Telepon : (0426) 21519 |
|
75
|
Gereja Kristen Oikoumene di Indonesia (GKO)
Berdiri : 29 Jul 1979 Telepon : (021) 745.3362 | Fax : (021) 745.3362 e-Mail : sinode_gko@yahoo.com website : http://sinodegko.wordpress.com |
|
76
|
Gereja Sahabat Indonesia (GSI)
Berdiri : 1987 Telepon : (021) 5312.5894 | Fax : (021) 5312.5894 e-Mail : gsi@cbn.net.id; arbitergs@yahono.com |
|
77
|
Gereja Utusan Pantekosta di Indonesia (GUPDI)
Berdiri : 22 Jan 1935 Telepon : (021) 30010301, 30010309 | Fax : (021) 30010308 e-Mail : sinodegupdi@yahoogroups.com |
|
78
|
Gereja Protestan Indonesia di Banggai Kepulauan
(GPIBK)
Berdiri : 03 Feb 2000 |
|
79
|
Gereja Masehi Injili di Talaud (GERMITA)
Berdiri : 23 Okt 1997 Telepon : 0433-311.407 | Fax : 0433-311.407 e-Mail : germita_lirung@yahoo.com |
|
80
|
Gereja Kristen Abdiel (GKA)
Berdiri : 14 Ags 1976 Telepon : (031) 7315860 | Fax : (031) 7315860 e-Mail : sinodegka@telkom.net; tjan.eng.liem@gmail.com |
|
81
|
Gereja Kristus Rahmani Indonesia (GKRI)
Berdiri : 12 Des 1971 Telepon : (021) 586.9522 | Fax : (021) 569.80495 e-Mail : sinodegkri@yahoo.co.id |
|
82
|
Gereja Sidang-sidang Jemaat Allah (GSJA)
Telepon : (021) 380.7454 | Fax : (021) 384.3200 |
|
83
|
Gereja Kristus Yesus (GKY)
Berdiri : 03 Jun 2002 Telepon : (021) 649.9903,649.9903 | Fax : (021) 649.9903 e-Mail : sekum@cbn.net.id website : http://www.gky.or.id |
|
84
|
Gereja Kristen Protestan Injili Indonesia (GKPII)
Berdiri : 07 Des 1969 Telepon : (024) 352.0260-61 | |
|
85
|
Gereja Kemah Injil Indonesia (GKII)
Telepon : (021) 319.02510 | Fax : (021) 314.2148 e-Mail : bphp@kemah-injil.org; gkiipusatjkt@yahoo.co.id website : http://www.kemah-injil.org |
|
86
|
Gereja Protestan Soteria di Indonesia (GPSI)
Berdiri : 04 Mei 1975 Telepon : (021) 435.0118, 439.00856 | Fax : (021) 435.0118 |
|
87
|
Gereja Kristen Sangkakala Indonesia (GKSI)
Berdiri : 22 Sep 1946 Telepon : (021) 569.66547 | Fax : (021) 569.60327, 560.0687 e-Mail : gksipusat@yahoo.co.id website : http://gksi.or.id |
|
88
|
Kerukunan Gereja Masehi Protestan Indonesia (KGMPI)
Berdiri : 20 Juli 1965 Telepon : 0411- 854.553 |
|
89
|
Jemaat Kristen Indonesia (JKI)
Berdiri : tahun 1977 |
[3]Jimmy Oentoro, Indonesia Satu, Indonesia Beda, Indonesia
Bisa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Umum, 2010), 88
[4]F. D. Wellem, Kamus Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK-GM,
2011), 393
[14] Justian Suhandinata, WNI Keturunan Tionghoa dalam Stabilitas
Ekonomi dan Politik Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 2009), 16-17
[26] M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, (Jakarta:
IKAPI, 2015), 655
[32] Edu Peguin, Harapan Rakyat Kabinet Kerja Jokowi-Jk dan Amandemen UUD 1945, (Tangerang:
Tim Edu Peguin, 2014), 157
[50] Jan. S. Aritonang, Belajar Memahami di Tengah Realitas, Bandung:
Jurnal Info-Media, 2007
[51] Mangisi S. E. Simorangkir, Ajaran Dua Kerajaan Luther Dan Relevansinya
Di Indonesia, (Bandung: Penerbit
Satu-satu, 2011), 254-255
Tidak ada komentar:
Posting Komentar