Kontroversi Doktrin Sakramen
a.
Apa dan bagaimana sakramen menurut GKR, Luther,
Zwingli dan Calvin
b.
Baptisan
(1)
GKR, Luther dan Zwingli
(2)
Lutheranisme, Calvinisme dan Anabaptisme
I.
Pendahuluan
Berbicara
mengenai kontroversi artinya adanya suatu perbedaan sikap yang berupa
perdebatan terhadap sebuah masalah. Pada pembahasan ini kita akan membahas
mengenai ajaran atau doktrin sakramen tentang “Apa dan bagaimana sakramen
menurut GKR, Luther, Zwingli, dan Calvin. Serta kontroversi mengenai baptisan
dari GKR, Luther, dan Zwingli. Kemudian Bagaimana pandangan aliran
Lutheranisme, Calvinisme, dan Anabaptisme tersebut mengenai sakramen baptisan.
Untuk lebih jelasnya kita akan membahas secara lebih rinci dalam paper ini.
Semoga pembahasan ini dapat menambah wawasan kita bersama.
II.
Pembahasan
2.1. Pengertian Sakramen
Sakramen
dalam bahasa Yunani, berasal dari kata mysterion yang berarti rahasia. Sakramen
adalah tanda yang kelihatan dari rahmat Allah yang dikaruniakan kepada
orang-orang percaya. Tanda ini ditetapkan dan diperintahkan oleh Kristus
sendiri.[1]
Selain itu kata sakramen juga berasal dari istilah Latin yaitu sacramentum yang berarti “sesuatu yang
dikuduskan” dan telah dipakai untuk merujuk pada serangkaian ritus gereja atau
perbuatan-perbuatan klerikal[2] yang dianggap mempunyai
kualitas-kualitas spiritual yang khusus, misalnya kemampuan untuk menyalurkan
anugerah Allah.[3]
Sakramen adalah Allah yang mendekati manusia, menawarkan dan memberikan sesuatu
kepada manusia. Jadi, sakramen adalah perayaan atau upaya Allah untuk memberi
kita janji yang menyatu dengan pelayanan upacara itu dan ini merupakan tindakan
kudus yang ditetapkan Allah dimana Ia dengan sarana eksternal tertentu
dihubungkan dengan firman-Nya, menawarkan, meyampaikan, dan memateraikan
anugerah pada manusia.[4]
2.1.1. Sakramen Menurut Gereja Katolik Roma
Ajaran
Gereja Katolik Roma mengenai sakramen adalah suatu mysterion, suatu rahasia sebab di dalam sakramen itu senantiasa ada
karunia yang baru dicurahkan.Dalam Gereja Katolik Roma ditentukan ada 7 (tujuh)
sakramen dan ketujuh sakramen itu tidak dapat diganggu-gugat. Angka 7 (tujuh)
menunjukkan gabungan angka kudus 3 dan 4, yaitu angka Ilahi dan angka Insani.
Sakramen-sakramen ini bermanfaat untuk menyalurkan anugerah Allah kepada orang
Kristen selama hidupnya. Adapun ketujuh sakramen itu adalah:[5]
1.
Baptisan
Baptisan
dianggap untuk menghapuskan dosa turunan, dan diperlakukan secara mutlak untuk
keselamatan.
2.
Konfirmasi
(Peneguhan)
Diberikan
oleh uskup kepada anak-anak yang sudah mencapai umur kurang lebih 7 (tujuh)
tahun. Ia menumpangkan tangannya ke atas anak itu sambil memohon turunnya Roh
Kudus ke atasnya, supaya ia dapat menjadi seorang ksatria Kristen yang melawan
iblis dan dosa dengan gagah berani.
3.
Pengakuan Dosa
Diucapkan
di hadapan imam. Imam itulah yang kemudian, kalau penyesalan si pengaku
dianggapnya sungguh-sungguh, melepaskan dia dari dosanya atas nama Bapa dan
Putra dan Roh Kudus.
4.
Misa atau
Ekaristi
Roti dan
anggur yang dibagi-bagikan itu dianggap adalah benar-benar tubuh dan darah Kristus
(transsubstansiasi
= perubahan menjadi zat lain).
5.
Perminyakan
Yang
terjadi dengan minyak “suci” atas orang-orang sakit yang akan meninggal.
6.
Nikah
Yang
dipandang sebagai sakramen juga, supaya hal yang jasmani itu diangkat ke
tingkat rohani.
7.
Penahbisan Imam
Dengan
penahbisan itu, maka imam menjadi pengantara yang dipakai Tuhan untuk
menyampaikan anugerah-Nya kepada manusia.
Selain
itu di dalam Gereja Katolik Roma Firman Tuhan diberi penghargaan yang tidak
mutlak dan kepercayaan orang yang mengambil bagian dalam sakramen sama sekali
tidak diperlukan. Sakramen itu bekerja ex
opera operato = jika imam atau pastor sudah melayani sakramen itu, anugerah
Allah itu dengan sendirinya datang.[6]
Dalam misa katolik juga seluruh ibadah memuncak pada perayaan ekaristi
(Perjamuan Kudus). Semua yang mendahului ekaristi dianggap pengantar saja,
termasuk khotbah.[7]
2.1.2. Sakramen Menurut
Luther
Bagi Luther
sakramen terutama merupakan suatu janji akan pengampunan dosa yang diterima
melalui iman oleh jemaat. Oleh karena itu, sakramen juga dikaitkan pertumbuhan
dan pemeliharaan iman dari umat Allah.[8]Sakramen
adalah Firman Allah dan suatu tanda sakramental yang bersifat lahiriah atau
dapat dilihat (seperti air dalam baptisan dan roti serta anggur dalam ekaristi.
Dua sakramen yang benar di dalam gereja Perjanjian Baru dengan demikian adalah
baptisan dan ekaristi.[9] Ajaran
Luther tentang perjamuan kudus disebut konsubstansiasi (con: berbarengan; substansi: hakikat zat). Artinya: kedua unsur perjamuan, yaitu roti
dan anggur, mencakup kedua hakikat sekaligus. Hakikat jasmani, tetap sebagai
roti dan anggur dan hakikat rohani, sebagai tubuh dan darah Kristus.[10]Keyakinan
Luther bahwa keselamatan hanya diperoleh berdasarkan kasih karunia melalui iman
(sola gratia dan sola fide).[11] Luther
menganggap Firman Allah dan sakramen-sakramen mempunyai hubungan yang tidak
dapat dipisahkan. Keduanya memberi kesaksian tentang Yesus Kristus dan keduanya
menyampaikan kekuasaan dan kehadiran-Nya.[12]
2.1.3. Sakramen Menurut
Zwingli
Bagi Zwingli
sakramen adalah tindakan simbolis yang menunjuk kepada keselamatan yang
diperoleh Kristus dan yang dipakai oleh orang-orang percaya untuk memperingati
apa yang dibuat Kristus dan untuk menyatakan iman mereka. Yang bertindak adalah
orang-orang percaya yang memakai sakramen untuk membuktikan iman yang sudah
dimiliki.[13] Zwingli mencatat bahwa sakramen baptisan dan
sakramen ekaristi (sisa lima sakramen lainnya dari sistem Katolik ditolak)
sebagai tanda kesetiaan Allah kepada kepada umat-Nya dan janji anugerah-Nya
untuk keampunan.[14]
Zwingli melihat sakramen, baik baptisan maupun Perjamuan Kudus, lebih sebagai
tindakan jemaat untuk mengaku imannya. Jemaat merayakan perjamuan untuk
memperingati kematian Kristus pada kayu salib demi keselamatan manusia, dan
melalui peringatan ini, iman orang percaya diperkuat. Perlu ditekankan bahwa
Zwingli memahami “peringatan” di sini dalam hubungannya dengan perayaan Paskah
di Perjanjian Lama. Pada saat peristiwa paskah dari masa lampau diperingati,
orang mengambil bagian secara rohani dalam penyelamatan yang dikerjakan Allah
waktu membebaskan bangsa Israel dari Mesir. Demikianlah penebusan yang
dilakukan Kristus pada kayu salib diterima oleh jemaat yang merayakan Perjamuan
Kudus.[15]Sakramen
pada dasarnya merupakan suatu deklarasi kesetiaan dari seseorang kepada suatu
kelompok. Sama seperti seorang serdadu bersumpah setia pada pasukannya,
demikian pula orang Kristen bersumpah setia kepada saudara-saudaranya sesama orang
Kristen. Dengan demikian sakramen adalah cara yang memungkinkan seseorang dapat
membuktikan kepada gereja bahwa ia bermaksud atau sudah menjadi seorang tentara
Kristus dan yang menginformasikan kepada seluruh gereja daripada hanya kepada
