Jumat, 10 Mei 2019


                                                         BALA KESELAMATAN
                             
I.                   Abstraksi
Perkembangan aliran gereja membuat orang semakin giat mengadakan pekabaran injil dan pekerja sosial. Gerakan ini awalnya adalah badan misi/penginjilan yang kemudian berkembang menjadi sebuah organisasi gereja. Mereka menganggap bahwa mereka adalah Bala tentara Allah dan merupakan suatu misi yang bergerak dalam melakukan pekabaran injil dan pemeliharaan sosial. Injil yang disampaikan adalah bahwa setiab orang harus hidup sesuai dengan yang Yesus ajarkan bagi setiap orang injil merupakan sesuatu yang harus diperkenalkan bagi setiap orang, karena injil tidak membeda-bedakan. Tergantung bagaimana seseorang itu mengabarkan firman kepada setiap orang. Banyaknya pemahaman injil yang dipahami orang sehingga mereka memperdalam pemberitaan firman dan membuat ajaran gereja yang mereka pahami benar. Bala Keselamatan yang lahir di masyarakat Inggris, karena pada saat itu Inggris dilanda penderitaan kemiskinan bagi kaum yang rendah dan dosa yang semakin besar. Untuk itulah muncul gerakan ini yang dibawa Wiliam Booth dan Catherina Mumforth untuk memberantas itu dan memperkenalkan mereka akan Allah yang sejati.
II.                Pembahasan
2.1.Pengertian Bala Keselamatan
Bala Keselamatan (Salvation Army) adalah organisasi protestan yang didirikan William Booth dan Chatrine Booth pada tahun 1865 dan yang menaruh perhatian pada pemberitaan injil dan membantu orang-orang miskin.[1] William Booth yang mula-mula adalah seorang pendeta Metodis, telah menciptakan suatu organisasi dengan bentuk militer untuk memerangi kerajaan Iblis dan untuk membawa Injil di antara rakyat jelata yang jalang di kawasan London-Timur.[2] Organisasi ini pertama kali muncul di tengah masyarakat Inggris yang sedang mengalami krisis kemasyarakatan sebagai dampak Revolusi Industri.[3] Selain itu Booth memakai cara kerja seperti Metodis dengan nyanyian yang mengharukan hati, gambaran jelas tentang kesukaan surga, kedahsyatan neraka, dan nasihat yang keras kepada pendengar-pendengar untuk bertobat, harus memaksa banyak orang yang bergelut pada ”Bangku orang berdosa” supaya diselamatkan.[4] memang, mereka menyebut diri mereka sebagai bala tentara Allah yang setiap hari maju berperang Rohani melawan Iblis dan dosa yang menyebabkan penderitaan manusia, dan mengalahkkan segala bentuk kejahatan dalam kehidupan masyarakat. Hal ini merupakan misi Bala Keselamatan untuk memenangkan (menyelamatkan) jiwa-jiwa yang berdosa bagi kemuliaan Kristus, sehingga sejak awal ditekankan bahwa hakikat keberadaan Bala Keselamatan tidaklah terletak pada hal-hal yang tampak lahiriah, termasuk berbagai kegiatan dan lembaga penginjilan yang lebih mengutamakan hal-hal rohani yang tak kelihatan, yang tampil berbeda dari gereja ataupun lembaga penginjilan lainnya pada umumnya.[5] Bala Keselamatan menuntut suatu ketaatan mutlak para anggotannya, Jendral Bala Keselamatan memberi perintah kepada para komandan Korp yang berpangkat kolonel, sementara dibawah kolonel terdapat Brigadir, Mayor, Kapten, Ajudan, Letnan, Kadet, Sersan, dan Prajurit. Pada mulanya orang-orang Bala Keselamatan diejek karena pakaian seragam dan pangkat mereka, namun kemudian mereka sangat dihormati karena kasih Kristen yang di praktikkannya.
2.2.Latar Belakang Munculnya Bala Keselamatan
Bala Keselamatan muncul di Inggris yang dimulai sejak 1865 dimana Bala Keselamatan ini dipimpin oleh Jendral William Booth (1829-1912) beserta Istrinya Chatrine melalui sebuah organisasi misi Kristen di kawasan London Timur.[6] Di kota London Timur yang merupakan ibu kota negara yang paling maju di dunia, dalam waktu satu tahun terdapat 2.157 orang yang mati begitu saja di jalan, 2.297 yang bunuh diri, 30.000 wanita pelacur, 160.000 orang dihukum karena mabuk di jalan umum, dan 900.000 orang melarat.[7]  William Booth sangat prihatin dengan kemiskinan yang menimpa penduduk London Timur. Penduduk bekerja sebagai buruh-buruh pabrik dengan penghasilan yang sangat rendah. Ia menghimbau gereja-gereja resmi untuk mengadakan perbaikan-perbaikan sosial, namun tidak dihiraukan. Booth kemudian mendirikan suatu lembaga yang bergerak dalam bidang sosial yang diberi nama Christian Mission (Misi Kristen), tetapi kemudian diubah namanya menjadi Salvation Army (Bala Keselamatan). Dengan demikian, Booth melihat bahwa gereja terpanggil untuk mengangkat manusia yang miskin, tertindas, dan diperlakukan secara tidak adil. Injil adalah berita kesukaan bagi setiap orang, termasuk juga untuk orang yang miskin secara kebendaan, ia melihat adanya segi sosial dari Injil Yesus Kristus.[8]
      Untuk mengetahui lebih jelas latar belakang munculnya Bala Keselamatan ini, kita terlebih dahulu melihat berbagai konteks kenyataan dan perkembangan yang terjadi di Inggris yang menjadi latar belakang kemunculannya. 





2.3.Arti dari Logo Bala Keselamatan
Bala Keselamatan memiliki bendera berwarna merah dengan ditepinya berwarna biru dan ditengah-tegahnya terdapat sebuah bintang berwarna kuning dengan tulisan “Darah dan Api”, yang artinya Darah melambangkan Kristus dan Api melambangkan Roh Kudus.[9] Gereja Bala Keselamatan menggunakan lambang yang terurai sebagai berikut:
1)      Bulatan yang bersinar, melambangkan Matahari Kebenaran dan Terang Api Roh Kudus, di dalamnya terdapat tulisan Darah dan Api.
2)      Salib yang di tengah-tengah itu melambangkan salib Tuhan Yesus Kristus.
3)      Huruf “S” singkatan dari “Selamat”, selamat dari hukuman dosa
4)      Dua pedang yang bersilang melambangkan peperangan Rohani demi keselamatan.
