Model-Model Wahyu dan Kemajemukan
I.
Pendahuluan
Setiap
agama yang memiliki pemahaman yang berbeda tentang wahyu yang ada pada setiap
kepercayaan mereka. Melalui penyataan tersebut Allah menyatakan diriNya kepada
semua umatNya. Didalam pembahasan kali ini saya penyaji akan memparkan tentang
wahyu itu dan model-model wahyu tersebut, serta pandangan wahyu didalam setiap
agama-agama yang ada seperti agama Kristen, Islam, Budha dan Hindu. Semoga
sajian kali ini dapat menambah wawasan kita bersama.
II.
Pembahasan
2.1.Pengertian
Wahyu
Penyataan
adalah tindakan Allah untuk membuka diri (Allahlah yang membuka cadar atau
selubung yang menghalangi manusia) menyatakan dan memperkenalkan diriNya kepada
manusia, sehingga melalui tindakan tersebut, manusia dimungkinkan beroleh
pengenalan terhadap Allahnya dan dapat bersekutu dengan-Nya.[1]
Penyataan dapat berarti perbuatan mengungkapkan atau membuka atau
menyingkapkan. Istilah itu dapat pula berarti apa yang diungkapkan atau
dibukakan atau disingkapkan. Sering kali yang ditekankan ialah pengertian yang
aktif. Penyataan terdapat dalam komunikasi Allah dengan manusia melalui
penglihatan yang diberikanNya, firman yang diucapkanNya dan perbuatan yang
dilakukanNya.[2]
2.2.1.
Perjanjian
Lama
Didalam
perjanjian lama, Allah menyatakan diri melalui firmanNya (Kej. 12:1-3), melalui
karya-karya penampakan (semak duri menyala, tiang awan dan api, malaikat
Tuhan), melalui perebuatan-perbuatan-perbuatanNya yang besar. Semua ini
merupakan sarana penyataan Allah, atau car yang dipakai Allah, atau cara yang
dipakai Allah untuk memperkenalkan atau menyatakan diriNya.
2.2.2.
Perjanjian
Baru
Istilah
perjanjian baru untuk penyataan Allah adalah apokaluptein dan phaneroun.
Apokaluptein berarti mengambil tutup
atau menampakkan apa-apa yang tadinya tertutup. Phaneroun berarti terbuka karena membukanya selubung yang tadinya
tertutup. Apokaluptein diartikan
penyataan, dimana Allah menyingkapkan selubung, tampil kedalam sejarah, dan
menyatakan kehendakNya kepada manusia.
2.3.Pengertian
Kemajemukan
Kemajemukan
adalah keanekaragman yang dimana keanekaragaman itu terdiri dari beberapa
bagian yang merupakan kesatuan. Pembicaraan tentang kemajemukan ini biasa atau
sering dibicarakan didalam konteks kerukunan antar umat beragama.[4]
2.4.Model-Model
Wahyu
Menurut
Avery Dulles, S.J didalam bukunya yang berjudul Model-Model Wahyu, penulis
memaparkan beberapa model-model Wahyu didalam bukunya, antara lain:[5]
2.4.1.
Model
Allah Sebagai Ajaran
Menurut
model ini pernyataan-pernyataan itu dihubungkan dengan Allah itu sebagai guru
yang beribawa. Allah disini dilihat sebagai guru yang tidak sesat yang
mengkomunikasikan pengetahuan itu dengan bicara dan tulisan. Sehingga yang
diharapkan adalah penerima menaruh minat dan perhatian bagaikan seorang murid.
Model ini atau teori proposisional memiliki dasar yang pasti dalam kitab suci
yang sering berbicara seolah-olah Tuhan yang menyampaikan kabarNya dalam bahasa
manusia.
2.4.2.
Model
Allah Sebagai Sejarah
Isi
dalam wahyu adalah tindakan-tindakan besar yang telah dilakukan Allah dalam
sejarah. Bentuk wahyu yang pertama adalah perbuatan-perbuatan atau
peristiwa-peristiwa yang bila dilihat dalam hubungan timbal balik merupakan
pernyataan diri Allah sebagai Tuhan dan tujuan sejarah. Dalam model ini sarana
komunikasi adalah antara Allah dan manusia adalah sejarah keselamatan. Allah
digambarkan sebagai agen transenden yang menghasilkan peristiwa-peristiwa itu
dan dengan perantaraanNya, Ia memberikan tanda bagi umatNya. Wahyu historis
dapat memberikan suatu jawaban terhadap persoalan umum menyangkut arti dan
tujuan sejarah.
