Sejarah
Perkembangan Homiletika
d.
Zaman Gereja mula-mula s/d diakuinya homiletika sebagai cabang ilmu teologia
e.
Homiletika sebagai alat propaganda doktrin Gereja (Reformasi dan Kontra
Reformasi)
f.
Homiletika sebagai usaha/tempat menggali kekayaan harta rohani (Zaman Pietisme
dan Penginjilan)
I.
Pendahuluan
Setelah
membahas pengertian dari pada Homiletika pada pertemuan sebelumnya, dan kini kita telah
memahami apa itu Homiletika, yaitu ilmu yang mempercakapkan tentang Tuhan Yesus
Kristus. Pada kali ini kita akan membahas Sejarah perkembangan Homiletika pada
Zaman Gereja Mula-mula sampai diakuinya sebagai cabang ilmu Teologia,
homiletika sebagai alat propaganda doktrin gereja pada masa Reformasi dan
Kontra Reformasi, Homiletika sebagai tempat menggali kekayaan harta rohani
(Zaman Pietisme dan Penginilan). Semoga pada pertemuan dan pembahasan kali ini menambah
wawasan kita bersama. Tuhan Yesus memberkati.
II.
Pembahasan
2.1.Pengertian
Homiletika
Istilah
Homiletika berasal dari kata Yunani homilia,
yang berasal dari kata sifat Yunani homiletika yang dihubungkan dengan kata
techne, jadi techne homiletika, artinya “ilmu pengetahuan” atau “ilmu
bercakap-cakap”. Dalam kata sifat homiletika terkandung kata benda homilia,
yaitu pergaulan (percakapan) dengan ramah tamah. Kata kerja homilein terdapat
empat kali dalam Perjanjian Baru (Luk 24:14,15 ; Kis. 20:11 ; 24:26).[1]
Gereja mula-mula harus dimulai dari catatan kisah para
Rasul tentang peribadahan kristen dan surat-surat Paulus yaitu di Korintus dan
di Roma terdapat juga nama orang di rumahnya dijadikan tempat ibadah. Di kisah
para rasul juga dicatat bahwa setiap mereka berkumpul mereka melakukan makan
dan perjamuan kudus dan berkembang masuk nyanyian. Di wahyu dijumpai ada
nama-nama gereja yang menceritakan bagaimana cepatnya pertumbuhan gereja.[2]
2.2.Zaman
Gereja Mula-Mula sampai dengan Diakuinya Homlietika sebagai cabang Ilmu
Teologia.
2.2.1.
Sejarah
Homiletika pada Zaman Gereja Mula-Mula
Dalam jemaat mula-mula, naskah Khotbah didasarkan
pada tindakan Allah dalam diri Yesus Kristus. Artinya, pada gereja mula-mula
itu naskah khotbahnya belum menjadi naskah yg tertulis. Karena itu apa yang
dilihat dan dialami para murid di sekitar Yesus, itulah yang mereka kabarkan.
Dalam sejarah selanjutnyalah apa yang dilihat dan dialami serta dikabarkan itu
dituliskan atau dibuat secara tertulis; sebelumnya teks khotbah itu selain
naskah-naskah PL adalah berdasarkan tradisi lisan. Yang dikhotbahkan dalam PL
adalah tindakan Yahwe melalui hukuman menuju keselamatan ; sedangkan dalam PB
yang dikhotbahkan adalah tindakan penyelamatan Allah pada akhir zaman melalui
Yesus Kristus. Selanjutnya yang dilakukan dalam Jemaat Mula-Mula adalah membuat
bahan-bahan lama dan memakainya menjadi bahan baru untuk jemaat dalam
situasinya yang baru. Oleh sebab itu, ada beraneka macam khotbah dalam jemaat
mula-mula.[3]
Lambat Laun kebaktian dilangsungkan dengan memakai tatacara atau liturgia yang
lengkap. Bagian yang pertama terdiri atas doa, nyanyia, pembacaan Firman Tuhan
dan Khotbah ; sesudah itu jemaat duduk makan bersama.[4]
2.2.1.1. Latar Belakang Ke-Yahudian dalam
Liturgi Awal
Pada
ibadah Kristen Mula-mula , pengaruh ibadah Yahudi cukup dominan. Pengaruh
tersebut berasal dari jemaat-jemaat di Yerusalem dan sekitarnya. Sebagian besar
umat adalah Yahudi Kristen, tersebar kearah Timur menggambarkan asal-usul
ibadah Yahudi yang dibidani oleh jemaat- jemaat Yahudi Kristen. Sinaksis
adalah perkumpulan umat untuk membaca kitab suci , menyanyikan Mazmur (psalmody), dan berdoa di sinagoge.
Ketiga unsur ini adalah bagian utama dalam ibadah Kristen mula-mula, walaupun
mereka secara praktis tidak seragam dalam ibadah Yahudi. Misalnya, Gereja
menambah sifat ibadah Yahudi dengan eucharistia
atau pengucapan syukur. Dalam Kisah Para Rasul digambarkan ibadah di Bait Allah
atau sinagoge itu kemudian dilanjutkan dalam perjamuan di rumah salah seorang
dari mereka (Kis. 2:46). Salah satu urutan liturgi menurut Yustinus Martir (±
tahun 150) dalam Apologia I adalah sbb :
·
Pembacaan Alkitab, terdiri dari taurat ,
Nabi-nabi, Surat Rasuli, Injil.
