BALA KESELAMATAN
I.
Abstraksi
Perkembangan aliran gereja membuat orang semakin giat mengadakan
pekabaran injil dan pekerja sosial. Gerakan ini awalnya adalah badan
misi/penginjilan yang kemudian berkembang menjadi sebuah organisasi gereja.
Mereka menganggap bahwa mereka adalah Bala tentara Allah dan merupakan suatu
misi yang bergerak dalam melakukan pekabaran injil dan pemeliharaan sosial. Injil
yang disampaikan adalah bahwa setiab orang harus hidup sesuai dengan yang Yesus
ajarkan bagi setiap orang injil merupakan sesuatu yang harus diperkenalkan bagi
setiap orang, karena injil tidak membeda-bedakan. Tergantung bagaimana seseorang
itu mengabarkan firman kepada setiap orang. Banyaknya pemahaman injil yang
dipahami orang sehingga mereka memperdalam pemberitaan firman dan membuat
ajaran gereja yang mereka pahami benar. Bala Keselamatan yang lahir di
masyarakat Inggris, karena pada saat itu Inggris dilanda penderitaan kemiskinan
bagi kaum yang rendah dan dosa yang semakin besar. Untuk itulah muncul gerakan
ini yang dibawa Wiliam Booth dan Catherina Mumforth untuk memberantas itu dan
memperkenalkan mereka akan Allah yang sejati.
II.
Pembahasan
2.1.Pengertian Bala
Keselamatan
Bala
Keselamatan (Salvation Army) adalah
organisasi protestan yang didirikan William Booth dan Chatrine Booth pada tahun
1865 dan yang menaruh perhatian pada pemberitaan injil dan membantu orang-orang
miskin.[1]
William Booth yang mula-mula adalah seorang pendeta Metodis, telah menciptakan
suatu organisasi dengan bentuk militer untuk memerangi kerajaan Iblis dan untuk
membawa Injil di antara rakyat jelata yang jalang di kawasan London-Timur.[2]
Organisasi ini pertama kali muncul di tengah masyarakat Inggris yang sedang
mengalami krisis kemasyarakatan sebagai dampak Revolusi Industri.[3] Selain
itu Booth memakai cara kerja seperti Metodis dengan nyanyian yang mengharukan
hati, gambaran jelas tentang kesukaan surga, kedahsyatan neraka, dan nasihat
yang keras kepada pendengar-pendengar untuk bertobat, harus memaksa banyak
orang yang bergelut pada ”Bangku orang berdosa” supaya diselamatkan.[4]
memang, mereka menyebut diri mereka sebagai bala tentara Allah yang setiap hari
maju berperang Rohani melawan Iblis dan dosa yang menyebabkan penderitaan
manusia, dan mengalahkkan segala bentuk kejahatan dalam kehidupan masyarakat.
Hal ini merupakan misi Bala Keselamatan untuk memenangkan (menyelamatkan)
jiwa-jiwa yang berdosa bagi kemuliaan Kristus, sehingga sejak awal ditekankan
bahwa hakikat keberadaan Bala Keselamatan tidaklah terletak pada hal-hal yang
tampak lahiriah, termasuk berbagai kegiatan dan lembaga penginjilan yang lebih
mengutamakan hal-hal rohani yang tak kelihatan, yang tampil berbeda dari gereja
ataupun lembaga penginjilan lainnya pada umumnya.[5]
Bala Keselamatan menuntut suatu ketaatan mutlak para anggotannya, Jendral Bala
Keselamatan memberi perintah kepada para komandan Korp yang berpangkat kolonel,
sementara dibawah kolonel terdapat Brigadir, Mayor, Kapten, Ajudan, Letnan,
Kadet, Sersan, dan Prajurit. Pada mulanya orang-orang Bala Keselamatan diejek
karena pakaian seragam dan pangkat mereka, namun kemudian mereka sangat
dihormati karena kasih Kristen yang di praktikkannya.
2.2.Latar Belakang Munculnya Bala
Keselamatan
Bala
Keselamatan muncul di Inggris yang dimulai sejak 1865 dimana Bala Keselamatan
ini dipimpin oleh Jendral William Booth (1829-1912) beserta Istrinya Chatrine
melalui sebuah organisasi misi Kristen di kawasan London Timur.[6] Di
kota London Timur yang merupakan ibu kota negara yang paling maju di dunia,
dalam waktu satu tahun terdapat 2.157 orang yang mati begitu saja di jalan,
2.297 yang bunuh diri, 30.000 wanita pelacur, 160.000 orang dihukum karena
mabuk di jalan umum, dan 900.000 orang melarat.[7] William Booth sangat prihatin dengan
kemiskinan yang menimpa penduduk London Timur. Penduduk bekerja sebagai
buruh-buruh pabrik dengan penghasilan yang sangat rendah. Ia menghimbau
gereja-gereja resmi untuk mengadakan perbaikan-perbaikan sosial, namun tidak
dihiraukan. Booth kemudian mendirikan suatu lembaga yang bergerak dalam bidang
sosial yang diberi nama “Christian Mission” (Misi
Kristen), tetapi kemudian diubah namanya menjadi “Salvation
Army”
(Bala Keselamatan). Dengan demikian, Booth melihat
bahwa gereja terpanggil untuk mengangkat manusia yang miskin, tertindas, dan
diperlakukan secara tidak adil. Injil adalah berita kesukaan bagi setiap orang,
termasuk juga untuk orang yang miskin secara kebendaan, ia melihat adanya segi
sosial dari Injil Yesus Kristus.[8]
Untuk mengetahui lebih jelas latar
belakang munculnya Bala Keselamatan ini, kita terlebih dahulu melihat berbagai
konteks kenyataan dan perkembangan yang terjadi di Inggris yang menjadi latar
belakang kemunculannya.
2.3.Arti dari Logo Bala
Keselamatan
Bala
Keselamatan memiliki bendera berwarna merah dengan ditepinya berwarna biru dan
ditengah-tegahnya terdapat sebuah bintang berwarna kuning dengan tulisan “Darah
dan Api”, yang artinya Darah melambangkan Kristus dan Api melambangkan Roh
Kudus.[9]
Gereja Bala Keselamatan menggunakan lambang yang terurai sebagai berikut:
1) Bulatan
yang bersinar, melambangkan Matahari Kebenaran dan Terang Api Roh Kudus, di
dalamnya terdapat tulisan Darah dan Api.
2) Salib
yang di tengah-tengah itu melambangkan salib Tuhan Yesus Kristus.
3) Huruf
“S” singkatan dari “Selamat”, selamat dari hukuman dosa
4) Dua
pedang yang bersilang melambangkan peperangan Rohani demi keselamatan.
5) Tujuh
peluru di bagian bawah melambangkan Kebenaran injil
6) Mahkota
di atas bundaran melambangkan Mahkota Kemenangan rohani, yang Allah hendak
berikan kepada prajuritnya yang setia pada iman Kristiani sampai akhir
hayatnya.[10]
2.3.1.
