Jumat, 10 Mei 2019


Doktrin Kristologi (=Tabiat & Kehendak: Ke-Ilahian & Ke-Insanian)
Kosili Efesus & Chalcedon dan Konstantinopel II-III

I.       Pendahuluan
Dalam pembahasan kita pada kali ini akan di bahas mengenai keilahian dan keinsanian Yesus Kristus dari Konsili Efesus, Chalcedon, dan Konstantinopel II-III menurut Doktrin Kristologinya yang dimana Kristologi merupakan suatu ilmu atau upaya menjelaskan pokok iman tentang Yesus Kristus. Semoga bermanfaat dan menambah wawasan kita bersama.
II.    Pembahasan
2.1   Pengertian Kristologi
        Kristologi adalah penelitian tentang siapakah Yesus Kristus. Dalam memakai cara ini, kita harus berhati-hati agar jangan membahas Kristologi dari sudut pandangan bahwa seolah-olah Yesus hanya manusia saja.[1]. Kristologi memperkenalkan kita kepada karya Allah yang objektif untuk menjembatani jurang pemisah yang lebar itu, dan menyingkirkan jarak pemisah yang ada. Kristologi menunjukkan kepada kita bagaimana Allah datang pada manusia untuk menyingkirkan penghalang antara Allah dan manusia, dengan cara memenuhi syarat-syarat hukum di dalam Kristus, dan memperbaharui manusia agar dapat memasuki kembali persekutuan dengan Tuhan dalam keadaan penuh berkat.[2] Kristologi menyangkut masalah hubungan antara apa yang bersifat ilahi dan apa yang bersifat insani di dalam peribadi Yesus Kristus.[3]
2.1.1. Latar Belakang Kristologi
Masalah Kristologi merupakan soal khusus Kristiani, berbeda misalnya dengan masalah keesaan Allah yang bukan khas Kristiani, melainkan suatu soal yang umum direnungkan entah dalam konteks ilmu-ilmu agama entah dalam rangka filsafat. Dalam Kristologi ditanyakan bagaimana yang ilahi dan yang insani berhubungan satu sama lain dalam pribadi tertentu, yakni dalam diri Yesus Kristus. Pertanyaan ini hanya diajukan oleh orang-orang yang telah berjumpa dengan Yesus Kristus, dan yang kemudian ingin mengungkapkan iman kepercayaannya bahwa di satu pihak Yesus itu sungguh manusia, tetapi di lain pihak Allah sendiri hadir dalam dia, atau Yesus sendiri adalah Allah.[4]
Dalam sejarah Kristologi, seperti dalam sejarah ajaran tentang Tritunggal, orang membuat pelbagai usaha untuk mengungkapkan dalam pikiran apa yang dimaksudkan oleh Iman. Diantara usaha-usaha itu ada yang diterima umum dan ada juga yang tidak mendapat sambutan yang luas. Konsep-konsep kristologis yang semula amat bervariasi, kemudian digabung-gabungkan sehingga yang tinggal ialah beberapa konsep saja, beberapa pola pemikiran yang dengan jelas berbeda satu sama lain. Dari pola pemikiran itu akan mengikuti hanya satu garis pemikiran saja, yakni garis pemikiran yang bertolak dari keyakinan dwiganda para murid Yesus tadi, kemudian melalui Kristologi Paulus dan Yohanes dikembangkan menjadi Kristologi- Logos oleh para apologet serta bapa-bapa Gereja, akhirnya pada abad V mengeluarkan ajaran tentang dua kodrat yang dimiliki oleh pribadi Yesus Kristus yang satu dan sama.[5]
2.2. Latar Belakang Konsili Efesus
Konsili oikumes yang ketiga yang dipanggil oleh kaisar Theodosius II untuk menyelesaikan pertikaian Nestorius pada tahun 431. Konsili dibuka pada 22 juli 431 oleh Memnon, uskup Efesus dan Cyrillus dari Aleksandria, tanpa menunggu kedatangan uskup dari Syria yang dipimpin oleh Yohanes dari Antiokia dan wakil Paus Celestinus I.[6] Konsili Efesus hadir untuk menyelesaikan pertikaian antara Nestorius dan Cyrillus mengenai keilahian dan kemanusiaan Yesus. Yang menjadi inti pertentangannya ialah apakah kemanusiaan dan ke-Allahan Kristus erat hubungannya sehingga melebur dan tidak tampak lagi perbedaan-Nya, atau apakah masing-masing mempertahankan sifatnya sehingga tetap terpisah.[7]
2.2.1 Hasil Konsili Efesus
Sidang Konsili ini memutuskan bahwa Nestorius dipecat dari keuskupan Konstantinopel serta ajarannya tentang tabiat Kristus dikutuk. Pengakuan Iman Nicea ditegaskan lagi.[8] Dan rumusan yang diterima pada Konsili Efesus adalah menyebut Maria sebagai yang melahirkan Allah (theotokos). Dengan demikian pandangan Cyrillus mengalahkan Nestorius.[9] Pada konsili ini Cyrillus menerima dokumen Anthiokia yang moderat yang diberi nama Formula Unionis (Rumusan penyatuan kembali). Isinya : Kami mengakui bahwa Tuhan kita Yesus Kristus, Anak tunggal Allah, adalah Allah sempurna dan Manusia sempurna, terdiri dari jiwa akali dan tubuh. Ia diperanakkan dari sang Bapa sebelum segala zaman, sebagai Allah dan belakangan ini, demi kita dan keselamatan kita Ia dilahirkan dari anak Maria sebagai manusia. Ia sehakekat dengan sang Bapa, sebagai Allah, dan sehakekat dengan kita, manusia. Sebab ada kesatuan dua kodrat dan oleh karena itu kami mengaku satu Kristus, satu anak, satu Tuhan.[10]
2.3. Latar Belakang Konsili Chalcedon
Konsili oikumenes yang keempat, yang diadakan di Chalcedon, Asia Kecil, dekat Constantinopel pada tahun 451 atas undangan Kaisar Marcianus. Dalam Konsili ini hadir semua uskup dari bagian timur kekaisaran Romawi, dua orang uskup dari Afrika dan dua orang wakil. Pengakuan Iman Chalcedon diterima baik oleh Gereja Barat maupun oleh Gereja Timur, namun Gereja Monofisit menolaknya. Kedudukan Constantinopel sebagai Roma kedua ditolak oleh Gereja Barat. Keputusan Konsili Chalcedon menyebabkan munculnya Gereja Nestorian dan Gereja Monofisit, namun pertikaian mengenai kristologi dituntaskan oleh konsili ini.[11]
2.3.1 Hasil Konsili Chalcedon
Konsili ini memutuskan, bahwa Yesus Kristus adalah benar-benar Allah dan benar-benar manusia. Menurut ke allahan-Nya dia sehakekat dengan Bapa, sedang menurut kemanusiaan-Nya Ia sehakekat dengan kita. Keduanya, keallahan dan kemanusiaanya tidak tercampur dan tidak terubah, tidak terbagi dan tidak terpisah. Masing-masing dalam kesatuannya itu tetap memiliki keistimewaannya sendiri.[12]
2.4.  Latar Belakang Konsili Konstantinopel II
Konsili Konstantinopel II dipanggil oleh Kaisar Justinianus pada tahun 553. Konsili ini merupakan konsili oikumenes yang kelima. Konsili ini dipanggil dengan tujuan untuk mengambil keputusan apakah Theodorus dari Mopsustia, Theodorus dari Sirus dan Ibas dari Edessa dikutuk karena ajaran mereka berbau Nestorianisme ataukah dibiarkan saja seperti sikap Konsili Chalcedon.[13]
2.4.1 Hasil Konsili Konstantinopel II
Pada tahun 544, atas desakan Aleksandria meneluarkan maklumat melawan Theodorusn dan Mopsuestia (seorang guru dari Nestorius) dan melawan tulisan-tulisan permulaan dari dua teolog kelompok Anthiokia Theodorotus dan Ibas. Hanya karya-karya pertama mereka yang anti Cyrillus dikutuk. Yang terpenting dari konsili ini ialah bahwa Chalcedon harus ditafsirkan menurut Aleksandria. Para uskup mengaku bahwa kita menerima empat sinode yang kudus yaitu Nicea, Konstantinopel, Efesus, dan Chalcedon, kita telah menerima dan sekarang mengajar segala yang telah ditetapkan konsili-konsili tersebut mengenai Iman yang satu itu. Akhirnya suatu rumusan Aleksandria yang sangat disukai para Monofesit, diterima, yaitu: salah satu Ketritunggalan disalibkan dalam daging.
Barang siapa yang mempergunakan ungkapan “dalam dua kodrat”  memakai angka dua untuk menceraikan kodrat atau membuatnya menjadi kepribadian-kepribadian yang sebenarnya terkutuklah dia (Anatema 7).
Barang siapa mempergunakan ungkapan “dari dua kodrat” atau ungkapan “satu-satunya kodrat Allah Firman yang menjadi manusia” dan tidak mengartikannya sebagaimana diajarkan oleh para bapa yang kudus, tetapi berusaha mengajarkan satu kodrat atau hakekat keallahan dan kemanusiaan kristus, terkutuklah ia. Sebab kalau kita mengajarkan bahwa Firman, satu-satunya yang diperanakkan, dipersatukan dengan kemanusiaannya, maka kita tidak bermaksud mengatakan bahwa ada semacam pelaturan timbal balik antara kedua kodrat (Anatema 8).
Barang siapa tidak mengaku bahwa Tuhan kita Yesus Kristus, yang disalibkan dalam daging, adalah sungguh Allah, Raja kemuliaan dari satu dan ketritunggalan yang kudus, terkutuklah ia (Anatema 10).[14]
2.5. Latar Belakang Konsili Konstantinopel III
Konsili Konstantinopel III dipanggil atas desakan Kaisar Constantinus IV pada tahun 680 untuk menyelesaikan persoalan Monothelit (satu kehendak pada inkarnasi Kristus) dalam Gereja Timur. Pada tahun 680 Paus Agatho memanggil sinode di Roma dimana ajaran tentang dua kehendak dibenarkan. Paus mengirimkan utusannya kepada kaisar dengan surat penjelasan tentang ajaran ini. Konsili mengutuk Macarius, Patriakh Antiokia yang menganut ajaran Monothelit.[15]
2.5.1 Hasil Konsili Konstantinopel III
Keputusan dogmatis konsili ini pada umunya mengulangi kembali Chalcedon. Konsili menolak setiap penyatuan dua kehendak tetapi menerima kesatuan moral.[16] Pada tahun 680-681 menyatakan monoteletisme ajaran sesat dan memutuskan bahwa sesuai dengan kedua kodrat ada juga dua kehendak pada Yesus Kristus, tetapi menambahkan bahwa keduanya itu tak tercampur, tak terubah, tak terbagi, tak terpisah, menurut semangat Khalkedon, sambil bermaksud merumuskan lagi sintesis antara kedua perguruan tersebut.[17] Konsili ini juga menghasilkan suatu Rumusan Iman. Rumusan ini menyatakan bahwa konsili dengan saleh telah menyetujui sepenuhnya kelima sinode yang kudus dan oikumenes. Setelah mengutip seluruh Rumusan Chalcedon, Rumusan tersebut melanjutkan sebagai berikut:
Kami menyatakan bahwa di dalam diri Yesus Kristus ada dua kehendak yang kodrati dan dua daya yang kodrati tanpa perceraian, tanpa perubahan, tanpa pemisahan, tanpa pengadukan, menurut ajaran bapa-bapa yang kudus. Kedua kehendak kodrati tidak saling bertentangan sebagaimana ditandaskan oleh orang-orang sesat yang durhaka. Akan tetapi kehendak insani-Nya mengikuti kehendak ilahi-Nya yang mahakuasa, ini tidak melawan atau segan menuruti tetapi takluk… Kami percaya bahwa Tuhan kita Yesus Kristus adalah salah satu dari ketritunggalan dan Allah kita yang sejati, juga setelah menjadi manusia. Kita nyatakan bahwa kedua kodratnya bersinar dalam satu hypostasis, dan dalam bentuk ini Ia mengadakan mukjizat dan menderita sepanjang masa inkarnasi. Ini bukan hanya kelihatan demikian tetapi merupakan kenyataan, karena perbedaan kodrat yang harus diakui terdapat dalam satu hypostasis. Walaupun berpadu kedua kodrat menghendaki dan melakukan hal-hal yang patut baginya. Dan ini terjadi tanpa pemisahan dan tanpa pengadukan. Oleh sebab itu kami mengaku dua kehendak dan dua daya, yang bergabung satu dengan yang lain untuk mnyelamatkan umat manusia.[18]



III.  Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Kristologi merupakan pokok Iman Kristen tentang keinsanian Yesus dan juga keilahian Yesus Kristus. Kristologi muncul dari pola pemikiran-pemikiran yang jelas berbeda satu sama lain. Dan dari situ maka diadakanlah Konsili-konsili diantaranya Konsili Efesus, Chalcedon, dan Konstantinopel II-III, agar pola pemikiran itu dapat disatukan dan tidak semua diterima karena alasan-alasan yang tertentu yang tidak sesuai dengan ajaran Kristen. Maka setiap hasil dari Konsili-konsili ini dijadikan ajaran Gereja yang diikuti setiap orang atau jemaat. Sedangkan bagi ajaran yang tidak sesuai dengan ajaran tersebut dianggap ajaran sesat . Yesus adalah benar-benar Allah dan benar-benar manusia. Menurut keallahanya ia sehakekat dengan Bapa dan menurut keinsaniannya ia sehakekat dengan manusia, Keduanya tidak tercampur dan tidak terubah, tidak terbagi dan tidak terpisah.
IV.  Daftar Pustaka
Becker, Theol. Dieter, Pedoman Dogmatika, Jakarta:BPK-GM, 2009
Berkhof, Louis, Teologi Sistematika 3: Doktrin Kristus, Surabaya: Momentum, 2005
Dister, Nico Syukur, Teologi Sistematika, Yogyakarta: Kanisius, 2004
Guthrie, Donald, Teologi Perjanjian Baru 1, Jakarta: BPK-GM, 1991
Hadiwijono, Harun, Iman Kristen, Jakarta: BPK-GM, 2013
Lane, Tony, Runtut Pijar, Jakarta: BPK-GM, 2012
Wellem, F.D., Kamus Sejarah Gereja, Jakarta: BPK-GM, 2011
V.    Tambahan Dosen



[1] Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 1, (Jakarta: BPK-GM, 1991), 245
[2] Louis Berkhof, Teologi Sistematika 3: Doktrin Kristus, (Surabaya: Momentum, 2005), 8
[3] Nico Syukur Dister, Teologi Sistematika, (Yogyakarta: Kanisius, 2004), 182
[4] Nico Syukur Dister, Teologi Sistematika, (Yogyakarta: Kanisius, 2004), 181
[5] Nico Syukur Dister, Teologi Sistematika, (Yogyakarta: Kanisius, 2004), 186
[6] F.D. Wellem, Kamus Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK-GM, 2011), 131
[7] Theol. Dieter Becker, Pedoman Dogmatika, (Jakarta:BPK-GM, 2009), 116
[8] F.D. Wellem, Kamus Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK-GM, 2011), 131
[9] Theol. Dieter Becker, Pedoman Dogmatika, (Jakarta:BPK-GM, 2009), 116
[10] Tony Lane, Runtut Pijar, (Jakarta: BPK-GM, 2012), 46
[11] F.D Wellem, Kamus Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK-GM, 2011), 129
[12] Harun Hadiwijono, Iman Kristen, (Jakarta: BPK-GM, 2013), 313-314
[13] F.D Wellem, Kamus Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK-GM, 2011), 130
[14] Tony Lane, Runtut Pijar, (Jakarta: BPK-GM, 2012), 60
[15] F.D Wellem, Kamus Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK-GM, 2011), 131
[16] F.D Wellem, Kamus Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK-GM, 2011), 131
[17] Nico Syukur Dister, Teologi Sistematika, (Yogyakarta: Kanisius, 2004), 228
[18] Tony Lane, Runtut Pijar, (Jakarta: BPK-GM, 2012), 62

Tidak ada komentar:

Posting Komentar