Jumat, 10 Mei 2019



Kontroversi Doktrin Sakramen
a.      Apa dan bagaimana sakramen menurut GKR, Luther, Zwingli dan Calvin
b.      Baptisan
(1)   GKR, Luther dan Zwingli
(2)   Lutheranisme, Calvinisme dan Anabaptisme


I.                   Pendahuluan
Berbicara mengenai kontroversi artinya adanya suatu perbedaan sikap yang berupa perdebatan terhadap sebuah masalah. Pada pembahasan ini kita akan membahas mengenai ajaran atau doktrin sakramen tentang “Apa dan bagaimana sakramen menurut GKR, Luther, Zwingli, dan Calvin. Serta kontroversi mengenai baptisan dari GKR, Luther, dan Zwingli. Kemudian Bagaimana pandangan aliran Lutheranisme, Calvinisme, dan Anabaptisme tersebut mengenai sakramen baptisan. Untuk lebih jelasnya kita akan membahas secara lebih rinci dalam paper ini. Semoga pembahasan ini dapat menambah wawasan kita bersama.
II.                Pembahasan
2.1. Pengertian Sakramen
Sakramen dalam bahasa Yunani, berasal dari  kata mysterion yang berarti rahasia. Sakramen adalah tanda yang kelihatan dari rahmat Allah yang dikaruniakan kepada orang-orang percaya. Tanda ini ditetapkan dan diperintahkan oleh Kristus sendiri.[1] Selain itu kata sakramen juga berasal dari istilah Latin yaitu sacramentum yang berarti “sesuatu yang dikuduskan” dan telah dipakai untuk merujuk pada serangkaian ritus gereja atau perbuatan-perbuatan klerikal[2] yang dianggap mempunyai kualitas-kualitas spiritual yang khusus, misalnya kemampuan untuk menyalurkan anugerah Allah.[3] Sakramen adalah Allah yang mendekati manusia, menawarkan dan memberikan sesuatu kepada manusia. Jadi, sakramen adalah perayaan atau upaya Allah untuk memberi kita janji yang menyatu dengan pelayanan upacara itu dan ini merupakan tindakan kudus yang ditetapkan Allah dimana Ia dengan sarana eksternal tertentu dihubungkan dengan firman-Nya, menawarkan, meyampaikan, dan memateraikan anugerah pada manusia.[4]
2.1.1.       Sakramen Menurut Gereja Katolik Roma
Ajaran Gereja Katolik Roma mengenai sakramen adalah suatu mysterion, suatu rahasia sebab di dalam sakramen itu senantiasa ada karunia yang baru dicurahkan.Dalam Gereja Katolik Roma ditentukan ada 7 (tujuh) sakramen dan ketujuh sakramen itu tidak dapat diganggu-gugat. Angka 7 (tujuh) menunjukkan gabungan angka kudus 3 dan 4, yaitu angka Ilahi dan angka Insani. Sakramen-sakramen ini bermanfaat untuk menyalurkan anugerah Allah kepada orang Kristen selama hidupnya. Adapun ketujuh sakramen itu adalah:[5]
1.      Baptisan
Baptisan dianggap untuk menghapuskan dosa turunan, dan diperlakukan secara mutlak untuk keselamatan.
2.      Konfirmasi (Peneguhan)
Diberikan oleh uskup kepada anak-anak yang sudah mencapai umur kurang lebih 7 (tujuh) tahun. Ia menumpangkan tangannya ke atas anak itu sambil memohon turunnya Roh Kudus ke atasnya, supaya ia dapat menjadi seorang ksatria Kristen yang melawan iblis dan dosa dengan gagah berani.
3.      Pengakuan Dosa
Diucapkan di hadapan imam. Imam itulah yang kemudian, kalau penyesalan si pengaku dianggapnya sungguh-sungguh, melepaskan dia dari dosanya atas nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus.
4.      Misa atau Ekaristi
Roti dan anggur yang dibagi-bagikan itu dianggap adalah benar-benar tubuh dan darah Kristus (transsubstansiasi = perubahan menjadi zat lain).
5.      Perminyakan
Yang terjadi dengan minyak “suci” atas orang-orang sakit yang akan meninggal.
6.      Nikah
Yang dipandang sebagai sakramen juga, supaya hal yang jasmani itu diangkat ke tingkat rohani.
7.      Penahbisan Imam
Dengan penahbisan itu, maka imam menjadi pengantara yang dipakai Tuhan untuk menyampaikan anugerah-Nya kepada manusia.
Selain itu di dalam Gereja Katolik Roma Firman Tuhan diberi penghargaan yang tidak mutlak dan kepercayaan orang yang mengambil bagian dalam sakramen sama sekali tidak diperlukan. Sakramen itu bekerja ex opera operato = jika imam atau pastor sudah melayani sakramen itu, anugerah Allah itu dengan sendirinya datang.[6] Dalam misa katolik juga seluruh ibadah memuncak pada perayaan ekaristi (Perjamuan Kudus). Semua yang mendahului ekaristi dianggap pengantar saja, termasuk khotbah.[7]
2.1.2.      Sakramen Menurut Luther
Bagi Luther sakramen terutama merupakan suatu janji akan pengampunan dosa yang diterima melalui iman oleh jemaat. Oleh karena itu, sakramen juga dikaitkan pertumbuhan dan pemeliharaan iman dari umat Allah.[8]Sakramen adalah Firman Allah dan suatu tanda sakramental yang bersifat lahiriah atau dapat dilihat (seperti air dalam baptisan dan roti serta anggur dalam ekaristi. Dua sakramen yang benar di dalam gereja Perjanjian Baru dengan demikian adalah baptisan dan ekaristi.[9] Ajaran Luther tentang perjamuan kudus disebut konsubstansiasi (con: berbarengan; substansi: hakikat zat). Artinya: kedua unsur perjamuan, yaitu roti dan anggur, mencakup kedua hakikat sekaligus. Hakikat jasmani, tetap sebagai roti dan anggur dan hakikat rohani, sebagai tubuh dan darah Kristus.[10]Keyakinan Luther bahwa keselamatan hanya diperoleh berdasarkan kasih karunia melalui iman (sola gratia dan sola fide).[11] Luther menganggap Firman Allah dan sakramen-sakramen mempunyai hubungan yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya memberi kesaksian tentang Yesus Kristus dan keduanya menyampaikan kekuasaan dan kehadiran-Nya.[12]
2.1.3.      Sakramen Menurut Zwingli
Bagi Zwingli sakramen adalah tindakan simbolis yang menunjuk kepada keselamatan yang diperoleh Kristus dan yang dipakai oleh orang-orang percaya untuk memperingati apa yang dibuat Kristus dan untuk menyatakan iman mereka. Yang bertindak adalah orang-orang percaya yang memakai sakramen untuk membuktikan iman yang sudah dimiliki.[13]  Zwingli mencatat bahwa sakramen baptisan dan sakramen ekaristi (sisa lima sakramen lainnya dari sistem Katolik ditolak) sebagai tanda kesetiaan Allah kepada kepada umat-Nya dan janji anugerah-Nya untuk keampunan.[14] Zwingli melihat sakramen, baik baptisan maupun Perjamuan Kudus, lebih sebagai tindakan jemaat untuk mengaku imannya. Jemaat merayakan perjamuan untuk memperingati kematian Kristus pada kayu salib demi keselamatan manusia, dan melalui peringatan ini, iman orang percaya diperkuat. Perlu ditekankan bahwa Zwingli memahami “peringatan” di sini dalam hubungannya dengan perayaan Paskah di Perjanjian Lama. Pada saat peristiwa paskah dari masa lampau diperingati, orang mengambil bagian secara rohani dalam penyelamatan yang dikerjakan Allah waktu membebaskan bangsa Israel dari Mesir. Demikianlah penebusan yang dilakukan Kristus pada kayu salib diterima oleh jemaat yang merayakan Perjamuan Kudus.[15]Sakramen pada dasarnya merupakan suatu deklarasi kesetiaan dari seseorang kepada suatu kelompok. Sama seperti seorang serdadu bersumpah setia pada pasukannya, demikian pula orang Kristen bersumpah setia kepada saudara-saudaranya sesama orang Kristen. Dengan demikian sakramen adalah cara yang memungkinkan seseorang dapat membuktikan kepada gereja bahwa ia bermaksud atau sudah menjadi seorang tentara Kristus dan yang menginformasikan kepada seluruh gereja daripada hanya kepada dirinya sendiri, tentang imanya. Zwingli mengembangkan ide bahwa sakramen-sakramen itu berada di bawah atau lebih rendah dari pemberitaan Firman Allah. Pemberitaan firman Allah adalah paling paling penting dan sakramen-sakramen adalah seperti cap atau materai pada sebuah surat.[16] Jadi, menurutnya suatu sakramen adalah tanda dari sesuatu yang suci. Kalau aku berkata “sakramen dari tubuh Tuhan, aku benar-benar sedang merujuk pada roti itu yang adalah simbol dari tubuh Kristus yang telah dikurbankan sampai mati demi kita.[17]
2.1.4.      Sakramen Menurut Calvin
Menurut Calvin sakramen adalah “suatu tanda lahiriah (symbolum) yang dipakai Allah untuk memateraikan dalam batin kita janji-janji akan kerelaan-Nya terhadap kita dengan maksud untuk memperkuat iman dan mengundang respons manusia.[18]Pemahaman Calvin tentang gereja adalah persekutuan orang-orang yang telah diselamatkan berkat kasih karunia Allah di dalam Yesus Kristus, yang telah dibenarkan kendati tetap merupakan manusia berdosa, semuanya itu hanya dapat disambut dan diterima manusia melalui iman. Sejalan dengan pemahaman tentang Alkitab yang berpusat pada Injil, ditegaskan bahwa gereja adalah tempat yang bisa ditemukan di mana saja, asalkan di sana firman atau Injil yang murni diberitakan dan sakramen yang murni dilayankan (yakni Baptisan dan Perjamuan Kudus, yang merupakan firman dalam wujud tanda). [19]Calvin mengikuti pula jejak Augustinus dengan membedakan antara “tanda” dengan “apa yang ditandai”. Maksudnya: apa yang kita makan dan minum dengan mulut kita adalah tak lain dari pada roti dan anggur tetapi di dalam percaya oleh pekerjaan Roh Kudus kita menikmati persekutuan rohani dengan tubuh dan darah Kristus. Dengan kata lain di dalam percaya kita yakin bahwa “isi” yang disampaikan kepada kita dalam bentuk tanda-tanda ini (roti dan anggur) adalah bahwa sungguh-sungguh kita ambil bagian dalam tubuh dan darah Yesus Kristus, artinya bahwa kita dijadikan satu dengan Dia di dalam kematian serta kebangkitan-Nya. Calvin mengatakan bahwa adanya kehadiran Kristus di dalam sakramen-sakramen.[20]
2.2. Pengertian Sakramen Baptisan
Kata Baptis berasal dari kata Yunani: baptizo, artinya: I dip (saya mandi, saya masuk ke dalam air); I Submerge (saya menyelam ke dalam air, saya merendam di dalam air). Pemandian atau penyelaman ke dalam air ini baru menjadi baptisan apabila dilaksanakan dengan suatu upacara seremonial agama yang khusus. Bila kata baptizo diikuti dengan preposisi eis maka baptisan itu mengindikasikan bahwa seseorang yang dibaptis menjadi milik kepunyaan Tuhan (Mar. 10:38).[21] Selain itu kata Baptisan juga dapat diartikan “membasahi”. Pendeta mencelupkan jari-jarinya ke dalam sebuah bejana berisi air, lalu membasahi dahi orang yang hendak dibaptiskan itu. Pada saat itu Pendeta mengucapkan: “Aku baptiskan engkau dengan Nama (atas/demi/ di dalam Nama) Bapa dan Anak dan Roh Kudus” (Matius 28:19).[22]
2.2.1.       Sakramen Baptisan GKR
Menurut Gereja Katolik Roma baptisan meniadakan dosa warisan dan menanamkan asas karunia dan kekudusan di dalam jiwa manusia, serta memindahkan orang beriman ke dalam status karunia yang adikodrati.[23] Selain itu sakramen baptisan dapat juga dikatakan sebagai pintu masuk ke dalam hidup rahmat. Melalui pembaptisan orang mengalami kelahiran baru menjadi anak Allah. Orang yang dibaptis menerima Kristus secara personal sebagai Tuhan dan Juru selamat, dengan menyatakan imannya. Pernyataan iman secara eksplisit dalam pembaptisan hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang sudah dewasa. Tetapi anak-anak yang dibaptis sewaktu masih bayi sesungguhnya juga menerima Kristus secara personal, walaupun pernyataan iman mereka diwakili oleh orang tua dan wali baptis.[24]
2.2.2.      Sakramen Baptisan Luther
Baptisan menurut Martin Luther bukanlah hanya air saja, melainkan baptisan itu adalah air yang dipesankan Tuhan dan diberkati dengan Firman Allah. Melalui baptisan kudus kita menerima karunia Roh Kudus. Kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam kematian-Nya. Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati demikian juga kita akan hidup dalam hidup baru (Roma 6:3-4). Melalui baptisan, Adam yang lama dan semua dosa kita ditenggelamkan dalam kebenaran serta dalam baptisan juga Kristus menjadi Tuhan dan Juruselamat kita.[25]Adapun manfaat dari baptisan ialah agar orang-orang memiliki dan diberi kesukaan kekal. Artinya dibebaskan dari dosa, maut dan Iblis, masuk ke dalam Kerajaan Kristus dan hidup bersama Dia selamanya. Cara yang tepat untuk menerima baptisan adalah oleh iman Ex Opera Operantis artinya bahwa dengan iman saja yang membuat orang itu berhak menerima penyembuhan. Tanpa iman, baptisan tidak berguna walaupun baptisan merupakan suatu harta ilahi yang luar biasa. Baptisan merupakan perbuatan Allah, perbuatan yang dilakukan Allah itu bukan untuk meniadakan iman, melainkan untuk menuntut adanya iman.[26]
2.2.3.      Sakramen Baptisan Zwingli
Zwingli menunjukkan bahwa di dalam Perjanjian Lama bayi laki-laki disunat dalam beberapa hari sesudah kelahiran mereka sebagai suatu tanda akan keanggotaan mereka di dalam umat Israel. Sunat merupakan upacara yang ditetapkan oleh perjanjian dalam Perjanjian Lama untuk mendemonstrasikan bahwa anak yang telah disunat itu terhisab ke dalam persekutuan perjanjian. Anak itu telah dilahirkan ke dalam suatu komunitas yang kini memilikinya. Zwingli mengembangkan ide ini dengan menunjukkan bahwa baptisan lebih lembut dari pada sunat karena baptisan tidak melibatkan rasa sakit atau penumpahan darah dan bersifat lebih inklusif dalam arti bahwa baptisan mencakup baik bayi laki-laki maupun perempuan.[27] Zwingli menekankan bahwa baptisan bukan sesuatu antara manusia pribadi dan Allah, melainkan sesuatu yang terjadi di dalam lingkungan jemaat. Baptisanlah yang menjadikan seseorang anggota persekutuan jemaat dan jemaatlah secara menyeluruh yang dalam iman terikat dalam perjanjian dengan Allah. Bahwa bayi dibaptis adalah tepat, sebab melalui orang tuanya ia menjadi anggota persekutuan perjanjian.[28] Zwingli juga berpendapat bahwa baptisan merupakan tindakan pengakuan.[29]
2.3.Sakramen Baptisan Menurut Lutheranisme
Aliran yang berpegang pada ajaran-ajaran Luther. Lutheranisme menyusun ajaran-ajaran Luther secara sistematis dari berbagai tulisan, seperti Katekismus Luther, Pengakuan Iman Augsburg, Pengakuan Iman Schmalkalden, dan Formula Konkord pada tahun 1580. Lutheranisme mengajarkan bahwa Alkitab merupakan dasar untuk aturan iman. Pengakuan iman dan rumusan-rumusan kepercayaan lainnya harus berada di bawah otoritas Alkitab. Semboyannya adalah Sola Sciptura, yang berarti: hanya Alkitab saja. Rumusan utama Lutheranisme adalah pembenaran oleh iman. Kebenaran asali yang merupakan bagian dari hakikat manusia pada waktu manusia diciptakan menjadi hilang pada waktu manusia jatuh ke dalam dosa. Akibatnya, manusia tidak bebas lagi. Kini manusia berada dalam perbudakan dosa. Manusia hanya dapat dibebaskan dari dosa oleh tindakan pembenaran Allah. Dalam pembenaran, andil manusia tidak ada sama sekali. Ini hanya tidakan Allah semata-mata. Semboyannya adalah Sola Gratia, yang berarti: hanya oleh kasih karunia saja. Pembenaran Allah hanya diterima oelh iman, bukan oleh perbuatan manusia. Semboyannya adalah Sola Fide, yang berarti: hanya oleh iman saja.[30] Dalam baptisan, Allahlah yang menghampiri manusia, Allahlah yang memilih dan menerima kita, Allahlah yang memberi iman dan hidup barudan berjanji bahwa Dia akan setia kepada kita.[31] Dalam Lutheranisme baptisan bukanlah semata-mata pencurahan air biasa, melainkan air yang mengandung perintah Allah yang terpadu dengan sabda-Nya seperti dalam Matius 28:19 “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus. Dalam pembaptisan mereka yang dapat menerima pelajaran bisa dibaptis sesudah mereka diberi pelajaran mengenai bagian-bagian pokok iman Kristiani. Demikian juga anak-anak kecil (bayi) harus dibaptis karena mereka juga termasuk dalam perkataan “semua bangsa”, selain itu Yesus sendiri secara khusus mengundang anak-anak untuk datang kepada-Nya (Lukas 18:15-17), sebagai orang berdosa bayi-bayi memerlukan apa yang ditawarkan oleh baptisan itu, dan bayi juga mampu memiliki iman (Matius 18:6).[32]
2.4.Sakramen Baptisan Menurut Calvinisme
Sistem teologi yang dirumuskan oleh Yohanes Calvin dalam karyanya karyanya yang utama, Institutio, dan diterima dengan banyak perubahan oleh gereja-gereja non-Lutheran. Alkitab dipandang sebagai aturan bagi iman. Ia cukup berisi segala sesuatu yang perlu untuk mengenal Allah dan tugas-tugas orang percaya terhadap Allah dan sesama manusia. Kewibawan Alkitab terjamin oleh pekerjaan Roh Kudus. Sebelum manusia jatuh ke dalam dosa, ia dapat mencapai kebajikan melalui kuasa-kuasa alamiah, namun kejatuhan manusia ke dalam dosa telah mengubah hakikat manusia sehingga sekarang semua manusia berada di bawah kuasa dosa. Manusia tidak bebas lagi, sehingga ia memerlukan rahmat Allah. Semua perbuatan manusia pada hakikatnya dosa dan manusia hanya dibenarkan karena rahmat Allah saja. Perbuatan baik tidak mempunyai apapun dalam tindakan pembenaran Allah terhadap manusia berdosa. Pembenaran Allah hanya dapat disambut oleh manusia dengan iman.[33] Calvinisme adalah aliran yang menganut ajaran-ajaran yang diberikan oleh Calvin, dalam hal ini menurut Calvin baptisan merupakan tanda pengampunan dan hidup baru. Lebih lanjut, baptisan menandakan bahwa kita telah ikut serta dalam kematian dan kebangkitan Kristus dan bahwa kita juga telah menjadi satu dengan Dia. Baptisan sekaligus pula merupakan tanda bahwa kita masuk ke dalam persekutuan gereja. Jadi di sini baptisan dihubungkan Calvin dengan keanggotaan di dalam gereja. Ini sekaligus mengungkapkan penolakan Calvin terhadap anggapan bahwa baptisan merupakan syarat untuk beroleh keselamatan. Menurut Calvin, baptisan bukan merupakan syarat, melainkan materai yang menandakan bahwa seseorang telah memperoleh pengampunan dosa dan keselamatan pada salib Kristus. Pengampunan itu telah dikaruniakan Allah pada kita sebelum kita lahir, sehingga tidak ditentukan oleh baptisan.[34] Dalam aliran Calvinisme ada berbagai ketentuan terutama dalam hal baptisan yaitu:[35]
1.       Anak-anak orang Kristen wajib dibaptiskan.
2.      Yang telah belajar Agama Kristen yang sudah menyelesaikan pelajaran katekisasi.
3.      Dalam kasus khusus, Majelis jemaat dapat melaksanakan katekisasi khusus.
4.      Baptisan dewasa diberikan kepada orang yang telah berumur minimal 15 (lima belas) tahun.
5.      Anak yatim piatu dapat dibaptiskan dengan jaminan dari atau dihantar oleh bapa/ibu serani.
6.      Bagi orang sakit yang tidak mampu lagi berkomunikasi dengan Majelis Jemaat (baik melalui kata-kata maupun tanda-tanda) tidak dapat dilaksanakan baptisan darurat.
2.5. Sakramen Baptisan Menurut Anabaptisme
Kata ini berasal dari berasal Yunani, ana dan baptizo yang berarti: membaptiskan kembali. Nama ini merupakan nama sindiran yang diberikan kepada mereka oleh lawan-lawannya, karena mereka menolak baptisan anak sebagai baptisan yang benar. Mereka membaptiskan kembali anak yang telah dibaptis pada waktu kecil apapun telah menjadi dewasa. Itulah sebabnya mereka disebut Anabaptis.[36] Istilah Anabaptis mempunyai asal-usulnya pada Zwingli (kata “anabaptis” secara harafiah berarti orang-orang yang dibaptis kembali dan ini merujuk pada aspek yang paling khas dari kebiasaan orang-orang yang telah melakukan pengakuan iman pribadi di hadapan umum yang boleh dibaptis). Anabaptisme rupanya pertama kali muncul di sekitar Zurich, yakni setelah reformasi Zwingli di dalam kota itu pada awal dekade 1520-an.[37] Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kaum anabaptis menilai bahwa Luther memang telah dengan baik memulai reformasi gereja, tetapi ia tidak menyelesaikannya dengan tuntas. Menurut mereka, Luther mestinya menolak ajaran GKR tentang baptisan anak, yang membuat seseorang otomatis menjadi Kristen setelah ia lahir, dan yang membuat tidak adanya pemisahan antara status sebagai warga gereja dan status sebagai warga negara. Menurut kaum atau aliran ini baptisan adalah tanda atau materai yang memperlihatkan bahwa seseorang telah sungguh-sungguh memahami imannya serta dengan sadar menyatakan pengakuan imannya bahwa Yesus Kristus adalah Juruselamatnya. Karena itu baptisan hanya boleh dilayankan bagi orang dewasa, karena hanya merekalah yang telah memenuhi syarat-syarat itu. Karena itu pula, mereka yang telah sempat dibaptis waktu anak-anak harus dibaptis ulang, sebab baptisan anak-anak itu tidak sah.[38]
III.             Kesimpulan
Dari pemaparan di atas saya sebagai penyaji dapat menyimpulkan bahwa sakramenadalah tanda yang kelihatan dari rahmat Allah yang dikaruniakan kepada orang-orang percaya. Serta tindakan kudus yang ditetapkan Allah dimana Ia dengan sarana eksternal tertentu dihubungkan dengan firman-Nya, menawarkan, meyampaikan, dan memateraikan anugerah pada manusia. Sakramen dalam Gereja Katolik Roma bermanfaat untuk menyalurkan anugerah Allah kepada orang Kristen selama hidupnya serta mereka mengakui adanya 7 jenis sakramen. Sementara menurut Luther sakramen  merupakan suatu janji akan pengampunan dosa yang diterima melalui iman oleh jemaat serta Firman Allah yang bersifat lahiriah atau dapat dilihat. Bagi Zwingli sakramen adalah tindakan simbolis yang menunjuk kepada keselamatan yang diperoleh Kristus dan yang dipakai oleh orang-orang percaya untuk memperingati apa yang dibuat Kristus dan untuk menyatakan iman mereka. Dan bagi Calvin sakramen adalah “suatu tanda lahiriah (symbolum) yang dipakai Allah untuk memateraikan dalam batin kita janji-janji akan kerelaan-Nya terhadap kita dengan maksud untuk memperkuat iman dan mengundang respons manusia Jumlah sakramen menurut Luther, Calvin dan Zwingli hanya mengakui 2 jenis sakramen yaitu baptisan kudus dan perjamuan kudus. Berbicara mengenai baptisan kudus Gereja Katolik Roma berpendapat bahwa manfaat dari baptisan adalah untuk menghapus dosa turunan dan mencurahkan anugerah, Luther dan Lutheranisme beranggapan bahwa baptisan artinya kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati demikian juga kita akan hidup dalam hidup baru. Menurut Zwingli baptisan merupakan tindakan pengakuan. Lalu menurut Calvin dan Calvinismeberpendapat bahwa baptisan merupakan tanda bahwa kita masuk ke dalam persekutuan gereja.  Sementara bagi Anabaptisme baptisan hanya boleh dilayankan bagi orang dewasa, karena hanya merekalah yang telah memenuhi syarat-syarat itu. Karena itu pula, mereka yang telah sempat dibaptis waktu anak-anak harus dibaptis ulang, sebab baptisan anak-anak itu tidak sah.
IV.             Daftar Pustaka
Aritonang, Jan S., Berbagai Aliran di Dalan dan di Sekitar Gereja, Jakarta: Gunung Mulia,
            2015
Dahlenburg, G.D., Pemberitaan Firman dan Pelayanan Sakramen, Jakarta: Gunung
            Mulia, 1991

End, Thomas Van Den, Harta Dalam Bejana, Jakarta: Gunung Mulia, 2015

GBKP,Moderamen, Tata Gereja GBKP Edisi Sinode 2010, Kabanjahe: Keputusan
            Sidang Sinode, 2010

G. C. van Niftrik & B. J. Boland, Dogmatika Masa Kini, Jakarta: BPK-Gunung Mulia,
            2001

Hadiwijono, Harun, Iman Kristen, Jakarta: Gunung Mulia, 2010

Jonge, Christian de, Apa itu Calvinisme?, Jakarta: Sekolah Tinggi Teologi, 1995

Koehler, Edward W. A., Intisari Ajaran Kristen, Jakarta: Gunung Mulia, 2001

Luther, Martin, Katekismus Besar, Jakarta: Gunung Mulia, 2011

McGrath, Alister E., Sejarah Pemikiran Reformasi, Jakarta: Gunung Mulia, 2011

Panda, Herman P., Sakramen dan Sakramentali Dalam Gereja, Kupang: Pusat Studi
            Humaniora, Fakultas Filsafat Agama, 2013

Pasaribu, Rudolf H., Penjelasan Lengkap Iman Kristen Tentang Baptisan, Darah, Puasa,
            Adat, Ulos, Bahasa Roh, Kharismatik, Jakarta: PT. Atalya Rileny, 2001

Soedarmo, R., Ikhtisar Dogmatika, (Jakarta: Gunung Mulia, 2011

The Lutheran Church-Missouri Synod, Landasan Iman Kristen Dengan Penjelasannya,
            Macomb: Lutheran Heritage Foundation, 2004
Wellem, F. D., Kamus Sejarah Gereja, Jakarta: Gunung Mulia, 2011