Konteks
dan Latar belakang Sosial, Ekonomi, dan Ideologi
William
Booth dengan Bala Keselamatan-nya muncul di Inggris pada masa yang lazim
dikenal dengan nama zaman Victoria. Ketika ratu Victora memulai pemerintahannya
pada tahun 1837, sebagian besar penduduk Inggris (England) bermukim di
pedesaan; tetapi ketika beliau wafat 1901, kebanyakan mereka tinggal kota-kota.
Transformasi besar dibidang sosial-ekonomi yang dialami Inggris pada masa ini
merupakan dampak langsung dari Industrialisasi di perkotaan. Menjelang akhir
abad ke-19 tatanan masyarakat industrial dan demokratis menggantikan tata
kehidupan agraris dan feodalistik.[11]
Meskipun industri bertumbuh, perlakuan semena-mena terhadap kelas-kelas pekerja
pun meningkat. Inggris sedang bergerak dari kehidupan pertanian ke kehidupan
yang berorientasi pabrik, dan daerah-daerah kumuh di London pun tumbuh. Ribuan
orang dari dusun membanjiri London, mencari pekerjaan, dan sering kali mereka
tinggal serta bekerja dalam kondisi-kondisi yang amat buruk.[12]
Lebih dari sekedar era demokrasi, industri, iptek, dan optimisme, era Victoria
merupakan masa transisi besar. Inggris juga menjadi negeri pertama yang
menghadapi masalah sosial-ekonomi yang ditimbulkan perubahan itu atas kehidupan
masyarakat. Di satu pihak gagasan “pemuliaan individu” serta wawasan
“persaingan pasar-bebas” dan “kebebasan berusaha” menolong Inggris menguak
dimensi baru dari sejarah sosial-ekonomi. Tetapi dilain pihak penggeseran tata
kehidupan agraris-feodalistik oleh tatanan masyarakat yang industrial dan
demokratis menimbulkan berbagai masalah baru. Misalnya terjadinya ketegangan
hubungan dan kepentingan antara individu dan masyarakat.[13]
2.3.2.
Konteks
dan Latar belakang Keagamaan dan Kegerejaan
Zaman
Victoria, kendati dicirikan oleh semangat pengharapan dan kemajuan, juga
ditandai oleh sejumlah kekuatiran. Hingga tahun 1850, ketakutan akan revolusi
sosial menghantui para pemegang kekuasaan dan kalangan masyarakat yang mapan.
Merosot kekristenan dikalangan ke arah keboborokan moral dan bangkitnya
ateisme, semakin menguatkan kekuatiran. Diabaikan penghuni baru di perkotaan
oleh Gereja Anglican, juga oleh sebagian
kalangan Metodis, antara lain karena mereka lebih asik berdebat dan bertikai
mengenai soal-soal dogmatis, ikut berperan dalam menciptakan lingkungan yang “ateistis”
itu.
Khususnya
di lingkungan kehidupan gereja, yang membuat gereja-gereja resmi gemar
melakukan kategorisasi antara yang benar dan salah, yang baik dan jahat dan
seterusnya, mendorong lahirnya sektarianisme, yakni kecendrungan dan tindakan
memisahkan diri dari gereja resmi, lalu
membentuk persekutuan sendiri, dengan mengutamakan aspek ajaran
tertentu. Kaum Victoria bangga akan kekuatan negerinya dan suka menikmati suatu
“good
fight” (pertarungan yang
baik). Bahwa kehidupan merupakan medan pertempuran dan pergumulan yang berat
menguasai hawa nafsu. Ini sangat penting untuk memahami kelahiran Bala
Keselamatan serta seperangkat semboyan dan peristilahan “Perang” yang
digunakannya. Kendati masyarakat Inggris pada zaman Victoria merupakan
masyarakat yang “dengan
sendirinya”
religius, namun kekristenan dilihat dan digunakan para pemegang kekuasaan hanya
sebagai basis moralitas umum. Dalam hal ini era Victoria sering juga disebut
zaman kemunafikan. Orang-orang Kristen nominal bersembunyi di balik kedok
Pietisme yang kelewatan, sikap konformis serta sikap moralitas, untuk
mempertahankan tatanan yang ada dalam menghadapi gejolak-gejolak sosial,
ekonomi, dan politik. Setelah dilihat lingkungan kristiani yang bersifat
nominal pada zaman Victoria sebagai lahan yang subur untuk kegiatan yang
bercorak penginjilian. Pada sekitar dasawarsa 1840-an misi tidak lagi hanya
dilihat sebagai upaya menginjil orang ‘kafir’ di luar negeri, melainkan juga
orang “kafir” di dalam negeri. Dengan
mengingat semangat penginjilan Jhon Wesley, kita dapat mengetahui bahwa
masyarakat Inggris pada zaman Viktoria juga telah mengalami besarnya kuasa
injil yang diberikan tanpa dibunga-bungai namun punya dampak besar pada masa
pekerja. Jadi dalam hal tertentu agama pada zaman Viktoria sangat kuat
dipengaruhi oleh gerakan Injili.[14]
2.3.3.
Kiprah
Sosial Gereja
Keadaan
ini mendorong segelintiran kaum Victorian yang prihatin untuk membarui
undang-undang yang sangkut-paut dengan pemecahan masalah kemiskinan, sambil
juga mengembangkan lembaga-lembaga sosial dan keagamaan untuk menanggulangi
kebutuhan kaaum yang sangat melarat itu. Banyak di antara lembaga-lembaga itu
yang bekerja sungguh-sungguh, terjun dan melibatkan diri ditengah kondisi dan
lingkungan yang rawan itu, namun kemampuan mereka jauh lebih kecil dari luasnya
medan permasalahan yang dihadapi.
Gereja
Anglican sebenarnya punya dana subsidi dari pemerintahan untuk ikut
menanggulangi masalah sosial ini. Dana itu, antara lain digunakan mendirikan
gedung-gedung gereja di lingkungan kumuh itu. Gereja-gereja sempalan mendirikan
gedung-gedung gereja di lingkungan kumuh itu. Tetapi mereka semua gagal
membentuk persekutuan-persekutuan yang independen di sana, yakni yang dikelola
sendiri oleh penghuni kawasan kumuh itu. Padahal masyarakat pekerja dan kaum
pengganguran disana tidak menyukai gereja atau wadah keagamaan yang
terorganisasi dan resmi. Di kalangan mereka sikap anti-klerikalisme tumbuh dan
semakin kuat, karena mereka merasa diri dikucilkan dan diabaikan, antara lain
karena mereka tidak melihat adanya upaya sungguh-sungguh dari lembaga-lembaga
keagamaan resmi untuk memperjuangkan perbaikan nasib mereka.
Melihat
kenyataan ini, para pendeta di
lingkungan kumuh itu menjadi sadar bahwa
langkah pertama ke arah perbaikan spiritual dan moral adalah dengan memperbaiki
kondisi fisik dan sosial kaum miskin. Juga semakin disadari bahwa yang
dibutuhkan di kalangan kaum pekerja bukan hanya orang atau organisasi kristiani
yang mampu mengenali kemalangan orang miskin, melainkan juga menyediakan sarana
dan metode yang dapat memperlengkapi dan memampukan kaum miskin untuk
mengorganisasi diri dan mengatasi masalahnya. Sayangnya kesadaran itu tidak
segera ditindakalanjuti dengan aksi nyata.