·
Menyanyikan Mazmur-mazmur dan pujian
·
Pembacaan Injil
·
Homilia , yaitu pengajaran dan
penjelasan kitab suci
·
Berdoa (termasuk doa syafaat)
Tata Liturgi Ekaristi :
·
Cium salam atau cium damai
·
Anaphora
·
Uskup menaikan doa syukur atas ciptaan
dan pemeliharaan (providentia) Allah
didalam nama Anak dan Roh Kudus.
·
Pemecahan Roti , lalu uskup memanggil
daikon untuk membagikannya kepada umat.
Karena bagi
umat, itu bukan roti dan anggur biasa. Yesus Kristus telah menjadi daging dan
darah dengan maksud untuk menyelamatkan. Dan kepada kami diajarkan bahwa
makanan ini, setelah diberkati dengan doa-doa yang terdiri dari kata-kata yang
pernah Ia ucapkan (1 Kor.11:23-25) yang adalah daging dan darah Yesus, telah
menjadi roti dan anggur. Liturgi awal berjalan tanpa terikat pada buku-buku liturgi,
tata liturgi (baku), formula liturgis, dan aturan-aturan liturgis lain.
Kesederhanaan liturgi awal disebabkan oleh budaya jemaat tentang ibadah.
Liturgi gereja mula-mula dikenal melalui cara dan sikap mereka hidup, bukan
melalui cara liturgy dilayankan. Ada sikap sehati sejiwa , tidak ada milik
pribadi, segala sesuatu adalah kepunyaan bersama. Mereka bertekun dalam doa ,
membaptis, dan memecah-mecahkan roti (Kis.2:4).[5]
2.2.1.2. Ibadah Harian
Ibadah harian adalah salah satu jenis perayaan
penting yang dilakukan oleh Gereja Mula-Mula. Doa yang sekaligus pengakuan iman
mereka berbentuk sederhana , yakni Iesous
Khristos Kyrios (Yesus Kristus adalah Tuhan). Praktik ibadah atau doa
individual dijalankan sejak zaman PL. Daniel 6:11 menuliskan “tiga kali sehari
ia berlutut dan berdoa”. [6]
2.2.1.3. Akar- akar Sakramen
Ada
beberapa perayaan yang merupakan akar-akar sakramen gereja. Selain baptisan dan perjamuan
kudus, yang juga digolongkan ke dalam sakramen adalah rekonsiliasi tobat[7]
dan penahbisan imam. Kedua praktik liturgi sakramen tersebut didasarkan pada
pengertian bahwa sakramen adalah tanda suci atau bentuk yang kelihatan yang
mengungkapkan rahmat yang tidak kelihatan. Bentuk yang kelihatan tersebut
adalah simbolisasi ungkapan manusia yang dirayakan oleh Gereja. Rahmat yang
tidak kelihatan tersebut adalah anugrah dari Yang Transenden. Jadi, sakramen
adalah tanda suci berupa ungkapan manusia (protestantio
fidei = pernyataan iman) berdasarkan pengalaman iman bersama dengan Allah.[8]
2.2.1.4. Penahbisan Jabatan.
Pemilihan
pemangku jabatan pelayanan di gereja serta akar-akar penahbisan muncul sejak
zaman Gereja Mula-mula. Ada pemilihan beberapa orang yang dinilai cakap.
Semula, umat dilayani langsung oleh rasul-rasul. Para Rasul itu melayankan doa,
firman, dan meja (Kis.6). Para Rasul bertugas berdoa , melayankan firman, dan
meletakkan tangan ke atas daikon yang
melayankan meja. Para diakon bertugas mengatur pelayanan meja. Semula
pejabat-pejabat itu, termasuk uskup, merupakan suatu dewan. Mereka terdiri dari
beberapa orang, tidak hanya satu orang. Para pelayan ini disatukan oleh uskup.
Uskup sebagai kepala umat adalah pemersatu antara para pelayan dan umat,
sekaligus sebagai penerus pekerjaan para rasul. Tugas penjaga keutuhan umat ini
dipegang oleh uskup. Uskup tampil kemuka, dia meneruskan tugas rasul demi
kepentingan umat.Secara umum, pelayan-pelayan jemaat adalah orang-orang yang
sangat terpandang. Umat memandang mereka karena berkarisma, bukan karena
pendidikan. Golongan berkarismalah yang berpengaruh di Gereja Mula-Mula.
Selain
itu, bersama-sama dengan pembagian jabatan, pemangku jabatan gereja dihubungkan
dengan penahbisan. Pejabat gereja yang ditahbiskan pun beragam dan berbeda.
Keragaman jenis pejabat itu lahir dari perkembangan kebutuhan pelayanan Gereja.
1. Uskup ialah
yang terhormat, ia berinisiatif mengumpulkan umat. Tindakannya itu dilakukan
dalam nama Kristus. Fungsi utama di dalam liturgi adalah melayankan persembahan
dan ekaristi, sebagai pengantara Allah dan umat, dan penyampaian firman Allah.
Ia berkhotbah dan melayankan baptisan.
2.
Imam/Presbiter , duduk disebelah
uskup. Mereka bertugas membacakan Injil jika daikon tidak ada. Mereka
berkhotbah sebelum uskup. Dalam salam damai, mereka memberi salam kepada uskup.
Selama Doa Syukur Agung, mereka berdiri di kiri dan kanan uskup di sekitar
altar.
3. Diakon sebagai
telinga dan mulut uskup. Dalam liturgy, mereka melantunkan doa-doa ,
mempersiapkan roti dan anggur perjamuan, membagikan roti dan anggur kepada umat
dan menjaga tingkah laku umat.
Didalam
pelayanan penahbisan berlangsung pada akhir liturgy Firman. Baik itu Tata
liturgy Penahbisan Uskup, Penahbisan Imam dan penahbisan daikon.[9]
2.2.2.