5)      Tujuh peluru di bagian bawah melambangkan Kebenaran injil
6)      Mahkota di atas bundaran melambangkan Mahkota Kemenangan rohani, yang Allah hendak berikan kepada prajuritnya yang setia pada iman Kristiani sampai akhir hayatnya.[10]
2.3.1. Konteks dan Latar belakang Sosial, Ekonomi, dan Ideologi
William Booth dengan Bala Keselamatan-nya muncul di Inggris pada masa yang lazim dikenal dengan nama zaman Victoria. Ketika ratu Victora memulai pemerintahannya pada tahun 1837, sebagian besar penduduk Inggris (England) bermukim di pedesaan; tetapi ketika beliau wafat 1901, kebanyakan mereka tinggal kota-kota. Transformasi besar dibidang sosial-ekonomi yang dialami Inggris pada masa ini merupakan dampak langsung dari Industrialisasi di perkotaan. Menjelang akhir abad ke-19 tatanan masyarakat industrial dan demokratis menggantikan tata kehidupan agraris dan feodalistik.[11] Meskipun industri bertumbuh, perlakuan semena-mena terhadap kelas-kelas pekerja pun meningkat. Inggris sedang bergerak dari kehidupan pertanian ke kehidupan yang berorientasi pabrik, dan daerah-daerah kumuh di London pun tumbuh. Ribuan orang dari dusun membanjiri London, mencari pekerjaan, dan sering kali mereka tinggal serta bekerja dalam kondisi-kondisi yang amat buruk.[12] Lebih dari sekedar era demokrasi, industri, iptek, dan optimisme, era Victoria merupakan masa transisi besar. Inggris juga menjadi negeri pertama yang menghadapi masalah sosial-ekonomi yang ditimbulkan perubahan itu atas kehidupan masyarakat. Di satu pihak gagasan “pemuliaan individu” serta wawasan “persaingan pasar-bebas” dan “kebebasan berusaha” menolong Inggris menguak dimensi baru dari sejarah sosial-ekonomi. Tetapi dilain pihak penggeseran tata kehidupan agraris-feodalistik oleh tatanan masyarakat yang industrial dan demokratis menimbulkan berbagai masalah baru. Misalnya terjadinya ketegangan hubungan dan kepentingan antara individu dan masyarakat.[13]
2.3.2. Konteks dan Latar belakang Keagamaan dan Kegerejaan
Zaman Victoria, kendati dicirikan oleh semangat pengharapan dan kemajuan, juga ditandai oleh sejumlah kekuatiran. Hingga tahun 1850, ketakutan akan revolusi sosial menghantui para pemegang kekuasaan dan kalangan masyarakat yang mapan. Merosot kekristenan dikalangan ke arah keboborokan moral dan bangkitnya ateisme, semakin menguatkan kekuatiran. Diabaikan penghuni baru di perkotaan oleh  Gereja Anglican, juga oleh sebagian kalangan Metodis, antara lain karena mereka lebih asik berdebat dan bertikai mengenai soal-soal dogmatis, ikut berperan dalam menciptakan lingkungan yang ateistis itu.
Khususnya di lingkungan kehidupan gereja, yang membuat gereja-gereja resmi gemar melakukan kategorisasi antara yang benar dan salah, yang baik dan jahat dan seterusnya, mendorong lahirnya sektarianisme, yakni kecendrungan dan tindakan memisahkan diri dari gereja resmi, lalu  membentuk persekutuan sendiri, dengan mengutamakan aspek ajaran tertentu. Kaum Victoria bangga akan kekuatan negerinya dan suka menikmati suatu good fight(pertarungan yang baik). Bahwa kehidupan merupakan medan pertempuran dan pergumulan yang berat menguasai hawa nafsu. Ini sangat penting untuk memahami kelahiran Bala Keselamatan serta seperangkat semboyan dan peristilahan “Perang” yang digunakannya. Kendati masyarakat Inggris pada zaman Victoria merupakan masyarakat yang dengan sendirinya religius, namun kekristenan dilihat dan digunakan para pemegang kekuasaan hanya sebagai basis moralitas umum. Dalam hal ini era Victoria sering juga disebut zaman kemunafikan. Orang-orang Kristen nominal bersembunyi di balik kedok Pietisme yang kelewatan, sikap konformis serta sikap moralitas, untuk mempertahankan tatanan yang ada dalam menghadapi gejolak-gejolak sosial, ekonomi, dan politik. Setelah dilihat lingkungan kristiani yang bersifat nominal pada zaman Victoria sebagai lahan yang subur untuk kegiatan yang bercorak penginjilian. Pada sekitar dasawarsa 1840-an misi tidak lagi hanya dilihat sebagai upaya menginjil orang ‘kafir’ di luar negeri, melainkan juga orang kafirdi dalam negeri. Dengan mengingat semangat penginjilan Jhon Wesley, kita dapat mengetahui bahwa masyarakat Inggris pada zaman Viktoria juga telah mengalami besarnya kuasa injil yang diberikan tanpa dibunga-bungai namun punya dampak besar pada masa pekerja. Jadi dalam hal tertentu agama pada zaman Viktoria sangat kuat dipengaruhi oleh gerakan Injili.[14]
2.3.3. Kiprah Sosial Gereja
Keadaan ini mendorong segelintiran kaum Victorian yang prihatin untuk membarui undang-undang yang sangkut-paut dengan pemecahan masalah kemiskinan, sambil juga mengembangkan lembaga-lembaga sosial dan keagamaan untuk menanggulangi kebutuhan kaaum yang sangat melarat itu. Banyak di antara lembaga-lembaga itu yang bekerja sungguh-sungguh, terjun dan melibatkan diri ditengah kondisi dan lingkungan yang rawan itu, namun kemampuan mereka jauh lebih kecil dari luasnya medan permasalahan yang dihadapi.
Gereja Anglican sebenarnya punya dana subsidi dari pemerintahan untuk ikut menanggulangi masalah sosial ini. Dana itu, antara lain digunakan mendirikan gedung-gedung gereja di lingkungan kumuh itu. Gereja-gereja sempalan mendirikan gedung-gedung gereja di lingkungan kumuh itu. Tetapi mereka semua gagal membentuk persekutuan-persekutuan yang independen di sana, yakni yang dikelola sendiri oleh penghuni kawasan kumuh itu. Padahal masyarakat pekerja dan kaum pengganguran disana tidak menyukai gereja atau wadah keagamaan yang terorganisasi dan resmi. Di kalangan mereka sikap anti-klerikalisme tumbuh dan semakin kuat, karena mereka merasa diri dikucilkan dan diabaikan, antara lain karena mereka tidak melihat adanya upaya sungguh-sungguh dari lembaga-lembaga keagamaan resmi untuk memperjuangkan perbaikan nasib mereka.
Melihat kenyataan ini, para pendeta  di lingkungan kumuh  itu menjadi sadar bahwa langkah pertama ke arah perbaikan spiritual dan moral adalah dengan memperbaiki kondisi fisik dan sosial kaum miskin. Juga semakin disadari bahwa yang dibutuhkan di kalangan kaum pekerja bukan hanya orang atau organisasi kristiani yang mampu mengenali kemalangan orang miskin, melainkan juga menyediakan sarana dan metode yang dapat memperlengkapi dan memampukan kaum miskin untuk mengorganisasi diri dan mengatasi masalahnya. Sayangnya kesadaran itu tidak segera ditindakalanjuti dengan aksi nyata.
Pada tahun 1851, Lord Jhon Russell, seorang bangsawan yang prihatian  atas masalah ini, memprakarsai sensus khusus yang berciri agamawi, dengan menugaskan Horace Mann, seorang yang ahli untuk itu. Salah satu kesimpulan Mann adalah bahwa sikap bermusuhan kaum miskin, atau ketakpedulian mereka terhadap gereja, berakar pada “kurangnya simpati umat kristiani terhadap beban-beban sosial kaum miskin, mencoloknya identifikasi gereja kepada kelas atas, dan adanya kecurigaan bahwa para pelayanan kristiani itu adalah  orang-orang sekular dan mementingkan diri sendiri, di samping fakta kemiskinan itu sendiri.”
Betapa pun banyaknya kritik terhadap kelambanan gereja, haruslah diakui bahwa hingga akhir zaman Victoria yang paling banyak melibatkan dan mengabdikan diri dalam upaya mengatasi masalah kemiskinan ini adalah orang-orang atau lembaga-lembaga kristiani yang sebagian cukup besar melakukannya atas nama gereja (salah satu di antaranya nanti adalah BK). Gereja-gereja pun secara berangsur mengambil langkah-langkah pembaruan. Konsep diri sebagai gereja membuat kehadiran dan pelayanan relevan bagi konteksnya. Persaingan di antara gereja-gereja untuk merebut simpati masyarakat dalam hal ini kaum miskin justru membawa banyak manfaat: masing-masing berupaya agar kreatif dalam menyusun beranekaragam program, sesuai dengan kebutuhan masing-masing lapisan dalam masyarakat.[15]
2.3.4. Pelayanan Sosial digabung dengan Penginjilan
Bukan hanya kalangan gereja bebas atau sempalan saja yang semakin memberi perhatian kepada kaum miskin sambil menggandengkannya dengan penginjilan dan kebangunan rohani. Dan kaum injil ini semakin menyaadaait adanya kesenjangan yang sangat lebar antara katedral dan pemukiman kumuh. Untuk menjembatani kesenjangan antara gereja dan kaum tak bergereja, sejak akhir dasawarsa 1850-an mereka mengupayakan strategi  penginjilan baru, sekaligus memperjuangkan pencabutan peraturan yang melarang lebih dari 20 orang berkumpul untuk beribadah di luar gedung gereja, agar dengan demikian kegiatan kebangunan rohani dapat diselenggarakan di tempat-tempat umum dan terbuka. Pada tahun 1865 gereja ini membentuk asosiasi ‘penolong awam’ yang bertindak sebagai misionaris di lingkungan urban. William Booth dan BK nanti banyak berhubungan dengan perangkat pelayanan sosial seperti[16] Bala Keselamatan membagi-bagi makanan kepada orang-orang lapar, memberi kesempatan kepada pelacur untuk keluar dari kehidupannya, mendirikan penginapan untuk kaum gelandangan, berusaha menyelamatkan anak-anak dari lingkungan yang bobrok dan memberitakan injil kepada mereka semua, di tempat-tempat yang tidak pernah muncul seorang pendeta.[17] Terutama ketika BK masih menyatakan sikap dan status bukan sebagai gereja, melainkan organisasi penginjilan dan pelayanan dalam membantu gereja.[18]
2.4. Tokoh-Tokoh Bala Keselamatan
2.4.1. William Booth
Berbicara tentang Bala Keselamatan berarti harus berbicara tentang pendiri dan jenderalnya yang pertama: William Booth. Sekaligus harus dibicarakan juga istrinya, Catherine Mumford-Booth dia adalah seorang Army Mother.[19] William Booth lahir dalam sebuah keluarga miskin di Nottingham, Inggris pada tanggal 10 April 1826.[20] Ayahnya, Samuel Booth, bersama ibunya Mary Moss yang berdarah Yahudi.[21] Orangtuanya adalah anggota Gereja Anglikan. Pada umur 15 tahun (1844) Booth mengalami pertobatan secara sadar pada waktu ia mengikuti suatu kebaktian kebangunan rohani yang diadakan oleh Gereja Metodis. Pertobatannya ini menyebabkan ia berpindah ke Gereja Metodis dan menjadi pendeta dalam gereja ini.[22] Sejak tahun 1846 William sudah memperlihatkan bakatnya sebagai seeorang pengkotbah; bukan berbekal pendidikan teologi formal, melainkan berdasarkan penghayatan pribadi atas nama Kristen. Pada usia 17 tahun itu, sehabis jam kerja di pawnshop, ia menyampaikan kotbahnya yang pertama pada malam pertemuan ibadah di sebuah gubuk, yang pesertanya sebagian besar wanita tua. Dalam kotbah pertamanya itu ia sudah memeperlihatkan kebatinannya atas banyak orang Kristen yang hidup dalam dosa; menurutnya mereka itu tak boleh dipersalahkan dihukum, melainkan harus ditolong dan diberi semangat dan harapan.
Desember 1849, menjelang tahun baru William menyusun enam butir pernyataan, berupa ‘resolusi’ terhadap dirinya sendiri sekaligus ikrarnya dihadapan Tuhan:
1)   Aku akan bangun cukup pagi setiap pagi, memulai serangkaian kegiatan terutama doa pribadi, minimal lima menit;
2)   Aku akan sebanyak mungkin menghindari obrolan omong-kosong yang belakangan ini sering membuat aku berdosa;
3)   Aku akan berupaya di dalam setiap tingkah-tingkah memperlihatkan di hadapan dunia dan sesama pelayanan bahwa aku adalah pengikut yang bersahaja, penurut, namun bersemangat, dari sang ‘Anak Domba yag berdarah’, serta berupaya mengarahkan mereka melalui percakapan mereka melalui percakapan dan peringatan yang serius, agar memikirkan kekekalan jiwa mereka;
4)   Aku akan membaca tak kurang dari empat pasal Alkitab setiap hari;
5)   Aku mau berjuang agar hidup lebih dekat pada Allah, dan mengupayakan kesucian hati, sambil mempercayakan pemeliharaan atas hidupku kepada Allah; dan
6)   Aku akan membaca pernyataan ini setiap hari, atau minimal dua kali seminggu.
Kelak keenam butir pernyataan ini ditampung dalam Perintah dan Aturan bagi Prajurit Bala Keselamatan.[23] Ia bekerja di daerah termiskin dalam kota London Timur. Booth sangat prihatin dengan kemiskinan warga jemaatnya dan berusaha untuk menghimbau Gereja Metodis supaya mengatasi masalah-masalah kemiskinan.[24] Karena gereja seharusnya menjadi pelopor pertama meringankan penderitaan, namun Gereja sendiri dalam keadaan kekurangan. Dalam Methodisme, yang telah menjadi agama kelas menegah khususnya, juga tidak dapat dengan efektif mencapai kelas pekerjaan. Methodis telah berupaya mencapai orang-orang miskin baru yang bermukim di lorong-lorong masih belum tersentuh Injil.[25] Pada tahun 1861 ia menjadi pengkotbah keliling tanpa ikatan dengan gereja apapun.[26] Karena itu gerejanya menganggap dia terlalu giat mengadakan kampanye pengkabaran Injil dan terlalu banyak berurusan dengan para gelandang, pemabuk, pelacur, dan lain-lain, maka pada tahun 1862 dia keluar. Tiga tahun kemudian didirikannya lembaga pI (di dalam negeri) yang melakukan kampanye didalam kemah yang berpindah-pindah.[27] Prihatin dengan keadaan orang miskin, maka pada tahun 1865 William Booth dan istrinya, Cathrine, mendirikan bagi orang miskin di East End London[28] mendirikan lembaga yang bergerak dalam bidang sosial yang diberinya nama Christian Mission (Misi Kristen).[29] Di sekeliling pasangan penginjil ini terdapat rumah-rumah yang penuh sesak dengan kekerasan keluarga, mabuk-mabukan, prositusi dan tuna karya. William yakin bahwa hal itu akan berubah hanya bila hati berubah. Sekali orang-orang telah mengenal Kristus, perilaku dan kondisi mereka dapat membaik.