Pada
tahun 1851, Lord Jhon Russell, seorang bangsawan yang prihatian atas masalah ini, memprakarsai sensus khusus
yang berciri agamawi, dengan menugaskan Horace Mann, seorang yang ahli untuk
itu. Salah satu kesimpulan Mann adalah bahwa sikap bermusuhan kaum miskin, atau
ketakpedulian mereka terhadap gereja, berakar pada “kurangnya simpati umat
kristiani terhadap beban-beban sosial kaum miskin, mencoloknya identifikasi
gereja kepada kelas atas, dan adanya kecurigaan bahwa para pelayanan kristiani
itu adalah orang-orang sekular dan
mementingkan diri sendiri, di samping fakta kemiskinan itu sendiri.”
Betapa
pun banyaknya kritik terhadap kelambanan gereja, haruslah diakui bahwa hingga
akhir zaman Victoria yang paling banyak melibatkan dan mengabdikan diri dalam
upaya mengatasi masalah kemiskinan ini adalah orang-orang atau lembaga-lembaga
kristiani yang sebagian cukup besar melakukannya atas nama gereja (salah satu
di antaranya nanti adalah BK). Gereja-gereja pun secara berangsur mengambil
langkah-langkah pembaruan. Konsep diri sebagai gereja membuat kehadiran dan
pelayanan relevan bagi konteksnya. Persaingan di antara gereja-gereja untuk
merebut simpati masyarakat dalam hal ini kaum miskin justru membawa banyak
manfaat: masing-masing berupaya agar kreatif dalam menyusun beranekaragam
program, sesuai dengan kebutuhan masing-masing lapisan dalam masyarakat.[15]
2.3.4.
Pelayanan
Sosial digabung dengan Penginjilan
Bukan
hanya kalangan gereja bebas atau sempalan saja yang semakin memberi perhatian
kepada kaum miskin sambil menggandengkannya dengan penginjilan dan kebangunan
rohani. Dan kaum injil ini semakin menyaadaait adanya kesenjangan yang sangat
lebar antara katedral dan pemukiman kumuh. Untuk menjembatani kesenjangan
antara gereja dan kaum tak bergereja, sejak akhir dasawarsa 1850-an mereka
mengupayakan strategi penginjilan baru,
sekaligus memperjuangkan pencabutan peraturan yang melarang lebih dari 20 orang
berkumpul untuk beribadah di luar gedung gereja, agar dengan demikian kegiatan
kebangunan rohani dapat diselenggarakan di tempat-tempat umum dan terbuka. Pada
tahun 1865 gereja ini membentuk asosiasi ‘penolong awam’ yang bertindak sebagai
misionaris di lingkungan urban. William Booth dan BK nanti banyak berhubungan
dengan perangkat pelayanan sosial seperti[16]
Bala Keselamatan membagi-bagi makanan kepada orang-orang lapar, memberi
kesempatan kepada pelacur untuk keluar dari kehidupannya, mendirikan penginapan
untuk kaum gelandangan, berusaha menyelamatkan anak-anak dari lingkungan yang
bobrok dan memberitakan injil kepada mereka semua, di tempat-tempat yang tidak
pernah muncul seorang pendeta.[17]
Terutama ketika BK masih menyatakan sikap dan status bukan sebagai gereja,
melainkan organisasi penginjilan dan pelayanan dalam membantu gereja.[18]
2.4. Tokoh-Tokoh Bala
Keselamatan
2.4.1. William Booth
Berbicara
tentang Bala Keselamatan berarti harus
berbicara tentang pendiri dan jenderalnya yang pertama: William Booth. Sekaligus harus dibicarakan juga istrinya, Catherine Mumford-Booth dia adalah
seorang Army Mother.[19] William Booth lahir dalam sebuah
keluarga miskin di Nottingham, Inggris pada tanggal 10 April 1826.[20]
Ayahnya, Samuel Booth, bersama ibunya Mary Moss yang berdarah Yahudi.[21]
Orangtuanya adalah anggota Gereja Anglikan. Pada umur 15 tahun (1844) Booth
mengalami pertobatan secara sadar pada waktu ia mengikuti suatu kebaktian kebangunan
rohani yang diadakan oleh Gereja Metodis. Pertobatannya ini menyebabkan ia
berpindah ke Gereja Metodis dan menjadi pendeta dalam gereja ini.[22]
Sejak tahun 1846 William sudah memperlihatkan bakatnya sebagai seeorang
pengkotbah; bukan berbekal pendidikan teologi formal, melainkan berdasarkan
penghayatan pribadi atas nama Kristen. Pada usia 17 tahun itu, sehabis jam
kerja di “pawnshop”, ia menyampaikan
kotbahnya yang pertama pada malam pertemuan ibadah di sebuah gubuk, yang
pesertanya sebagian besar wanita tua. Dalam kotbah pertamanya itu ia sudah
memeperlihatkan kebatinannya atas banyak orang Kristen yang hidup dalam dosa;
menurutnya mereka itu tak boleh dipersalahkan dihukum, melainkan harus ditolong
dan diberi semangat dan harapan.
Desember
1849, menjelang tahun baru William menyusun enam butir pernyataan, berupa
‘resolusi’ terhadap dirinya sendiri sekaligus ikrarnya dihadapan Tuhan:
1) Aku
akan bangun cukup pagi setiap pagi, memulai serangkaian kegiatan terutama doa
pribadi, minimal lima menit;
2) Aku
akan sebanyak mungkin menghindari obrolan omong-kosong yang belakangan ini
sering membuat aku berdosa;
3) Aku
akan berupaya di dalam setiap tingkah-tingkah memperlihatkan di hadapan dunia
dan sesama pelayanan bahwa aku adalah pengikut yang bersahaja, penurut, namun
bersemangat, dari sang ‘Anak Domba yag berdarah’, serta berupaya mengarahkan
mereka melalui percakapan mereka melalui percakapan dan peringatan yang serius,
agar memikirkan kekekalan jiwa mereka;
4) Aku
akan membaca tak kurang dari empat pasal Alkitab setiap hari;
5) Aku
mau berjuang agar hidup lebih dekat pada Allah, dan mengupayakan kesucian hati,
sambil mempercayakan pemeliharaan atas hidupku kepada Allah; dan
6) Aku
akan membaca pernyataan ini setiap hari, atau minimal dua kali seminggu.