Homiletika
Zaman Bapa-Bapa Gereja
1.
Origenes
(185-254)
Origenes
ialah ahli Theologia, yang banyak meninggalkan Khotbah bagi kita.
Khotbah-Khotbah itu ditulisnya pada tahun-tahun akhir hidupnya.[10]
Ia adalah seorang tokoh aliran Alexandria (Mesir) dalam hermeneutik penafsiran
alegoris. Menurut Origenes, homiletika adalah ilmu yang menerangkan atau
menjelaskan arti, isi, maksud , dan tujuan Firman Tuhan. Ia mempelopori
munculnya metode menerangkan dan mengkhotbahkan Firman Tuhan secara Somatis,
Psikis, dan Penumatik. Somatis berarti menerangkan Firman Tuhan sesuai tujuan,
maksud dan arti yang tertulis. Psikis artinya mencari pengertian lain yang
lebih luas dari yang tertulis dalam teks . Psikis berasal dari kata “psvehe”
dalam bahasa Yunani, yang berarti jiwa. Jadi kita mencari dan mengusahakan
keterangan khobah yang lebih luas dan mendalam. Pneumatis (roh) artinya jauh
lebih mendalam lagi daripada arti psikis.[11]
2.
Agustinus
(354-430)
Agustinus
adalah teolog Kristen yang terbesar setelah Rasul Paulus. Ia adalah sang Bapa Gereja
Barat.[12] Agustinus
mengatakan bahwa khotbah mencakup unsur mengajar (docere) dan menyenangkan hati (delectere).
Khotbah merupakan percakapan yang penuh arti atau flektere, yaitu percakapan yang menimbulkan rasa cinta, keinginan,
dan kerinduan akan isi percakapan dalam Khotbah. Tujuan Khotbah adalah
kebenaran semakin luas diketahui supaya kebenaran diterima dengan gembira dan
kebenaran tersebut menggerakkan orang yang mendengarkan Firman Allah untuk
melak ukannya dalam kehidupan sehari-hari.[13]
3.
Yohannes
Krisostomus (354-407)
Krisostomus
adalah seorang pengkhotbah yang sangat terkenal sehingga dijuluki Bermulut
Emas. Ia lahir di Antiokhia pada tahun 374. Ia belajar iman Kristen selama tiga
tahun kepada Uskup Miletus di Antiokhia dan kemudian dibaptiskan.[14] Krisostomus
terkenal sebagai pengkhotbah ulung yang tidak pernah lelah dalam pekerjaanya.
Menurutnya, orang yang mempelajari Teologi memiliki tujuan mengkhotbahkan
Firman Tuhan. Yang artinya, bagi orang itu menafsirkan Firman Tuhan sama dengan
berkhotbah dan juga membangkitkan roh pembangun di jemaat (bnd. 1 Korintus 3:10
dan 1 Korintus 14:26; oikodome yang
artinya membangun), membangun segala aktivitas jemaat yang membangun iman,
tukang untuk pembangunan jemaat Tuhan.[15]
2.2.3.
Sejarah Perkembangan Diakuinya
Homiletika sebagai Cabang Ilmu Teologia
Perkembangan
Homiletika mempunyai hubungan erat dengan perkembangan gereja. Pertumbuhan
Gereja secara kualitas dan kuantitas sangat ditentukan oleh pelayanan diatas
mimbar. Dengan mengamati homiletika orang mengenal seberapa serius gereja
melakukan pelayanan misi. Sejarah menunjukkan bahwa homiletika merefleksikan
interaksi dengan masyarakat yang ada disekitarnya.[16]
Dalam Sejarah Gereja, sampai abad ke 5 kata “homilein” diterjemahkan ke dalam
Alkitab bahasa Latin (Vulgata) dengan istilah “sermo” (sermon) adalah suatu
pekerjaan menafsirkan teks Alkitab untuk dikhotbahkan. Lalu pada akhir abad ke
17 istilah homiletika telah dipakai sebagai ilmu berkhotbah.[17]
2.3.
Homiletika sebagai alat Propaganda Doktrin Gereja (Reformasi dan Kontra Reformasi )
2.3.1.
Pengertian
Propaganda
Dalam
KBBI, Propaganda adalah penerangan yang benar atau yang salah yang dikembangkan
dengan tujuan meyakinkan agar orang menganut suatu aliran, sikap, atau arah
tindakan tertentu.[18]
Propaganda (dari bahasa Latin modern: Propagare
yang berarti mengembangkan atau memekarkan) adalah rangkaian pesan yang
betujuan untuk memengaruhi pendapat dan kelakukan masyarakat atau sekelompok
orang.[19]
2.3.2.
Homiletika
Sebagai alat Propaganda Doktrin Gereja pada Reformasi.
Reformasi
adalah gerakan untuk mengadakan suatu pembaruan dalam kekristenan barat yang
dimulai sejak abad ke 14 hingga abad ke 17. Mereka menyerang struktur gereja
yang hierarkis dan legalistic serta keburukan-keburukan yang terdapat dalam
gereja. Meskipun dalam tubuh Gereja Barat diadakan berbagai pembaharuan gereja
yang lebih berarti tetap berjalan.[20]
Abad
ke 2 kalender gerejawi sudah mulai disusun. Namun hanya masih berfokus pada
perayaan paskah dan pentakosta setelah kristen diakui sebagaimana agama
kekaisaran romawi (313) dalam penandatanganan Edict of milano maka gereja
semakin mempercepat penyusunan kalender gereja itu diikuti sampai kalender
gereja abad pertengahan fase 1 lalu di abad pertengahan fase ke II. Disinilah
abad kegelapan gereja karena disinilah kita temukan ajaran gereja tidak
bertolak dari Alkitab tapi bertolak belakang dari Alkitab tapi bertolak dari
tuntutan-tuntutan moral dan etika sehingga khotbah lebih banyak menyampaikan
aturan-aturan moralis.pada abad pertengahan terjadi reformasi karena fungsi dan
pengejaran gereja sudah banyak menyimpang.[21]
1.