[1] F. D. Wellem, Kamus Sejarah Gereja, (Jakarta: Gunung Mulia, 2011), 405
[2]Klerikal artinya yang bersangkutan dengan golongan rohaniawan.
[3] Alister E. McGrath, Sejarah Pemikiran Reformasi, (Jakarta: Gunung Mulia, 2011), 206
[4] Edward W. A. Koehler, Intisari Ajaran Kristen, (Jakarta: Gunung Mulia, 2001), 217
[5] Thomas Van Den End, Harta Dalam Bejana, (Jakarta: Gunung Mulia, 2015), 133
[6] R. Soedarmo, Ikhtisar Dogmatika, (Jakarta: Gunung Mulia, 2011), 236
[7]Christian de Jonge, Apa itu Calvinisme?, (Jakarta: Sekolah Tinggi Teologi, 1995), 166
[8] Alister E. McGrath, Sejarah Pemikiran Reformasi, 217-218
[9]Ibid, 215
[10] Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran di Dalan dan di Sekitar Gereja, (Jakarta: Gunung Mulia, 2015), 45-46
[11] Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran di Dalan dan di Sekitar Gereja, 44
[12] Alister E. McGrath, Sejarah Pemikiran Reformasi, 232
[13] Christian de Jonge, Apa itu Calvinisme?, 192
[14] Alister E. McGrath, Sejarah Pemikiran Reformasi, 221
[15] Christiaan de Jonge, Apa Itu Calvinisme?, 220
[16] Alister E. McGrath, Sejarah Pemikiran Reformasi, 222
[17] Alister E. McGrath, Sejarah Pemikiran Reformasi, 227
[18] Ibid, 193
[19] Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran di Dalan dan di Sekitar Gereja, 67
[20]G. C. van Niftrik & B. J. Boland, Dogmatika Masa Kini, (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2001), 464
[21] Rudolf H. Pasaribu, Penjelasan Lengkap Iman Kristen Tentang Baptisan, Darah, Puasa, Adat, Ulos, Bahasa Roh, Kharismatik, (Jakarta: PT. Atalya Rileny, 2001), 20-21
[22] G. C. van Niftrik & B. J. Boland, Dogmatika Masa Kini, 436
[23] Harun Hadiwijono, Iman Kristen, (Jakarta: Gunung Mulia, 2010), 426
[24] Herman P. Panda, Sakramen dan Sakramentali Dalam Gereja, ((Kupang: Pusat Studi Humaniora, Fakultas Filsafat Agama, 2013), 36
[25] G. D. Dahlenburg, Pemberitaan Firman dan Pelayanan Sakramen, (Jakarta: Gunung Mulia, 1991), 22-24
[26] Martin Luther, Katekismus Besar, (Jakarta: Gunung Mulia, 2011), 189-192
[27]Alister E. McGrath, Sejarah Pemikiran Reformasi, 230
[28] Christiaan de Jonge, Apa Itu Calvinisme?, 192
[29] Ibid, 195
[30] F. D. Wellem, Kamus Sejarah Gereja, 269
[31] Rudolf H. Pasaribu, Penjelasan Lengkap Iman Kristen Tentang Baptisan, Darah, Puasa, Adat, Ulos, Bahasa Roh, Kharismatik, 30
[32] The Lutheran Church-Missouri Synod, Landasan Iman Kristen Dengan Penjelasannya, (Macomb: Lutheran Heritage Foundation, 2004), 180-183
[33]F. D. Wellem, Kamus Sejarah Gereja, 52-53
[34] Jan S Aritonang, Berbagai Aliran di Dalam dan di Luar Gereja, 77
[35] Moderamen GBKP, Tata Gereja GBKP Edisi Sinode 2010, (Kabanjahe: Keputusan Sidang Sinode, 2010), 80-82
[36] F. D. Wellem, Kamus Sejarah Gereja, 16
[37] Alister E. McGrath, Sejarah Pemikiran Reformasi, 12
[38] Jan S Aritonang, Berbagai Aliran di Dalam dan di Luar Gereja, 45

Tidak ada komentar:

Posting Komentar