Meskipun banyak ide-ide organisasi Methodisme telah ditinggalkan Booth, namun ia selangkah maju dengan akhirnya menciptakan organisasi yang mengikuti garis-garis militer. Seorang pengikutnya mengiklankan sebuah pertemuan sebagai “The Hallejah Army Fighting  for God” (Pasukan Halleluya bertempur untuk Tuhan). Kontrol Booth yang tegas akan organisasinya membuat beberaapa orang memanggilnya jenderal. Menjelang tahun 1878, kelompok ini mengambil nama Bala Keselamatan, dan jenderalnya sengaja telah mengorganisasikannya dengan pakaian seragam, perwira-perwira, marching brass band, dan majalah dengan nama The War Cry.[30]
Tanggal 20 Agustus 1912 William Booth wafat; istrinya meninggal pada Oktober 1890. Digantikan oleh anaknya yang bernama William Bramwell Booth.[31] Dalam seluruh hidupnya, William telah mengadakan perjalanan sejauh lima juta mil, mengkotbahkan hampir 60.000 khotbah, dan menarik kira-kira 16.000 perwira untuk bekerja dengan dia. Ketika ia wafat, 40.000 orang mengantar dia ke pemakaman.
2.4.2. Chatrine Mumfort Booth[32]
Catherine Booth adalah perempuan pemalu yang beriman kuat, tetapi memilih untuk menyembunyikan keyakinannya jauh di lubuk hatinya. Perjalanannya dari perempuan beriman yang tenang menjadi pemimpin gerakan yang telah menyentuh jutaan orang merupakan salah satu kisah yang paling luar biasa dalam catatan sejarah Kristen.
Catherine Mumford lahir di Ashbourne, Derbyshire, Inggris, pada 17 Januari 1829. Ayahnya, John membuka bisnis pembuatan body dan interior mobil, adalah seorang pendeta dan pemimpin local gerakan anti minuman keras. Ibunya, Sarah, adalah perempuan Kristen yang lembut dan penuh perhatian, yang memperlihatkan imannya, melalui perbuatannya. Ibunya mendorong Catherine untuk belajar lebih konsisten sama seperti seorang anak laki-laki pada masa itu. Pada umur 12 tahun, Catherine telah membaca seluruh isi Alkitab sampai delapan kali. Ia biasa mengutip banyak bagian dari Injil dan menjelaskan doktrin teologi yang rumit dengan cara yang lebih baik ketimbang ayahnya. Bisnis ayah Catherine mengalami kebangkrutan dan memaksa mereka untuk pindah ke Boston, tetapi kepindahan mereka tidak memulihkan keberuntungan ayahnya. Karena tidak mampu membayar tagihan, John pun meninggalkan imannya. Ia berpaling keminuman keras dan mengejutkan banyak keluarga dan teman-temannya. John memasuki kehidupan yang begitu miskin. Ia bertahun-tahun dalam kemiskinan dan minuman kerasnya.
Pada umur 16 tahun, saat bersama ibunya pindah ke London, Catherine bahkan mulai mempertanyakan apakah Allah benar-benar ada? Saat Catherine hendak menghentikan semua bentuk kekristenan, ia membaca kata-kata dari himne tua Wesley, “Ya Tuhanku, aku ini kepunyaan-Mu, Allah Penghibur.” Lirik himne itu telah meyakinkan Catherine bahwa Tuhan hidup dan memperhatikannya.
Pada umur 18 tahun Catherine diserang penyakit TBC dan memaksa dia untuk beristirahat di tempat tidurnya. Dalam keadaan yang demikian Catherine menggunakan kesempatan istirahatnya untuk membaca banyak artikel tentang pengaruh alkohol pada tubuh manusia. Ia pun mulai menulis surat ke surat kabar dan majalah yang menentang undang-undang tentang larangan minuman keras. Surat-suratnya sangatlah unik, sehingga banyak editor meminta Catherine untuk memperluasnya dalam bentuk cerita.
Dalam dua tahun Catherine pun telah sembuh total dari TBC dan berusaha menemukan tujuan di luar aktivitas menulisnya. Pada tahun 1855, di Gereja Stockwell Green Congregational di London, Catherine Mumford menjadi Catherine Booth. Karena Catherine Mumford melangsungkan pernikahan dengan William Booth seorang pelayan Tuhan yang pada saat itu sedang naik daun.
Catherine yang sebelumnya adalah seorang pemalu, untuk berbicara dan memimpin orang lain saja iya tidak mampu melakukannya. Tetapi pada tahun 1860, segalanya berubah dan Catherine menyampaikan khotbahnya yang pertama dan menjadi seorang yang berani menyampaikan kebenaran. Selama lima tahun selanjutnya Catherine menemukan keberanian untuk berbicara di hadapan jemaat di gereja, rumah, jalanan, pertemuan informal warga, dan sekolah. Ia membuat kebiasaan turun ke jalan-jalan untuk mendatangi para pemabuk dan pelacur. William yang adalah seorang pendeta berhenti sebagai seorang gembala dan mendirikan “Christian Mission” dengan dananya sendiri untuk melayani orang-orang miskin di London.Tetapi tindakan Booth dan Catherine merupakan sebuah ancaman oleh gereja Britania yang telah mapan. Sehingga mereka mencari cara untuk menghentikan pelayanan misi mereka dan William pada masa itu ditangkap dengan tuduhan sedang membangun kekuatan criminal untuk merobohkan kerajaan dan gereja Inggris.
Setelah itu Catherine tetap melanjutkan pelayanannya di East End London, sampai William keluar dari penjara, Catherine menjadi seorang pemimpin organisasi. Catherine yang dulu pemalu tetapi sekarang menjadi menara keberanian untuk menyampaikan pesan Kristus kepada orang-orang miskin di London. Dalam waktu lima tahun semenjak berdirinya pelayanan misi, orang-orang menyebut para pengikut misi tersebut dengan panggilan ‘Bala Keselamatan’ (The Salvation Army). Panggilan yang mungkin digunakan untuk mengejek para pengikut, namun digunakan oleh Catherine dan menyatakan “Anggota Bala Keselamatan akan berjuang menyatakan perang terhadap kemiskinan dan ketidakadilan di mana pun kami menemukannya.” Pada tahun 1880, pasukan Catherine menjadi salah satu kelompok Kristen yang disegani di London dan telah memperluas pelayanan mereka di luar Britania. Catherine meninggal tahun 1890 pada saat berumur 61 tahun.Seorang perempuan pemberani yang menyatakan iman Kristen dalam kehidupan nyata dan menolong orang lain dengan kasih Yesus.
2.4.3. William Bramwell Booth
William Booth Bramwell lahir pada tanggal 08 maret  1856, dia Lahir di Halifax, Yorkshire, Inggris, anak tertua yang lahir dari William Booth dan Catherine Mumford, dia memiliki dua saudara laki-laki dan lima saudara perempuan, termasuk Evangeline Booth, Catherine Booth-Clibborn, Emma Booth dan Ballington Booth. Keluarga Booth secara teratur pindah dari satu tempat ke tempat lain sesuai dengan pelayanan William Booth sampai keluarga tersebut akhirnya menetap di London pada tahun 1865. Bramwell Booth terlibat dalam The Salvation Army sejak awal dari Misi Kristen yang tidak jelas, yang didirikan di Whitechapel pada tahun 1865, menjadi organisasi internasional dengan berbagai aktivitas sosial. Dia dididik di rumah, sebentar di sekolah persiapan dan di City of London School, di mana dia diintimidasi. Diketahui keluarganya sebagai 'Willie', sebagai pemuda ia menderita kesehatan yang buruk dan mengalami sedikit gangguan pendengaran. Pada tahun 1870, berusia 14 tahun, Bramwell Booth mulai membantu pengelolaan Misi Kristen ayahnya dan di dapur makanan murah yang disiapkan pada hari-hari awalnya. Dia bermaksud belajar kedokteran dan takut berbicara di depan umum, namun terlepas dari hambatan ini, dia menjadi asisten, penasihat dan administrator William Booth. Dia menjadi kolaborator penuh waktu aktif dengan ayahnya pada tahun 1874, dan seorang perwira saat Misi Kristen menjadi The Salvation Army pada tahun 1878. Nama The Salvation Army dikembangkan dari sebuah insiden di bulan Mei 1878. Pada tahun 1881, Jenderal William Booth menunjuk Bramwell sebagai Kepala Staf Salvation Army. Bramwell akan memegang gelar ini sampai kematian ayahnya, saat dia sendiri bernama Jenderal sesuai kehendak ayahnya. Pada tanggal 12 Oktober 1882 Bramwell menikahi Kapten Florence Eleanor Soper, putri sulung Dr Soper, seorang praktisi medis Blaina, Monmouthshire. Pada bulan Mei 1928, kesehatan Bramwell mulai memburuk, dan pada bulan September dia menderita insomnia dan depresi. Kesehatannya yang buruk menawari mereka yang berada di Angkatan Darat yang tidak puas dengan kepemimpinannya kesempatan untuk bertindak, dan pada tanggal 8 Januari 1929 Dewan Tinggi Pertama Angkatan Bersenjata berkumpul, dan pertama-tama meminta Jenderal untuk mengundurkan diri karena kesehatannya yang buruk, yang, mereka mengatakan, menghambat dia dalam menjalankan tugas dan keputusannya.
 Pada tanggal 16 Juni 1929 keluarganya dipanggil ke tempat tidurnya, dan pada hari Minggu malam Jenderal Bramwell Booth meninggal di rumahnya, The Homestead, Hadley Wood, di dekat Barnet, Hertfordshire. Untuk hari Jumat dan Sabtu setelah kematiannya, tubuh Bramwell Booth terbaring di negara bagian di The Salvation Army's Congress Hall. Pada Sabtu malam 10.000 Salvationists dan teman-teman memenuhi Royal Albert Hall untuk mengucapkan selamat tinggal pada mantan Jenderal tercinta mereka.
Jenderal Bramwell Booth dimakamkan di seberang orang tuanya di Abney Park Cemetery, Stoke Newington, London. Kuburan itu terletak di dekat pintu masuk selatan. Banyak orang hadir dalam pemakamannya. Dia diperingati oleh Bramwell Booth Memorial Hall, Queen Victoria Street, London.[33]
2.5. Christian Mission (Persekutuan bagi kaum miskin)
Dalam keadaan tanpa pekerjaan dan jabatan yang pasti, pada suatu hari ditahun 1865 William menghadiri acara penginjilan ditempat terbuka di bawah tenda (sehingga disebut juga Tent Mission; ingat gaya penginjilan Jhon Wesley dan kaum metodist), yang diselenggarakan oleh the East London Special Service Committee di kawasan timur kota London. Segera ia diangkat menjadi pemimpin perkumpulan ini, dan pada tanggal 15 juli 1865 nama nya pun diubah menjadi Chiristian Revival Association (lalu kemudian lebih di kenal dengan nama the Christian Mission).
Asosiasi ini dipandang sebagai cikal bakal Bala Keselamatan dan tanggal 15 juli 1865 itu nanti dipandang sebagai hari lahirnya Bala Keselamatan, kendati secara resmi nama Bala Keselamatan baru digunakan sejak 1878. William pun segera menunjukkan kecakapan dan wibawanya sebagai pemimpin. Organisasi ini segera diberi tujuan dan ciri khas sebagai persekutuan keagamaan bagi kaum miskin, dimana mereka bisa beribadah sambil bersama-sama mengupayakan perbaikan kondisi sosial ekonomi. Dan waktu dalam waktu singkat organisasi ini mempunyai puluhan pos penginjilan dan pelayanan tersebar di kota London.
Untuk mendapat dukungan dana bagi program dan proyek penginjilan dan pelayanan kemanusiaan, berbekal pengalaman sebagai Salesman di Pwanshop, sejak 1868 William mengkampanyekan program itu lewat publikasi majalah The East London Evangelist yang disebarluaskan kepada banyak orang. Tetapi ia tidak mau kalau bantuan itu mengikat dan ia mengkehendaki agar dana yang dipercayakan padanya dikelola menurut gayanya sendiri.
Sejalan dengan upaya perluasan jaringan pelayanan dan penggalangan dana, dipikirkan pula pemantapan organisasi. Untuk itu pada tahun 1870 William menyusun peraturan dengan mempedomani pola organisasi Gereja Metodist, dimana konfrensi merupakan pemegang wewenang tertinggi.tetapi berbeda dari peraturan Gereja Metodist, disitu ditetapkan bahwa jabatan General Superintendent dipangku seumur hidup,kecuali kalau konferensi membuat keputusan lain. juga ditetapkan disitu bahwa perempuan memiliki peluang yang sama dengan laki-laki untuk menduduki semua jabatan. Lalu ditetapkan juga bahwa setiap pejabat harus sama sekali bebas Alkohol. Dalam kenyataannya konferensi kurang berfungsi, apalagi pada saat itu hal-hal mendesak yang harus diputuskan. Karena itu dalam waktu yang tidak terlalu lama suatu terlihat bahwa wewenang berpusat pada suatu orang yaitu William Booth. [34]   
2.6. Ajaran-Ajaran dalam Bala Keselamatan
Diatas telah disinggung bahwa sejak 1870 William Booth telah mulai merumuskan pedoman ajaran bagi persekutuan penginjilan yang dipimpinnya itu dan bahwaa pada tahun 1878 rumusan itu disempurnakan bersama dengan penggunaan nama Bala Keselamatan secara resmi berikut ini disajikan kesebelas butir ajaran itu:
1.    KAMI percaya, bahwa Alkitab, yang terdiri dari perjanjian Lama dan Baru ditulis dengan ilham Allah; dan bahwa kedua-duannya itu sajalah yang merupakan peraturan ilahi mengenai iman dan praktik kehidupan kristen.
2.    KAMI Percaya, bahwa Allah itu esa dan mahasempurna-pencipta, pemelihara dan pemerintah alah semesta dan hanya kepada Dia sajalh patut manusia berbakti.
