Jumat, 10 Mei 2019


Berpacaran Dan Memilih Jodoh Menurut Etika Kristen
II.                Pembahasan
2.1. Berpacaran
2.1.1.      Pengertian Berpacaran
Dalam KBBI, kata pacar memiliki arti teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan batin, biasanya untuk menjadi tunangan, kekasih.[1] Menurut sceunemann, dalam bukunya yang berjudul Romantika Kehidupan Orang Muda, berpacaran adalah hubungan dua orang yang tidak sejenis berdasarkan rasa cinta.[2] Sedangkan bagi orang berpacaran adalah masa perkenalan antara dua pribadi secara khusus dengan tujuan pernikahan.[3]
Dari pengertian diatas maka dapatlah kami  simpulkan bahwa arti berpacaran adalah masa dimana dua orang yang berlainan jenis saling mengenal yang satu dengan yang lain secara khusus dengan tujuan pernikahan.
2.1.2.       Faktor-Faktor Berpacaran
Adapun yang menjadi faktor-faktor berpacaran adalah sebagai berikut: [4]
1.      Faktor dari Luar
Ø  Lingkungan
Pemuda-pemudi sering berpacaran hanya karena mengikuti kebiasaan zaman supaya sesuai dengan teman-teman yang sudah punya pacar. Hal ini mengakibatkan sesorang menjalin hubungan tidak lahir dari keinginan yang tulus sehingga mengakibatkan terbangunnya hubunngan yang tidak baik.


Ø  keluarga
Orang tua adalah yang menghantar pemuda-pemudi  untuk melangsungkan pernikahan. Sebelum pernikahan biasanya melalui berpacaran dan pada masa ini orang tua memiliki tanggung jawab untuk membimbing pemuda-pemudinya.
2.      Faktor dari dalam
Ø  Psikologis
Pada masa ini pemuda-pemudi memiliki keinginan di dalam diri meraka untuk mempercayai dan memberikan perhatian pada orang lain. Selain itu ada rasa ketertarikan yang satu dengan yang lainnya.
Ø  Biologis Umur
Secara biaologis pemuda-pemudi mengalami pertumbuhan secara fisik, mengalami perubahan wajah dan tumbuh menjadi lebih dewasa. Sehingga menimbulkan ketertarikan terhadap lawan jenis.
Ø  Umur
Semakin bertambah usia maka semakin matang pula pemikiran untuk berhubungan dengan orang lain. Dengan demikian dapat mempertimbangkan dengan baik sifat-sifat dan tingkat berpacaran dalam hubungan batas-batas kesopanan.
2.1.3.      Tujuan Berpacaran
Setelah melalui masa pergaulan seseorang akan mengambil keputusan untuk berpacaran dengan seorang saja. Dalam masa pacaran ini merupakan masa secara khusus dan pribadi bergaul dengan ssorang dan mncoba untuk memperoleh pengenalan pribad yang realists dan mendalam, menguji akan keberanian, tekad dan kebenaran perasaan  yang ada mempersiapakan diri untuk memasuki pernikahan untuk memikul tanggung jawab kehidupan yang berat brsama-sama.[5]  dari tujuan tersebut jelaslah bahwa orang yang berpacaran sebenarnya sedang mempersiapkan diri untuk menuju pernukahan yang kudus dan bukan sekedar kegiatan yang hura-hura atau uji coba. Sehingga hendaklah berpacaran tidak melanggar norma-norma agama dan dapat mengontrol keinginan-keinginan daging. Adapun langka-langkah yang boleh diambil untuk mengontrol keinginan daging yaitu: [6]
-          Bina terus hubungan dengan Kristus
-          Rencanakan waktu-waktu untuk berpacaran, jangan sering berjumpa berduaan, menghabiskan akhir minggu berduaan.
-          Mengisi waktu luang dengan hal-hal yang berguna
-          Berusaha memikirkan hal-hal yang berguna, sebab akan cenderung berbuat sesuatu yang sudah sering dipikirkan.
2.1.4.      Tahap-Tahap Dalam Berpacaran Sampai Pernikahan
Sebelum dua insan ciptaan Tuhan menjalin hubungan berpacaran, ada beberapa tahapan yang harus dilalui antara lain sebagai berikut:[7]
v  Pengenalan Dan Pendekatan
Tahapan ini berawal dari inisiatif laki-laki. Dapat dilakukan setelah pemaduan dalam pilihannya sudah pasti, tetapi harus dilakukan secara hati-hati, karena pendekatannya belum bersambut positif. Sebaliknnya seorang perempuan pun tidak boleh gegabah dalam sambutan. Jangan tergesa-gesa memberikan isyarat yang mengatakan “ya” dan “tidak” sebab ya menjadi sorotan penelitian laki-laki yang memulai mendekatinya. Sebaliknya seseorang laki-laki harus kritis pula dalam menangkap setiap isyarat, sebab apabila salah menangkap isyarat akan berakibat fatal.
v  Keterbukaan Dan Pengungkapan
Setelah tahapan pengenalan dan pendekatan, ada keterbukaan dan ungkapan hati yang dirasakan oleh laki-laki. Dalam hal ini tidak ada pemaksaan dari laki-laki agar perempuan menjawab ungkapannya saat itu.
v  Saling Mendoakan
Kedua  insan berinisiatif untuk bersama-sama mendoakan  mengenai pengungkapan isi hati itu. Tahapan ini harus dilakukan dengan sungguh-sungguh. Saling mendoakan ini itidak dilakukan hanya sekali saja, melainkan terus-menerus hingga ada jawaban dan setelah jawaban.
v  Saling Memahami Kelebihan dan Kekurangan
Ada keterbukaan antara karakter yang dimiliki baik itu yang tidak baik maupun yang baik. Dalam hal ini harus ada kejujuran agar ada satu dengan lainnya dapat saling memahami, memberi solusi dan mmberi dorongan untuk mengubah karakter yang buruk itu dengan terus meminta pertolongan Tuhan.
v  Komitmen dalam Berpacran
Sebelum hubungan itu berstatus pacaran perlulah diketahui apa tujuan masing-masing insan itu berpacaran. Karena tujuan berpacaran sangat mempengaruhi gaya berpacaran. Adapun tujuan berpacaran adalah mencari teman hidup, sehingga hendaklah itu berakhir pada pernikahan. Berpacaran bukan untuk memuaskan kebutuhan seksualnya, mengisi kesendiriannya dan waktu kekoasongannya, mencari pengalaman, dan bahkan hanya untuk mencari keuntungan sepihak misalnya, membantunya dalam setiap kewajiban yang seharusnya tanggung jawabnya. Hendakalah di dalam berpacaran nama Tuhan selalu dipermuliakan. Setelah ada komitmen bersama maka kedua insan itu boleh menjalin hubungan berpacaran.
2.1.5.      Batas-Batas Berpacaran
Berpacaran hendaklah tidak bertentangn dengan budaya dan nilai-nilai agama. Jika ada pertanyaan “sebatas mana berpacaran diperbolehkan etika Kristen?” dalam berpecaran hendaklah tetap menjaga hubungan yang positif. Hubungan seksual tidak boleh dilakukan. Karena hubungan seks hanya dapat  hanya dapat dilakuakn setelah resmi di dalam ikatan pernikahan. Orang yang berpacaran tidak boleh memandang kekasihnya sebagai “objek kenikmatan” melainkan harus tetap menghargainya dan menjaga kewibawaanya. Nilai harga diri dan kewibawaan pada masa berpacaran tergantung pada apa yang anda katakan dan lakukan.[8] Hargailah dan hormatilah diri dan tubuh anda agar dihargai dan dihormati orang lain. Untuk itu jangan terlalu gampang terpengaruh oleh bisikan dan rayuan gombal yang mengarah kepada permainan asmara dan bercumbu-cumbuan. Karena bercumbu-cumbuan adalah “devaluasi” dari kasih sayang yang sejati. Bercumbu-cumbuan adalah bahaya kesusilaan. Karena itu  haruslah berlatih agar jangan menceburkan diri   dalam eksperimen erotis yang sangat sesaat. Ingatlah bahwa tubuha adalah bait Allah yang kudus (1 Kor. 3: 16; 6: 19-20; Ef. 2:21).[9] 
2.1.6.       Berpacaran sesuai Dengan Etika Kristen
Berpacaran dan meilih jodoh tidak dapat dipisahkan karena keduanya saling berhubungan. Namun sebagai sebagai manusia ciptaan-Nya, kita hanyalah berusaha ttapi Tuhanlah yang menunjukkan yang tepat bagi kita. Maka dalam masa berpacaran sebagaimana halnya pemuda-pemudi Kristen hendaklah mengetahui berpacaran menurut etika Kristen yaitu:
1.      Pacaran yang bertanggung jawab kepada Tuhan. Melihat hubungan pacaran sebagai kemungkinan titik tolak yang menuju lorong nikah.
2.      Pacaran yang bertanggung jawab kepada Tuhan. Melihat tubuh  pasangannya sebagai rumah kediaman Roh Kudus yang dikagumi dan dihargai sebagai ciptaan Allah yang nanti dimiliki dalam rumah nikah, dimana mereka menerima satu dengan yang lain dari Tuhan.
3.      Pacaran yang bertanggung jawab kepada Tuhan. Berorientasi pada masa depan, membatasi segala intimasi jasmani dengan kesadaran bahwa pacaran ini belum meningkat.[10]
Dalam berpacaran para pemuda-pemudi Kristen sellau sberorientasi pada empat nasehat Firman Tuhan yaitu sebagai berikut:
1.      Senantiasa berdoa, khususnya pada waktu berpacaran (1 Tes.  5: 17)
2.      Mengucap syukur senantiasa atas segala sesuatu (Ef. 5: 20)
3.      Melakukan segala sesuatu berdasarkan iman (Rm. 14: 23)
4.      Memandang tubuh sebagai Bait Allah (1 Kor. 16: 20)
Kejadian 2:24, adalah tolak ukur orang menikah dan ayat ini juga dapat digunakan menjadi orientasi dalam berpacran “sebab itu seseorang laki-laki dan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrnya sehingga keduanya mnjadi satu daging”. Maka pada kesempatan ini kedua belah pihak dapat membina hubungan yang khusus dan didasarkan rasa cinta kasih yang sesuai dengan kehendak Allah. Maka inilah yang nantinya menunjukkan perbedaan bagaimana pemuda-pemudi Kristen berpacaran dibandingkan dengan pemuda-pemudi non Kristen. Pemuda-pemudi Kristen berpacaran dihantarkan oleh Tuhan kepada satu persekutuan yang baru, yaitu persekutuan muda-mudi Krsten yang memberi diri di pimpin dan dibina oleh Roh Kudus.[11]
2.2.  Jodoh
2.2.1.      Pengertian Jodoh
2.2.2.      Pedoman dalam Teman Hidup
2.2.3.      Peran Allah Dalam Menentukan Jodoh
2.2.4.      Memilih Jodoh Menurut Etika Kristen
III.             Kesimpulan
IV.             Daftar Pustaka



[1]. ... Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), 63
[2]. D. Scheunemann, Romantika Kehidupan Orang Muda, (Jakarta: YPII, 2001), 9
[3]. Yakub B. Susabda, Pastoral Konseling (Jilid II), (Malang: Gandum Mas, 1996), 111
[4]. Skripsi, Feeling Sosialwati Waruru, Berpacaran, 2005, 32-36
[5]. Yakub . Subsada, Pastoral Konseling Jilid II, 119
[6]. Ron Thurman, Pacran Dan Pernikahan, (Malang: Gandum Mas, 1997), 10-13
[7]. S.Nur Sidharta, Jodoh, (Jakarta: BPK-GM, 2000), 28
[8]. Larry Richards, Berpacran Sampai Dimana Batasnya, (Jakarta: BPK-GM, 2000), 88
[9]. Jahenos Saragih, Ini Aku Utuslah Aku!, (Jakarta: Suara Gereja Kristiani Yang Esa peduli Bangsa, 2005), 151-152
[10]. D Scheunemann, Romantika Kehidupan Orang Muda, 11
[11]. Ibid, 10 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar