Jumat, 10 Mei 2019



Sejarah Perkembangan Homiletika
d. Zaman Gereja mula-mula s/d diakuinya homiletika sebagai cabang ilmu teologia
e. Homiletika sebagai alat propaganda doktrin Gereja (Reformasi dan Kontra Reformasi)
f. Homiletika sebagai usaha/tempat menggali kekayaan harta rohani (Zaman Pietisme dan Penginjilan)
I.            Pendahuluan
Setelah membahas pengertian dari pada Homiletika  pada pertemuan sebelumnya, dan kini kita telah memahami apa itu Homiletika, yaitu ilmu yang mempercakapkan tentang Tuhan Yesus Kristus. Pada kali ini kita akan membahas Sejarah perkembangan Homiletika pada Zaman Gereja Mula-mula sampai diakuinya sebagai cabang ilmu Teologia, homiletika sebagai alat propaganda doktrin gereja pada masa Reformasi dan Kontra Reformasi, Homiletika sebagai tempat menggali kekayaan harta rohani (Zaman Pietisme dan Penginilan). Semoga pada pertemuan dan pembahasan kali ini menambah wawasan kita bersama. Tuhan Yesus memberkati.
II.            Pembahasan
2.1.Pengertian Homiletika
Istilah Homiletika berasal dari kata Yunani homilia, yang berasal dari kata sifat Yunani homiletika yang dihubungkan dengan kata techne, jadi techne homiletika, artinya “ilmu pengetahuan” atau “ilmu bercakap-cakap”. Dalam kata sifat homiletika terkandung kata benda homilia, yaitu pergaulan (percakapan) dengan ramah tamah. Kata kerja homilein terdapat empat kali dalam Perjanjian Baru (Luk 24:14,15 ; Kis. 20:11 ; 24:26).[1]
Gereja mula-mula harus dimulai dari catatan kisah para Rasul tentang peribadahan kristen dan surat-surat Paulus yaitu di Korintus dan di Roma terdapat juga nama orang di rumahnya dijadikan tempat ibadah. Di kisah para rasul juga dicatat bahwa setiap mereka berkumpul mereka melakukan makan dan perjamuan kudus dan berkembang masuk nyanyian. Di wahyu dijumpai ada nama-nama gereja yang menceritakan bagaimana cepatnya pertumbuhan gereja.[2]


2.2.Zaman Gereja Mula-Mula sampai dengan Diakuinya Homlietika sebagai cabang Ilmu Teologia.
2.2.1.      Sejarah Homiletika pada Zaman Gereja Mula-Mula
Dalam jemaat mula-mula, naskah Khotbah didasarkan pada tindakan Allah dalam diri Yesus Kristus. Artinya, pada gereja mula-mula itu naskah khotbahnya belum menjadi naskah yg tertulis. Karena itu apa yang dilihat dan dialami para murid di sekitar Yesus, itulah yang mereka kabarkan. Dalam sejarah selanjutnyalah apa yang dilihat dan dialami serta dikabarkan itu dituliskan atau dibuat secara tertulis; sebelumnya teks khotbah itu selain naskah-naskah PL adalah berdasarkan tradisi lisan. Yang dikhotbahkan dalam PL adalah tindakan Yahwe melalui hukuman menuju keselamatan ; sedangkan dalam PB yang dikhotbahkan adalah tindakan penyelamatan Allah pada akhir zaman melalui Yesus Kristus. Selanjutnya yang dilakukan dalam Jemaat Mula-Mula adalah membuat bahan-bahan lama dan memakainya menjadi bahan baru untuk jemaat dalam situasinya yang baru. Oleh sebab itu, ada beraneka macam khotbah dalam jemaat mula-mula.[3] Lambat Laun kebaktian dilangsungkan dengan memakai tatacara atau liturgia yang lengkap. Bagian yang pertama terdiri atas doa, nyanyia, pembacaan Firman Tuhan dan Khotbah ; sesudah itu jemaat duduk makan bersama.[4]
2.2.1.1. Latar Belakang Ke-Yahudian dalam Liturgi Awal 
Pada ibadah Kristen Mula-mula , pengaruh ibadah Yahudi cukup dominan. Pengaruh tersebut berasal dari jemaat-jemaat di Yerusalem dan sekitarnya. Sebagian besar umat adalah Yahudi Kristen, tersebar kearah Timur menggambarkan asal-usul ibadah Yahudi yang dibidani oleh jemaat- jemaat Yahudi Kristen.  Sinaksis adalah perkumpulan umat untuk membaca kitab suci , menyanyikan Mazmur (psalmody), dan berdoa di sinagoge. Ketiga unsur ini adalah bagian utama dalam ibadah Kristen mula-mula, walaupun mereka secara praktis tidak seragam dalam ibadah Yahudi. Misalnya, Gereja menambah sifat ibadah Yahudi dengan eucharistia atau pengucapan syukur. Dalam Kisah Para Rasul digambarkan ibadah di Bait Allah atau sinagoge itu kemudian dilanjutkan dalam perjamuan di rumah salah seorang dari mereka (Kis. 2:46). Salah satu urutan liturgi menurut Yustinus Martir (± tahun 150)  dalam Apologia I adalah sbb :
·         Pembacaan Alkitab, terdiri dari taurat , Nabi-nabi, Surat Rasuli, Injil.