2.4.3.
Model
Allah Sebagai Pengalaman batiniah
Didalam
model ini, isi wahyu bukanlah informasi mengenai masa lampau dan juga bukan
kebenaran doktrinal yang abstrak, melainkan isinya adalah Allah, yang
mengkomunikasikan dirinya dengan penuh kasih kepada hati yang terbuka
kepadaNya. Model ini lebih mengutamakan pengalaman batiniah yang istimewa
tentang rahmat atau persatuan dengan Allah, sehingga pandangan tentang yang
ilahi ini langsung terjadi pada setiap-setiap orang. Model ini lebih
mengutamakan dan mengakui kualitas dari pengalaman itu sendiri.
2.4.4.
Model
Penyataan Allah Sebagai kehadiran Dialektik
Model
ini mempunyai basis biblis. Model ini juga memiliki suatu fokus kristologis
yang jelas, karena model ini secara eksklusif memandang Kristus sebagai wahyu
Allah. Tetapi model juga mengatakan bahwa Allah tidak dapat dikenal sebagai
objek. Allah yang transenden menjumpai subjek manusiawi melalui sabda dalamnya
iman dapat mengenal kehadiran Allah dan Sabda Allah secara serentak menwahyukan
dan menyembuyikan kehadiran Allah. Sehingga model wahyu ini terjadi melalui
Sabda yang berkuasa dan mempuyai daya pengubah, seperti pewartaan tentang salib
dan kebangkitan. Karena wahyu datang dari sabda, maka bentuknya yang khas
adalah Kristus, sabda dalam pribadi. Jawaban yang sesuai dengan wahyu dalam
model ini adalah iman. Karena termasuk dalam hakikat wahyu bahwa ia harus
diterima, maka jawaban iman dimasukkan dalam defenisi tentang wahyu itu
sendiri. Iman memberikan suatu pengertian baru tentang Allah dan diri manusia, karena seorang
beriman memahami dirinya sebagai seorang berdosa yang disambut Allah dengan
penuh kasih sayang ke dalam persahabatan.
2.4.5.
Model
Penyataan Allah Sebagai Kesadaran
Model
kesadaran tentang wahyu dapat dilukiskan menurut bentuk wahyu, isinya, daya
penyelamatannya dan jawaban yang dituntut. Bentuk wahyu dalam model ini
merupakan suatu terobosan kedalam tingkat kesadaran manusia yang lebih tinggi,
agar seluruh diri dialami sebagai dibentuk dan dikuasai oleh kehadiran ilahi.
Wahyu menampakkan diri melalui peristiwa-peristiwa paradigmatik yang bila
diingat kembali akan merangsang imajinasi untuk membentuk pengalaman secara
baru. Model ini menegaskan bahwa wahyu berarti pembaruan hidup manusia yang
total. Penerima wahyu adalah mereka yang berani mengimpikan impian baru yang
menjawab panggilan untuk membangun satu dunia yang sungguh-sunguh manusiawi
sehingga ini menekankan keterlibatan akal budi dalam menerima wahyu.
2.5.pandangan
Wahyu dalam Agama-agama
2.5.1.
Agama
Kristen
Pusat
penyataan Kristen adalah pribadi Yesus sendiri yang selalu memanggil dan sukar
dipahami. Bahasa Kristen tentang penyataan memiliki sifat dramatis yang
mengubah situasi, sering kali mengherankan dan tidak diharapkan. Sehingga
penyataan Allah didalam Yesus Kristus diintegrasikan kedalam seluruh
prosespenciptaan sejak awal dan penyataan Allah itu hadir melalui tanda-tanda.[6]
Didalam Alkitab menunjukkan bahwa Allah bukanlah pemuas manusia dalam berbagai
kekurangan dan juga kesenangan yang terdapat pada pribadi manusia tersebut.
Allah lah yang memanggil manusia itu sendiri agar manusia itu mengabdi
kepadaNy, oleh karena itu bagian akhir dari penyelamatan Allah bukanlah semata demi
kebahagian manusia, melainkan kemuliaan dan kehormatan bagi Allah sendiri.[7]
Allah menyatakan firmaNya (Lih. Kej.12:1-3), melalui karya penampakan (Semak
duri, tinang awan, dan malaikat Tuhan), melalui perbuatan-perbuatanNya,
(Vision)melalui karya penglihatan (Vision) melalui kemudiam juga melalui
nubuat.[8]
Didalam agama Kristen ada 2 penyataan, yaitu penyataan umum dan penyataan
khusus :
a.
Penyataan
Umum
Penyataan
ini menunjuk kepada apa yang Allah telah
nyatakan melaluai alam semesta.[9]
Allah menyatakan diri melalui pelbagai kebajikan: menurunkan hujan, memberikan
musim-musim subur, makanan, makanan dan lain-lain (Kis.14:17). Ada penyataan
diri Allah (kekuatan dan keilahianNya) melalui karya ciptaanNya (Rm.1:19-20).
Tujuan penyataan Allah itu supaya manusia mengenal Allah mengerti kehendakNya,
mengabdikan diri kepada Dia dan tahu mempergunakan semua ciptaan Allah untuk
memuliakan Allah. Sebab tujuan tertinggi Allah bukan untuk mencapai kebahagian
manusia, melainkan untuk kemulian dan kehormatan Allah sendiri (Rm.11:36). [10]
b.
Penyataan
Khusus
Penyataan
khusus menerangkan betapa Allah mengasihi manusia, yang tak lain adalah
kesegambaran dan keserupaan diriNya, sehingga Allah pun mengharuskan diriNya
menjadi manusia yang serupa dengan dosa, agar Ia bisa menyelamatkan mereka dari
dosa (Yoh.1:1-24; 3:16).[11]
Hubungan penyataan umum dan penyataan khusus tidak hanya terbatas pada kesamaan
sumber, yakni Allah sendiri sebagai asal-usul keduanya. Penyataan umum harus
dilihat dari perspektif pernyataan khusus bahkan harus dikatakan bahwa karya penciptaan
harus dirangkul oleh rencana penyelamatan. Sebab Allah pertama sekali mau
menyelamatkan manusia oleh karena itu diciptakanNya dunia. Melalui pemahaman
ini dapat disimpulkan bahwa dunia diciptakan dalam rangka penyelamatan manusia.[12] Tujuan
penyataan khusus ini agar melalui pengenalan dan persekutuan antara manusia
dengan khalikNya. Allah pun dimuliakan (Rm.11:36); Allah mewujudkan maksud
penebusan-Nya kepada umatNya dan membawa umatNya untuk berada dalam kemulian
bersama Dia. Selain itu tujuan dari penyataan ini membawa orang untuk mengalami
kuasa pengenalan tentang Allah yang menyelamatkan pribadinya.[13]
2.5.2.
Agama
Islam
Allah
mengutus Muhammad, jajaran nabi yang terakhir dan terbesar, dan mewahyukan
kehendakNya kepadanya kedalam sejumlah wahyu yang dicatat tanpa kesalahan,
didalam Al-Qur’an. Umat Islam memberikan penghormatan yang tinggi terhadap
Muhammad, tetpai karena dia tidak seperti Tuhan maka tidak boleh disembah.[14]
Menurut padangan umat muslim Al-Qur’an merupakan wahyu Allah yang terakhir
mengungguli wahyu lebih dahulu diturunkan kepada umat.[15] Umat
muslim juga percaya bahwa Al-Qur’an merupakan penyingkapan terakhir dari Allah
dan meringkaskan semua penyingkapan terdahulu. Al-Qur’an merupakan kriterirum
semua kebenaran, karena ia sungguh-sungguh selaras dengan
penyingkapan-penyingkapan Allah yang lain. Visi Islam adalah bangsa yang
membentuk Umah, harus menyerahkan
diri kepada kehendak Allah sebagai mana disingkapkan dalam Al-Qur’an.
Penyerahan diri itu adalah pendamaian Islam, seperti halnya Yudaisme tetapi
mengilhami tenaga yang begitu besar dalam menjelaskan kehendak Allah.
Orang-orang muslim percaya bahwa Al-Qur’an adalah salinan sempurna atas firman
yang abadi.[16]
2.5.3.
Agama
Hindu
Pandangan
Hindu tentang penyataan ini bukanlah persitiwa supranatural, melainkan
merupakan hasil pendisplinan diri dengan sungguh-sungguh melalui latihan yoga,
yang akan membawa kepada pencerahan. Firman itu hadir kepada semua manusia
untuk merasakannya. Banyak orang Hindu menekankan pentingnya pengalaman
langsung, sehingga membuat peranan shruti
menjadi sekunder. Dalam pandangan ini, penyataan atau wahyu didasarkan pada
kemampuan spritual, yang pada prinsipnya terbuka bagi setiap orang dan tidak
perlu dengan perantaraan Veda.[17]
Wahyu ini dimunculkan dalam kesadaran para guru, dan pengalaman-pengalaman,
intuisi-intuisi mereka, apa yang mereka dengarkan tentang yang Ilahi dimuat
dalam empat kitab Veda tersebut yaitu, Rig Veda, Sama Veda, Yajur Veda, dan Atharwa Veda.[18]
Kehidupan keagamaan umat Hindu didasarkan pada naskah suci yang disebut Veda Samhita, yang mereka yakini sebagi
ciptaan Brahmana.[19]
2.5.4.
Agama
Budha
Umat
Budha percaya akan adanya realitas tertinggi, tetapi mereka tidak menyebut
realitas ini “Allah”. Sehingga banyak umat Buddha merasa lebih berbahagia bila
membicarakan tentang “filsafat hidup” daripada berbicara tentang agama. Budha
menggunakan cerita perumpamaan, ilustrasi dari alam, ungkapan, kiasan, tanya
jawab, diskusi dan debat untuk menyampaikan pesan-pesannya namun ia tidak
meninggalkan catatan apapun. Sehingga setelah kematiannya, para muridnya mulai
mengumpulkan cuplikan-cuplikan ajarannya.[20]
Agama Budha tidak mengklaim agama didasarkan pada penyataan atau wahyu yang
berasal dari Allah. Seperti Sidharta Gautama yang menjadi Budha setelah
mengalami pencerahan di bawah sebatang pohon bodhi (pohon pengetahuan). Seorang
Budha tidak memperkenalkan dirinya sebagai seorang nabi yang telah menerima
pesan dari Ilahi, melainkan sebgai petunjuk jalan yang ditemukan menuju jalan
kebebasan dari penderitaan.[21]
2.6.Pandangan
Para tokoh mengenai Model-model Wahyu dalam Agama-agama.
2.6.1.
Karl
barth
Barth
adalah seorang teolog besar dalam kalangan gereja reformatoris pada abad ke-20.[22] Barth
mengatakan bahwa: “Sejauh wahyu Allah
dengan sendirinya menghasilkan apa yang hanya dapat dihasilkan Allah, yakni
pemulihan persahabatan manusia dengan Allah. Wahyu adalah perdamaian itu
sendiri”. Selain itu Barth juga berpendapat bahwa kitab suci dan sabda yang
diwartakan menjadi wahyu bila dan sejauh Allah berkenan untuk berbicara melalui
mereka.[23]
Dalam pemahaman Barth ini dijelaskan 2 prinsip utama yang dibuktikan dalam
kitab suci. Pertama, penyataan adalah pemberian diri dan manifestasi diri Allah
sendiri. Melalui penyataanNya, Allah menyingkapkan kepada manusia bahwa Ia
adalah Allah dan Tuhan. Manusia dapat mengenal Allah bukan berdasarkan
kemampuannya sendiri, melainkan karena memang Allah menyediakan diri untuk
dikenal dan disapa. Tanpa penyataan maka upaya manusia maka upaya manusia
mengenal Allah dari sudut pandangnya sendiri menjadi sebuah upaya yang sama
seali sia-sia. Kedua Barth juga menegaskan bahwa, sebagai pemberian diri dan
manifestasi diri Allah, penyataan tersebut merupakan tindakan dimana didalam
dan melalui anugerah, Ia mendamaikan manusia dengan diriNya sendiri. Barth
menyatakan bahwa kekristenan menjadi benarsejauh berpusat pada penyataan Allah
dalam Yesus Kristus. Hanya dengan demikianlah kekristenan memiliki kemungkinan
menjadi agama yang benar. Inti dari penegasan Barth tentang kebenaran
Kristiani, kita melihat ada dua klaim, pertama penyataan bahwa hanya ada satu
agama yang benar muncul dari pemikiran bahwa penyataan dan keselamatan
diberikan hanya didalam Yesus Kristus. Kedua, agama yang benar ini dibenarkan
melalui satu cara yang yang tidak ditegaskan sama sekali dalam agama-agama
dunia.[24]
2.6.2.
Karl
Rahner
Rahner
adalah seorang teolog besar Gereja katolik
pada abad ke-20.[25]
Ia memahami bahwa penyataan Allah sebagai penawar kasih kepada manusia, baik
sadar maupun tidak, secara eksplisit ia menafsirkan bahwa peristiwa Yesus
Kristus merupakan ungkapan yang konkret terhadap kasih Allah yang universal
sebagai penyelamatan, merangkul semua orang.[26]
Pannenberg juga mengatakan bahwa penyataan Allah itu menghendaki keselamatan
bagi semua orang dan percaya kepada Kristus perlu untuk keselamatan.rahmat
Allah bekerja dalam diri setiap orang. Oleh karena itu rahmat Allah, rahmat
Allah tidak terikat bekerja melalui agama Kristen saja. Kasih karunia Allah
didalam Kristus Yesus dapat menjangkau manusia melalui agama bukan Kristen,
bahkan dalam diri seorang ateis pun rahmat Allah itu bekerja, yang memberi
kemungkinan kepadanya untuk bertindak sesuai dengan hati nuraninya sehingga ia
menikmati keselamatan.[27]
2.6.3.
Wolhart
Pannenberg
Pannenberg
merupakan salah seorang teolog besar pada abad ke-20. Karya teologinya yang
berjudul Penyataan Sebagai sejarah.
Ia menempatkan penyataan-penyataan Allah, khususnya dalam diri Yesus Kristus,
terutama dalam peristiwa kebangkitan Kristus.[28] Pannenberg menunjukkan bahwa kebangkitan Yesus
mengandung makna universal dan tak ada bandingannya sejauh didalam diri Yesus
transformasi mulia dari alam semesta sudah secara prolepis menyerap
dalam sejarah.[29]
Bagi Pannenberg, penyataan sejarah merupakan bentuk satu-satunya dari
penyataan. Penyataan yang terjadi dalam sejarah yang biasa dan beranggapan bahwa
penyataan ini dapat dimengerti oleh semua orang dan penerimaannya adalah
sesuatu yang alamiah.[30]
2.6.4.
Paul
Tillich
Paul
Tillich dilahirkan di Brandenburg, Jerman, pada tahun 1886. Ayahnya adalah
seorang pendeta Gereja Lutheran. Ia belajar Teologi pada beberapa universitas
terkemuka di Jerman, yakni Universitas Tubingen, Berlin, Halle dan Breslau.[31]
Menurut Tillich di dalam penyataan disingkapkan dimensi yang paling dalam dari
kehidupan manusia dan keberadaannya menjadi transparan bagi dasar ilahi yang
terdapat di dalamnya. Penyataan adalah manifestasi dari apa yang sangat
menyangkut manusia. Tillich menyebut media penyataaan adalah alam, sejarah dan firman. Bagi Tillich penyataan di dalam yesus Kristus
adalah penyataan yang ultimate yang
“menentukan” dan “memberikan norma”.[32]
III.
Kesimpulan
Dari
pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa wahyu adalah suatu penyataan Allah
untuk umat manusia, yang dimana tindakan Allah disini untuk membuka diri serta
menyatakan diri kepada umat manusia, sehingga melalui tindakan tersebut,
manusia dimungkinkan beroleh pengenalan terhadap Allahnya dan dapat bersekutu
dengan-Nya. Dalam hal ini model-model wahyu disini untuk memiliki
sifat-sifatnya sendiri bagaimana caranya dalam pengenalannya terhadap Allah.
Allah juga dalam menyatakan dirinya dalam setiap agama-agamanya untuk menyingkap
setiap karya-karyaNya dengan cara yang berbeda-beda sesuai dengan kepercayaan
agama itu masing-masing. Serta setiap agama juga memiliki cara yang berbeda
dalam mengungkapkan penyataan Allah yang terjadi didalam agama-agama tersebut.
IV.