Diawali, Luther mulai berkhotbah
dan mengajar tentang pemahaman barunya . Luther menulis 95 dalil melawan
surat-surat penghapusan siksa.[22]
Bagi Luther yang terpenting dalam ibadah adalah bagaimana agar jemaat mengalami
dengan nyata tindakan penyelamatan Allah di dalam Kristus.[23] Alkitab mempunyai otoritas
tertinggi, lebih tinggi dari gereja. Alkitab dapat dimengerti dan bersikap
konsekuen. Kesulitan manusia dalam mengerti Alkitab adalah ketidaktahuannya
tentang arti dan tata bahasa dari Alkitab. Alkitab harus ditafsir dalam
pengertian sederhana dan mempertahankan tata bahasanya. Luther mengartikan
Firman Tuhan adalah Kristus .Tuhan
Allah menyatakan diri-Nya dalam Yesus Kristus. Firman itu telah menjadi daging
dan kenyataan itulah yang menjadi Kitab Suci (Alkitab). Dalam visi ini khotbah
gereja menjadi firman Tuhan. Karena firman yang telah menjadi nyata dalam
Alkitab maka khotbah gereja menjadi pemberitaan firman Tuhan.[24] Di
Bait Allah tidak boleh ada sesuatu pun yang menggambarkan atau mengimajinasikan
gambar Baal dan dewa-dewa. Secara bertahap dan dengan penuh toleransi ia hanya
mengizinkan tiga meja di dalam gereja, yaitu meja untuk pembacaan Alkitab, meja
untuk pembacaan Injil dan pemberitaan firman, dan meja untuk perjamuan kudus.[25]
2.
Zwingly
berpendapat bahwa suatu doktrin tidak boleh berlawanan dengan akal.[26] Zwingly
melalui pembaharuan gereja melalui seminar Perjanjian Lama di Zurich pada 1525.
Hal ini tentu berhubungan dengan Homiletika. Zwingly bersama teman-temannya
berusaha menafsirkan kitab-kitab Perjanjian Lama. Setelah selai, mereka
mengadakan satu seminar dan khotbah untuk rakyat (penduduk kota). Menurut
Zwingly, Khotbah adalah eksplicatio
(menggali isi firman Tuhan) dan aplicatio
(menghubungkannya dengan kehidupan konkrit). Dari seminar dan khotbah tersebut
muncullah “Kebaktian Khotbah”. Kebaktian Khotbah merupakan unsur pembaharuan
gereja dan inilah sumbangan Zwingly untuk Homiletika. Menurut Zwingly, Khotbah
harus didasarkan pada Alkitab yang sudah dituliskan dalam kanon Alkitab, bukan atas
yang lain seperti tradisi atau yang lain. Firman Allah dalam Alkitab ada karena
kuasa Roh Kudus. Ia juga berpendapat bahwa Khotbah merupakan pengantara
keselamatan dan alat utama untuk pendidikan orang Kristen.[27]
3.
Calvin menekankan 3 hal
mengenai Khotbah , yaitu : hubungan Alkitab dengan Roh Kudus, Alkitab dengan
Kepercayaan, dan Alkitab dengan Khotbah.[28]
Bagi Calvin tata ibadah bukan hanya merupakan soal praktis dan incidental, yang
bisa disusun dan diselenggarakan menurut selera dan suasana sesaat. Baginya
Ibadah dan tata ibadah berkait erat, bahkan merupakan satu kesatuan, dengan
pokok-pokok ajaran mendasar, sebab gereja mengungkapkan imannya melalui ibadah.
Dengan kata lain, apa yang diyakini gereja terungkap secara nyata dalam
ibadahnya. Justru karena hubungan erat antara keyakinan atau ajaran dengan
ibadah, Calvin bersama para reformator lainnya tidak hanya melakukan pembaruan
dalam hal ajaran, melainkan juga dalam hal ibadah-ibadah di dalam gereja-gereja
Calvinis . Lutheran berpusat pada pemberitaan Firman atau Khotbah .Calvin
memberi perhatian yang lebih jauh besar atas penataan ibadah, sejalan dengan
perhatian besarnya atas tata gereja.[29]
2.3.3.
Homiletika
Sebagai alat Propaganda Doktrin Gereja pada masa Kontra
Reformasi
Kontra Reformasi
bukanlah berarti bahwa Gereja Katolik telah berpaling pada pemikiran protestan.
Melainkan ia berupaya merubah beberapa penyimpangan yang merupakan pelanggaran
yang tidak dapat diterima oleh gereja Katolik.[30] GKR
juga mengembangkan cara untuk memerangi reformasi Protestan dengan maksud
membatasi pengaruhnya, dengan melakukan pembaharuan atas dirinya sendiri untuk
menyingkirkan alasan-alasan kritikan Protestan.[31]
Dalam rangka gerakan kontra reformasi, didirikan inkuisisi pada tahun 1542 dan
GKR juga menetapkan Index Lidrorum
Prohibitoru, dan bersamaan itu pula Serikat Yesuit didirikan oleh Ignatius
dari Loyola untuk mempertahankan GKR dari penggerogotan gerakan reformasi,
sehingga hal ini mengakibatkan gerakan reformasi dibatasi.[32]
Gerakan
Kontra Reformasi Gereja Katolik Roma
1.