·         Menyanyikan Mazmur-mazmur dan pujian
·         Pembacaan Injil
·         Homilia , yaitu pengajaran dan penjelasan kitab suci
·         Berdoa (termasuk doa syafaat)
Tata Liturgi Ekaristi :
·         Cium salam atau cium damai
·         Anaphora
·         Uskup menaikan doa syukur atas ciptaan dan pemeliharaan (providentia) Allah didalam nama Anak dan Roh Kudus.
·         Pemecahan Roti , lalu uskup memanggil daikon untuk membagikannya kepada umat.
   Karena bagi umat, itu bukan roti dan anggur biasa. Yesus Kristus telah menjadi daging dan darah dengan maksud untuk menyelamatkan. Dan kepada kami diajarkan bahwa makanan ini, setelah diberkati dengan doa-doa yang terdiri dari kata-kata yang pernah Ia ucapkan (1 Kor.11:23-25) yang adalah daging dan darah Yesus, telah menjadi roti dan anggur. Liturgi awal berjalan tanpa terikat pada buku-buku liturgi, tata liturgi (baku), formula liturgis, dan aturan-aturan liturgis lain. Kesederhanaan liturgi awal disebabkan oleh budaya jemaat tentang ibadah. Liturgi gereja mula-mula dikenal melalui cara dan sikap mereka hidup, bukan melalui cara liturgy dilayankan. Ada sikap sehati sejiwa , tidak ada milik pribadi, segala sesuatu adalah kepunyaan bersama. Mereka bertekun dalam doa , membaptis, dan memecah-mecahkan roti (Kis.2:4).[5]
2.2.1.2. Ibadah Harian
Ibadah harian adalah salah satu jenis perayaan penting yang dilakukan oleh Gereja Mula-Mula. Doa yang sekaligus pengakuan iman mereka berbentuk sederhana , yakni Iesous Khristos Kyrios (Yesus Kristus adalah Tuhan). Praktik ibadah atau doa individual dijalankan sejak zaman PL. Daniel 6:11 menuliskan “tiga kali sehari ia berlutut dan berdoa”. [6]
2.2.1.3. Akar- akar Sakramen
Ada beberapa perayaan yang merupakan akar-akar  sakramen gereja. Selain baptisan dan perjamuan kudus, yang juga digolongkan ke dalam sakramen adalah rekonsiliasi tobat[7] dan penahbisan imam. Kedua praktik liturgi sakramen tersebut didasarkan pada pengertian bahwa sakramen adalah tanda suci atau bentuk yang kelihatan yang mengungkapkan rahmat yang tidak kelihatan. Bentuk yang kelihatan tersebut adalah simbolisasi ungkapan manusia yang dirayakan oleh Gereja. Rahmat yang tidak kelihatan tersebut adalah anugrah dari Yang Transenden. Jadi, sakramen adalah tanda suci berupa ungkapan manusia (protestantio fidei = pernyataan iman) berdasarkan pengalaman iman bersama dengan Allah.[8]
2.2.1.4. Penahbisan Jabatan.
Pemilihan pemangku jabatan pelayanan di gereja serta akar-akar penahbisan muncul sejak zaman Gereja Mula-mula. Ada pemilihan beberapa orang yang dinilai cakap. Semula, umat dilayani langsung oleh rasul-rasul. Para Rasul itu melayankan doa, firman, dan meja (Kis.6). Para Rasul bertugas berdoa , melayankan firman, dan meletakkan tangan ke atas daikon yang melayankan meja. Para diakon bertugas mengatur pelayanan meja. Semula pejabat-pejabat itu, termasuk uskup, merupakan suatu dewan. Mereka terdiri dari beberapa orang, tidak hanya satu orang. Para pelayan ini disatukan oleh uskup. Uskup sebagai kepala umat adalah pemersatu antara para pelayan dan umat, sekaligus sebagai penerus pekerjaan para rasul. Tugas penjaga keutuhan umat ini dipegang oleh uskup. Uskup tampil kemuka, dia meneruskan tugas rasul demi kepentingan umat.Secara umum, pelayan-pelayan jemaat adalah orang-orang yang sangat terpandang. Umat memandang mereka karena berkarisma, bukan karena pendidikan. Golongan berkarismalah yang berpengaruh di Gereja Mula-Mula.
Selain itu, bersama-sama dengan pembagian jabatan, pemangku jabatan gereja dihubungkan dengan penahbisan. Pejabat gereja yang ditahbiskan pun beragam dan berbeda. Keragaman jenis pejabat itu lahir dari perkembangan kebutuhan pelayanan Gereja.
1. Uskup ialah yang terhormat, ia berinisiatif mengumpulkan umat. Tindakannya itu dilakukan dalam nama Kristus. Fungsi utama di dalam liturgi adalah melayankan persembahan dan ekaristi, sebagai pengantara Allah dan umat, dan penyampaian firman Allah. Ia berkhotbah dan melayankan baptisan.
 2. Imam/Presbiter  , duduk disebelah uskup. Mereka bertugas membacakan Injil jika daikon tidak ada. Mereka berkhotbah sebelum uskup. Dalam salam damai, mereka memberi salam kepada uskup. Selama Doa Syukur Agung, mereka berdiri di kiri dan kanan uskup di sekitar altar.
3. Diakon sebagai telinga dan mulut uskup. Dalam liturgy, mereka melantunkan doa-doa , mempersiapkan roti dan anggur perjamuan, membagikan roti dan anggur kepada umat dan menjaga tingkah laku umat.
Didalam pelayanan penahbisan berlangsung pada akhir liturgy Firman. Baik itu Tata liturgy Penahbisan Uskup, Penahbisan Imam dan penahbisan daikon.[9]
2.2.2.      Homiletika Zaman Bapa-Bapa Gereja
1.      Origenes (185-254)
Origenes ialah ahli Theologia, yang banyak meninggalkan Khotbah bagi kita. Khotbah-Khotbah itu ditulisnya pada tahun-tahun akhir hidupnya.[10] Ia adalah seorang tokoh aliran Alexandria (Mesir) dalam hermeneutik penafsiran alegoris. Menurut Origenes, homiletika adalah ilmu yang menerangkan atau menjelaskan arti, isi, maksud , dan tujuan Firman Tuhan. Ia mempelopori munculnya metode menerangkan dan mengkhotbahkan Firman Tuhan secara Somatis, Psikis, dan Penumatik. Somatis berarti menerangkan Firman Tuhan sesuai tujuan, maksud dan arti yang tertulis. Psikis artinya mencari pengertian lain yang lebih luas dari yang tertulis dalam teks . Psikis berasal dari kata “psvehe” dalam bahasa Yunani, yang berarti jiwa. Jadi kita mencari dan mengusahakan keterangan khobah yang lebih luas dan mendalam. Pneumatis (roh) artinya jauh lebih mendalam lagi daripada arti psikis.[11]
2.      Agustinus (354-430)
Agustinus adalah teolog Kristen yang terbesar setelah Rasul Paulus. Ia adalah sang Bapa Gereja Barat.[12] Agustinus mengatakan bahwa khotbah mencakup unsur mengajar (docere) dan menyenangkan hati (delectere). Khotbah merupakan percakapan yang penuh arti atau flektere, yaitu percakapan yang menimbulkan rasa cinta, keinginan, dan kerinduan akan isi percakapan dalam Khotbah. Tujuan Khotbah adalah kebenaran semakin luas diketahui supaya kebenaran diterima dengan gembira dan kebenaran tersebut menggerakkan orang yang mendengarkan Firman Allah untuk melak ukannya dalam kehidupan sehari-hari.[13]
3.      Yohannes Krisostomus (354-407)
Krisostomus adalah seorang pengkhotbah yang sangat terkenal sehingga dijuluki Bermulut Emas. Ia lahir di Antiokhia pada tahun 374. Ia belajar iman Kristen selama tiga tahun kepada Uskup Miletus di Antiokhia dan kemudian dibaptiskan.[14] Krisostomus terkenal sebagai pengkhotbah ulung yang tidak pernah lelah dalam pekerjaanya. Menurutnya, orang yang mempelajari Teologi memiliki tujuan mengkhotbahkan Firman Tuhan. Yang artinya, bagi orang itu menafsirkan Firman Tuhan sama dengan berkhotbah dan juga membangkitkan roh pembangun di jemaat (bnd. 1 Korintus 3:10 dan 1 Korintus 14:26; oikodome yang artinya membangun), membangun segala aktivitas jemaat yang membangun iman, tukang untuk pembangunan jemaat Tuhan.[15]
2.2.3. Sejarah Perkembangan Diakuinya Homiletika sebagai Cabang Ilmu  Teologia
Perkembangan Homiletika mempunyai hubungan erat dengan perkembangan gereja. Pertumbuhan Gereja secara kualitas dan kuantitas sangat ditentukan oleh pelayanan diatas mimbar. Dengan mengamati homiletika orang mengenal seberapa serius gereja melakukan pelayanan misi. Sejarah menunjukkan bahwa homiletika merefleksikan interaksi dengan masyarakat yang ada disekitarnya.[16] Dalam Sejarah Gereja, sampai abad ke 5 kata “homilein” diterjemahkan ke dalam Alkitab bahasa Latin (Vulgata) dengan istilah “sermo” (sermon) adalah suatu pekerjaan menafsirkan teks Alkitab untuk dikhotbahkan. Lalu pada akhir abad ke 17 istilah homiletika telah dipakai sebagai ilmu berkhotbah.[17]
2.3. Homiletika sebagai alat Propaganda Doktrin Gereja (Reformasi dan Kontra   Reformasi )
2.3.1.      Pengertian Propaganda
Dalam KBBI, Propaganda adalah penerangan yang benar atau yang salah yang dikembangkan dengan tujuan meyakinkan agar orang menganut suatu aliran, sikap, atau arah tindakan tertentu.[18] Propaganda (dari bahasa Latin modern: Propagare yang berarti mengembangkan atau memekarkan) adalah rangkaian pesan yang betujuan untuk memengaruhi pendapat dan kelakukan masyarakat atau sekelompok orang.[19]

2.3.2.      Homiletika Sebagai alat Propaganda Doktrin Gereja pada Reformasi.
Reformasi adalah gerakan untuk mengadakan suatu pembaruan dalam kekristenan barat yang dimulai sejak abad ke 14 hingga abad ke 17. Mereka menyerang struktur gereja yang hierarkis dan legalistic serta keburukan-keburukan yang terdapat dalam gereja. Meskipun dalam tubuh Gereja Barat diadakan berbagai pembaharuan gereja yang lebih berarti tetap berjalan.[20]
Abad ke 2 kalender gerejawi sudah mulai disusun. Namun hanya masih berfokus pada perayaan paskah dan pentakosta setelah kristen diakui sebagaimana agama kekaisaran romawi (313) dalam penandatanganan Edict of milano maka gereja semakin mempercepat penyusunan kalender gereja itu diikuti sampai kalender gereja abad pertengahan fase 1 lalu di abad pertengahan fase ke II. Disinilah abad kegelapan gereja karena disinilah kita temukan ajaran gereja tidak bertolak dari Alkitab tapi bertolak belakang dari Alkitab tapi bertolak dari tuntutan-tuntutan moral dan etika sehingga khotbah lebih banyak menyampaikan aturan-aturan moralis.pada abad pertengahan terjadi reformasi karena fungsi dan pengejaran gereja sudah banyak menyimpang.[21]
1.               Diawali, Luther mulai berkhotbah dan mengajar tentang pemahaman barunya . Luther menulis 95 dalil melawan surat-surat penghapusan siksa.[22] Bagi Luther yang terpenting dalam ibadah adalah bagaimana agar jemaat mengalami dengan nyata tindakan penyelamatan Allah di dalam Kristus.[23] Alkitab mempunyai otoritas tertinggi, lebih tinggi dari gereja. Alkitab dapat dimengerti dan bersikap konsekuen. Kesulitan manusia dalam mengerti Alkitab adalah ketidaktahuannya tentang arti dan tata bahasa dari Alkitab. Alkitab harus ditafsir dalam pengertian sederhana dan mempertahankan tata bahasanya. Luther mengartikan Firman Tuhan adalah Kristus .Tuhan Allah menyatakan diri-Nya dalam Yesus Kristus. Firman itu telah menjadi daging dan kenyataan itulah yang menjadi Kitab Suci (Alkitab). Dalam visi ini khotbah gereja menjadi firman Tuhan. Karena firman yang telah menjadi nyata dalam Alkitab maka khotbah gereja menjadi pemberitaan firman Tuhan.[24] Di Bait Allah tidak boleh ada sesuatu pun yang menggambarkan atau mengimajinasikan gambar Baal dan dewa-dewa. Secara bertahap dan dengan penuh toleransi ia hanya mengizinkan tiga meja di dalam gereja, yaitu meja untuk pembacaan Alkitab, meja untuk pembacaan Injil dan pemberitaan firman, dan meja untuk perjamuan kudus.[25]
2.                  Zwingly berpendapat bahwa suatu doktrin tidak boleh berlawanan dengan akal.[26] Zwingly melalui pembaharuan gereja melalui seminar Perjanjian Lama di Zurich pada 1525. Hal ini tentu berhubungan dengan Homiletika. Zwingly bersama teman-temannya berusaha menafsirkan kitab-kitab Perjanjian Lama. Setelah selai, mereka mengadakan satu seminar dan khotbah untuk rakyat (penduduk kota). Menurut Zwingly, Khotbah adalah eksplicatio (menggali isi firman Tuhan) dan aplicatio (menghubungkannya dengan kehidupan konkrit). Dari seminar dan khotbah tersebut muncullah “Kebaktian Khotbah”. Kebaktian Khotbah merupakan unsur pembaharuan gereja dan inilah sumbangan Zwingly untuk Homiletika. Menurut Zwingly, Khotbah harus didasarkan pada Alkitab yang sudah dituliskan dalam kanon Alkitab, bukan atas yang lain seperti tradisi atau yang lain. Firman Allah dalam Alkitab ada karena kuasa Roh Kudus. Ia juga berpendapat bahwa Khotbah merupakan pengantara keselamatan dan alat utama untuk pendidikan orang Kristen.[27]
3.                  Calvin  menekankan 3 hal mengenai Khotbah , yaitu : hubungan Alkitab dengan Roh Kudus, Alkitab dengan Kepercayaan, dan Alkitab dengan Khotbah.[28] Bagi Calvin tata ibadah bukan hanya merupakan soal praktis dan incidental, yang bisa disusun dan diselenggarakan menurut selera dan suasana sesaat. Baginya Ibadah dan tata ibadah berkait erat, bahkan merupakan satu kesatuan, dengan pokok-pokok ajaran mendasar, sebab gereja mengungkapkan imannya melalui ibadah. Dengan kata lain, apa yang diyakini gereja terungkap secara nyata dalam ibadahnya. Justru karena hubungan erat antara keyakinan atau ajaran dengan ibadah, Calvin bersama para reformator lainnya tidak hanya melakukan pembaruan dalam hal ajaran, melainkan juga dalam hal ibadah-ibadah di dalam gereja-gereja Calvinis . Lutheran berpusat pada pemberitaan Firman atau Khotbah .Calvin memberi perhatian yang lebih jauh besar atas penataan ibadah, sejalan dengan perhatian besarnya atas tata gereja.[29]
2.3.3.      Homiletika Sebagai alat Propaganda Doktrin Gereja pada masa Kontra     
      Reformasi
            Kontra Reformasi bukanlah berarti bahwa Gereja Katolik telah berpaling pada pemikiran protestan. Melainkan ia berupaya merubah beberapa penyimpangan yang merupakan pelanggaran yang tidak dapat diterima oleh gereja Katolik.[30] GKR juga mengembangkan cara untuk memerangi reformasi Protestan dengan maksud membatasi pengaruhnya, dengan melakukan pembaharuan atas dirinya sendiri untuk menyingkirkan alasan-alasan kritikan Protestan.[31] Dalam rangka gerakan kontra reformasi, didirikan inkuisisi pada tahun 1542 dan GKR juga menetapkan Index Lidrorum Prohibitoru, dan bersamaan itu pula Serikat Yesuit didirikan oleh Ignatius dari Loyola untuk mempertahankan GKR dari penggerogotan gerakan reformasi, sehingga hal ini mengakibatkan gerakan reformasi dibatasi.[32]
Gerakan Kontra Reformasi Gereja Katolik Roma
1.      Serikat Yesuit
Serikat Yesuit didirikan oleh Ignatius dari Layola untuk mempertahankan GKR dari penggerogotan gerakan reformasi.[33] Yang menjadi tujuan utama para Yesuit yaitu mengumpulkan seluruh dunia di dalam Gereja Kristus, yaitu Gereja Katolik. Hal itu berarti bahwa ordo itu merupakan badan missioner. Anggotanya mengabarkan injil kepada orang yang bukan Kristen dan berusaha untuk menanggulangi bidat (Reformasi). Disamping itu, rakyat Katolik harus diberi bimbingan juga.[34]
2.      Konsili Trente
Konsili Trente menolak ajaran Reformasi dengan tidak menunjukkan pengertian sedikitpun. GKR mengamankan diri terhadap serangan yang demikian dengan menetapkan tradisi gereja mempunyai kuasa Ilahi seperti Alkitab. Jadi Alkitab harus ditafsirkan sesuai dengan ajaran gereja, yang menentukan sah-tidaknya tafsiran tertentu adalah hierarki. Orang-orang Katolik Roma dilarang membaca buku yang tidak disahkan olehnya. Beberapa ketetapan Konsili Trente.
a.      Mengenai Alkitab dan Tradisi
Sinode melihat bahwa kebenaran yang menyelamatkan dan ajaran tentang kesusilaan ada di dalam kitab- kitab yang tertulis dan dalam tradisi-tradisi yang tidak tertulis. Tradisi-tradisi itu diterima oleh rasul dari Kristus sendiri, atau didekatkan Roh Kudus kepadanya. Sinode menerima dan menjunjung tinggi, dengan rasa kasih dan hormat yang sama, semua kitab PL dan PB, dan juga tradisi-tradisi yang dipelihara dalam gereja katolik dengan tak putus-putusnya.
b.      Mengenai Pembenaran Oleh Iman
Kalau seseorang mengatakan bahwa orang berdosa dibenarkan hanya oleh iman dan mengartikannya sedemikian, hingga tidak ada dituntut dari orang berdosa itu sesuatu yang lain yang dengannya ia turut mengusahakan karunia pembenaran, dan sehingga tidak perlu sama sekali bahwa ia dipersiapkan dan disediakan oleh kegiatan kehendaknya sendiri, terkutuklah dia. [35]
2.3.4.      Tokoh-Tokoh Kontra-Reformasi
1.      Johan Eck.
Ia dilahirkan di Eck, Swabia, pada tahun 1486. Ia menjadi doctor teologi pada umur 24 tahun, kemudian menjadi mahaguru di Universitas Ingolstadt, Bavaria. Eck adalah seorang yang cerdik dalam berdebat. Pokok perdebatan beralih dari kewibawaan konsili, Eck berpendapat bahwa konsili tidak mungkin keliru dalam mengambil keputusan-keputusannya, Paus adalah pengganti Petrus dan wakil Kristus diatas dunia. Kemudian Luther berpendapat bahwa pendapat Eck itu bertantangan dengan Kitab Suci. Luther berpendapat bahwa konsili tidak luput dari kesalahan. Eck menulis Risalah pembelaan tentang kepausan yang berjudul De Primatu Petri “Mengenal Primasi Petrus”. Eck sampai akhir hidupnya berperan sebagai pembela iman GKR yang gigih. Johan Eck meninggal pada tahun 1543.[36]
2.      Ignatius Layola.
Ignatius adalah pendiri Serikat Yesuit (Societa Yesou=SY). Organisasi serikat Yesuit diatur dengan sangat ketat. Anggota-anggotanya harus taat secara mutlak kepadanya. Mereka dapat diterima sebagai anggota serikat Yesuit sesudah menjalani masa percobaan yang berat dan lama. Kemauan mereka diperkuat oleh latihan-latihan rohani, calon anggota harus membayangkan siksaan-siksaan neraka sampai merasa ngeri dan kemudian dibimbing kepada Kristus. Mereka dibimbing untuk menjadi laskar Kristus guna mempertahankan gereja Khatolik Roma dan untuk menanamkan gereja Katolik roma ditengah bangsa kafir diseluruh dunia. Ia sangat menekankan  ketaatan mutlak kepada paus sebagaimana juga kepada Kristus.[37]
2.4.Homiletika sebagai usaha/tempat menggali kekayaan Harta Rohani (Zaman Pietisme dan Penginjilan)
2.4.1.   Homiletika Pada Zaman Pietisme (± 1650 – 1789)
Kata Pietis berasal dari bahasa Latin, yaitu “pietas” yang berarti kesalehan. Pietisme merupakan gerakan kesalehan dalam gereja Protestan di Jerman abad ke-17.[38] Hal ini dimulai dengan kemorosotan moral yang dahsyat, akibat perang 30 tahun. Perang ini merupakan perang antara penganut-penganut katolik roma dan reformasi. Inilah sebuah perang dengan latar belakang agama, tetapi ternyata menghancurkan semua nilai-nilai agama. Budaya manusia hancur, moral merosot, dan banyak gedung gereja yang ditutup. Akibat perang itu dalam semua bidang kehidupan ternyata sangat fatal. Banyak desa-desa yg musnah, uang kehilangan nilainya, sadism ditemukan dimana-mana, mabuk-mabukan dan pelacuran adalah hal yg biasa.[39] Pietisme adalah aliran yang menekankan kesalehan dan penghayatan iman. Aliran ini merupakan suatu reaksi terhadap perkembangan di gereja- gereja protestan sesudah reformasi. Gereja- gereja ini mencapai menjaga apa yg diajarkan oleh reformator supaya jangan terjadi penyimpangan dari ajaran mereka. Pietisme menekankan bahwa iman bukan tindakan otak saja, melainkan adalah menyerahkan seluruh pribadi kepada Allah dengan hati dan jiwa, sebagai akibat kelahiran kembali oleh Allah. Oleh sebab itu orang-orang pietis suka berkumpul dalam kelompok-kelompok kecil, yang terdiri dari orang-orang sehati dan sejiwa untuk bersama-sama menghayati dan memperdalam iman pribadi dalam suasana bebas dan spontan, yg tidak terdapat dalam kebaktian-kebaktian resmi. Dalam pietisme kecenderungan individualisme, yaitu mengutamakan apa yang dirasa, dihayati, dipercayai, dan dipikirkan oleh perseorangan.