Daftar
Pustaka
Adiprasetya
Joas, Mencari Dasar Bersama, Jakarta:
BPK-GM, 2009
Ali
Mukti, Agama-Agama di Dunia,
Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1998
Becker
Dieter, Pedoman Dogmatika, Jakarta:
BPK-GM, 2003
Dulles
Avery, S. J., Model-Model Wahyu,
Flores: Nusa Indah,1994
Hadiwijono
Harun, Iman Kristen, Jakarta: BPK-GM,
2008
Keene
Michael, Agama-Agama Dunia, Yogyakarta:
Kanisius, 2006
Lapidus
M.Ira, Sejarah Sosial Umat Islam,
Jakarta: BPK-GM,2000
Lasor
S.W., Penganatar Perjanjian Lama I,
Taurat dan Sejarah, Jakarta: BPK-GM, 2010
Lefebure
D.Leo, Penyataan Allah, Agama dan
Kekerasan, Jakarta: BPK-GM, 2003
Lumintang
I. Stevri, Teologi Abu-Abu, Malang:
Gandum Mas, 2004
Robert
David, Apakah Alkitab itu Benar?,
Memahami Kebenaran Alkitab Pada Masa Kini, Jakarta: BPK-GM, 2007
Ruslani, Wacana Spritualitas Timur dan Barat,
Yogyakarta: Qalam,2000
Shenk
W.David, Ilah-Ilah Global,
Jakarta:BPK-GM,2003
Syukur
Niko, Pengantar Teologi, Yogyakarta:
Kanisius, 1992
Wellem
D.F., M.Th, Riwayat Hidup Singkat,
Tokoh-tokoh dalam Sejarah Gereja, Jakarta: BPK-GM, 2003
Kamus :
....,
Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta: Balai Pustaka, 2003
[1]
Stevri I. Lumintang, Teologi Abu-Abu, (Malang:
Gandum Mas, 2004), 644
[2]
W. S. Lasor, Penganatar Perjanjian Lama
I, Taurat dan Sejarah, (Jakarta: BPK-GM, 2010), 34
[3]
Stevri I. Lumintang, Teologi Abu-Abu,
644-645
[4]
...., Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Balai Pustaka, 2003), 1144
[5]
Avery Dulles, S. J., Model-Model Wahyu,
(Flores: Nusa Indah,1994), 49-129
[6]
Leo D. Lefebure, Penyataan Allah, Agama
dan Kekerasan, (Jakarta: BPK-GM, 2003), 72-75
[7]
Harun Hadiwijono, Iman Kristen,
(Jakarta: BPK-GM, 2008), 29
[8]
Stevri I. Lumintang, Teologi Abu-Abu, 645-650
[9]
David Robert, Apakah Alkitab itu Benar?,
Memahami Kebenaran Alkitab Pada Masa Kini, (Jakarta: BPK-GM, 2007), 119
[10]
Stevri I. Lumintang, Teologi Abu-Abu,
645-646
[11]
Stevri I. Lumintang, Teologi Abu-Abu,
648
[12]
Niko Syukur, Pengantar Teologi,
(Yogyakarta: Kanisius, 1992), 115
[13]
Stevri I. Lumintang, Teologi Abu-Abu,
649
[14]
Michael Keene, Agama-Agama Dunia, (Yogyakarta:
Kanisius, 2006), 121
[15]
Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat
Islam,(Jakarta: BPK-GM,2000),30
[16]
David W. Shenk, Ilah-Ilah Global,(Jakarta:BPK-GM,2003),
345-346
[17]
Leo D. Lefebure, Penyataan Allah, Agama
dan Kekerasan, 221
[18]
Ruslani, Wacana Spritualitas Timur dan
Barat, (Yogyakarta: Qalam,2000),92
[19]
Mukti Ali, Agama-Agama di Dunia,(Yogyakarta:
IAIN Sunan Kalijaga Press, 1998),60
[20]
Michael Keene, Agama-Agama Dunia,
66-67
[21]
David W. Shenk, Ilah-Ilah Global,129-130
[22]
F. D. Wellem, M.Th, Riwayat Hidup
Singkat, Tokoh-tokoh dalam Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK-GM, 2003), 28
[23]
Avery Dulles, S. J., Model-Model Wahyu, 103-105
[24]
Joas Adiprasetya, Mencari Dasar Bersama,
(Jakarta: BPK-GM, 2009), 51-53
[25]
F. D. Wellem, M.Th, Riwayat Hidup
Singkat, Tokoh-tokoh dalam Sejarah Gereja, 161
[26]
Leo D. Lefebure, Penyataan Allah, Agama
dan Kekerasan, 152
[27]
F. D. Wellem, M.Th, Riwayat Hidup
Singkat, Tokoh-tokoh dalam Sejarah Gereja, 162
[28]
F. D. Wellem, M.Th, Riwayat Hidup
Singkat, Tokoh-tokoh dalam Sejarah Gereja, 153
[29]
Avery Dulles, S. J., Model-Model Wahyu, 75
[30] Dieter
Becker, Pedoman Dogmatika, (Jakarta:
BPK-GM, 2003), 38
[31] F. D.
Wellem, Riwayat Hidup Singkat,
Tokoh-tokoh dalam Sejarah Gereja 183
[32] Dieter
Becker, Pedoman Dogmatika, 37-38
Tidak ada komentar:
Posting Komentar