Serikat
Yesuit
Serikat
Yesuit didirikan oleh Ignatius dari Layola untuk mempertahankan GKR dari
penggerogotan gerakan reformasi.[33]
Yang menjadi tujuan utama para Yesuit yaitu mengumpulkan seluruh dunia di dalam
Gereja Kristus, yaitu Gereja Katolik. Hal itu berarti bahwa ordo itu merupakan
badan missioner. Anggotanya mengabarkan injil kepada orang yang bukan Kristen
dan berusaha untuk menanggulangi bidat (Reformasi). Disamping itu, rakyat
Katolik harus diberi bimbingan juga.[34]
2.
Konsili
Trente
Konsili
Trente menolak ajaran Reformasi dengan tidak menunjukkan pengertian sedikitpun.
GKR mengamankan diri terhadap serangan yang demikian dengan menetapkan tradisi gereja mempunyai kuasa Ilahi
seperti Alkitab. Jadi Alkitab harus ditafsirkan sesuai dengan ajaran gereja,
yang menentukan sah-tidaknya tafsiran tertentu adalah hierarki. Orang-orang
Katolik Roma dilarang membaca buku yang tidak disahkan olehnya. Beberapa
ketetapan Konsili Trente.
a.
Mengenai
Alkitab dan Tradisi
Sinode
melihat bahwa kebenaran yang menyelamatkan dan ajaran tentang kesusilaan ada di
dalam kitab- kitab yang tertulis dan dalam tradisi-tradisi yang tidak tertulis.
Tradisi-tradisi itu diterima oleh rasul dari Kristus sendiri, atau didekatkan
Roh Kudus kepadanya. Sinode menerima dan menjunjung tinggi, dengan rasa kasih
dan hormat yang sama, semua kitab PL dan PB, dan juga tradisi-tradisi yang dipelihara
dalam gereja katolik dengan tak putus-putusnya.
b.
Mengenai
Pembenaran Oleh Iman
Kalau
seseorang mengatakan bahwa orang berdosa dibenarkan hanya oleh iman dan
mengartikannya sedemikian, hingga tidak ada dituntut dari orang berdosa itu
sesuatu yang lain yang dengannya ia turut mengusahakan karunia pembenaran, dan
sehingga tidak perlu sama sekali bahwa ia dipersiapkan dan disediakan oleh
kegiatan kehendaknya sendiri, terkutuklah dia.
[35]
2.3.4.
Tokoh-Tokoh
Kontra-Reformasi
1.
Johan
Eck.
Ia
dilahirkan di Eck, Swabia, pada tahun 1486. Ia menjadi doctor teologi pada umur
24 tahun, kemudian menjadi mahaguru di Universitas Ingolstadt, Bavaria. Eck
adalah seorang yang cerdik dalam berdebat. Pokok perdebatan beralih dari
kewibawaan konsili, Eck berpendapat bahwa konsili tidak mungkin keliru dalam mengambil
keputusan-keputusannya, Paus adalah pengganti Petrus dan wakil Kristus diatas
dunia. Kemudian Luther berpendapat bahwa pendapat Eck itu bertantangan dengan
Kitab Suci. Luther berpendapat bahwa konsili tidak luput dari kesalahan. Eck
menulis Risalah pembelaan tentang kepausan yang berjudul De Primatu Petri “Mengenal
Primasi Petrus”. Eck sampai akhir hidupnya berperan sebagai pembela iman
GKR yang gigih. Johan Eck meninggal pada tahun 1543.[36]
2.
Ignatius
Layola.
Ignatius
adalah pendiri Serikat Yesuit (Societa
Yesou=SY). Organisasi serikat Yesuit diatur dengan sangat ketat.
Anggota-anggotanya harus taat secara mutlak kepadanya. Mereka dapat diterima
sebagai anggota serikat Yesuit sesudah menjalani masa percobaan yang berat dan
lama. Kemauan mereka diperkuat oleh latihan-latihan rohani, calon anggota harus
membayangkan siksaan-siksaan neraka sampai merasa ngeri dan kemudian dibimbing
kepada Kristus. Mereka dibimbing untuk menjadi laskar Kristus guna
mempertahankan gereja Khatolik Roma dan untuk menanamkan gereja Katolik roma
ditengah bangsa kafir diseluruh dunia. Ia sangat menekankan ketaatan mutlak kepada paus sebagaimana juga
kepada Kristus.[37]
2.4.Homiletika
sebagai usaha/tempat menggali kekayaan Harta Rohani (Zaman Pietisme dan
Penginjilan)
2.4.1.
Homiletika
Pada Zaman Pietisme (± 1650 – 1789)
Kata Pietis berasal dari bahasa Latin, yaitu “pietas” yang berarti kesalehan. Pietisme
merupakan gerakan kesalehan dalam gereja Protestan di Jerman abad ke-17.[38]
Hal ini dimulai dengan kemorosotan moral yang dahsyat, akibat perang 30 tahun.