[40] Pietisme  adalah perwujudan usaha untuk memperbaiki keadaan masyarakat dan gereja. Ditengah-tengak kemorosotan moral dan kemeralatan akibat perang Tigah Puluh Tahun, gereja-gereja Lutheran tidak mempunyai sarana untuk mengisi atau mengatasi keadaan itu. Pietisme menekankan satu dimensi yang lain dari diri manusia yaitu perasaan. Bukan apa yang ada dalam kepala manusia, tetapi yang paling penting adalah apa yang ada didalam hati manusia. Khotbah- Khotbah pada wakti itu sama sekali tidak cocok dengan kebutuhan manusia, Pietisme lalu berbicara tentang khotbah praktis yang berbicara tentang pengalaman dan kehidupan manusia sehari-hari. Jadi, pietisme adalah sebuah koreksi atau reaksi , yang berusaha keras mengisi sebuah kekosongan di dalam kehidupan jemaat.[41]
Beberapa Tokoh yg berpengaruh perkembangan Homiletika zaman Pietisme :
a.      Philip Jacob Spener
Spener adalah seorang tokoh dan pelopor gerakan pietisme jerman. Ia dilahirkan di Alcase pada tahun 1635. Pada tahun 1666 Spener menjadi pendeta di kota perdagangan Frankfurt. Spener kini menekankan agar diadakan penelitian Alkitab. Dalam khotbah-khotbahnya ia mengajak umat untuk berbuat baik. Ia menghimbau agar para pendeta hidup lebih saleh. Pada tahun 1675 Spener mencetuskan gerakan Pietisme. Ia menerbitkan bukunya yg berjudul Pia Desideria (Cita-cita kesalehan). Ia sendiri mengajukan 6 usul untuk memperbaiki keadaan Gereja:
1.      Harus disediakan waktu yang lebih banyak untuk mendengarkan firman Allah. Tidak hanya cukup mendengar Firman Allah di gereja. Di rumah masing-masing Alkitab harus dibacakan untuk masing-masing keluarga setiap hari.
2.      Harus mengajak anggota jemaat untuk mempraktikkan imamat am-nya.
3.      Iman Kristen harus dipraktikkan.Tidak cukup hanya memiliki pengetahuan tentang iman.
4.      Para teolog tidak boleh memakai kata-kata pahit terhadap lawannya.
5.      Lembaga pendidikan teologi haruslah menjadi bengkel-bengkel Roh Kudus.
6.      Khotbah-khotbah harus disusun dengan tujuan membangkitkan iman pendengarannya supaya imannya menunjukkan buah-buah Roh. Khotbah bukanlah alat untuk memamerkan kepandaian pengkhotbah.[42]
b.      Francke Augus Herman
Franke lahir di lubeck pada tahun 1663. Ia berusaha menghubungkan Ortodoksi dengan moralitas. Akibatnya sejak kecil Francke telah hidup di lingkungan ortodoksi dan mempunyai pengetahuan yg baik tentang pengetahuan etis yang harus diwujudkan dalam masyarakat atau pribadi. Menurut Francke, teologi harus melayani perubahan hidup, pembaharuan gereja, pembaharuan bangsa dan yg dipentingkan adalah perwujudan ajaran itu didalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu Francke berbicara tentang pertobatan, penyesalan hati dan lahir baru.  Ia setuju bahwa hidup baru adalah anugrah Allah, bahwa orang yg telah lahir baru, benar-benar berbeda dengan keadaan yg sebelumnya.[43]
2.4.2.   Homiletika Pada Zaman Penginjilan
Pekabaran Injil merupakan kelanjutan dari usaha orang-orang pietis pada abad ke-18 dan seringkali bersifat pietis juga. Perkembangan pekabaran Injil pada abad ke-19 adalah begitu besar sehingga abad ini disebut abad pekabaran Injil. Kemana-mana orang pergi untuk mengabarkan Injil sambil mendirikan sekolah-sekolah.[44] Para pekabar injil tidak hanya memperkenalkan Alkitab kepada masyarakat tetapi juga mentransformasikan kehidupan masyarakat ke arah yg lebih baik lagi. Transformasi ini digunakan sebagai bentuk pendekatan mereka kepada umat agar mau dan tertarik mempelajari Alkitab seperti juga tujuan dari para penafsir abad ke 18 dan abad ke 20. Dimana terjadi pendirian gedung gereja, tempat ibadah, dan didirikan sekolah, pemberian pendidikan bagi setiap anak serta pembentukan sosio ekonomi harus diberikan perhatian oleh pekabar injil.[45]
Beberapa tokoh yg berpengaruh perkembangan Homiletika Zaman Penginjilan:
a.      Rudolf Bultman
Ia lahir pada tahun 1884 di Wiefeltde dekat Oldenburg, di Jerman. Dalam mempelajari injil , ia menggunakan pendekatan penelitian bentuk sastra dan kritik bentuk. Ia menganalisa cerita-cerita Injil dan menggolongkannya dalam berbagai tipe dan bentuk.[46] Bultman adalah seorang ahli perjanjian Baru, ahli bahasa. Menurut Bultman, manusia modern menemukan kesulitan untuk mengerti pemberitaan Perjanjian Baru. Perjanjian Baru mempunyai pandangan dunia yang sama sekali berbeda dengan pandangan modern tentang dunia. Bultman bergumul dengan perkara bagaimana Injil dapat diberitakan kepada manusia modern pada abad ini yang telah dipengaruhi oleh sekularisasi dan telah menyadari hakikat kemanusiaannya. Ia terpanggil untuk menemukan cara baru agar Injil Yesus Kristus menyapa manusia modern dapat mengambil suatu keputusan yg eksistensial.[47]
b.      Karl Barth
Karl Barth lahir di Basel pada tahun 1886 sebagai anak sulung gembala jemaat Calvinis. Teologi Barth adalah teologi Firman. Firman Allahlah, penyataan Allah yang menjadi pokok persoalan tinggi. Barth sangat menitik beratkan penyataan Allah dan Alkitab. Firman Allah adalah peristiwa Allah yg berbicara kepada manusia dalam Yesus Kristus , ialah penyataan pribadi Allah kepada kita.[48]

III.            Kesimpulan
Dari pemaparan diatas , penyaji menyimpulkan bahwa sejarah perkembangan homiletika dimulai dari Zaman Gereja Mula-mula, dimana pada saat zaman Gereja Mula-mula, khotbah belum menjadi naskah yang tertulis, akan tetapi dalam perkembangan sejarah selanjutnya khotbah itu sudah menjadi secara tertulis. Dilanjutkan dengan penjelasan dari bapa-bapa gereja yang menjelaskan tentang khotbah itu. Pada abad ke 17 homiletika dipakai sebagai ilmu berkhotbah. Dan pada perkembangan sejarah selanjutnya , Homiletika sebagai alat propaganda dalam Doktrin Gereja , yang dimana khotbah-khotbah dalam GKR tidak seturut atau tidak sejalan lagi sejalan dengan isi Alkitab. Oleh sebab itu , beberapa dari tokoh-tokoh yang telah tercantum (Tokoh Reformasi) melawan (meluruskan) akan hal yg sebenarnya dari Alkitab itu. Masa Reformasi Khotbah disampaikan dalam bentuk sederhana dan lebih mementingkan khotbah yang berpusatkan dari Alkitab. Masa Pietisme lebih ditekankan kepada penghayatan dari hati dan jiwa , yang menimbulkan tumbuh zaman penginjilan yang dimana mereka tidak hanya menyebarkan dan memperkenalkan Alkitab  melainkan mereka  mentransformasikan kehidupan masyarakat ke arah yg lebih baik lagi.
IV.            Daftar Pustaka
Rothlisberger H., Homiletika Ilmu berkhotbah, Jakarta : BPK-GM, 2005
dkk H.Berkhof  , Sejarah Gereja, Jakarta : BPK-GM, 2014
Rachman Rasid, Pembimbing Ke Dalam Sejarah Liturgi, Jakarta:Gunung Mulia,2010
Abineno J.L.Ch., Ibadah Jemaat dalam Abad-Abad Pertama,Jakarta : BPK-GM, 1985
Gintings E.P., Homiletika Pengkhotbah dan Khotbahnya, Yogyakarta : ANDI, 2013
Lane Tony, Runtut Pijar, Jakarta : BPK-GM, 2016
Wellem F.D., Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh dalam Sejarah Gereja, Jakarta : BPK-GM, 2011   
Susanto Hasan, Homiletika Prinsip dan Metode Berkhotbah, Jakarta : BPK-GM, 2004
Gintings E.P., Khotbah dan Pengkhotbah, Jakarta : BPK-GM, 2012
….Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 2007
…,Ensiklopedia Alkitab M-Z
Wellem F.D., Kamus Sejarah Gereja, Jakarta : Gunung Mulia 2006
Aritonang Jan S., Berbagai Aliran di Dalam dan Disekitar Gereja, Jakarta : BPK-GM, 2015
Gintings E. P., Homilitika Dari Teks sampai Khotbah, Bandung: Bina Media Informasi, 2012
dkk A.Kenneth Curstis, 100 Peristiwa Penting Dalam Sejarah, Jakarta : BPK-GM, 2013
Mc Grath Alister E, , Sejarah Pemikiran Reformasi, Jakarta : BPK-GM, 2012
End Th. van den, Harta dalam Bejana, Jakarta : Gunung Mulia, 2009   
Hale Leonard, Jujur Terhadap Pietisme, Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1996
Jonge C.De, Pembimbing ke dalam Sejarah Gereja, Jakarta : BPK-GM 2015
Damanik Jan Jahaman, Dari Ilah Menuju Allah, Yogyakarta : ANDI, 2012




[1] H.Rothlisberger, Homiletika Ilmu berkhotbah, (Jakarta : BPK-GM, 2005), 6
[2] Pardomuan Munthe, Rekaman Akademik, (Medan: Abdi sabda 2018) diruang kelas III A, 9 november 08.00-09.30 WIB

[3] E.P.GIntings, Homilitika dari Teks sampai Khotbah, (Bandung : Bina Media Informasi, 2012), 105
[4] H.Berkhof & I.H.Enklaar, Sejarah Gereja, (Jakarta : BPK-GM, 2014), 11-12
[5] Rasid Rachman, Pembimbing Ke Dalam Sejarah Liturgi, (Jakarta:Gunung Mulia,2010), 14-18
[6] Ibid, 21-22
[7] Sakramen Tobat adalah perwujudan dari perdamaian dunia dengan Allah didalam Kristus. Dalam Kristus, Allah telah mendamaikan dunia dengan diriNya (2Korintus 5:19). Itu terjadi melalui peristiwa salib. Bersama Gereja, Ia menyatakan karya itu melalui baptisan kudus dan melestarikannya melalui perjamuan Kudus.
[8] Rasid Rachman, Pembimbing Ke Dalam Sejarah Liturgi, 38
[9] Ibid, 46-56
[10] J.L.Ch. Abineno, Ibadah Jemaat dalam Abad-Abad Pertama, (Jakarta : BPK-GM, 1985), 36
[11] E.P.Gintings, Homiletika Pengkhotbah dan Khotbahnya, (Yogyakarta : ANDI, 2013), 119-120
[12] Tony Lane, Runtut Pijar, (Jakarta : BPK-GM, 2016), 38.
[13] E.P.Gintings, Homiletika Pengkhotbah dan Khotbahnya, (Yogyakarta : ANDI, 2013), 121-123
[14] F.D.Wellem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh dalam Sejarah Gereja, (Jakarta : BPK-GM, 2011 ),57
[15] E.P.Gintings, Homiletika Pengkhotbah dan Khotbahnya, (Yogyakarta : ANDI, 2013), 123-124
[16] Hasan Susanto, Homiletika Prinsip dan Metode Berkhotbah, (Jakarta : BPK-GM, 2004), 13
[17] E.P.Gintings, Khotbah dan Pengkhotbah, (Jakarta : BPK-GM, 2012) 2
[18] ….Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 2007), 84
[19] …,Ensiklopedia Alkitab M-Z, 325
[20] F.D. Wellem, Kamus Sejarah Gereja, (Jakarta : Gunung Mulia 2006), 391-392
[21] Pardomuan Munthe, Rekaman Akademik, (Medan: Abdi sabda 2018) diruang kelas III A, 9 november 08.00-09.30 WIB

[22] Tony Lane, Runtut Pijar, 132-133
[23] Jan S.Aritonang, Berbagai Aliran di Dalam dan Disekitar Gereja, (Jakarta : BPK-GM, 2015), 49
[24] E. P. Gintings, Homilitika Dari Teks sampai Khotbah, (Bandung: Bina Media Informasi, 2012), 118-119
[25] Rasid Racman, Pembimbing ke Dalam Sejarah Liturgi, (Jakarta: Gunung Mulia, 2010), 138
[26] Tony Lane, Runtut Pijar,144
[27] E.P.Gintings, Homiletika Pengkhotbah dan Khotbahnya, 134-135
[28] ibid, 135
[29] Jan S.Aritonang, Berbagai Aliran di Dalam dan Disekitar Gereja, 75
[30] A.Kenneth Curstis dkk, 100 Peristiwa Penting Dalam Sejarah, (Jakarta : BPK-GM, 2013), 83
[31] Alister E, Mc Grath, Sejarah Pemikiran Reformasi, (Jakarta : BPK-GM, 2012), 14
[32] F.D. Wellem, Kamus Sejarah Gereja, 249
[33] F.D.Wellem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh dalam Sejarah Gereja, 104
[34] Th. van den End, Harta dalam Bejana, (Jakarta : Gunung Mulia, 2009), 197
[35] Ibid, 198-202
[36] F.D.Wellem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh dalam Sejarah Gereja, 69-70
[37] F.D.Wellem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh dalam Sejarah Gereja, 104
[38] F.D. Wellem, Kamus Sejarah Gereja, 365
[39] Leonard Hale, Jujur Terhadap Pietisme, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1996), 5-7
[40] C.De Jonge, Pembimbing ke dalam Sejarah Gereja, (Jakarta : BPK-GM 2015), 78-80
[41] Loenard Hale,  Jujur Terhadap Pietisme, 6-11
[42] F.D.Wellem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh dalam Sejarah Gereja, 172-173
[43] Loenard Hale,  Jujur Terhadap Pietisme, 27-29
[44] C. De Jonge, Pembimbing ke Dalam Sejarah Gereja, 84
[45] Jan Jahaman Damanik, Dari Ilah Menuju Allah, (Yogyakarta : ANDI, 2012), 132
[46] Tony Lane, Runtut Pijar, 236-237
[47] F.D.Wellem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh dalam Sejarah Gereja, 46-47
[48] Tony Lane, Runtut Pijar, 220-221

Tidak ada komentar:

Posting Komentar