dirinya sendiri, tentang imanya. Zwingli mengembangkan ide bahwa
sakramen-sakramen itu berada di bawah atau lebih rendah dari pemberitaan Firman
Allah. Pemberitaan firman Allah adalah paling paling penting dan
sakramen-sakramen adalah seperti cap atau materai pada sebuah surat.[16]
Jadi, menurutnya suatu sakramen adalah tanda dari sesuatu yang suci. Kalau aku
berkata “sakramen dari tubuh Tuhan, aku benar-benar sedang merujuk pada roti
itu yang adalah simbol dari tubuh Kristus yang telah dikurbankan sampai mati
demi kita.[17]
2.1.4. Sakramen Menurut
Calvin
Menurut
Calvin sakramen adalah “suatu tanda lahiriah (symbolum) yang dipakai Allah untuk memateraikan dalam batin kita
janji-janji akan kerelaan-Nya terhadap kita dengan maksud untuk memperkuat iman
dan mengundang respons manusia.[18]Pemahaman
Calvin tentang gereja adalah persekutuan orang-orang yang telah diselamatkan
berkat kasih karunia Allah di dalam Yesus Kristus, yang telah dibenarkan
kendati tetap merupakan manusia berdosa, semuanya itu hanya dapat disambut dan
diterima manusia melalui iman. Sejalan dengan pemahaman tentang Alkitab yang
berpusat pada Injil, ditegaskan bahwa gereja adalah tempat yang bisa ditemukan
di mana saja, asalkan di sana firman atau Injil yang murni diberitakan dan
sakramen yang murni dilayankan (yakni Baptisan dan Perjamuan Kudus, yang
merupakan firman dalam wujud tanda). [19]Calvin
mengikuti pula jejak Augustinus dengan membedakan antara “tanda” dengan “apa
yang ditandai”. Maksudnya: apa yang kita makan dan minum dengan mulut kita
adalah tak lain dari pada roti dan anggur tetapi di dalam percaya oleh
pekerjaan Roh Kudus kita menikmati persekutuan rohani dengan tubuh dan darah
Kristus. Dengan kata lain di dalam percaya kita yakin bahwa “isi” yang
disampaikan kepada kita dalam bentuk tanda-tanda ini (roti dan anggur) adalah
bahwa sungguh-sungguh kita ambil bagian dalam tubuh dan darah Yesus Kristus,
artinya bahwa kita dijadikan satu dengan Dia di dalam kematian serta
kebangkitan-Nya. Calvin mengatakan bahwa adanya kehadiran Kristus di dalam
sakramen-sakramen.[20]
2.2. Pengertian
Sakramen Baptisan
Kata
Baptis berasal dari kata Yunani: baptizo,
artinya: I dip (saya mandi, saya
masuk ke dalam air); I Submerge (saya
menyelam ke dalam air, saya merendam di dalam air). Pemandian atau penyelaman
ke dalam air ini baru menjadi baptisan apabila dilaksanakan dengan suatu
upacara seremonial agama yang khusus. Bila kata baptizo diikuti dengan preposisi eis maka baptisan itu mengindikasikan bahwa seseorang yang dibaptis
menjadi milik kepunyaan Tuhan (Mar. 10:38).[21]
Selain itu kata Baptisan juga dapat diartikan “membasahi”. Pendeta mencelupkan
jari-jarinya ke dalam sebuah bejana berisi air, lalu membasahi dahi orang yang
hendak dibaptiskan itu. Pada saat itu Pendeta mengucapkan: “Aku baptiskan
engkau dengan Nama (atas/demi/ di dalam Nama) Bapa dan Anak dan Roh Kudus”
(Matius 28:19).[22]
2.2.1. Sakramen Baptisan GKR
Menurut
Gereja Katolik Roma baptisan meniadakan dosa warisan dan menanamkan asas
karunia dan kekudusan di dalam jiwa manusia, serta memindahkan orang beriman ke
dalam status karunia yang adikodrati.[23]
Selain itu sakramen baptisan dapat juga dikatakan sebagai pintu masuk ke dalam
hidup rahmat. Melalui pembaptisan orang mengalami kelahiran baru menjadi anak
Allah. Orang yang dibaptis menerima Kristus secara personal sebagai Tuhan dan
Juru selamat, dengan menyatakan imannya. Pernyataan iman secara eksplisit dalam
pembaptisan hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang sudah dewasa. Tetapi
anak-anak yang dibaptis sewaktu masih bayi sesungguhnya juga menerima Kristus
secara personal, walaupun pernyataan iman mereka diwakili oleh orang tua dan
wali baptis.[24]
2.2.2. Sakramen Baptisan
Luther
Baptisan
menurut Martin Luther bukanlah hanya air saja, melainkan baptisan itu adalah
air yang dipesankan Tuhan dan diberkati dengan Firman Allah. Melalui baptisan
kudus kita menerima karunia Roh Kudus. Kita semua yang telah dibaptis dalam
Kristus, telah dibaptis dalam kematian-Nya. Dengan demikian kita telah
dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya sama
seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati demikian juga kita
akan hidup dalam hidup baru (Roma 6:3-4). Melalui baptisan, Adam yang lama dan
semua dosa kita ditenggelamkan dalam kebenaran serta dalam baptisan juga
Kristus menjadi Tuhan dan Juruselamat kita.[25]Adapun
manfaat dari baptisan ialah agar orang-orang memiliki dan diberi kesukaan
kekal. Artinya dibebaskan dari dosa, maut dan Iblis, masuk ke dalam Kerajaan
Kristus dan hidup bersama Dia selamanya. Cara yang tepat untuk menerima
baptisan adalah oleh iman Ex Opera
Operantis artinya bahwa dengan iman saja yang membuat orang itu berhak
menerima penyembuhan. Tanpa iman, baptisan tidak berguna walaupun baptisan
merupakan suatu harta ilahi yang luar biasa. Baptisan merupakan perbuatan
Allah, perbuatan yang dilakukan Allah itu bukan untuk meniadakan iman,
melainkan untuk menuntut adanya iman.[26]
2.2.3. Sakramen
Baptisan Zwingli
Zwingli
menunjukkan bahwa di dalam Perjanjian Lama bayi laki-laki disunat dalam
beberapa hari sesudah kelahiran mereka sebagai suatu tanda akan keanggotaan
mereka di dalam umat Israel. Sunat merupakan upacara yang ditetapkan oleh perjanjian
dalam Perjanjian Lama untuk mendemonstrasikan bahwa anak yang telah disunat itu
terhisab ke dalam persekutuan perjanjian. Anak itu telah dilahirkan ke dalam
suatu komunitas yang kini memilikinya. Zwingli mengembangkan ide ini dengan
menunjukkan bahwa baptisan lebih lembut dari pada sunat karena baptisan tidak
melibatkan rasa sakit atau penumpahan darah dan bersifat lebih inklusif dalam
arti bahwa baptisan mencakup baik bayi laki-laki maupun perempuan.[27] Zwingli
menekankan bahwa baptisan bukan sesuatu antara manusia pribadi dan Allah,
melainkan sesuatu yang terjadi di dalam lingkungan jemaat. Baptisanlah yang
menjadikan seseorang anggota persekutuan jemaat dan jemaatlah secara menyeluruh
yang dalam iman terikat dalam perjanjian dengan Allah. Bahwa bayi dibaptis
adalah tepat, sebab melalui orang tuanya ia menjadi anggota persekutuan
perjanjian.[28]
Zwingli juga berpendapat bahwa baptisan merupakan tindakan pengakuan.[29]
2.3.Sakramen Baptisan Menurut Lutheranisme
Aliran yang berpegang pada ajaran-ajaran Luther.
Lutheranisme menyusun ajaran-ajaran Luther secara sistematis dari berbagai
tulisan, seperti Katekismus Luther, Pengakuan Iman Augsburg, Pengakuan Iman
Schmalkalden, dan Formula Konkord pada tahun 1580. Lutheranisme mengajarkan
bahwa Alkitab merupakan dasar untuk aturan iman. Pengakuan iman dan
rumusan-rumusan kepercayaan lainnya harus berada di bawah otoritas Alkitab.
Semboyannya adalah Sola Sciptura, yang
berarti: hanya Alkitab saja. Rumusan utama Lutheranisme adalah pembenaran oleh
iman. Kebenaran asali yang merupakan bagian dari hakikat manusia pada waktu
manusia diciptakan menjadi hilang pada waktu manusia jatuh ke dalam dosa.