Perang ini merupakan perang antara penganut-penganut katolik roma dan
reformasi. Inilah sebuah perang dengan latar belakang agama, tetapi ternyata
menghancurkan semua nilai-nilai agama. Budaya manusia hancur, moral merosot,
dan banyak gedung gereja yang ditutup. Akibat perang itu dalam semua bidang
kehidupan ternyata sangat fatal. Banyak desa-desa yg musnah, uang kehilangan
nilainya, sadism ditemukan dimana-mana, mabuk-mabukan dan pelacuran adalah hal
yg biasa.[39]
Pietisme adalah aliran yang menekankan kesalehan dan penghayatan iman. Aliran
ini merupakan suatu reaksi terhadap perkembangan di gereja- gereja protestan
sesudah reformasi. Gereja- gereja ini mencapai menjaga apa yg diajarkan oleh
reformator supaya jangan terjadi penyimpangan dari ajaran mereka. Pietisme
menekankan bahwa iman bukan tindakan otak saja, melainkan adalah menyerahkan
seluruh pribadi kepada Allah dengan hati dan jiwa, sebagai akibat kelahiran
kembali oleh Allah. Oleh sebab itu orang-orang pietis suka berkumpul dalam
kelompok-kelompok kecil, yang terdiri dari orang-orang sehati dan sejiwa untuk
bersama-sama menghayati dan memperdalam iman pribadi dalam suasana bebas dan spontan,
yg tidak terdapat dalam kebaktian-kebaktian resmi. Dalam pietisme kecenderungan
individualisme, yaitu mengutamakan apa yang dirasa, dihayati, dipercayai, dan
dipikirkan oleh perseorangan.[40]
Pietisme adalah perwujudan usaha untuk
memperbaiki keadaan masyarakat dan gereja. Ditengah-tengak kemorosotan moral
dan kemeralatan akibat perang Tigah Puluh Tahun, gereja-gereja Lutheran tidak
mempunyai sarana untuk mengisi atau mengatasi keadaan itu. Pietisme menekankan
satu dimensi yang lain dari diri manusia yaitu perasaan. Bukan apa yang ada
dalam kepala manusia, tetapi yang paling penting adalah apa yang ada didalam
hati manusia. Khotbah- Khotbah pada wakti itu sama sekali tidak cocok dengan
kebutuhan manusia, Pietisme lalu berbicara tentang khotbah praktis yang
berbicara tentang pengalaman dan kehidupan manusia sehari-hari. Jadi, pietisme
adalah sebuah koreksi atau reaksi , yang berusaha keras mengisi sebuah
kekosongan di dalam kehidupan jemaat.[41]
Beberapa Tokoh yg berpengaruh perkembangan
Homiletika zaman Pietisme :
a.
Philip
Jacob Spener
Spener adalah seorang tokoh dan pelopor gerakan
pietisme jerman. Ia dilahirkan di Alcase pada tahun 1635. Pada tahun 1666
Spener menjadi pendeta di kota perdagangan Frankfurt. Spener kini menekankan
agar diadakan penelitian Alkitab. Dalam khotbah-khotbahnya ia mengajak umat
untuk berbuat baik. Ia menghimbau agar para pendeta hidup lebih saleh. Pada
tahun 1675 Spener mencetuskan gerakan Pietisme. Ia menerbitkan bukunya yg
berjudul Pia Desideria (Cita-cita
kesalehan). Ia sendiri mengajukan 6 usul untuk memperbaiki keadaan Gereja:
1. Harus
disediakan waktu yang lebih banyak untuk mendengarkan firman Allah. Tidak hanya
cukup mendengar Firman Allah di gereja. Di rumah masing-masing Alkitab harus
dibacakan untuk masing-masing keluarga setiap hari.
2. Harus
mengajak anggota jemaat untuk mempraktikkan imamat am-nya.
3. Iman
Kristen harus dipraktikkan.Tidak cukup hanya memiliki pengetahuan tentang iman.
4. Para
teolog tidak boleh memakai kata-kata pahit terhadap lawannya.
5. Lembaga
pendidikan teologi haruslah menjadi bengkel-bengkel Roh Kudus.
6. Khotbah-khotbah
harus disusun dengan tujuan membangkitkan iman pendengarannya supaya imannya
menunjukkan buah-buah Roh. Khotbah bukanlah alat untuk memamerkan kepandaian
pengkhotbah.[42]
b.
Francke
Augus Herman
Franke lahir di lubeck pada tahun 1663. Ia berusaha
menghubungkan Ortodoksi dengan moralitas. Akibatnya sejak kecil Francke telah
hidup di lingkungan ortodoksi dan mempunyai pengetahuan yg baik tentang
pengetahuan etis yang harus diwujudkan dalam masyarakat atau pribadi. Menurut
Francke, teologi harus melayani perubahan hidup, pembaharuan gereja,
pembaharuan bangsa dan yg dipentingkan adalah perwujudan ajaran itu didalam
kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu Francke berbicara tentang pertobatan,
penyesalan hati dan lahir baru. Ia
setuju bahwa hidup baru adalah anugrah Allah, bahwa orang yg telah lahir baru,
benar-benar berbeda dengan keadaan yg sebelumnya.[43]
2.4.2.
Homiletika
Pada Zaman Penginjilan
Pekabaran Injil merupakan kelanjutan dari usaha
orang-orang pietis pada abad ke-18 dan seringkali bersifat pietis juga.
Perkembangan pekabaran Injil pada abad ke-19 adalah begitu besar sehingga abad
ini disebut abad pekabaran Injil. Kemana-mana orang pergi untuk mengabarkan
Injil sambil mendirikan sekolah-sekolah.[44] Para
pekabar injil tidak hanya memperkenalkan Alkitab kepada masyarakat tetapi juga
mentransformasikan kehidupan masyarakat ke arah yg lebih baik lagi.
Transformasi ini digunakan sebagai bentuk pendekatan mereka kepada umat agar
mau dan tertarik mempelajari Alkitab seperti juga tujuan dari para penafsir
abad ke 18 dan abad ke 20. Dimana terjadi pendirian gedung gereja, tempat
ibadah, dan didirikan sekolah, pemberian pendidikan bagi setiap anak serta
pembentukan sosio ekonomi harus diberikan perhatian oleh pekabar injil.[45]
Beberapa tokoh yg berpengaruh perkembangan
Homiletika Zaman Penginjilan:
a.
Rudolf
Bultman
Ia lahir pada tahun 1884 di Wiefeltde dekat
Oldenburg, di Jerman. Dalam mempelajari injil , ia menggunakan pendekatan
penelitian bentuk sastra dan kritik bentuk. Ia menganalisa cerita-cerita Injil
dan menggolongkannya dalam berbagai tipe dan bentuk.[46] Bultman
adalah seorang ahli perjanjian Baru, ahli bahasa. Menurut Bultman, manusia
modern menemukan kesulitan untuk mengerti pemberitaan Perjanjian Baru.
Perjanjian Baru mempunyai pandangan dunia yang sama sekali berbeda dengan
pandangan modern tentang dunia. Bultman bergumul dengan perkara bagaimana Injil
dapat diberitakan kepada manusia modern pada abad ini yang telah dipengaruhi oleh
sekularisasi dan telah menyadari hakikat kemanusiaannya. Ia terpanggil untuk
menemukan cara baru agar Injil Yesus Kristus menyapa manusia modern dapat
mengambil suatu keputusan yg eksistensial.[47]
b.
Karl
Barth
Karl Barth lahir di Basel pada tahun 1886 sebagai
anak sulung gembala jemaat Calvinis. Teologi Barth adalah teologi Firman.
Firman Allahlah, penyataan Allah yang menjadi pokok persoalan tinggi. Barth
sangat menitik beratkan penyataan Allah dan Alkitab. Firman Allah adalah
peristiwa Allah yg berbicara kepada manusia dalam Yesus Kristus , ialah penyataan
pribadi Allah kepada kita.[48]
III.
Kesimpulan
Dari
pemaparan diatas , penyaji menyimpulkan bahwa sejarah perkembangan homiletika
dimulai dari Zaman Gereja Mula-mula, dimana pada saat zaman Gereja Mula-mula,
khotbah belum menjadi naskah yang tertulis, akan tetapi dalam perkembangan
sejarah selanjutnya khotbah itu sudah menjadi secara tertulis. Dilanjutkan
dengan penjelasan dari bapa-bapa gereja yang menjelaskan tentang khotbah itu.
Pada abad ke 17 homiletika dipakai sebagai ilmu berkhotbah. Dan pada
perkembangan sejarah selanjutnya , Homiletika sebagai alat propaganda dalam
Doktrin Gereja , yang dimana khotbah-khotbah dalam GKR tidak seturut atau tidak
sejalan lagi sejalan dengan isi Alkitab. Oleh sebab itu , beberapa dari tokoh-tokoh
yang telah tercantum (Tokoh Reformasi) melawan (meluruskan) akan hal yg
sebenarnya dari Alkitab itu. Masa Reformasi Khotbah disampaikan dalam bentuk
sederhana dan lebih mementingkan khotbah yang berpusatkan dari Alkitab. Masa
Pietisme lebih ditekankan kepada penghayatan dari hati dan jiwa , yang menimbulkan
tumbuh zaman penginjilan yang dimana mereka tidak hanya menyebarkan dan
memperkenalkan Alkitab melainkan
mereka mentransformasikan kehidupan
masyarakat ke arah yg lebih baik lagi.
IV.
Daftar
Pustaka
Rothlisberger
H., Homiletika Ilmu berkhotbah,
Jakarta : BPK-GM, 2005
dkk
H.Berkhof , Sejarah Gereja, Jakarta : BPK-GM, 2014
Rachman
Rasid, Pembimbing Ke Dalam Sejarah
Liturgi, Jakarta:Gunung Mulia,2010
Abineno
J.L.Ch., Ibadah Jemaat dalam Abad-Abad
Pertama,Jakarta : BPK-GM, 1985
Gintings
E.P., Homiletika Pengkhotbah dan
Khotbahnya, Yogyakarta : ANDI, 2013
Lane
Tony, Runtut Pijar, Jakarta : BPK-GM,
2016
Wellem
F.D., Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh
dalam Sejarah Gereja, Jakarta : BPK-GM, 2011
Susanto
Hasan, Homiletika Prinsip dan Metode
Berkhotbah, Jakarta : BPK-GM, 2004
Gintings
E.P., Khotbah dan Pengkhotbah, Jakarta
: BPK-GM, 2012
….Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta :
Balai Pustaka, 2007
…,Ensiklopedia Alkitab M-Z
Wellem
F.D., Kamus Sejarah Gereja, Jakarta :
Gunung Mulia 2006
Aritonang
Jan S., Berbagai Aliran di Dalam dan
Disekitar Gereja, Jakarta : BPK-GM, 2015
Gintings E. P., Homilitika Dari Teks sampai Khotbah,
Bandung: Bina Media Informasi, 2012
dkk
A.Kenneth Curstis, 100 Peristiwa Penting
Dalam Sejarah, Jakarta : BPK-GM, 2013
Mc
Grath Alister E, , Sejarah Pemikiran
Reformasi, Jakarta : BPK-GM, 2012
End
Th. van den, Harta dalam Bejana, Jakarta
: Gunung Mulia, 2009
Hale
Leonard, Jujur Terhadap Pietisme,
Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1996
Jonge
C.De, Pembimbing ke dalam Sejarah Gereja,
Jakarta : BPK-GM 2015
Damanik
Jan Jahaman, Dari Ilah Menuju Allah,
Yogyakarta : ANDI, 2012
[1]
H.Rothlisberger, Homiletika Ilmu
berkhotbah, (Jakarta : BPK-GM, 2005), 6
[2]
Pardomuan Munthe, Rekaman
Akademik, (Medan: Abdi sabda 2018) diruang kelas III A, 9 november
08.00-09.30 WIB
[3]
E.P.GIntings, Homilitika dari Teks sampai
Khotbah, (Bandung : Bina Media Informasi, 2012), 105
[4]
H.Berkhof & I.H.Enklaar, Sejarah
Gereja, (Jakarta : BPK-GM, 2014), 11-12
[5]
Rasid Rachman, Pembimbing Ke Dalam
Sejarah Liturgi, (Jakarta:Gunung Mulia,2010), 14-18
[6]
Ibid, 21-22
[7]
Sakramen Tobat adalah perwujudan dari perdamaian dunia dengan Allah didalam
Kristus. Dalam Kristus, Allah telah mendamaikan dunia dengan diriNya (2Korintus
5:19). Itu terjadi melalui peristiwa salib. Bersama Gereja, Ia menyatakan karya
itu melalui baptisan kudus dan melestarikannya melalui perjamuan Kudus.