Kelak
keenam butir pernyataan ini ditampung dalam “Perintah
dan Aturan bagi Prajurit Bala Keselamatan”.[23] Ia bekerja di daerah termiskin dalam
kota London Timur. Booth sangat prihatin dengan kemiskinan warga jemaatnya dan
berusaha untuk menghimbau Gereja Metodis supaya mengatasi masalah-masalah
kemiskinan.[24]
Karena gereja seharusnya menjadi pelopor pertama meringankan penderitaan, namun
Gereja sendiri dalam keadaan kekurangan. Dalam Methodisme, yang telah menjadi
agama kelas menegah khususnya, juga tidak dapat dengan efektif mencapai kelas
pekerjaan. Methodis telah berupaya mencapai orang-orang miskin baru yang
bermukim di lorong-lorong masih belum tersentuh Injil.[25]
Pada tahun 1861 ia menjadi pengkotbah keliling tanpa ikatan dengan gereja
apapun.[26]
Karena itu gerejanya menganggap dia terlalu giat mengadakan kampanye
pengkabaran Injil dan terlalu banyak berurusan dengan para gelandang, pemabuk,
pelacur, dan lain-lain, maka pada tahun 1862 dia keluar. Tiga tahun kemudian
didirikannya lembaga pI (di dalam negeri) yang melakukan kampanye didalam kemah
yang berpindah-pindah.[27]
Prihatin dengan keadaan orang miskin, maka pada tahun 1865 William Booth dan
istrinya, Cathrine, mendirikan bagi orang miskin di East End London[28]
mendirikan lembaga yang bergerak dalam bidang sosial yang diberinya nama
Christian Mission (Misi Kristen).[29]
Di sekeliling pasangan penginjil ini terdapat rumah-rumah yang penuh sesak
dengan kekerasan keluarga, mabuk-mabukan, prositusi dan tuna karya. William
yakin bahwa hal itu akan berubah hanya bila hati berubah. Sekali orang-orang
telah mengenal Kristus, perilaku dan kondisi mereka dapat membaik.
Meskipun
banyak ide-ide organisasi Methodisme telah ditinggalkan Booth, namun ia
selangkah maju dengan akhirnya menciptakan organisasi yang mengikuti
garis-garis militer. Seorang pengikutnya mengiklankan sebuah pertemuan sebagai
“The Hallejah Army Fighting for God”
(Pasukan Halleluya bertempur untuk Tuhan). Kontrol Booth yang tegas akan
organisasinya membuat beberaapa orang memanggilnya jenderal. Menjelang tahun
1878, kelompok ini mengambil nama Bala Keselamatan, dan jenderalnya sengaja
telah mengorganisasikannya dengan pakaian seragam, perwira-perwira, marching brass band, dan majalah dengan
nama The War Cry.[30]
Tanggal
20 Agustus 1912 William Booth wafat; istrinya meninggal pada Oktober 1890.
Digantikan oleh anaknya yang bernama William Bramwell Booth.[31]
Dalam seluruh hidupnya, William telah mengadakan perjalanan sejauh lima juta
mil, mengkotbahkan hampir 60.000 khotbah, dan menarik kira-kira 16.000 perwira
untuk bekerja dengan dia. Ketika ia wafat, 40.000 orang mengantar dia ke
pemakaman.
2.4.2. Chatrine Mumfort
Booth[32]
Catherine
Booth adalah perempuan pemalu yang beriman kuat, tetapi memilih untuk
menyembunyikan keyakinannya jauh di lubuk hatinya. Perjalanannya dari perempuan
beriman yang tenang menjadi pemimpin gerakan yang telah menyentuh jutaan orang
merupakan salah satu kisah yang paling luar biasa dalam catatan sejarah
Kristen.
Catherine
Mumford lahir di Ashbourne, Derbyshire, Inggris, pada 17 Januari 1829. Ayahnya,
John membuka bisnis pembuatan body dan interior mobil, adalah seorang pendeta
dan pemimpin local gerakan anti minuman keras. Ibunya, Sarah, adalah perempuan
Kristen yang lembut dan penuh perhatian, yang memperlihatkan imannya, melalui
perbuatannya. Ibunya mendorong Catherine untuk belajar lebih konsisten sama
seperti seorang anak laki-laki pada masa itu. Pada umur 12 tahun, Catherine
telah membaca seluruh isi Alkitab sampai delapan kali. Ia biasa mengutip banyak
bagian dari Injil dan menjelaskan doktrin teologi yang rumit dengan cara yang
lebih baik ketimbang ayahnya. Bisnis ayah Catherine mengalami kebangkrutan dan
memaksa mereka untuk pindah ke Boston, tetapi kepindahan mereka tidak
memulihkan keberuntungan ayahnya. Karena tidak mampu membayar tagihan, John pun
meninggalkan imannya. Ia berpaling keminuman keras dan mengejutkan banyak
keluarga dan teman-temannya. John memasuki kehidupan yang begitu miskin. Ia
bertahun-tahun dalam kemiskinan dan minuman kerasnya.
Pada
umur 16 tahun, saat bersama ibunya pindah ke London, Catherine bahkan mulai
mempertanyakan apakah Allah benar-benar ada? Saat Catherine hendak menghentikan
semua bentuk kekristenan, ia membaca kata-kata dari himne tua Wesley, “Ya
Tuhanku, aku ini kepunyaan-Mu, Allah Penghibur.” Lirik himne itu telah
meyakinkan Catherine bahwa Tuhan hidup dan memperhatikannya.
Pada
umur 18 tahun Catherine diserang penyakit TBC dan memaksa dia untuk
beristirahat di tempat tidurnya. Dalam keadaan yang demikian Catherine
menggunakan kesempatan istirahatnya untuk membaca banyak artikel tentang
pengaruh alkohol pada tubuh manusia. Ia pun mulai menulis surat ke surat kabar
dan majalah yang menentang undang-undang tentang larangan minuman keras.
Surat-suratnya sangatlah unik, sehingga banyak editor meminta Catherine untuk
memperluasnya dalam bentuk cerita.
Dalam
dua tahun Catherine pun telah sembuh total dari TBC dan berusaha menemukan
tujuan di luar aktivitas menulisnya. Pada tahun 1855, di Gereja Stockwell Green
Congregational di London, Catherine Mumford menjadi Catherine Booth. Karena
Catherine Mumford melangsungkan pernikahan dengan William Booth seorang pelayan
Tuhan yang pada saat itu sedang naik daun.
Catherine
yang sebelumnya adalah seorang pemalu, untuk berbicara dan memimpin orang lain
saja iya tidak mampu melakukannya. Tetapi pada tahun 1860, segalanya berubah dan
Catherine menyampaikan khotbahnya yang pertama dan menjadi seorang yang berani
menyampaikan kebenaran. Selama lima tahun selanjutnya Catherine menemukan
keberanian untuk berbicara di hadapan jemaat di gereja, rumah, jalanan,
pertemuan informal warga, dan sekolah. Ia membuat kebiasaan turun ke
jalan-jalan untuk mendatangi para pemabuk dan pelacur. William yang adalah seorang
pendeta berhenti sebagai seorang gembala dan mendirikan “Christian Mission”
dengan dananya sendiri untuk melayani orang-orang miskin di London.Tetapi
tindakan Booth dan Catherine merupakan sebuah ancaman oleh gereja Britania yang
telah mapan. Sehingga mereka mencari cara untuk menghentikan pelayanan misi
mereka dan William pada masa itu ditangkap dengan tuduhan sedang membangun
kekuatan criminal untuk merobohkan kerajaan dan gereja Inggris.
Setelah
itu Catherine tetap melanjutkan pelayanannya di East End London, sampai William
keluar dari penjara, Catherine menjadi seorang pemimpin organisasi. Catherine
yang dulu pemalu tetapi sekarang menjadi menara keberanian untuk menyampaikan
pesan Kristus kepada orang-orang miskin di London. Dalam waktu lima tahun
semenjak berdirinya pelayanan misi, orang-orang menyebut para pengikut misi
tersebut dengan panggilan ‘Bala Keselamatan’ (The Salvation Army). Panggilan
yang mungkin digunakan untuk mengejek para pengikut, namun digunakan oleh
Catherine dan menyatakan “Anggota Bala Keselamatan akan berjuang menyatakan
perang terhadap kemiskinan dan ketidakadilan di mana pun kami menemukannya.”
Pada tahun 1880, pasukan Catherine menjadi salah satu kelompok Kristen yang
disegani di London dan telah memperluas pelayanan mereka di luar Britania.
Catherine meninggal tahun 1890 pada saat berumur 61 tahun.Seorang perempuan
pemberani yang menyatakan iman Kristen dalam kehidupan nyata dan menolong orang
lain dengan kasih Yesus.
2.4.3. William Bramwell
Booth
William
Booth Bramwell lahir pada tanggal 08 maret
1856, dia
Lahir di Halifax, Yorkshire, Inggris, anak tertua yang lahir dari William Booth
dan Catherine Mumford, dia memiliki dua saudara laki-laki dan lima saudara
perempuan, termasuk Evangeline Booth, Catherine Booth-Clibborn, Emma Booth dan
Ballington Booth. Keluarga Booth secara teratur pindah dari satu tempat ke
tempat lain sesuai dengan pelayanan William Booth sampai keluarga tersebut
akhirnya menetap di London pada tahun 1865. Bramwell Booth terlibat dalam The
Salvation Army sejak awal dari Misi Kristen yang tidak jelas, yang didirikan di
Whitechapel pada tahun 1865, menjadi organisasi internasional dengan berbagai
aktivitas sosial. Dia dididik di rumah, sebentar di sekolah persiapan dan di
City of London School, di mana dia diintimidasi. Diketahui keluarganya sebagai 'Willie', sebagai
pemuda ia menderita kesehatan yang buruk dan mengalami sedikit gangguan
pendengaran. Pada tahun 1870, berusia 14 tahun, Bramwell Booth mulai membantu
pengelolaan Misi Kristen ayahnya dan di dapur makanan murah yang disiapkan pada
hari-hari awalnya. Dia bermaksud belajar kedokteran dan takut berbicara di
depan umum, namun terlepas dari hambatan ini, dia menjadi asisten, penasihat
dan administrator William Booth. Dia menjadi kolaborator penuh waktu aktif
dengan ayahnya pada tahun 1874, dan seorang perwira saat Misi Kristen menjadi
The Salvation Army pada tahun 1878. Nama The Salvation Army dikembangkan dari
sebuah insiden di bulan Mei 1878. Pada tahun 1881, Jenderal William Booth menunjuk
Bramwell sebagai Kepala Staf Salvation Army. Bramwell akan memegang gelar ini
sampai kematian ayahnya, saat dia sendiri bernama Jenderal sesuai kehendak
ayahnya. Pada tanggal 12 Oktober 1882 Bramwell menikahi Kapten
Florence Eleanor Soper, putri sulung Dr Soper, seorang praktisi medis Blaina,
Monmouthshire. Pada bulan Mei 1928, kesehatan Bramwell mulai
memburuk, dan pada bulan September dia menderita insomnia dan depresi.
Kesehatannya yang buruk menawari mereka yang berada di Angkatan Darat yang
tidak puas dengan kepemimpinannya kesempatan untuk bertindak, dan pada tanggal
8 Januari 1929 Dewan Tinggi Pertama Angkatan Bersenjata berkumpul, dan
pertama-tama meminta Jenderal untuk mengundurkan diri karena kesehatannya yang
buruk, yang, mereka mengatakan, menghambat dia dalam menjalankan tugas dan
keputusannya.
Pada
tanggal 16 Juni 1929 keluarganya dipanggil ke tempat tidurnya, dan pada hari
Minggu malam Jenderal Bramwell Booth meninggal di rumahnya, The Homestead,
Hadley Wood, di dekat Barnet, Hertfordshire. Untuk hari Jumat dan Sabtu setelah
kematiannya, tubuh Bramwell Booth terbaring di negara bagian di The Salvation
Army's Congress Hall. Pada Sabtu malam 10.000 Salvationists dan teman-teman
memenuhi Royal Albert Hall untuk mengucapkan selamat tinggal pada mantan
Jenderal tercinta mereka.
Jenderal Bramwell Booth dimakamkan di seberang orang
tuanya di Abney Park Cemetery, Stoke Newington, London. Kuburan itu terletak di
dekat pintu masuk selatan. Banyak orang hadir dalam pemakamannya. Dia
diperingati oleh Bramwell Booth Memorial Hall, Queen Victoria Street, London.[33]
2.5. Christian Mission (Persekutuan bagi kaum
miskin)
Dalam
keadaan tanpa pekerjaan dan jabatan yang pasti, pada suatu hari ditahun 1865
William menghadiri acara penginjilan ditempat terbuka di bawah tenda (sehingga
disebut juga Tent Mission; ingat gaya
penginjilan Jhon Wesley dan kaum metodist), yang diselenggarakan oleh the East London Special Service Committee
di kawasan timur kota London. Segera ia diangkat menjadi pemimpin perkumpulan
ini, dan pada tanggal 15 juli 1865 nama nya pun diubah menjadi Chiristian Revival Association (lalu
kemudian lebih di kenal dengan nama the
Christian Mission).
Asosiasi
ini dipandang sebagai cikal bakal Bala Keselamatan dan tanggal 15 juli 1865 itu
nanti dipandang sebagai hari lahirnya Bala Keselamatan, kendati secara resmi
nama Bala Keselamatan baru digunakan sejak 1878. William pun segera menunjukkan
kecakapan dan wibawanya sebagai pemimpin. Organisasi ini segera diberi tujuan
dan ciri khas sebagai persekutuan keagamaan bagi kaum miskin, dimana mereka
bisa beribadah sambil bersama-sama mengupayakan perbaikan kondisi sosial
ekonomi. Dan waktu dalam waktu singkat organisasi ini mempunyai puluhan pos
penginjilan dan pelayanan tersebar di kota London.
Untuk
mendapat dukungan dana bagi program dan proyek penginjilan dan pelayanan
kemanusiaan, berbekal pengalaman sebagai Salesman
di Pwanshop, sejak 1868 William
mengkampanyekan program itu lewat publikasi majalah The East London Evangelist yang disebarluaskan kepada banyak
orang. Tetapi ia tidak mau kalau bantuan itu mengikat dan ia mengkehendaki agar
dana yang dipercayakan padanya dikelola menurut gayanya sendiri.
Sejalan
dengan upaya perluasan jaringan pelayanan dan penggalangan dana, dipikirkan
pula pemantapan organisasi. Untuk itu pada tahun 1870 William menyusun
peraturan dengan mempedomani pola organisasi Gereja Metodist, dimana konfrensi
merupakan pemegang wewenang tertinggi.tetapi berbeda dari peraturan Gereja
Metodist, disitu ditetapkan bahwa jabatan General
Superintendent dipangku seumur hidup,kecuali kalau konferensi membuat
keputusan lain. juga ditetapkan disitu bahwa perempuan memiliki peluang yang
sama dengan laki-laki untuk menduduki semua jabatan. Lalu ditetapkan juga bahwa
setiap pejabat harus sama sekali bebas Alkohol. Dalam kenyataannya konferensi
kurang berfungsi, apalagi pada saat itu hal-hal mendesak yang harus diputuskan.
Karena itu dalam waktu yang tidak terlalu lama suatu terlihat bahwa wewenang
berpusat pada suatu orang yaitu William Booth. [34]
2.6.
Ajaran-Ajaran dalam Bala Keselamatan
Diatas telah disinggung bahwa sejak 1870
William Booth telah mulai merumuskan pedoman ajaran bagi persekutuan
penginjilan yang dipimpinnya itu dan bahwaa pada tahun 1878 rumusan itu
disempurnakan bersama dengan penggunaan nama Bala Keselamatan secara resmi
berikut ini disajikan kesebelas butir ajaran itu:
1. KAMI
percaya, bahwa Alkitab, yang terdiri dari perjanjian Lama dan Baru ditulis
dengan ilham Allah; dan bahwa kedua-duannya itu sajalah yang merupakan
peraturan ilahi mengenai iman dan praktik kehidupan kristen.
2. KAMI
Percaya, bahwa Allah itu esa dan mahasempurna-pencipta, pemelihara dan
pemerintah alah semesta dan hanya kepada Dia sajalh patut manusia berbakti.
3. KAMI
percaya, bahwa tiga pribadi dalam Allaah, yakni: ALLAH BAPA, ANAK dan ROH SUCI
yang tak terpisahkan dalam intinya, dan yang sama kuasa dan kemuliaan-Nya
4. KAMI
Percaya bahwa di dalam pribadi Yesus Kristus sifat-sifat ilahi dan manusia
dipersatukan; dengan demikian Ia sesungguhnya Allah dan juga sesungguhnya
manusia adanya.
5. KAMI
Percaya, bahwa nenek moyang kita yang pertama diciptakan Allah dalam keadaan
tidak berdosa, tetapi karena melanggar perintah Allah, mereka kehilangan
kesucian dan kebahagian mereka, dan juga bahwa kejatuhan mereka menyebabkan
semua manusia juga jadi berdosa, rusak sama sekali batinnya dan oleh karena itu
patut kena murka Allah.
6. KAMI
Percaya, bahwa Tuhan Yesus Kristus, oleh sengsara dan kematian-Nya, sudah
mengadakan perdamaian bagi segenap dunia, sehingga barangsiapa mau dapat
diselamatkan.
7. KAMI
Percaya, bahwa penyesalan dihadapan Allah, kepercayaan kepada Tuhan kami Yesus
Kristus,dan hal dilahirkan kembali oleh Roh Kudus adalah perlu guna memperoleh
keselamatan.
8. KAMI
Percaya bahwa kami dibenarkan oleh kasih karunia Allah meplalui iman kepada
Tuhan kami Yesus Kristus; dan bahwa setiap orang yanag percaya memiliki
kesaksian tentang hal itu didalam dirinya.
9. KAMI
Percaya bahwa keberlangsungan keadaan diselamatkan tergantung pada ketetapan-taatan
iman kepada Kristus.
10.
KAMI Percaya bahwa
semua orang yang beriman diberi hak istimewa untuk dikuduskan secara
keseluruhan dan bahwaa segenap roh dan jiwa dan tubuh dapat dipelihara,
sempurna dengan tak bercatatan pada kedatang Yesus Kristus, Tuhan Kami (1
Tesalonika 5:23).
11.
KAMI percaya akan
kekelan jiwa manusia; kebangkitan tubuh,hari pengadilan pada akhir zaman; kebahagian kekal bagi mereka kekal bagi orang
saleh; dan hukuman kekal bagi orang durjana.[35]
Ajaran
Bala Keselamatan pada umumnya sama dengan Gereja Protestan, kecuaki bahwa
mereka menolak sakramen. Mereka sangat menekankan aspek kesucian hidup. mereka
dilarang merokok, meminum-minuman yang beralkohol, dan berpakaian yang mewah.
Bala Keselamatan sangat giat dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, seperti
dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan panti asuhan. [36]
2.7. Pandangan Bala
Keselamatan Tentang Sakramen dan Gereja
2.7.1. Sakramen
Pertama harus dicatat bahwa
William Booth (bersama Istrinya Catherine), sebagai (mantan) pendeta di Gereja
Metodis pada mulanya mengakui dan melayakan kedua sakramen itu. Anak-anak
mereka semua dibaptis. Para pengikutnya pun pada mulanya, dan di tempat-tempat
tertentu bahkan sampai sekarang, tidak dilarang menerima kedua sakramen itu.
Apalagi warga Bala Keselamatan, setidak-tidaknya pada awalnya, adalah juga
warga dari gereja tertentu, sehingga wajar kalau di Gereja masing-masing mereka
mengikuti atau menerima pelayanan kedua sakramen itu. Namun sejak 1800-an,
terutama sejak keputusan William Booth tangal 2 januari 1883, Bala Keselamatan
tidak lagi melayankan ataupun mengakui kedua sakramen itu berdasarkan sejumlah
alasan Praktis maupun teologis.
Alasan
Praktis yang sering dikemukakan, antara lain
adalah:
a. Sakramen
terutama perjamuan kudus, yang dilayakan di gereja-gereja mapan (termasuk
metodis) sudah semakin mengarah pada formalisme. Ini sejalan dengan kehidupan
beragama pada zaman Victoria yang sangat bercorark ornamental: penuh dengan
bunga-bunga dan hiasan, baik gedung gerejanya maupun upacara-upacaranya.
William Booth dan kalangan Bala Keselamatan yang lebih mengutamakan
kesederhanaan dalam ibadah dan penghayatan iman, tidak menyukai formalisme dan
ritualisme yang didramatisasi dan diromantasi seperti itu.
b. Pada
masa itu bahkan sejak abad-abad sebelumnya gereja-gereja berbeda pendapat dan
bertikai mengenai makna sakramen, bahkan tak jarang sampai terpecah-belah. Kalangan BK tidak mau ikut ambil bagian dalam
pertikaian itu.
c. BK terutama merupakan gerakan pengiinjilan, yang
mengutamakan keselamatan jiwa manusia. Sebagai pendiri BK, William
dan Catherine Booth melihat
bahwa sakramen, terutama perjamuan kudus, tidak menjamin keselamatan bagi penerimanya. Pertanyaan
praktis yang mereka lontarkan adalah “Apakah sakramen itu menolong pencapaian
tujuan akhir kita (yakni keselamatan jiwa) ? kalau tidak menolong, “apakah ia itu
tidak menghalangi?” terhadap pertanyaan ini William dan Catherine secara
perlahan tiba pada kesimpulan bahwa sakramen tidak hanya perlu bagi
keselamatan, melainkan bahkan merugikan bagi pencapaian tujuan mereka.
d. Perjamuan kudus menggunakan anggur (Disamping roti)
sebagai salah satu unsurnya jadi alkohol. Sedangkan William dan Catherine sejak
semula sudah sangat anti berminuman alkohol.
e. Sakramen hanya boleh dilayankan oleh pejabat gereja
tertentu. Pada waktu itu hanya pejabat pria. BK yang menekankan asas imamat am
semua orang percaya dan memberi kesempatan yang sama pada pria dan wanita
menduduki jabatan manapun, melihat bahwa di dalam penyelenggaran sakramen
terjadi pembedaan dan diskriminasi jabatan. (Ketika BK belum meniadakan
sakramen, para perwira wanitanya sempat melayankan sakramen, dan menurut BK hal
itu merupakan yang pertama dalam sejarah Gereja, dimana wanita melayankan
sakramen).
f. Banyak
pejabat gereja, terutama gereja anglican, yang melarang warga BK mengikuti
perjamuan Kudus, karena mereka itu belum menerima konfrimasi (semacam naik
sidi), padahal ketika itu (tahun 1870-an) para pemimpin BK, terutama Bramwell,
mendorong warga BK (yaitu perwira dan prajuritnya) untuk menerima perjamuan
kudus di gereja dimana saja. Larangan ini membuat sakit hati kalangan BK. [37]
Alasan
Teologis yang mendasari
keputusan William Bootrh dan seluruh jajaran BK untuk tidak lagi mengakui dan
melayankan sakramen sebagai upacara suci kristiani, antara lain adalah:
a. Tidak ada lagi nats di dalam Alkitab yang secara nyata
memperlihatkan bahwa Tuhan Yesus menetapkan upacara-upacara tertentu. Memang
pada sebagian kitab injil ada perintah
Tuhan Yesus untuk membaptis dan menyelenggarakan perjamuan. Tetapi menurut
kalangan BK itu tidak dimaksudkan Tuhan Yesus sebagai upacara keagamaan yang
mutlak harus dijalankan para pengikut-Nya.
b. Sejalan dengan alasan diatas, didalam Alkitab tidak
ditemukan istilah sakramen. Istilah itu, maupun upacara-upacara keagamaan yang
disebut sebagai sakramen, berasal dari lingkungan agama-agama rahasia pada
abad-abad pertama, masehi, terutama dalam rangka pengangkatan sumpah para prajurit,
lalu masuk ke lingkungan gereja kristen. Jadinya upacara perjamuan rahasia itu telah menggeser peranan perjamuan kasih yang
sejak semula sudah berlangsung di dalam gereja.
c. Oleh gereja, sakramen dipandang sebagai simbol
persekutuan dengan Allah. Bagi BK, persekutuan dengan Allah atau dengan Kristus
tak perlu melalui upacara-upacara formal ritual. Setiap orang beriman dapat
mengalami dan memang harus selalu mengupayakan persekutuan langsung dengan Allah
atau dengan Kristus melalui Roh kudus yang memasuki hati dan seluruh hidupnya. Itu bisa dilakukan lewat doa, ibadah,
meditasi, penelaahan Alkitab dan sebagainya. Catherine misalnya menunjuk pada
injil Yohanes pasal 15 (kesatuan dengan
Kristus sang pokok anggur yang benar) untuk menegaskan bahwa persekutuan dengan Allah atau dengan Kristus
tak perlu melalui upacara. [38]
2.7.2. Gereja
Sejak semula William dan Catherine menegaskan bahwa
mereka tidak berniat mendirikan organisasi gereja baru, dan BK bukanlah organisasi
gereja sebagaimana yang lazim dipahami, melainkan adalah misi (badan
penginjilan). Lebih dari misi, BK adalah bala tentara, yang mencanangkan perang
terhadap iblis dan dosa serta membawa manusia pada keselamatan yang disediakan
Allah di dalam Kristus. Tetapi pada perkembangannya kemudian, William dan
Catherine (bersama semua jajaran BK) menandaskan bahwa BK adalah gereja dan
merupakan bagian dari gereja yang kudus dan am. “Bala Keselamatan adalah bagian
dari Gereja Allah yang hidup instrumen perang besar di dunia ini, yang
senantiasa terlibat dalam konflik dengan iblis dan dosa”. Dalam hubungan dengan model dan struktur organisasi
militer, para perwira BK juga dipahami sama dengan pejabat-pejabat gereja yang
ditasbihkan.[39]
Booth sendiri menjadi jendral; pekerja yang memimpin cabang-cabang diberi
berbagai pangkat perwira, dan orang-orang yang bertobat dan yang mulai ikut
bekerja disebut prajurit-prajurit.[40]
Di sini terlihat adanya perkembangan wawasan eklesiologis (pemahaman tentang
gereja) di lingkungan BK, dan perkembangan ini sangat diwarnai oleh sifat
praktis dan pragmatis dari para pemimpinnya, terutama William dan Catherina.
Wawasan eklesiologis mereka lebih bersifat fungsional ketimbang substansial.
Mereka tidak begitu mempersoalkan arti dan hakikat gereja secara teoritis; yang
lebih penting adalah bagaimana agar fungsi gereja dapat berjalan untuk mencapai
tujuan.
2.8.
Tata Ibadah Gereja Bala Keselamatan
1. Bernyanyi
2. Doa
pembuka
3. Bernyanyi
4. Pengakuan
Iman Bala Keselamatan
5. Kesaksian
hidup oleh seorang hamba Tuhan
6. Bernyanyi
dan mengumpulkan persembahan
7. Berdoa
untuk mendengarkan Firman Tuhan oleh Kapten
8. Khotbah
oleh Kapten
9. Bernyanyi
10.
Doa syafaat
11.
Bernyanyi
12.
Pengumuman
13.
Doa berkat (Jemaat
berdiri)[41]
2.9.
Perkembangan Bala Keselamatan dan Kehadirannya di Indonesia
Tidak lama setelah Bala Keselamatan
mendirikan cabang di negeri Belanda. Cabang ini pada gilirannya menjadi induk
Bala Keselamatan di Indonesia. Pada tahun 1894 dua perwira diutus ke jawa.
Mereka menetap di purworejo. Tetapi beberapa tahun kemudian pusat usaha Bala
Keselamatan di pindahkan ke daerah semarang. Di situ pada tahun 1903 dibuka
pusat latihan buat mendidik perwira-perwira bangsa indonesia (sejak tahun 1950,
terdapat pusat latihan di jakarta). Di situ juga dibuka tempat penampungan orang
tuna wisma “Bugangan”, dan koloni Salib Putih di Salatiga, setelah banjir dan
kelaparan yang berlangsung pada tahun 1902 menyebabkan beribu-ribu orang
mengungsi ke kota. Bala Keselamatan mendirikan pula beberapa Rumah sakit kusta
dan Rumah sakit Umum.[42]
Pimpinan koloni Salib Putih di Salatiga
memandang perlu menciptakan sarana transmigrasi bagi penghuni koloni itu. Maka
didirikan koloni yang serupa di lembah palu (Sulteng). Metode yang dipakai tidak banyak berbeda
dengan yang berlaku di poso. Mereka mendirikan sekolah dan rumah sakit,
mendidik anak daerah menjadi guru, dan akhirnya menyerahkan pekerjaannya kepada
mereka itu. Hanya, tidak ada pelayanan baptisan kepada orang yang masuk kristen
dan dalam ibadah jemaat tidak ada perjamuan.
Kini (1984) di indonesia terdapat 3.500
lebih perwira (opsir, tenaga staf) Bala keselamatan, dengan 60.000 anggota yang
terbagi atas 4 devisi dan 7 distrik. Tiap “Jemaat” setempat disebut “Korps”.
Tiap hari minggu pagi diadakan kebaktian , yang disebut “kebaktian kesucian”
sebab bbermaksud hendak menghantarkan umat Allah ke kesucian dan memberi
pelajaran tentang cara memelihara dan mengembangkan berkat kesucian itu. Tiap
minggu malam diadakan “kebaktian tebusan”, dengan maksud agar dalam kebaktian
itu orang yang belum bertobat boleh mendapat tebusan. Acara kebaktian itu
bersifat lebih terbuka dan ramai. Kegiatan- kegiatan Bala keselamatan lainnya
mencakup: kebaktian diluar gedung kebaktian, penyiaran buku dan majalah
(majalah internasional “War Cry” yang di indonesia berjudul “berita
keselamatan”), pembinaan orang muda, pengelolaan sekolah, rumah sakit, pantai
asuhan, dan kegiatan sosial lainnya. [43]
2.10.Dampak Bala Keselamatan
Dampak
dari Bala Keselamatan adalah membawa orang-orang yang dulunya tidak mengetahui
Gereja untuk bertobat menjadi seseorang yang percaya kepada Allah dan hendak
menghantarkan orang tersebut kedalam kesucian dan mengembangkan berkat kesucian
itu. Selain itu Gereja Bala Keselamatan juga melakukan berbagai kegiatan
dibidang sosial seperti ; memberi makan kepada orang yang kelaparan, menampung
kaum tuna wisma, melakukan pembinaan kepada para pemuda, pengelolaan sekolah,
rumah sakit, panti asuhan dan kegiatan sosial lainnya.[44]
III.
Refleksi Teologis
Sebenarnya kekristenan tidak melulu menekankan sisi
keselamatan hanya dalam pengertian negatif, yaitu diselamatkan dari dosa. Ada
juga pengertian yang positif, yaitu bahwa orang diselamatkan untuk melakukan
hal-hal yang baik. Kami para penyaji mengambil refleksi teologis dari surat
Efesus 2:10. Yaitu “Karena kita ini buatan
Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus, untuk melakukan pekerjaan baik, yang
dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau supaya kita hidup di dalam-Nya”.
Keselamatan disini dipahami sebagai pembebasan kita dari perbudakan dosa dan
kedagingan, dan hidup dalam pemulihan hubungan dengan Allah dan berkarya untuk
kemuliaan Allah dan kebaikan semua ciptaan, dalam Bala Keselamatan ditekankan
bahwa kita diselamatkan untuk menjadi rekan sekerja Allah.
IV.
Daftar
Pustaka
Ten Napel, Henk. Kamus
Teologi Inggris-Indonesia, Jakarta: BPK-GM, 1996.
Aritonang, Jan S. Berbagai Aliran di Dalam dan Sekitar
Gereja, Jakarta: BPK-GM, 2015.
Berkof, H. & I. H Enklar. Sejarah
Gereja, Jakarta: BPK-GM, 2010.
Curtis, A. Kenneth dkk. 100
Peristiwa Penting Dalam Sejarah Kristen, Jakarta: Gunung Mulia, 2005.
End, Th. van den & J. Weitjens. Ragi Carita 2: Sejarah Gereja di Indonesia
Tahun 1860-an-Sekarang, Jakarta: Gunung Mulia, 2012.
End, Thomas van den. Harta
dalam Bejana: Sejarah Gereja Ringkas, Jakarta: Gunung Mulia, 2015.
Situmorang, Jonar. Sejarah Gereja Umum, Yogyakarta: ANDI, 2014.
Soedarno, R. Kamus Istilah Teologia, Jakarta: BPK: GM, 2007.
Wellem, F.D. Riwayat
Hidup Singkat Tokoh-Tokoh dalam Sejarah Gereja,
Jakarta: BPK-GM, 2011.
Wellen, F.D. Kamus
Sejarah Gereja,
Jakarta:BPK-GM, 2011.
Sumber
Lain :
https://www.kompasiana.com/frankybaganu/catherine-booth-the-salvation
army_550f64dba333115434ba7edd, diakses pada hari Kamis 01 November 2018, pukul
09:00.
https://www.kompasiana.com/catherine-booth-the-salvation,
(William Booth,)
Bramwell (1856–1929)". Oxford Dictionary of National
Biography. Oxford University Press. diakses pada hari Selasa 30 Oktober
2018, pukul 16:27 Wib.
Hasil Survei Wawancara dengan Kapten
Junius Pakaya, (Korps Medan II, Jl. Kolonel Yos Sudarso No.1, pulo Brayan kota
Medan Barat), Minggu tanggal 14/10/2018 pukul 12.00-13.30.
[1] Henk Ten Napel, Kamus Teologi Inggris-Indonesia,
(Jakarta: BPK-GM, 1996), 280.
[2] H. Berkhof & I.H
Enklaar, Sejarah Gereja, (Jakarta:
BPK-GM, 2016), 293.
[3] Jonar Situmorang, Sejarah Gereja Umum, (Yogyakarta: ANDI,
2014), 397.
[4] H. Berkhof & I.H
Enklaar, Sejarah Gereja, 293.
[6] Ibid, 322.
[7] Thomas Van Den End, Harta Dalam Bejana, 368.
[8] F.D. Wellem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh dalam
Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK-GM, 2011), 44.
[9] F.D. Wellem, Kamus Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK-GM,
2006), 35.
[12] A. Kenneth Curtis dkk, 100 Peristiwa Penting Dalam Sejarah Kristen,
(Jakarta: Gunung Mulia, 2005), 142.
[20] F.D. Wellem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh dalam
Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK-GM, 2011), 44.
[27]Th. van den End & J.
Weitjens, Ragi Carita 2: Sejarah Gereja
di Indonesia Tahun 1860-an-Sekarang, (Jakarta: Gunung Mulia, 2012), 290.
[32]
https://www.kompasiana.com/frankybaganu/catherine-booth-the-salvation
army_550f64dba333115434ba7edd, diakses pada hari Kamis 01 November 2018, pukul
09:00 Wib.
[33] https://www.kompasiana.com/catherine-booth-the-salvation, (William Booth,) Bramwell (1856–1929)". Oxford Dictionary of National Biography. Oxford University Press. diakses
pada hari Selasa 30 Oktober 2018, pukul 16:27
Wib.
[41] Hasil Survei Wawancara
dengan Kapten Junius Pakaya, (Korps Medan II, Jl. Kolonel Yos Sudarso. No.1, pulo Brayan kota
Medan Barat), Minggu tanggal 14/10/2018 pukul 12.00-13.30 .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar