Berpacaran
Dan Memilih Jodoh Menurut Etika Kristen
II.
Pembahasan
2.1.
Berpacaran
2.1.1. Pengertian
Berpacaran
Dalam
KBBI, kata pacar memiliki arti teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai
hubungan batin, biasanya untuk menjadi tunangan, kekasih.[1]
Menurut sceunemann, dalam bukunya yang berjudul Romantika Kehidupan Orang
Muda, berpacaran adalah hubungan dua orang yang tidak sejenis berdasarkan
rasa cinta.[2] Sedangkan
bagi orang berpacaran adalah masa perkenalan antara dua pribadi secara khusus
dengan tujuan pernikahan.[3]
Dari
pengertian diatas maka dapatlah kami
simpulkan bahwa arti berpacaran adalah masa dimana dua orang yang
berlainan jenis saling mengenal yang satu dengan yang lain secara khusus dengan
tujuan pernikahan.
2.1.2. Faktor-Faktor Berpacaran
Adapun
yang menjadi faktor-faktor berpacaran adalah sebagai berikut: [4]
1. Faktor
dari Luar
Ø Lingkungan
Pemuda-pemudi
sering berpacaran hanya karena mengikuti kebiasaan zaman supaya sesuai dengan
teman-teman yang sudah punya pacar. Hal ini mengakibatkan sesorang menjalin
hubungan tidak lahir dari keinginan yang tulus sehingga mengakibatkan
terbangunnya hubunngan yang tidak baik.
Ø keluarga
Orang
tua adalah yang menghantar pemuda-pemudi
untuk melangsungkan pernikahan. Sebelum pernikahan biasanya melalui
berpacaran dan pada masa ini orang tua memiliki tanggung jawab untuk membimbing
pemuda-pemudinya.
2. Faktor
dari dalam
Ø Psikologis
Pada
masa ini pemuda-pemudi memiliki keinginan di dalam diri meraka untuk
mempercayai dan memberikan perhatian pada orang lain. Selain itu ada rasa
ketertarikan yang satu dengan yang lainnya.
Ø Biologis
Umur
Secara
biaologis pemuda-pemudi mengalami pertumbuhan secara fisik, mengalami perubahan
wajah dan tumbuh menjadi lebih dewasa. Sehingga menimbulkan ketertarikan
terhadap lawan jenis.
Ø Umur
Semakin
bertambah usia maka semakin matang pula pemikiran untuk berhubungan dengan
orang lain. Dengan demikian dapat mempertimbangkan dengan baik sifat-sifat dan
tingkat berpacaran dalam hubungan batas-batas kesopanan.
2.1.3. Tujuan
Berpacaran
Setelah
melalui masa pergaulan seseorang akan mengambil keputusan untuk berpacaran
dengan seorang saja. Dalam masa pacaran ini merupakan masa secara khusus dan
pribadi bergaul dengan ssorang dan mncoba untuk memperoleh pengenalan pribad
yang realists dan mendalam, menguji akan keberanian, tekad dan kebenaran
perasaan yang ada mempersiapakan diri
untuk memasuki pernikahan untuk memikul tanggung jawab kehidupan yang berat
brsama-sama.[5] dari tujuan tersebut jelaslah bahwa orang
yang berpacaran sebenarnya sedang mempersiapkan diri untuk menuju pernukahan
yang kudus dan bukan sekedar kegiatan yang hura-hura atau uji coba. Sehingga
hendaklah berpacaran tidak melanggar norma-norma agama dan dapat mengontrol
keinginan-keinginan daging. Adapun langka-langkah yang boleh diambil untuk
mengontrol keinginan daging yaitu: [6]
-
Bina terus hubungan
dengan Kristus
-
Rencanakan waktu-waktu
untuk berpacaran, jangan sering berjumpa berduaan, menghabiskan akhir minggu
berduaan.
-
Mengisi waktu luang
dengan hal-hal yang berguna
-
Berusaha memikirkan
hal-hal yang berguna, sebab akan cenderung berbuat sesuatu yang sudah sering
dipikirkan.
2.1.4. Tahap-Tahap
Dalam Berpacaran Sampai Pernikahan
Sebelum
dua insan ciptaan Tuhan menjalin hubungan berpacaran, ada beberapa tahapan yang
harus dilalui antara lain sebagai berikut:[7]
v Pengenalan
Dan Pendekatan
Tahapan
ini berawal dari inisiatif laki-laki. Dapat dilakukan setelah pemaduan dalam
pilihannya sudah pasti, tetapi harus dilakukan secara hati-hati, karena
pendekatannya belum bersambut positif. Sebaliknnya seorang perempuan pun tidak
boleh gegabah dalam sambutan. Jangan tergesa-gesa memberikan isyarat yang
mengatakan “ya” dan “tidak” sebab ya menjadi sorotan penelitian laki-laki yang
memulai mendekatinya. Sebaliknya seseorang laki-laki harus kritis pula dalam
menangkap setiap isyarat, sebab apabila salah menangkap isyarat akan berakibat
fatal.
v Keterbukaan
Dan Pengungkapan
Setelah
tahapan pengenalan dan pendekatan, ada keterbukaan dan ungkapan hati yang
dirasakan oleh laki-laki. Dalam hal ini tidak ada pemaksaan dari laki-laki agar
perempuan menjawab ungkapannya saat itu.
v Saling
Mendoakan
Kedua insan berinisiatif untuk bersama-sama
mendoakan mengenai pengungkapan isi hati
itu. Tahapan ini harus dilakukan dengan sungguh-sungguh. Saling mendoakan ini
itidak dilakukan hanya sekali saja, melainkan terus-menerus hingga ada jawaban
dan setelah jawaban.
v Saling
Memahami Kelebihan dan Kekurangan
Ada
keterbukaan antara karakter yang dimiliki baik itu yang tidak baik maupun yang
baik. Dalam hal ini harus ada kejujuran agar ada satu dengan lainnya dapat
saling memahami, memberi solusi dan mmberi dorongan untuk mengubah karakter
yang buruk itu dengan terus meminta pertolongan Tuhan.
v Komitmen
dalam Berpacran
Sebelum
hubungan itu berstatus pacaran perlulah diketahui apa tujuan masing-masing
insan itu berpacaran. Karena tujuan berpacaran sangat mempengaruhi gaya
berpacaran. Adapun tujuan berpacaran adalah mencari teman hidup, sehingga
hendaklah itu berakhir pada pernikahan. Berpacaran bukan untuk memuaskan
kebutuhan seksualnya, mengisi kesendiriannya dan waktu kekoasongannya, mencari
pengalaman, dan bahkan hanya untuk mencari keuntungan sepihak misalnya,
membantunya dalam setiap kewajiban yang seharusnya tanggung jawabnya.
Hendakalah di dalam berpacaran nama Tuhan selalu dipermuliakan. Setelah ada
komitmen bersama maka kedua insan itu boleh menjalin hubungan berpacaran.
2.1.5. Batas-Batas
Berpacaran
Berpacaran
hendaklah tidak bertentangn dengan budaya dan nilai-nilai agama. Jika ada
pertanyaan “sebatas mana berpacaran diperbolehkan etika Kristen?” dalam
berpecaran hendaklah tetap menjaga hubungan yang positif. Hubungan seksual
tidak boleh dilakukan. Karena hubungan seks hanya dapat hanya dapat dilakuakn setelah resmi di dalam
ikatan pernikahan. Orang yang berpacaran tidak boleh memandang kekasihnya
sebagai “objek kenikmatan” melainkan harus tetap menghargainya dan menjaga
kewibawaanya. Nilai harga diri dan kewibawaan pada masa berpacaran tergantung
pada apa yang anda katakan dan lakukan.[8]
Hargailah dan hormatilah diri dan tubuh anda agar dihargai dan dihormati orang
lain. Untuk itu jangan terlalu gampang terpengaruh oleh bisikan dan rayuan
gombal yang mengarah kepada permainan asmara dan bercumbu-cumbuan. Karena
bercumbu-cumbuan adalah “devaluasi” dari kasih sayang yang sejati.
Bercumbu-cumbuan adalah bahaya kesusilaan. Karena itu haruslah berlatih agar jangan menceburkan
diri dalam eksperimen erotis yang sangat
sesaat. Ingatlah bahwa tubuha adalah bait Allah yang kudus (1 Kor. 3: 16; 6:
19-20; Ef. 2:21).[9]
2.1.6. Berpacaran sesuai Dengan Etika Kristen
Berpacaran
dan meilih jodoh tidak dapat dipisahkan karena keduanya saling berhubungan.
Namun sebagai sebagai manusia ciptaan-Nya, kita hanyalah berusaha ttapi
Tuhanlah yang menunjukkan yang tepat bagi kita. Maka dalam masa berpacaran
sebagaimana halnya pemuda-pemudi Kristen hendaklah mengetahui berpacaran
menurut etika Kristen yaitu:
1. Pacaran
yang bertanggung jawab kepada Tuhan. Melihat hubungan pacaran sebagai
kemungkinan titik tolak yang menuju lorong nikah.
2. Pacaran
yang bertanggung jawab kepada Tuhan. Melihat tubuh pasangannya sebagai rumah kediaman Roh Kudus
yang dikagumi dan dihargai sebagai ciptaan Allah yang nanti dimiliki dalam
rumah nikah, dimana mereka menerima satu dengan yang lain dari Tuhan.
3. Pacaran
yang bertanggung jawab kepada Tuhan. Berorientasi pada masa depan, membatasi
segala intimasi jasmani dengan kesadaran bahwa pacaran ini belum meningkat.[10]
Dalam
berpacaran para pemuda-pemudi Kristen sellau sberorientasi pada empat nasehat
Firman Tuhan yaitu sebagai berikut:
1. Senantiasa
berdoa, khususnya pada waktu berpacaran (1 Tes.
5: 17)
2. Mengucap
syukur senantiasa atas segala sesuatu (Ef. 5: 20)
3. Melakukan
segala sesuatu berdasarkan iman (Rm. 14: 23)
4. Memandang
tubuh sebagai Bait Allah (1 Kor. 16: 20)
Kejadian
2:24, adalah tolak ukur orang menikah dan ayat ini juga dapat digunakan menjadi
orientasi dalam berpacran “sebab itu seseorang laki-laki dan meninggalkan
ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrnya sehingga keduanya mnjadi satu
daging”. Maka pada kesempatan ini kedua belah pihak dapat membina hubungan yang
khusus dan didasarkan rasa cinta kasih yang sesuai dengan kehendak Allah. Maka
inilah yang nantinya menunjukkan perbedaan bagaimana pemuda-pemudi Kristen
berpacaran dibandingkan dengan pemuda-pemudi non Kristen. Pemuda-pemudi Kristen
berpacaran dihantarkan oleh Tuhan kepada satu persekutuan yang baru, yaitu
persekutuan muda-mudi Krsten yang memberi diri di pimpin dan dibina oleh Roh
Kudus.[11]
2.2.
Jodoh
2.2.1. Pengertian
Jodoh
2.2.2. Pedoman
dalam Teman Hidup
2.2.3. Peran
Allah Dalam Menentukan Jodoh
2.2.4. Memilih
Jodoh Menurut Etika Kristen
III.
Kesimpulan
IV.
Daftar Pustaka
[1]. ... Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
1988), 63
[2]. D. Scheunemann, Romantika Kehidupan Orang Muda, (Jakarta:
YPII, 2001), 9
[3]. Yakub B. Susabda, Pastoral Konseling (Jilid II), (Malang:
Gandum Mas, 1996), 111
[4]. Skripsi, Feeling Sosialwati Waruru, Berpacaran, 2005, 32-36
[5]. Yakub . Subsada, Pastoral Konseling Jilid II, 119
[6]. Ron Thurman, Pacran Dan Pernikahan, (Malang: Gandum Mas,
1997), 10-13
[7]. S.Nur Sidharta, Jodoh, (Jakarta: BPK-GM, 2000), 28
[8]. Larry Richards, Berpacran Sampai Dimana Batasnya, (Jakarta:
BPK-GM, 2000), 88
[9]. Jahenos Saragih, Ini Aku Utuslah Aku!, (Jakarta: Suara Gereja
Kristiani Yang Esa peduli Bangsa, 2005), 151-152
[10]. D Scheunemann, Romantika Kehidupan Orang Muda, 11
[11]. Ibid, 10
Tidak ada komentar:
Posting Komentar