3.    KAMI percaya, bahwa tiga pribadi dalam Allaah, yakni: ALLAH BAPA, ANAK dan ROH SUCI yang tak terpisahkan dalam intinya, dan yang sama kuasa dan kemuliaan-Nya
4.    KAMI Percaya bahwa di dalam pribadi Yesus Kristus sifat-sifat ilahi dan manusia dipersatukan; dengan demikian Ia sesungguhnya Allah dan juga sesungguhnya manusia adanya.
5.    KAMI Percaya, bahwa nenek moyang kita yang pertama diciptakan Allah dalam keadaan tidak berdosa, tetapi karena melanggar perintah Allah, mereka kehilangan kesucian dan kebahagian mereka, dan juga bahwa kejatuhan mereka menyebabkan semua manusia juga jadi berdosa, rusak sama sekali batinnya dan oleh karena itu patut kena murka Allah.
6.    KAMI Percaya, bahwa Tuhan Yesus Kristus, oleh sengsara dan kematian-Nya, sudah mengadakan perdamaian bagi segenap dunia, sehingga barangsiapa mau dapat diselamatkan.
7.    KAMI Percaya, bahwa penyesalan dihadapan Allah, kepercayaan kepada Tuhan kami Yesus Kristus,dan hal dilahirkan kembali oleh Roh Kudus adalah perlu guna memperoleh keselamatan.
8.    KAMI Percaya bahwa kami dibenarkan oleh kasih karunia Allah meplalui iman kepada Tuhan kami Yesus Kristus; dan bahwa setiap orang yanag percaya memiliki kesaksian tentang hal itu didalam dirinya.
9.    KAMI Percaya bahwa keberlangsungan keadaan diselamatkan tergantung pada ketetapan-taatan iman kepada Kristus.
10.    KAMI Percaya bahwa semua orang yang beriman diberi hak istimewa untuk dikuduskan secara keseluruhan dan bahwaa segenap roh dan jiwa dan tubuh dapat dipelihara, sempurna dengan tak bercatatan pada kedatang Yesus Kristus, Tuhan Kami (1 Tesalonika 5:23).
11.    KAMI percaya akan kekelan jiwa manusia; kebangkitan tubuh,hari pengadilan pada akhir zaman;  kebahagian kekal bagi mereka kekal bagi orang saleh; dan hukuman kekal bagi orang durjana.[35]
          Ajaran Bala Keselamatan pada umumnya sama dengan Gereja Protestan, kecuaki bahwa mereka menolak sakramen. Mereka sangat menekankan aspek kesucian hidup. mereka dilarang merokok, meminum-minuman yang beralkohol, dan berpakaian yang mewah. Bala Keselamatan sangat giat dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, seperti dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan panti asuhan. [36]
2.7. Pandangan Bala Keselamatan Tentang Sakramen dan Gereja
2.7.1. Sakramen
Pertama harus dicatat bahwa William Booth (bersama Istrinya Catherine), sebagai (mantan) pendeta di Gereja Metodis pada mulanya mengakui dan melayakan kedua sakramen itu. Anak-anak mereka semua dibaptis. Para pengikutnya pun pada mulanya, dan di tempat-tempat tertentu bahkan sampai sekarang, tidak dilarang menerima kedua sakramen itu. Apalagi warga Bala Keselamatan, setidak-tidaknya pada awalnya, adalah juga warga dari gereja tertentu, sehingga wajar kalau di Gereja masing-masing mereka mengikuti atau menerima pelayanan kedua sakramen itu. Namun sejak 1800-an, terutama sejak keputusan William Booth tangal 2 januari 1883, Bala Keselamatan tidak lagi melayankan ataupun mengakui kedua sakramen itu berdasarkan sejumlah alasan Praktis maupun teologis.

Alasan Praktis yang sering dikemukakan, antara lain adalah:
a.    Sakramen terutama perjamuan kudus, yang dilayakan di gereja-gereja mapan (termasuk metodis) sudah semakin mengarah pada formalisme. Ini sejalan dengan kehidupan beragama pada zaman Victoria yang sangat bercorark ornamental: penuh dengan bunga-bunga dan hiasan, baik gedung gerejanya maupun upacara-upacaranya. William Booth dan kalangan Bala Keselamatan yang lebih mengutamakan kesederhanaan dalam ibadah dan penghayatan iman, tidak menyukai formalisme dan ritualisme yang didramatisasi dan diromantasi seperti itu.
b.    Pada masa itu bahkan sejak abad-abad sebelumnya gereja-gereja berbeda pendapat dan bertikai mengenai makna sakramen, bahkan tak jarang sampai terpecah-belah. Kalangan BK tidak mau ikut ambil bagian dalam pertikaian itu.
c.    BK terutama merupakan gerakan pengiinjilan, yang mengutamakan keselamatan jiwa manusia. Sebagai pendiri BK, William dan Catherine Booth melihat bahwa sakramen, terutama perjamuan kudus, tidak menjamin keselamatan bagi penerimanya. Pertanyaan praktis yang mereka lontarkan adalah “Apakah sakramen itu menolong pencapaian tujuan akhir kita (yakni keselamatan jiwa) ? kalau tidak menolong, “apakah ia itu tidak menghalangi?” terhadap pertanyaan ini William dan Catherine secara perlahan tiba pada kesimpulan bahwa sakramen tidak hanya perlu bagi keselamatan, melainkan bahkan merugikan bagi pencapaian tujuan mereka.
d.   Perjamuan kudus menggunakan anggur (Disamping roti) sebagai salah satu unsurnya jadi alkohol. Sedangkan William dan Catherine sejak semula sudah sangat anti berminuman alkohol.
e.    Sakramen hanya boleh dilayankan oleh pejabat gereja tertentu. Pada waktu itu hanya pejabat pria. BK yang menekankan asas imamat am semua orang percaya dan memberi kesempatan yang sama pada pria dan wanita menduduki jabatan manapun, melihat bahwa di dalam penyelenggaran sakramen terjadi pembedaan dan diskriminasi jabatan. (Ketika BK belum meniadakan sakramen, para perwira wanitanya sempat melayankan sakramen, dan menurut BK hal itu merupakan yang pertama dalam sejarah Gereja, dimana wanita melayankan sakramen).
f.     Banyak pejabat gereja, terutama gereja anglican, yang melarang warga BK mengikuti perjamuan Kudus, karena mereka itu belum menerima konfrimasi (semacam naik sidi), padahal ketika itu (tahun 1870-an) para pemimpin BK, terutama Bramwell, mendorong warga BK (yaitu perwira dan prajuritnya) untuk menerima perjamuan kudus di gereja dimana saja. Larangan ini membuat sakit hati kalangan BK. [37]
Alasan Teologis yang mendasari keputusan William Bootrh dan seluruh jajaran BK untuk tidak lagi mengakui dan melayankan sakramen sebagai upacara suci kristiani, antara lain adalah:
a.    Tidak ada lagi nats di dalam Alkitab yang secara nyata memperlihatkan bahwa Tuhan Yesus menetapkan upacara-upacara tertentu. Memang pada sebagian kitab injil  ada perintah Tuhan Yesus untuk membaptis dan menyelenggarakan perjamuan. Tetapi menurut kalangan BK itu tidak dimaksudkan Tuhan Yesus sebagai upacara keagamaan yang mutlak harus dijalankan para pengikut-Nya.