Akibatnya, manusia tidak bebas lagi. Kini manusia berada dalam perbudakan dosa.
Manusia hanya dapat dibebaskan dari dosa oleh tindakan pembenaran Allah. Dalam
pembenaran, andil manusia tidak ada sama sekali. Ini hanya tidakan Allah
semata-mata. Semboyannya adalah Sola
Gratia, yang berarti: hanya oleh kasih karunia saja. Pembenaran Allah hanya
diterima oelh iman, bukan oleh perbuatan manusia. Semboyannya adalah Sola Fide, yang berarti: hanya oleh iman
saja.[30]
Dalam baptisan, Allahlah yang menghampiri manusia, Allahlah yang memilih dan
menerima kita, Allahlah yang memberi iman dan hidup barudan berjanji bahwa Dia
akan setia kepada kita.[31] Dalam
Lutheranisme baptisan bukanlah semata-mata pencurahan air biasa, melainkan air
yang mengandung perintah Allah yang terpadu dengan sabda-Nya seperti dalam
Matius 28:19 “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan
baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus. Dalam pembaptisan
mereka yang dapat menerima pelajaran bisa dibaptis sesudah mereka diberi
pelajaran mengenai bagian-bagian pokok iman Kristiani. Demikian juga anak-anak
kecil (bayi) harus dibaptis karena mereka juga termasuk dalam perkataan “semua
bangsa”, selain itu Yesus sendiri secara khusus mengundang anak-anak untuk
datang kepada-Nya (Lukas 18:15-17), sebagai orang berdosa bayi-bayi memerlukan
apa yang ditawarkan oleh baptisan itu, dan bayi juga mampu memiliki iman
(Matius 18:6).[32]
2.4.Sakramen Baptisan Menurut Calvinisme
Sistem
teologi yang dirumuskan oleh Yohanes Calvin dalam karyanya karyanya yang utama,
Institutio, dan diterima dengan
banyak perubahan oleh gereja-gereja non-Lutheran. Alkitab dipandang sebagai
aturan bagi iman. Ia cukup berisi segala sesuatu yang perlu untuk mengenal
Allah dan tugas-tugas orang percaya terhadap Allah dan sesama manusia.
Kewibawan Alkitab terjamin oleh pekerjaan Roh Kudus. Sebelum manusia jatuh ke dalam
dosa, ia dapat mencapai kebajikan melalui kuasa-kuasa alamiah, namun kejatuhan
manusia ke dalam dosa telah mengubah hakikat manusia sehingga sekarang semua
manusia berada di bawah kuasa dosa. Manusia tidak bebas lagi, sehingga ia
memerlukan rahmat Allah. Semua perbuatan manusia pada hakikatnya dosa dan
manusia hanya dibenarkan karena rahmat Allah saja. Perbuatan baik tidak
mempunyai apapun dalam tindakan pembenaran Allah terhadap manusia berdosa. Pembenaran
Allah hanya dapat disambut oleh manusia dengan iman.[33]
Calvinisme adalah aliran yang menganut ajaran-ajaran yang diberikan oleh
Calvin, dalam hal ini menurut Calvin baptisan merupakan tanda pengampunan dan
hidup baru. Lebih lanjut, baptisan menandakan bahwa kita telah ikut serta dalam
kematian dan kebangkitan Kristus dan bahwa kita juga telah menjadi satu dengan
Dia. Baptisan sekaligus pula merupakan tanda bahwa kita masuk ke dalam persekutuan
gereja. Jadi di sini baptisan dihubungkan Calvin dengan keanggotaan di dalam
gereja. Ini sekaligus mengungkapkan penolakan Calvin terhadap anggapan bahwa
baptisan merupakan syarat untuk beroleh keselamatan. Menurut Calvin, baptisan
bukan merupakan syarat, melainkan materai yang menandakan bahwa seseorang telah
memperoleh pengampunan dosa dan keselamatan pada salib Kristus. Pengampunan itu
telah dikaruniakan Allah pada kita sebelum kita lahir, sehingga tidak
ditentukan oleh baptisan.[34]
Dalam aliran Calvinisme ada berbagai ketentuan terutama dalam hal baptisan
yaitu:[35]
1. Anak-anak orang
Kristen wajib dibaptiskan.
2. Yang telah belajar Agama Kristen yang sudah
menyelesaikan pelajaran katekisasi.
3. Dalam kasus khusus, Majelis jemaat dapat melaksanakan
katekisasi khusus.
4. Baptisan dewasa diberikan kepada orang yang telah
berumur minimal 15 (lima belas) tahun.
5. Anak yatim piatu dapat dibaptiskan dengan jaminan dari
atau dihantar oleh bapa/ibu serani.
6. Bagi orang sakit yang tidak mampu lagi berkomunikasi
dengan Majelis Jemaat (baik melalui kata-kata maupun tanda-tanda) tidak dapat
dilaksanakan baptisan darurat.
2.5. Sakramen Baptisan Menurut Anabaptisme
Kata ini
berasal dari berasal Yunani, ana dan baptizo yang berarti: membaptiskan
kembali. Nama ini merupakan nama sindiran yang diberikan kepada mereka oleh
lawan-lawannya, karena mereka menolak baptisan anak sebagai baptisan yang
benar. Mereka membaptiskan kembali anak yang telah dibaptis pada waktu kecil
apapun telah menjadi dewasa. Itulah sebabnya mereka disebut Anabaptis.[36] Istilah
Anabaptis mempunyai asal-usulnya pada Zwingli (kata “anabaptis” secara harafiah
berarti orang-orang yang dibaptis kembali dan ini merujuk pada aspek yang
paling khas dari kebiasaan orang-orang yang telah melakukan pengakuan iman
pribadi di hadapan umum yang boleh dibaptis). Anabaptisme rupanya pertama kali
muncul di sekitar Zurich, yakni setelah reformasi Zwingli di dalam kota itu
pada awal dekade 1520-an.[37]
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kaum anabaptis menilai bahwa Luther
memang telah dengan baik memulai reformasi gereja, tetapi ia tidak
menyelesaikannya dengan tuntas. Menurut mereka, Luther mestinya menolak ajaran
GKR tentang baptisan anak, yang membuat seseorang otomatis menjadi Kristen
setelah ia lahir, dan yang membuat tidak adanya pemisahan antara status sebagai
warga gereja dan status sebagai warga negara. Menurut kaum atau aliran ini baptisan
adalah tanda atau materai yang memperlihatkan bahwa seseorang telah
sungguh-sungguh memahami imannya serta dengan sadar menyatakan pengakuan
imannya bahwa Yesus Kristus adalah Juruselamatnya. Karena itu baptisan hanya
boleh dilayankan bagi orang dewasa, karena hanya merekalah yang telah memenuhi
syarat-syarat itu. Karena itu pula, mereka yang telah sempat dibaptis waktu
anak-anak harus dibaptis ulang, sebab baptisan anak-anak itu tidak sah.[38]
III.
Kesimpulan
Dari
pemaparan di atas saya sebagai penyaji dapat menyimpulkan bahwa sakramenadalah tanda
yang kelihatan dari rahmat Allah yang dikaruniakan kepada orang-orang percaya.
Serta tindakan kudus yang ditetapkan Allah dimana Ia dengan sarana eksternal
tertentu dihubungkan dengan firman-Nya, menawarkan, meyampaikan, dan memateraikan
anugerah pada manusia. Sakramen dalam Gereja Katolik Roma bermanfaat untuk
menyalurkan anugerah Allah kepada orang Kristen selama hidupnya serta mereka
mengakui adanya 7 jenis sakramen. Sementara menurut Luther sakramen merupakan suatu janji akan pengampunan dosa
yang diterima melalui iman oleh jemaat serta Firman Allah yang bersifat
lahiriah atau dapat dilihat. Bagi Zwingli sakramen adalah tindakan simbolis
yang menunjuk kepada keselamatan yang diperoleh Kristus dan yang dipakai oleh
orang-orang percaya untuk memperingati apa yang dibuat Kristus dan untuk
menyatakan iman mereka. Dan bagi Calvin sakramen adalah “suatu tanda lahiriah (symbolum) yang dipakai Allah untuk
memateraikan dalam batin kita janji-janji akan kerelaan-Nya terhadap kita
dengan maksud untuk memperkuat iman dan mengundang respons manusia Jumlah sakramen
menurut Luther, Calvin dan Zwingli hanya mengakui 2 jenis sakramen yaitu
baptisan kudus dan perjamuan kudus. Berbicara mengenai baptisan kudus Gereja
Katolik Roma berpendapat bahwa manfaat dari baptisan adalah untuk menghapus
dosa turunan dan mencurahkan anugerah, Luther dan Lutheranisme beranggapan
bahwa baptisan artinya kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh
baptisan dalam kematian, supaya sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari
antara orang mati demikian juga kita akan hidup dalam hidup baru. Menurut
Zwingli baptisan merupakan tindakan pengakuan. Lalu menurut Calvin dan
Calvinismeberpendapat bahwa baptisan merupakan tanda bahwa kita masuk ke dalam
persekutuan gereja. Sementara bagi
Anabaptisme baptisan hanya boleh dilayankan bagi orang dewasa, karena hanya
merekalah yang telah memenuhi syarat-syarat itu. Karena itu pula, mereka yang
telah sempat dibaptis waktu anak-anak harus dibaptis ulang, sebab baptisan
anak-anak itu tidak sah.
IV.
Daftar Pustaka
Aritonang,
Jan S., Berbagai Aliran di Dalan dan di
Sekitar Gereja, Jakarta: Gunung Mulia,
2015
Dahlenburg,
G.D., Pemberitaan Firman dan Pelayanan Sakramen,
Jakarta: Gunung
Mulia, 1991
End,
Thomas Van Den, Harta Dalam Bejana,
Jakarta: Gunung Mulia, 2015
GBKP,Moderamen,
Tata Gereja GBKP Edisi Sinode 2010,
Kabanjahe: Keputusan
Sidang Sinode, 2010
G.
C. van Niftrik & B. J. Boland, Dogmatika
Masa Kini, Jakarta: BPK-Gunung Mulia,
2001
Hadiwijono,
Harun, Iman Kristen, Jakarta: Gunung
Mulia, 2010
Jonge,
Christian de, Apa itu Calvinisme?,
Jakarta: Sekolah Tinggi Teologi, 1995
Koehler,
Edward W. A., Intisari Ajaran Kristen,
Jakarta: Gunung Mulia, 2001
Luther,
Martin, Katekismus Besar, Jakarta:
Gunung Mulia, 2011
McGrath,
Alister E., Sejarah Pemikiran Reformasi,
Jakarta: Gunung Mulia, 2011
Panda,
Herman P., Sakramen dan Sakramentali
Dalam Gereja, Kupang: Pusat Studi
Humaniora, Fakultas Filsafat Agama,
2013
Pasaribu,
Rudolf H., Penjelasan Lengkap Iman
Kristen Tentang Baptisan, Darah, Puasa,
Adat, Ulos, Bahasa Roh, Kharismatik, Jakarta: PT.
Atalya Rileny, 2001
Soedarmo,
R., Ikhtisar Dogmatika, (Jakarta:
Gunung Mulia, 2011
The
Lutheran Church-Missouri Synod, Landasan
Iman Kristen Dengan Penjelasannya,
Macomb: Lutheran Heritage
Foundation, 2004
Wellem,
F. D., Kamus Sejarah Gereja, Jakarta:
Gunung Mulia, 2011
[10] Jan S.
Aritonang, Berbagai Aliran di Dalan dan
di Sekitar Gereja, (Jakarta: Gunung Mulia, 2015), 45-46
[21] Rudolf H.
Pasaribu, Penjelasan Lengkap Iman Kristen
Tentang Baptisan, Darah, Puasa, Adat, Ulos, Bahasa Roh, Kharismatik,
(Jakarta: PT. Atalya Rileny, 2001), 20-21
[24] Herman P. Panda,
Sakramen dan Sakramentali Dalam Gereja,
((Kupang: Pusat Studi Humaniora, Fakultas Filsafat Agama, 2013), 36
[25] G. D.
Dahlenburg, Pemberitaan Firman dan
Pelayanan Sakramen, (Jakarta: Gunung Mulia, 1991), 22-24
[31] Rudolf H.
Pasaribu, Penjelasan Lengkap Iman Kristen
Tentang Baptisan, Darah, Puasa, Adat, Ulos, Bahasa Roh, Kharismatik, 30
[32] The Lutheran
Church-Missouri Synod, Landasan Iman
Kristen Dengan Penjelasannya, (Macomb: Lutheran Heritage Foundation, 2004),
180-183
[35] Moderamen GBKP, Tata Gereja GBKP Edisi Sinode 2010,
(Kabanjahe: Keputusan Sidang Sinode, 2010), 80-82
Tidak ada komentar:
Posting Komentar