[8]
Rasid Rachman, Pembimbing Ke Dalam
Sejarah Liturgi, 38
[9]
Ibid, 46-56
[10]
J.L.Ch. Abineno, Ibadah Jemaat dalam
Abad-Abad Pertama, (Jakarta : BPK-GM, 1985), 36
[11]
E.P.Gintings, Homiletika Pengkhotbah dan
Khotbahnya, (Yogyakarta : ANDI, 2013), 119-120
[12]
Tony Lane, Runtut Pijar, (Jakarta :
BPK-GM, 2016), 38.
[13]
E.P.Gintings, Homiletika Pengkhotbah dan
Khotbahnya, (Yogyakarta : ANDI, 2013), 121-123
[14]
F.D.Wellem, Riwayat Hidup Singkat
Tokoh-Tokoh dalam Sejarah Gereja, (Jakarta : BPK-GM, 2011 ),57
[15]
E.P.Gintings, Homiletika Pengkhotbah dan
Khotbahnya, (Yogyakarta : ANDI, 2013), 123-124
[16]
Hasan Susanto, Homiletika Prinsip dan
Metode Berkhotbah, (Jakarta : BPK-GM, 2004), 13
[17]
E.P.Gintings, Khotbah dan Pengkhotbah,
(Jakarta : BPK-GM, 2012) 2
[18]
….Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta : Balai Pustaka, 2007), 84
[19]
…,Ensiklopedia Alkitab M-Z, 325
[20]
F.D. Wellem, Kamus Sejarah Gereja,
(Jakarta : Gunung Mulia 2006), 391-392
[21]
Pardomuan Munthe, Rekaman
Akademik, (Medan: Abdi sabda 2018) diruang kelas III A, 9 november
08.00-09.30 WIB
[22]
Tony Lane, Runtut Pijar, 132-133
[23]
Jan S.Aritonang, Berbagai Aliran di Dalam
dan Disekitar Gereja, (Jakarta : BPK-GM, 2015), 49
[24]
E. P. Gintings, Homilitika Dari Teks sampai Khotbah,
(Bandung: Bina Media Informasi, 2012), 118-119
[25]
Rasid Racman, Pembimbing ke Dalam Sejarah Liturgi,
(Jakarta: Gunung Mulia, 2010), 138
[26]
Tony Lane, Runtut Pijar,144
[27]
E.P.Gintings, Homiletika Pengkhotbah dan
Khotbahnya, 134-135
[28]
ibid, 135
[29]
Jan S.Aritonang, Berbagai Aliran di Dalam
dan Disekitar Gereja, 75
[30]
A.Kenneth Curstis dkk, 100 Peristiwa
Penting Dalam Sejarah, (Jakarta : BPK-GM, 2013), 83
[31]
Alister E, Mc Grath, Sejarah Pemikiran
Reformasi, (Jakarta : BPK-GM, 2012), 14
[32]
F.D. Wellem, Kamus Sejarah Gereja,
249
[33]
F.D.Wellem, Riwayat Hidup Singkat
Tokoh-Tokoh dalam Sejarah Gereja, 104
[34]
Th. van den End, Harta dalam Bejana,
(Jakarta : Gunung Mulia, 2009), 197
[35]
Ibid, 198-202
[36]
F.D.Wellem, Riwayat Hidup Singkat
Tokoh-Tokoh dalam Sejarah Gereja, 69-70
[37]
F.D.Wellem, Riwayat Hidup Singkat
Tokoh-Tokoh dalam Sejarah Gereja, 104
[38]
F.D. Wellem, Kamus Sejarah Gereja,
365
[39]
Leonard Hale, Jujur Terhadap Pietisme,
(Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1996), 5-7
[40]
C.De Jonge, Pembimbing ke dalam Sejarah
Gereja, (Jakarta : BPK-GM 2015), 78-80
[41]
Loenard Hale, Jujur Terhadap Pietisme, 6-11
[42]
F.D.Wellem, Riwayat Hidup Singkat
Tokoh-Tokoh dalam Sejarah Gereja, 172-173
[43]
Loenard Hale, Jujur Terhadap Pietisme, 27-29
[44]
C. De Jonge, Pembimbing ke Dalam Sejarah
Gereja, 84
[45]
Jan Jahaman Damanik, Dari Ilah Menuju
Allah, (Yogyakarta : ANDI, 2012), 132
[46]
Tony Lane, Runtut Pijar, 236-237
[47]
F.D.Wellem, Riwayat Hidup Singkat
Tokoh-Tokoh dalam Sejarah Gereja, 46-47
[48]
Tony Lane, Runtut Pijar, 220-221
Tidak ada komentar:
Posting Komentar