b.    Sejalan dengan alasan diatas, didalam Alkitab tidak ditemukan istilah sakramen. Istilah itu, maupun upacara-upacara keagamaan yang disebut sebagai sakramen, berasal dari lingkungan agama-agama rahasia pada abad-abad pertama, masehi, terutama dalam rangka pengangkatan sumpah para prajurit, lalu masuk ke lingkungan gereja kristen. Jadinya upacara perjamuan rahasia itu telah menggeser peranan perjamuan kasih yang sejak semula sudah berlangsung di dalam gereja.
c.    Oleh gereja, sakramen dipandang sebagai simbol persekutuan dengan Allah. Bagi BK, persekutuan dengan Allah atau dengan Kristus tak perlu melalui upacara-upacara formal ritual. Setiap orang beriman dapat mengalami dan memang harus selalu mengupayakan persekutuan langsung dengan Allah atau dengan Kristus melalui Roh kudus yang memasuki hati dan seluruh hidupnya. Itu bisa dilakukan lewat doa, ibadah, meditasi, penelaahan Alkitab dan sebagainya. Catherine misalnya menunjuk pada injil Yohanes pasal  15 (kesatuan dengan Kristus sang pokok anggur yang benar) untuk menegaskan bahwa persekutuan dengan Allah atau dengan Kristus tak perlu melalui upacara. [38]
2.7.2. Gereja
Sejak semula William dan Catherine menegaskan bahwa mereka tidak berniat mendirikan organisasi gereja baru, dan BK bukanlah organisasi gereja sebagaimana yang lazim dipahami, melainkan adalah misi (badan penginjilan). Lebih dari misi, BK adalah bala tentara, yang mencanangkan perang terhadap iblis dan dosa serta membawa manusia pada keselamatan yang disediakan Allah di dalam Kristus. Tetapi pada perkembangannya kemudian, William dan Catherine (bersama semua jajaran BK) menandaskan bahwa BK adalah gereja dan merupakan bagian dari gereja yang kudus dan am. “Bala Keselamatan adalah bagian dari Gereja Allah yang hidup instrumen perang besar di dunia ini, yang senantiasa terlibat dalam konflik dengan iblis dan dosa”. Dalam  hubungan dengan model dan struktur organisasi militer, para perwira BK juga dipahami sama dengan pejabat-pejabat gereja yang ditasbihkan.[39] Booth sendiri menjadi jendral; pekerja yang memimpin cabang-cabang diberi berbagai pangkat perwira, dan orang-orang yang bertobat dan yang mulai ikut bekerja disebut prajurit-prajurit.[40] Di sini terlihat adanya perkembangan wawasan eklesiologis (pemahaman tentang gereja) di lingkungan BK, dan perkembangan ini sangat diwarnai oleh sifat praktis dan pragmatis dari para pemimpinnya, terutama William dan Catherina. Wawasan eklesiologis mereka lebih bersifat fungsional ketimbang substansial. Mereka tidak begitu mempersoalkan arti dan hakikat gereja secara teoritis; yang lebih penting adalah bagaimana agar fungsi gereja dapat berjalan untuk mencapai tujuan. 

2.8. Tata Ibadah Gereja Bala Keselamatan
1.    Bernyanyi
2.    Doa pembuka
3.    Bernyanyi
4.    Pengakuan Iman Bala Keselamatan
5.    Kesaksian hidup oleh seorang hamba Tuhan
6.    Bernyanyi dan mengumpulkan persembahan
7.    Berdoa untuk mendengarkan Firman Tuhan oleh Kapten
8.    Khotbah oleh Kapten
9.    Bernyanyi
10.    Doa syafaat
11.    Bernyanyi
12.    Pengumuman
13.    Doa berkat (Jemaat berdiri)[41]
2.9. Perkembangan Bala Keselamatan dan Kehadirannya di Indonesia
Tidak lama setelah Bala Keselamatan mendirikan cabang di negeri Belanda. Cabang ini pada gilirannya menjadi induk Bala Keselamatan di Indonesia. Pada tahun 1894 dua perwira diutus ke jawa. Mereka menetap di purworejo. Tetapi beberapa tahun kemudian pusat usaha Bala Keselamatan di pindahkan ke daerah semarang. Di situ pada tahun 1903 dibuka pusat latihan buat mendidik perwira-perwira bangsa indonesia (sejak tahun 1950, terdapat pusat latihan di jakarta). Di situ juga dibuka tempat penampungan orang tuna wisma “Bugangan”, dan koloni Salib Putih di Salatiga, setelah banjir dan kelaparan yang berlangsung pada tahun 1902 menyebabkan beribu-ribu orang mengungsi ke kota. Bala Keselamatan mendirikan pula beberapa Rumah sakit kusta dan Rumah sakit Umum.[42]
Pimpinan koloni Salib Putih di Salatiga memandang perlu menciptakan sarana transmigrasi bagi penghuni koloni itu. Maka didirikan koloni yang serupa di lembah palu (Sulteng).  Metode yang dipakai tidak banyak berbeda dengan yang berlaku di poso. Mereka mendirikan sekolah dan rumah sakit, mendidik anak daerah menjadi guru, dan akhirnya menyerahkan pekerjaannya kepada mereka itu. Hanya, tidak ada pelayanan baptisan kepada orang yang masuk kristen dan dalam ibadah jemaat tidak ada perjamuan.
Kini (1984) di indonesia terdapat 3.500 lebih perwira (opsir, tenaga staf) Bala keselamatan, dengan 60.000 anggota yang terbagi atas 4 devisi dan 7 distrik. Tiap “Jemaat” setempat disebut “Korps”. Tiap hari minggu pagi diadakan kebaktian , yang disebut “kebaktian kesucian” sebab bbermaksud hendak menghantarkan umat Allah ke kesucian dan memberi pelajaran tentang cara memelihara dan mengembangkan berkat kesucian itu. Tiap minggu malam diadakan “kebaktian tebusan”, dengan maksud agar dalam kebaktian itu orang yang belum bertobat boleh mendapat tebusan. Acara kebaktian itu bersifat lebih terbuka dan ramai. Kegiatan- kegiatan Bala keselamatan lainnya mencakup: kebaktian diluar gedung kebaktian, penyiaran buku dan majalah (majalah internasional “War Cry” yang di indonesia berjudul “berita keselamatan”), pembinaan orang muda, pengelolaan sekolah, rumah sakit, pantai asuhan, dan kegiatan sosial lainnya. [43]
2.10.Dampak Bala Keselamatan
Dampak dari Bala Keselamatan adalah membawa orang-orang yang dulunya tidak mengetahui Gereja untuk bertobat menjadi seseorang yang percaya kepada Allah dan hendak menghantarkan orang tersebut kedalam kesucian dan mengembangkan berkat kesucian itu. Selain itu Gereja Bala Keselamatan juga melakukan berbagai kegiatan dibidang sosial seperti ; memberi makan kepada orang yang kelaparan, menampung kaum tuna wisma, melakukan pembinaan kepada para pemuda, pengelolaan sekolah, rumah sakit, panti asuhan dan kegiatan sosial lainnya.[44]
III.             Refleksi Teologis
Sebenarnya kekristenan tidak melulu menekankan sisi keselamatan hanya dalam pengertian negatif, yaitu diselamatkan dari dosa. Ada juga pengertian yang positif, yaitu bahwa orang diselamatkan untuk melakukan hal-hal yang baik. Kami para penyaji mengambil refleksi teologis dari surat Efesus 2:10. Yaitu “Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus, untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau supaya kita hidup di dalam-Nya”. Keselamatan disini dipahami sebagai pembebasan kita dari perbudakan dosa dan kedagingan, dan hidup dalam pemulihan hubungan dengan Allah dan berkarya untuk kemuliaan Allah dan kebaikan semua ciptaan, dalam Bala Keselamatan ditekankan bahwa kita diselamatkan untuk menjadi rekan sekerja Allah.
IV.             Daftar Pustaka
Ten Napel, Henk.  Kamus Teologi Inggris-Indonesia, Jakarta: BPK-GM, 1996.
Aritonang, Jan S. Berbagai Aliran di Dalam dan Sekitar Gereja,  Jakarta: BPK-GM, 2015.
Berkof, H. & I. H Enklar. Sejarah Gereja, Jakarta: BPK-GM, 2010.
Curtis, A. Kenneth dkk.  100 Peristiwa Penting Dalam Sejarah Kristen, Jakarta: Gunung Mulia, 2005.
End, Th. van den & J. Weitjens. Ragi Carita 2: Sejarah Gereja di Indonesia Tahun 1860-an-Sekarang, Jakarta: Gunung Mulia, 2012.
End, Thomas van den.  Harta dalam Bejana: Sejarah Gereja Ringkas, Jakarta: Gunung Mulia, 2015.
Situmorang, Jonar. Sejarah Gereja Umum, Yogyakarta: ANDI, 2014.
Soedarno, R. Kamus Istilah Teologia, Jakarta: BPK: GM, 2007.
Wellem, F.D. Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh dalam Sejarah Gereja, Jakarta: BPK-GM, 2011.
Wellen, F.D. Kamus Sejarah Gereja,  Jakarta:BPK-GM, 2011.
Sumber Lain :
https://www.kompasiana.com/frankybaganu/catherine-booth-the-salvation army_550f64dba333115434ba7edd, diakses pada hari Kamis 01 November 2018, pukul 09:00.
https://www.kompasiana.com/catherine-booth-the-salvation, (William Booth,) Bramwell (1856–1929)". Oxford Dictionary of National Biography. Oxford University Press. diakses pada hari Selasa 30 Oktober 2018, pukul 16:27 Wib.
Hasil Survei Wawancara dengan Kapten Junius Pakaya, (Korps Medan II, Jl. Kolonel Yos Sudarso No.1, pulo Brayan kota Medan Barat), Minggu tanggal 14/10/2018 pukul 12.00-13.30.





[1] Henk Ten Napel, Kamus Teologi Inggris-Indonesia, (Jakarta: BPK-GM, 1996), 280.
[2] H. Berkhof & I.H Enklaar, Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK-GM, 2016), 293.
[3] Jonar Situmorang, Sejarah Gereja Umum, (Yogyakarta: ANDI, 2014), 397.
[4] H. Berkhof & I.H Enklaar, Sejarah Gereja, 293.
[5] Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran di Dalam dan Sekitar Gereja, (Jakarta: BK-GM, 2016), 322.
[6] Ibid, 322.
[7] Thomas Van Den End, Harta Dalam Bejana, 368.
[8] F.D. Wellem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh dalam Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK-GM, 2011), 44.
[9] F.D. Wellem, Kamus Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK-GM, 2006), 35.
[10] Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran di Dalam dan Sekitar Gereja, 321.
[11] Ibid,  323.
[12] A. Kenneth Curtis dkk, 100 Peristiwa Penting Dalam Sejarah Kristen, (Jakarta: Gunung Mulia, 2005), 142.
[13] Jan. S. Aritonang, Berbagai Aliran di Dalam Sekitar Gereja, 324.
[14] Jan. S. Aritonang, Berbagai Aliran di Dalam Sekitar Gereja, 326-327.
[15] Jan. S. Aritonang, Berbagai Aliran di Dalam Sekitar Gereja, 330.
[16] Ibid, 330.
[17] Thomas van den End, Harta dalam Bejana, 368.
[18] Jan. S. Aritonang, Berbagai Aliran di Dalam Sekitar Gereja, 331.
                [19] Ibid, 332.
[20] F.D. Wellem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh dalam Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK-GM, 2011), 44.
[21] Jan S Aritonang, Berbagai Aliran di Dalam Sekitar Gereja, 332.
[22] F.D. Wellem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh dalam Sejarah Gereja, 44.
[23]  Jan S Aritonang, Berbagai Aliran di Dalam Sekitar Gereja, 335.
[24] F.D. Wellem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh dalam Sejarah Gereja, 44.
[25]A. Kenneth Curtis dkk, 100 Peristiwa Penting Dalam Sejarah Kristen), 142.
[26] F.D. Wellem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh dalam Sejarah Gereja, 44.
[27]Th. van den End & J. Weitjens, Ragi Carita 2: Sejarah Gereja di Indonesia Tahun 1860-an-Sekarang, (Jakarta: Gunung Mulia, 2012), 290.
[28] A. Kenneth Curtis dkk, 100 Peristiwa Penting Dalam Sejarah Kristen, 142.
[29] F.D. Wellem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh dalam Sejarah Gereja, 44.
[30] A. Kenneth Curtis dkk, 100 Peristiwa Penting Dalam Sejarah Kristen, 143.
[31] F.D. Wellem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh dalam Sejarah Gereja, 45.
[32] https://www.kompasiana.com/frankybaganu/catherine-booth-the-salvation army_550f64dba333115434ba7edd, diakses pada hari Kamis 01 November 2018, pukul 09:00 Wib.

[33] https://www.kompasiana.com/catherine-booth-the-salvation, (William Booth,) Bramwell (1856–1929)". Oxford Dictionary of National Biography. Oxford University Press. diakses pada hari Selasa 30 Oktober 2018, pukul 16:27 Wib.

[34] Jan. S. Aritonang, Berbagai Aliran di Dalam Sekitar Gereja, 338-339.
[35] Jan S Aritonang, Berbagai Aliran di Dalam dan Sekitar Gereja, 347-348.
[36] F.D. Wellem, Kamus Sejarah Gereja, 35.
[37] Jan S Aritonang, Berbagai Aliran di Dalam Sekitar Gereja, 349-351.
[38] Ibid, 351-352.
[39] Jan S Aritonang, Berbagai Aliran di Dalam dan Sekitar Gereja, 354-355.
[40] Thomas van den End, Harta dalam Bejana, 368.
[41] Hasil Survei Wawancara dengan Kapten Junius Pakaya, (Korps Medan II, Jl. Kolonel Yos Sudarso. No.1, pulo Brayan kota Medan Barat), Minggu tanggal 14/10/2018 pukul 12.00-13.30 .

[43] Th. van den End & J. Weitjens, Ragi Carita 2, 291-292.
[44] Th. Van den End & J. Weitjens, Ragi Cerita 2, 290-291.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar